Antonius Bowo Wasono, dkk.
TEKNIK
GRAFIKA DAN
INDUSTRI
GRAFIKA
JILID 1
SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang
TEKNIK
GRAFIKA DAN
INDUSTRI
GRAFIKA
JILID 1
Untuk SMK
Penulis : Antonius Bowo Wasono
Romlan
Sujinarto
Perancang Kulit : TIM
Ukuran Buku : 17,6 x 25 cm
Diterbitkan oleh
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008
WAS WASONO, Antonius Bowo
t Teknik Grafika dan Industri Grafika Jilid 1 untuk SMK /oleh
Antonius Bowo Wasono, Romlan, Sujinarto---- Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional, 2008.
iii, 271 hlm
Daftar Pustaka : Lampiran. A
Daftar Istilah : Lampiran. B
ISBN : 978-979-060-067-6
ISBN : 978-979-060-068-3
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, telah melaksanakan
kegiatan penulisan buku kejuruan sebagai bentuk dari kegiatan
pembelian hak cipta buku teks pelajaran kejuruan bagi siswa SMK.
Karena buku-buku pelajaran kejuruan sangat sulit di dapatkan di pasaran.
Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK dan telah
dinyatakan memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses
pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45
Tahun 2008 tanggal 15 Agustus 2008.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya
kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas
oleh para pendidik dan peserta didik SMK.
Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada
Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (download),
digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat.
Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya
harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan
ditayangkan soft copy ini diharapkan akan lebih memudahkan bagi
masyarakat khsusnya para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh
Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri untuk
mengakses dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar.
Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Kepada
para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat
memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini
masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik
sangat kami harapkan.
Jakarta, 17 Agustus 2008
Direktur Pembinaan SMK
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat dan anugerahNya buku yang berjudul “Teknik
Grafika dan Keberhasilan Industri Grafika” dapat terselesaikan
dengan lancar. Buku ini disusun karena minimnya buku-buku
pelajaran mengenai ke-grafikaan yang mengungkap secara utuh
dan relevan digunakan dalam kurun waktu yang agak lama.
Penyusun menyampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya
kepada semua pihak yang telah membantu terbitnya
buku ini. Semoga buku ini dapat digunakan sebagai bahan
referensi bagi siswa dan guru, khususnya yang bergelut di bidang
grafika. Karena keterbatasan waktu dan pengetahuan yang
dimiliki, penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam
penyusunan ini masih banyak terdapat kekeliruan, baik dalam
penulisan tata bahasa dan materi.
Kritik dan saran dari pembaca demi kelengkapan isi dari buku
ini penyusun harapkan, agar dapat diadakan revisi untuk terbitan
yang akan datang. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Departemen Pendidikan Nasional
dalam hal ini Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan yang telah
memberi kesempatan pada penyusun untuk menuangkan materi
pengetahuan bidang grafika dalam bentuk buku dan kepada
semua rekan kerja saya di SMK Negeri 11 Semarang yang telah
memberikan dukungan pada penyusun. Semoga buku ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca semua.
Penulis
i
JILID 1
Halaman
Daftar Isi i
Kata Pengantar
BAB 1
Pehdahuluan 1
1. Ruang Lingkup teknologi Grafika 1
2. Perkembangan teknologi Grafika 3
BAB 2
Kertas, Tinta cetak, Warna, Densitometry, dan Colorimetrics 9
1. Kertas 9
2. Tinta Cetak 12
3. Warna 27
4. Reproduksi Warna Dalam Mencetak 41
5. Densitometry 68
6. Colorimetric 85
BAB 3
Pekerjaan Desain Hingga Bentuk File Siap Film 118
1. Peranan Desainer Grafis dalam Produksi Cetak 118
2. Pekerjaan Menyiapkan Perwajahan (desain) Buku 147
3. Komputer dan Perangkat Pendukungnya 152
4. Imposisi 164
BAB 4
Foto Reproduksi (Film Making) dan Plate Making 171
1. kamera Vertikal dan Kamera Horisontal 172
2. Menyetel ketajaman Bayangan 187
3. Perbandingan Reproduksi 187
4. Bahan Peka 189
5. Bahan-bahan Kimia Untuk Fotografi 193
6. Cara Kerja Filter 201
7. Pemisahan Warna dengan Raster 203
8. Montase Film 208
9. Drum Scanner dan Film Processor 213
10. Pelat cetak Offset 216
11. Pelat cetak daur ulang 222
ii
JILID 2
BAB 5
Kalkulasi Grafika 228
1. Tugas Estimator 229
2. Proses Produksi 232
3. Toeslagi/Biaya Gudang 241
4. Biaya Ekspedisi 242
5. Matriks Kertas Cetak 243
BAB 6
Acuan Cetak Fleksografi dan PAD Preinting 246
1. Acuan Cetak Photopolymer Flexography 246
2. Acuan Cetak Photopolymer Pad Printing 261
BAB 7
Macam-Macam Teknik cetak 276
1. Sejarah Cetak-mencetak 276
2. Prinsip dan Proses cetak 279
BAB 8
Penyelesaian Grefika/Purna Cetak 456
1. Teknik melipat Kertas secara manual dan dengan mesin 456
2. Penjilidan buku 497
3. Finishing 513
4. Kemasan 529
JILID 3
BAB 9
Pekerjaan Laminasi dan UV Varnish 534
1. Laminasi dengan system panas (thermal) 535
2. Laminasi dengan system dingin (cool) 539
3. Melakukan pekerjaan UV Varnish 544
BAB 10
Melakukan Pekerjaan Pon, Ril dan Emboss 549
1. Pekerjaan Pon 549
2. Pekerjaan Ril 554
3. Pekerjaan Emboss 555
BAB 11
Kegiatan Pendukung Keberhasilan Industri Grafika 559
1. keselamatan dan kesehatan kerja 560
2. Hubungan Kerja 582
iii
3. Strategi Komunikasi dalam Mengikat Pelanggan 596
4. Strategi Pemasaran 605
5. Faktor - faktor 612
6. Menerapkan standar kualitas 615
7. Mengirimkan hasil Cetakan (ekspedisi) 617
BAB 12
Penutup 620
Lampiran A
Daftar Pustaka a1
Lampiran B
Daftar Istilah b1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Ruang Lingkup Teknologi Grafika
Grafika adalah suatu teknik atau cara penyampaian pesan,
gagasan, informasi, pikiran, kesan perasaan melalui penggandaan
dengan cara dicetak dan disajikan kepada khalayak. Grafika merupakan
teknologi yang memungkinkan hasil pikiran-pikiran tokoh ratusan bahkan
ribuan tahun lalu sampai kepada kita berupa hasil cetakan. Karena jasa
grafika juga, maka segala urusan manusia modern dipermudah atau
sudah merupakan suatu mekanisme yang tidak mungkin ditinggalkan
sejak sebelum lahir sampai ke liang lahat. Bahkan beberapa tahun
setelah manusia di alam kubur masih memerlukannya, terutama yang
berkenaan dengan kontrak tanah pemakaman. Mulai dari bungkus korek
api, ijazah, buku rapor, surat kabar, majalah, buku pelajaran, koran,
majalah, sertifikat, surat keterangan, surat nikah, perangko, brosur,
folder, spanduk, company profile, formulir, tiket, meterai, uang kertas,
faktur, kuitansi, STNK, surat pajak, KTP, paspor, dokumen perdagangan,
peraturan, kemasan (kertas, karton, kaleng, plastik, dll) sampai ke poster
dan bentuk cetakan dengan ukuran besar, surat-surat berharga yang
dipergunakan pada bank-bank, dan sangat banyak jenis, bentuk, jumlah
barang cetakan di masyarakat.semua adalah hasil karya manusia yang
hanya bisa diwujudkan melalui teknologi grafika.
Industri grafika/percetakan di Indonesia sampai saat ini masih
belum mampu menyetarakan diri dengan standar mutu industri grafika
internasional, khususnya Asia dan Australia. Akibatnya, industri grafika
Indonesia belum mampu berperan dalam menjawab tantangan pasar
global. Dengan kata lain belum "Go International" Salah satu
penyebabnya karena masih belum terpenuhinya sumber daya manusia
2
(SDM) yang kompeten.
Perubahan teknologi grafika terutama di pracetak sangat
revolusioner. Perubahan software maupun hardware hampir dalam
hitungan bulan. Teknologi desk top publishing (DTP) yang belum lama
berkembang, meluas ke computer to film, computer to plate, computer to
press, dan print on demand. Sejalan dengan perkembangan tersebut,
teknologi cetak konvensional mulai bergeser ke arah digital print.
Perkembangan teknologi dan pasar grafika yang terus berubah
cepat menjadikan para pelaku industri tersebut tertuntut harus bisa
menyesuaikannya. Faktor waktu memang menjadi daya tarik bagi
industri grafika, di samping juga tarif yang murah. Harga pokok produksi
bisa ditekan dengan penggunaan alat berteknologi terbaru. Kemajuan
teknologi informasi sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan
teknologi cetak mencetak, sehingga di mana pun kita berada selalu
menatap dan menggunakan barang cetakan.
Gambaran umum fungsi dan jenis barang cetakan yang demikian
banyak dan bervariasi menuntut industri grafika melengkapi peralatan
yang memadai dari kualitas dan kuantitasnya, serta kesiapan sumber
daya manusianya sebagai penentu keberhasilan produksi.
3
Gambar 1.1. Diagram
Perkembangan
2. Perkembangan Teknologi Grafika
Teknologi baru dalam
bidang persiapan cetak. Komputer
telah merombak dengan cepat bidang prepress sejak duapuluh tahun
yang lalu. Ketika berkembang teknologi photo typesetter, PC dengan
4
Gambar 1.2. Alur Produksi
Konvensional
monitor dan keyboard; dimana sebelumnya bekerja dengan kamera foto
reproduksi dan layar kontak, hingga scanner laser.
Pada waktu yang sama, karena perkembangan yang pesat media
elektronik, batasan antara prepress dan cetak offset telah saling
melengkapi. Dengan GTO-DI Direct Imaging Technology yang
diperkenalkan oleh Heidelberg pada tahun 1991, telah diciptakan
koneksi/hubungan langsung yang pertama antara prepress dan cetak.
Tinjauan masa depan Heidelberg Druckmaschinen telah menjadi sebuah
kenyataan dalam hal ini membuat komputer dapat mencetak yang sama
sekali tanpa memutar melalui/via pelat dan film. Teknologi ini
mempunyai kelebihan yang nyata/jelas. Hingga sekarang, beberapa
tahapan disertakan dalam produksi cetak. Saat ini porsi yang besar pada
proses ini dari ide hingga realisasinya dapat dikerjakan/diselesaikan
secara digital. Juga, dalam hubungannya dengan prepress
konvensional, dengan digital prepress maka kita dapat menghemat
waktu, dengan komputer hingga film atau komputer hingga pelat.
5
Perkembangan yang inovatif juga mengemukakan terminologi baru.
Dalam industri cetak kita bicara mengenai bits dan bytes, C-To-Press
teknologi, PostScript, RIP, scanner, dan kamre digital.
Berkembangnya teknologi digital dibidang prepress, printing, dan
postpress dengan hardware dan software yang terbukti bagus,
menawarkan alat-alat yang berguna untuk memenuhi produktivitas.
Dibawah ini diuraikan teknologi CTP. Computer-To-Plate, yaitu
proses pembuatan image atau gambar pada pelat cetak. Proses ini
dikerjakan pada tahapan "prepress" - proses persiapan cetak. CTP atau
disebut juga "direct-to-plate" berarti proses pembuatan pelat cetak
secara langsung dari (file) komputer. Kecenderungan industri adalah
bergerak ke arah digital, penggunaan CTP semakin banyak ditemukan
pada industri percetakan terutama dinegara maju. Penggunaan
komputer selain masalah ekonomis, mengingat biaya buruh yang mahal
maka aspek fleksibilitas penggunaan komputer yang menghilangkan
proses reproduksi menjadi pertimbangan penting perubahan ke CTP.
Dibawah ini ada beberapa hal yang perlu diketahui bagi percetakan di
Indonesia mengenai CTP, kelebihan dan kekurangannya sebagai upaya
antisipasi.
2.1. Proses
Sesuai istilah direct-to-plate; proses pembuatan image pada plat
tanpa mengunakan proses pembuatan film foto reproduksi, image
langsung dicetak pada pelat langsung dari file komputer.
File digital tidak perlu dirubah atau dimodifikasi kebeberapa file
yang berbeda karena sudah deprogram dengan system RIPS, proses
yang dilakukan pada pembuatan film cukup dilakukan semuanya
menggunakan klik mouse dan memasukkan data via keyboard. Konsep
dari pembuatan pelat berimage persis sama, sesuai data file yang
6
Gambar 1.3. Kombinasi Alur Produksi Konvensional dan
Digital
dirancang/ didesain namun dengan cara yang sama sekali sudah
berbeda.
2.2. Kelebihan
CTP meningkatkan waktu pembuatan pelat lebih cepat, konsistensi
kualitas image dan gambar cetakan. Cara ini membutuhkan waktu lebih
singkat dari cara percetakan offset litografi yang analog sebab
menggabungkan dua proses menjadi satu. Tenaga manusia jelas
berkurang karena tidak perlu lagi membuat film foto reproduksi. Paling
tidak waktu bisa dihemat 20-30% dengan CTP. Image yang dihasilkan
juga lebih jelas, tajam dan akurat dibanding dengan cetak analog yang
tradisional sebab dot yang muncul lebih bersih dan turunan image
pertama - langsung ke pelat cetak, efek dot-gain juga berkurang.
Penghematan lainnya dari aspek material yaitu lebih sedikit suplai,
karyawan dapat dikurangi dan tidak menggunakan kamera reproduksi
lagi, sehingga ruang yang dibutuhkan lebih sedikit. Penghematan ini bisa
dijadikan insentif bagi harga cetak dan menjadi faktor kompetisi untuk
menarik pelanggan baru.
7
Gambar 1.4. Alur Produksi Teknologi
Digital
2.3. Kekurangan
Umumnya orang terbiasa
dengan gambar cetak dengan dot-gain yang besar dan tampak lebih
gelap. Tidak jarang pelanggan akan merasa aneh dengan hasil bagus
"yang tidak biasa" ini. Perlu bagi percetakan untuk memberikan
pengertian mengenai barang bagus yang baru ini ke pelanggan, supaya
terbiasa.
CTP juga merubah pola tanggung jawab kualitas cetak yang
semula penuh pada percetakan, beralih ke "digital file creator" - orang
yang membuat file image.
2.4. Masalah umum yang dijumpai
Dalam proses cetak litografi, ada banyak kemungkinan merubah
atau mengkoreksi hal yang salah pada film. Tidak demikian halnya pada
CTP, operator percetakan harus benar-benar menjamin file image
bersih. Perhatikan hal-hal berikut ini, simpan file dalam format CMYK
bukan RGB dan gunakan spesifikasi yang tepat seperti : (1) "bleed
amount" yang tepat, (2) pastikan semua huruf dan resolusi image tinggi
masuk dalam file, dan (3) check penggunaan spot-color yang benar, dll.
8
Proses perbaikan digital file image yang salah sangat
membutuhkan banyak waktu, yang akhirnya mengurangi kelebihan CTP
terhadap sistim film analog.
2.5. Up-to-date dengan komputer & perkembangannya
Belajar terus menerus atau mengikuti perkembangan proses yang
baru dan komputer menjadi wajib, karena bidang ini sangat cepat
kemajuannya - dalam hitungan bulan. Photoshop dan Illustrator selalu
memberi penambahan-penambahan dalam perangkat lunaknya.
Perusahan seperti Adobe dan Extensies sering melakukan seminarseminar
pendidikan diberbagai kota dan negara. Akses ke internet atau
website CTP
menjadi alternatif
cara, ikuti kursus
online, ikut chatroom
dll.
Gambar 1.5. Diagram Computer-To-Print
9
BAB II
KERTAS, TINTA CETAK, WARNA, DENSITOMETRY, dan
COLORIMETRICS
1. Kertas
Kertas (bahan cetakan) adalah merupakan bahan yang sangat
penting di dalam pekerjaan cetak sehingga penyesuaian kualitas dari
kertas (bahan cetakan) akan sangat dominan di dalam
menentukan/menghasilkan kualitas cetak.
Kertas (bahan cetakan) dapat dibagi menjadi :
1. Uncoated, yang termasuk uncoated antara lain : HVS, HVO, Kertas
koran, dll. Uncoated mempunyai sifat penyerapan besar, permukaan
yang kasar, mudah terjadi picking (tercabut), PH rendah sehingga
lambat kering, dan karena permukaannya bergelombang (tidak rata)
maka hasil cetak tidak menimbulkan gloss. Cemani Toka dalam hal
ini sudah menyesuaikan tinta untuk kertas uncoated tersebut.
2. Coated, yang termasuk coated antara lain : art paper, coated paper,
mat coated, cast coated, art karton, coated karton. PT Cemani Toka
dalam hal ini sudah menyesuaikan tinta untuk jenis-jenis kertas
coated.
3. Non Absorption Paper, yang termasuk non absorbtion antara lain :
Vynil stiker, Yupo, Typex, Gold Foil, Alumunium Foil, art synthetic
paper, dll.
Karena jenis ini tidak mempunyai daya serap, maka pengeringan
terjadi secara oksidasi penuh. Biasanya timbul masalah set off atau
lambat kering. Sehingga perlu penanganan khusus seperti :
- tidak menumpuk hasil cetakan terlalu tinggi
- PH air pembasah tidak terlalu asam (karena akan
menghambat oksidasi)
10
- memakai air pembasah seminim mungkin
Hati-hati karena tinta mempunyai pengeringan lebih cepat dari
pada tinta biasa, tidak sampai lapisan tinta mengering. Menurut Dameria
(2005 : 98), jenis kertas terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. kertas berdasarkan jenis serat, kertas jenis ini terbagi menjadi 2
(dua) yaitu :
a. kertas mengandung kayu, dengan ciri-ciri :
- terdiri dari serat mekanis
- tidak tahan disimpan lama
- mudah berubah warna jika terkena matahari
contoh : koran, HHI
b. kertas bebas kayu, dengan ciri-ciri :
- terdiri dari serat kimia
- tahan disimpan lama
contoh : HVS, HVO
2. kertas berdasarkan pekerjaan akhir, yaitu :
a. kertas coated, dengan ciri-ciri :
- terdiri dari kertas dasae dan lapisan kapur dengan bahan
perekat
- permukaannya halus dan mengkilap (gloss)
- daya serap terhadap minyak lemah
contoh : art paper, kunsdruk
b. kertas uncoated, dengan ciri-ciri :
- tidak diberi lapisan kapur
- permukaan kertas kasar tapi bisa juga dihaluskan
- daya serap terhadap minyak kuat
contoh : koran,HHI, HVS, HVO
3. kertas berdasarkan penggunaannya, yaitu :
a. Kertas cetak, seperti HVO, koran, art paper
11
b. Kertas tulis, seperti HVS, kertas gambar
c. Kertas bungkus, seperti cassing, kertas sampul, kertas
Samson
d. Kertas khusus, seperti kertas uang, kertas sigaret, kertas
tisue.
1.1. Bahan baku kertas
Ada 2 macam bahan baku kertas, antara lain :
a. Pulp mekanis, dengan ciri-ciri :
- seratnya tidak murni masih mengandung lignin
- seratnya tidak utuh (banyak yang rusak)
- tidak tahan terhadap penyimpanan (warna kertas berubah
menjadi kuning)
- mempunyai opasitas tinggi
- permukaan kertas lebih lunak
- harga murah
b. Pulp kimia, dengan ciri-ciri :
- seratnya murni, tidak mengandung lignin
- seratnya utuh
- lebih stabil terhadap penyimpanan
- mempunyai opasitas lebih rendah
- permukaan kertas lebih kaku
12
- harga lebih mahal
2. Tinta Cetak
Susunan umum suatu tinta terdiri atas varnish (vehicle) atau
bahan pengikat, pigment (zat warna/ dai), aditional agent atau bahan
penolong. Varnish, pigment, additional agent diproses menjadi tinta
Gambar 2.1. Proses
Pembuatan Kertas
13
cetak melalui proses produksi mulai dari pre mixing, grinding, mixing
(color matching), sampai canning melalui standar proses produksi yang
sudah baku dan akan mendapat hasil kualitas yang baku pula.
2.1. Berbagai Jenis Tinta
2.1.1. Tinta garis,
Zat cair dari tinta ini digunakan air atau campuran air dengan
spiritus. Tinta ini tidak mengandung bahan pengikat, sehingga zat
cair itu khusus untuk melarutkan saja. Bahan warnanya adalah
bahan warna "dai", dalam bentuk bubuk halus (puder) dimasukkan
ke dalam pelarut dan di dalamnya mudah sekali larut. Perekatan
bahan warna pada kertas terjadi karena bahan warna mewarnai
serat-serat selulosa. Tinta garis digunakan untuk membuat garisgaris
blok catatan, buku tulis clan dan lain sebagainya.
2.1.2. Tinta fleksografi,
Tinta ini di samping mangandung bahan pelarut (alkohol) juga
mengandung bahan pengikat dalam bentuk tannine, shellak, atau
arpus buatan. Sebagai bahan warna untuk tinta fleksografi yang
normal digunakan zat warna dai. Tinta ini terdapat kelompok penting
tinta pigmen. Tinta ini mengandung pigmen warna transparan. Ini
terutama perlu pada tinta putih yang digunakan mencetak selofan.
Untuk bahan warna yang dilarutkan, kita hanya membutuhkan
bahan pengikat. Pada tinta pigmen harus digunakan bahan
pengikat,yang lebih banyak, karena butir-butir pigmen akan terletak
lepas di atas dasar, dan dapat dihapus. Gejala ini dapat pula timbul
pada tinta-tinta lain.
14
2.1.3. Tinta rotasi cetak dalam/ rotogravure
Yang hampir sejenis dengan tinta fleksografl yang menutup,
adalah tinta rotasi cetak dalam. Zat cair terdiri dari bahan pelarut,
dalam hal ini toluol atau xylol dan bahan pengikat yang dilarutkan di
dalamnya, misalnya bahan gilsonit (sejenis aspal alamiah), arpus -
selulosa clan dan sebagainya. Bahan warnanya adalah pigmen.
Pengeringan pada kertas, seperti pada tinta fleksografi, sebagian
terjadi karena penguapan dan sebagian karena peresapan.
2.1.4. Tinta koran, tinta kerja dan tinta cetak tinggi rotasi (Tinta
tidak cepat menguap)
a. Tinta koran rotasi
Tinta ini sangat sederhana, pada prinsipnya terdiri dari
minyak mineral dan pigmen. Tinta ini tak mengandung bahan
pelarut yang menguap. Selain pigmen yang tak dapat larut (lengas
gas atau jenis-jenis lengas yang lain), tinta ini mengandung zat
yang disebut toner, ialah bahan pewarna biru atau ungu. Maksud
dari toner ini adalah untuk menetralkan warna yang bernada
kecoklat-coklatan yang menjadi sifat dari sebagian besar macam
lengas. Minyak mineral yang digunakan untuk tinta koran, sering
dilarutkan sejenis damar. Damar ini bukan bahan pengikat, karena
setelah pencetakan tetap larut clan tak menunjukkan pengikatan
pada pigmen. Cocok untuk bahan kertas yang mempanyai daya
serat tinggi.
b. Tinta koran hitam
Tinta ini lebih kental dibanding tinta koran rotasi yang dapat
dikatakan encer. Bila pada mesin rotasi digunakan tinta kental,
maka kertas koran akan robek karena tertarik oleh tinta itu. Tinta
kerja (smout) erat sekali ikatannya dengan tinta koran hitam, tetapi
15
di samping minyak mineral, mengandung pula vernis lena dalam
prosentase tertentu. Tinta hitam kerja terutama digunakan untuk
mencetak barang cetakan perdagangan (handelsdrukwerk)
c. Tinta cetak buku clan roman
Tinta ini lebih baik mutunya daripada tinta kerja, tetapi
perbedaannya tidak demikian besar. Tinta inipun sedikit banyaknya
mengandung minyak mineral.
2.1.5. Tinta minyak lena (lijnolie)
Tinta ini tak mengandung minyak mineral, tetapi hanya
mengandung vernis minyak lena; pengeringan terjadi dengan cara
bereaksi dengan udara.
Dalam hal ini vernis minyak lena berubah menjadi unsur padat
(linoxyn), di bawah pengaruh zat asam dari udara.
Proses pengeringan ini dipercepat dengan menambahkan
bahan pengering, seperti campuran timah, mangan clan kobalt,
yang dicampurkan ke dalam tinta dalam bentuk pasta atau cairan
(siccative). Tinta itu setelah satu hari (sering juga setelah
beberapa jam) telah cukup mengering, sehingga bila kertas oplah
ditumpuk dan dipotong, tak menunjukkan gejala menular. Dalam
tinta minyak lena termasuk tinta ilustrasi clan tinta hitam cetak Was
(prachtdruk).
Dalam kelompok yang sama termasuk tinta offset, tinta
mengkilap dan beberapa macam tinta yang digunakan pada mesin
cetak tinggi untuk mencetak permukaan-permukaan rapat seperti
misalnya kertas logam dan selofan. Tinta-cetak minyak lena yang
modern (untuk cetak buku maupun offset) biasanya mengandung
arpus buatan atau alamiah, yang telah mengalami proses
perubahan kimia. Tinta yang mengandung arpus ini menunjukkan
16
kilauan yang lebih dan mengering lebih cepat dari tinta minyak
lena biasa. Kita sebut tints ini dengan nama, "tinta sintetis".
2.1.6. Tinta heat-set (kering dengan panas)
Untuk memperoleh pengeringan yang cepat, tinta dari macam
minyak lena diolah dengan campuran kadar minyak mineral
tertentu. Tinta ini digunakan pada mesin rotasi yang berputar cepat
untuk pencetakan. majalah yang menggunakan kertas cetak seni
(kunstdruk) dalam, bentuk gulungan. Jalur kertas setelah dicetak
dilintaskan melalui sederetan api gas yang memanasi jalur
sedemikian rupa sehingga minyak mineral menguap. Setelah
didinginkan, tinta telah cukup kering, sehingga barang cetakan
dapat dipotong dan dilipat. Tinta demikian disebut tinta Heat-set.
2.1.7. Tinta cepat-kering (quick-set)
Tinta lain yang cepat sekali mengering ialah tinta "Quick-set".
Sebagai bahan pengikat digunakan suatu zat, sejenis getah karet,
yang sangat halus dalam minyak mineral. Segera setelah tercetak,
minyak mineral yang tipis diserap kedalam kertas, sedang karet
yang mengembang merekat satu sama lain, hingga menjadi lapisan
dan mengikat pigmen pada permukaan kertas.
Banyak tinta modern yang cepat mengering dibuat menurut
prinsip mi. Tetapi sebagai pengganti karet dan minyak mineral
digunakan suatu arpus buatan dan bahan pelarut yang encer sekali.
Setelah pencetakan, seperti pada tinta quick-set, terjadi
pengeringan yang cepat pada lapisan tinta, sedang pengerasan
selanjutnya terjadi seperti pada tinta minyak cat.
2.1.8. Tinta dengan pengeringan uap air (moisture-set ink)
Yang juga cepat mengering adalah yang disebut tinta dengan
pengeringan uap air (moisture-set atau steam-set ink). Tinta ini tak
mengandung 'minyak; bahan cair dibentuk dengan larutan sejenis
17
Gambar 2.2. Sistim Penintaan Cetak
arpus buatan dalam sejenis gliserin, ialah glycole. Glycole ini dapat
dicampur dengan air, tetapi segera menyerap air; arpus menjadi
membeku dan dengari cara demikian mengikat pigmen-pigmen
pada kertas.
2.2. Sifat-sifat tinta cetak (Ink property)
Sistim penintaan dapat dibagi menjadi empat bagian (lihat
gambar 2.2.):
a. Bak tinta, tempat persediaan tinta
b. Rol bak, fungsinya mengeluarkan tinta dari bak ke rol-rol
distribusi melalui rol jilat.
c. Rol-rol distribusi atau seksi distribusi, yang menerima lapisan
tinta tebal dari rol bak, menyebarkannya menjadi lapisan yang
tipis merata, dan menghantarkannya ke rol acuan (pelat).
d. Rol-rol acuan atau rol-rol pelat, yang menghantarkan lapisan
tinta kepada permukaan pelat ofset
dengan ketebalan yang tepat.
Sistim penintaan dari pada
mesin-mesin cetak Letterpres pada
prinsipnya sama dengan sistim
penintaan diatas, demikian juga
fungsi masing-masing bagian.
Dengan memperhatikan gambar
skema sistim penintaan dapat
diuraikan: tinta keluar dari bak tinta,
kemudian mengalir kebawah,
kerangkaian rol distribusi dan
tersebar menjadi lapisan yang tipis merata pada rol-rol serta pindah
dari rol-rol acuan ke acuan/pelat. Selanjutnya tinta melekat pada
bagian yang mencetak dari pelat (acuan) dan tidak mengalir atau lari
18
Gambar 2.3. Ketahanan terhadap pembagian
kebagian yang tidak mencetak. Akhirnya tinta pindah dari acuan ke
kain karet lalu ke kertas cetak. Sifat-sifat tinta cetak jika mungkin
harus disesuaikan dengan kebutuhan dari setiap tahap penghantaran
tinta. Daya alir tinta cetak agar dapat mengalir dari bak tinta sampai
kepermukaan bahan cetak (kertas) disebut flow. Alat untuk mengukur
flow, dapat menggunakan alat yang sangat sederhana, misalnya
dengan sebidang kaca yang diletakkan miring atau dengan spread
meter yang mampu mengukur daya sebar tinta dalam jangka waktu
tertentu.
Untuk memperoleh
gambar-cetak yang tanpa
cacat, tinta tidak boleh
terlalu encer, dan tidak
terlalu kental. Ukuran untuk
keadaan encer-kentalnya
tinta ini disebut viscositas.
Viscositas adalah kekentalan
tinta cetak atau ukuran tekanan dalam (internal friction) dari suatu zat
cair terhadap alirannya yang diukur dengan alat ukur Viscometer dengan
satuan Centipoise (cP). Tinggi rendahnya viscositas tinta cetak
dipengaruhi oleh sifat mesin cetak dan bahan cetakan (kertas).
Viskositas tinta ditentukan oleh bahan pengikatnya (pembawa
warnanya). Dengan menambahkan bahan pengencer atau vernis dari
berbagai tingkat viskositas, pencetak dapat mengubah viskositas
tintanya.
Pada tiap pengalihan lapisan tinta dari satu permukaan ke
permukaan lain, terjadi pembagian lapisan tinta itu. Ketahanan itu
dinamakan kelekatan atau kelengketan tinta atau yang sering disebut
tackness. Tackness adalah sifat lengket (kelengketan). Tinggi
19
Gambar 2.4. Viskositas Tinta
rendahnya kelengketan tinta cetak akan ditentukan oleh sifat-sifat mesin
cetak/kecepatan, sifat bahan cetakan
(kertas), jenis cetakan, dan lain-lain.
Alat pengukur tackness adalah tack
meter. Viskositas dan kelengketan tinta
dapat diubah dengan penambahan
pasta, bahan pengencer, dan vernis
dari berbagai kelengketan. Minyakcetak
membuat tinta encer dan
pendek. Tinta ofset yang encer dan
pendek sangat mudah mengendap
pada rol hantar air. Sedangkan Pastacetak
membuat tinta pendek, tetapi
tidak encer, jadi baik terhadap
pencabutan.
Konsistensi dari sifat tinta cetak juga berubah karena gerak tinta.
Tinta akan diam ketika dalam bak tinta, maka akan lebih kental daripada
kalau digerakkan. Sifat tinta ini masish dipertinggi karena kerjasama
antara pigmen organik dan vernis, sifat tinta ini disebut tiksotrop.
Thixotropy adalah sifat yang dimiliki tinta ofset menjadi cair ketika diaduk
dan akan kembali mengental bila didiamkan. Menurut jenis proses cetak
dan pemilihan bahan pengikat bagi tinta, pada dasarnya dapat
dibedakan tiga jenis pengeringan, antara lain: (a) setting, pengeringan
karena perasukan tinta, (b) oksidasi dan polimerisasi, pengeringan
karena oksidasi tinta, dan (c) evaporasi, pengeringan karena penguapan
bahan pelarut. Pengeringan tinta sampai dengan ke pori-pori kertas
disebut drying time. Perasukan tinta merupakan gejala fisik yang
sederhana. Bahan pelarut dan sebagian bahan pengikat terserap oleh
serat-serat kertas. Penampang kertas tercetak yang tintanya merasuk
20
seluruhnya, memperlihatkan tinta yang telah masuk ke dalam kertas.
Jumlah perasukannya tergantung dari tertutupnya permukaan dan
kekerasan kertas. Tinta ofset Rotasi keringnya tinta karena gabungan
dari ketiga proses pengeringan tersebut. Untuk mempercepat
pengeringan dengan peningkatan suhu. Cetak ofset rotasi menggunakan
tinta kering, karena panas (heat set). Bahan yang tercetak dengan tinta
ini, dialirkan melalui tungku pengering yang biasanya dipanasi dengan
nyala gas, sehingga dapat mengering seluruhnya.
Baik buruknya pengalihan tinta ke kertas tergantung pada
beberapa faktor, antara lain : (1) tekanan antara rol-rol tinta, (2)
kekerasan rol-rol tinta (karet), (3) kerataan/ kelicinan permukaan kertas,
(4) kemudahan kertas untuk dibasahi dengan tinta, (5) ketebalan lapisan
tinta cetak, (6) sifat alir tinta cetak (reologi), (7) kecepatan mesin cetak,
(8) tekanan cetak, dan (9) bahan acuan (pelat cetak). Disamping itu,
kekenyalan kain karet juga mempengaruhi alih tinta sehingga tinta dapat
melekat di kertas dengan sempurna pada lapisan yang sangat tipis. Rolrol
tinta yang sudah mengeras, besarnya diameter antara tepi kanan-
Gambar 2.5. Diagram proses pembuatan
21
tengah-tepi kiri rol tidak sama atau diameter rol tinta menjadi lebih kecil
akan sangat sulit untuk dapat mengalirkan tinta dengan baik. Alangkah
lebih baiknya rol tinta seperti ini diganti. Derajat kekerasan dari rol karet
dinyatakan dengan derajat shore. Berikut derajat kekerasan yang
umumnya lazim dipakai : (1) rol hantar tinta 28-32° shore, (2) rol jilat tinta
38-42° shore, (3) rol penyalur 38-42° shore, (4) rol jilat air 20-22° shore,
dan (5) rol hantar air 18-20° shore.
Pengambilan air (water pick up) oleh tinta pada batas tertentu
sangat dibutuhkan dalam proses cetak agar transfer tinta dapat stabil.
Hal ini harus didukung oleh :
1. Air pembasah yang ideal
2. Tekanan rol-rol tinta yang sesuai (terutama tekanan ink form roll)
3. Tekanan rol-rol air yang seimbang
Jika kondisi ketiga unsur tersebut kurang baik, maka terjadi kelebihan
atau kekurangan pengambilan air oleh tinta, sehingga dapat
menimbulkan masalah transfer tinta tidak stabil, set off, lambat kering,
kurang gloss atau setelah kering gloss kering (dry down), tahan gosok
lemah, keseimbangan raster dan solid tidak tercapai, warna sulit dicapai.
2.1. Air Pembasah
Pengalihan tinta yang baik hingga ke permukaan kertas jika tidak
didukung oleh pembasahan yang baik, hasil cetak akan tidak sesuai
yang diharapkan, antara lain : warna tinta akan pudar, lama mengering,
warna tinta pucat, dan lain-lain. Penyaluran air yang tanpa cacat pada
tempat-tempat tak bergambar, tergantung 3(tiga) faktor, yaitu : (1) sifat
penarikan air bagian-bagian yang tak mencetak, (2) sifat dan susunan air
pembasah yang diberikan pada pelat, dan (3) bekerjanya peralatan air
secara teratur.
22
Gambar 2.6. Skema water
Untuk mencapai pemisahan antara bidang gambar dan tidak
bergambar, maka digunakan fountain solution. Fountain solution
mempunyai beberapa fungsi, antara lain : (1) standarisasi dan stabilisasi
nilai pH, (2) memampukan air membasahi pelat cetak secara tipis dan
merata, (3) melindungi pelat cetak, (4) perlindungan terhadap alga dan
bakteri dalam sirkulasi fountain solution, dan (5) mempercepat
standarisasi dari ink-water balance (keseimbangan antara tinta dan air).
Faktor penting lainnya yang menentukan kualitas hasil cetak yang
optimal adalah air yang digunakan. Untuk menjaga kualitas air yang
baik, disarankan menggunakan sistim water conditioning agar menjamin
kualitas air yang konstan. Proses water conditioning yang terpenting
adalah water softening, full demineralization, dan reverse osmosis.
1. Softening Plant
Bekerja dengan dasar penukaran kation. Pada unit ini ion
kalsium “ditukar” dengan ion natrium. Dengan demikian kandungan
total mineral sebenarnya tidak berubah. Perbedaannya hanyalah
bahwa endapan kapur (limescale) dapat dicegah karena natrium
hidrogen karbonat sangat mudah larut.
23
2. Full demineralization
Dua unit penukaran ion dihubungkan seri. Sebuah unit
penukaran kation yang menggantikan seluruh kation seperti
kalsium, magnesium, dan natrium dengan ion hydrogen, dan
sebuah unit penukaran anion yang menggantikan seluruh anion
seperti hidrogen karbonat, sulfat, dan klorida dengan ion
hidroksida. Gabungan ion hidrogen dengan ion hidroksida akan
membentuk air, yang berarti bahwa jumlah seluruh mineral yang
terkandung digantikan oleh air.
3. Reverse osmosis
Proses ini menjadikan air “full demineralization”. Setelah air
melalui satu atau dua filter karbon aktif untuk menyerap klorine, air
tersebut dialirkan secara paksa dengan tekanan tertentu melalui
sebuah diafragma yang dapat melewatkan air tetapi tidak dapat
mineral. Air yang telah melalui diafragma ini hanya mengandung
sedikit sisa-sisa mineral. Selain itu bakteri (kuman) serta jamur juga
tidak ada.
Stabilnya nilai pH sesuai dengan yang dipersyaratkan akan akan
menjaga kualitas dari hasil cetak. Nilai pH melambangkan derajat
keasaman atau basa dari air, nilai pH yang dianjurkan antara 4,8 – 6
merupakan nilai optimal. Pada pH yang dianjurkan pelat cetak dapat
bekerja cepat dan seringkali dapat mengurangi suplai air. Jika nilai pH
dibawah 4,8 akan timbul masalah lambat kering, warna cetakan pucat,
gambar di pelat mudah rontok dan lain-lain. Jika nilai pH jauh diatas 6
akan terjadi masalah emulsifikasi tinta, jumlah air terlalu banyak, density
cetakan rendah (warna cetakan pudar), dan lain-lain. Penambahan
fountain solution antara 2 - 4%. Tugas penting lainnya dari fountain
solution adalah menstabilkan nilai pH untuk jangka waktu yang selama
mungkin.
24
Gambar 2.7. Skema gaya dalam zat
2.2.2.1. Tegangan Permukaan
Proses pencetakan pada cetak ofset tergantung pada daya tolak
menolak yang berkesinambungan antara air dan tinta. Bagian gambar/
image pelat cetak menerima tinta dan menolak air, sedangkan bagian
tak bergambar/ non image menerima air dan menolak tinta. Untuk
menjamin pelat dapat bekerja dengan cepat dan tanpa hambatan saat
proses cetak, air pembasah harus dapat
membasahi pelat dengan baik.
Molekul-molekul didalam zat cair
mempunyai gaya tarik menarik antara satu
dengan yang lainnya, yang disebut sebagai
gaya kohesi. Hal ini berarti gaya yang
dimiliki oleh suatu molekul didalam zat cair akan menjadi seimbang oleh
gaya yang berasal dari semua sisi dengan kekuatan yang sama. Akan
tetapi pada permukaan yang berlawanan(membuat seimbang) ini tidak
ada. Seluruh gaya yang ada menunjuk kedalam. Pada kondisi yang
normal tegangan permukaan dalam air begitu kuatnya sehingga
“menarik” permukaan air yang berbatasan dengan udara seperti kulit
yang elastis. Ada perbedaan antara tegangan permukaan statis dan
dinamis. Selama proses cetak, permukaan fountain solution pada
permukaan rol-rol mengalami proses “hilang dan timbul kembali”
beberapa kali setiap detik. Ini dikenal sebagai proses dinamis.
Berdasarkan alasan ini maka penting untuk mencapai tegangan
permukaan yang rendah dalam jangkauan dinamis.
2.2.1.2. Tegangan Interface (tegangan antar permukaan)
Interface adalah permukaan kontak antara dua material yang
berbeda jenis. Tergantung pada kondisi suatu zat (padat, cair, gas),
proses fisika yang berlainan dapat diamati pada interface tersebut.
Padat - gas = adhesi, absorpsi
25
Gambar 2.8. Sudut
Gambar 2.9. Skema gerakan penyaluran air
pada sistim pembasahan
konvensional
Cair - gas = tegangan permukaan
Padat - cair = tegangan antar permukaan, wetting
Tegangan antar permukaan
merupakan hasil dari interaksi
kohesi dan adhesi pada
permukaan kontak antara dua
material yang berlainan.
Istilah wetting umumnya
dikorelasikan antara benda
padat (pelat cetak) dengan zat cair
(fountain solution). Semakin rendah tegangan antar permukaan semakin
besar efek dari wetting. Wetting diartikan sebagai ukuran (besar/
kecilnya) permukaan kontak antara dua material.
Sudut kontak dapat diukur pada titik dimana butiran zat cair
menyentuh permukaan padat. Jika sudut tersebut melebihi 90° berarti
zat cair memiliki wetting yang kurang baik. Butiran zat cair nampak
seperti sebuah bulatan pada permukaan padat. Semakin kecil sudut
kontak, butiran zat cair akan menyebar lebih baik sehingga akan
membasahi permukaan secara sempurna (tipis dan merata). Tegangan
antar permukaan dapat dikurangi dengan menggunakan suatu bahan
Gambar 2.10. Skema gerak putar rol
bak air
26
dalam fountain solution seperti surfaktan, tetapi yang terutama yaitu
mengurangi penambahan alkohol ke dalam air pembasah. Alkohol yang
dimaksud dalam proses cetak ialah isopropanol, yang juga dikenal
sebagai IPA. Permukaan karet dari rol poembasah lama kelamaan akan
menyerap tinta. Dengan menambahkan 5 – 15 % alkohol, tegangan
permukaan fountain solution akan berkurang sehingga lapisan air akan
menyebar pada rol karet tersebut.
Keuntungan yang diperoleh dalam proses cetak dengan
penambahan alkohol kedalam fountain solution yaitu : (1) transportasi air
menjadi lebih baik, (2) pendinginan unit tinta dan pembasah melalui
penguapan, (3) tidak ada kontaminasi pada rol atau dalam tinta, (4)
standarisasi yang cepat dari keseimbangan tinta dan air, (5) mencegah
terjadinya busa, (6) menambah wetting pelat dengan mengurangi
tegangan permukaan, dan (7) mengurangi penumpukan tinta pada rol
pembasah. Selain keuntungan tersebut diatas, ada juga kerugian yang
ditimbulkan dari permukanan alcohol yaitu: (1) berbahaya bagi
kesehatan, (2) polusi bagi lingkungan, (3) bahaya akan kebakaran dan
ledakan, (4) mengikis permukaan kertas, (5) mengikis bahan
pembungkus pigmen metal, (6) membuat rol pembasah menjadi keras,
dan lain-lain.
Untuk mengatasi kekurangan tersebut, diusahakan untuk
menggunakan alkohol dengan jumlah seminimal mungkin. Tetapi untuk
menurunkan kadar pemakaian alkohol perlu informasi mengenai tingkat/
kadar yang digunakan saat ini.
27
3. Warna
3.1. Cahaya adalah warna
Industri percetakan menggunakan warna agar penyajian hasil
cetakannya lebih efektif. Permintaan/tuntutan kualitas pada bahan-bahan
cetakan yang disuplai kepada para pelanggan dari waktu ke waktu terus
meningkat. Untuk memperoleh/mendapatkan permintaan/tuntutan yang
baru tersebut, telah diperkenalkan sebuah standar kualitas baru. Dalam
menilai warna maka kita hendaknya ’melihat’ warna tersebut. Dalam
rangka tujuan ini, maka kita membutuhkan cahaya/pencahayaan.
Matahari memancarkan cahaya – cahaya matahari tersebut merupakan
sumber cahaya yang utama. Sebagian besar benda-benda di lingkungan
sekitar kita, betapapun, tidak memancarkan cahaya yang dimilikinya.
Sehingga benda-benda tersebut dinamakan dengan sumber cahaya
sekunder. Kita dapat melihat benda-benda itu serta warnanya hanya
ketika benda tersebut diterangi/disinari oleh cahaya.
Cahaya adalah radiasi yang menyebar dengan sangat cepat –
pada sebuah kecepatan yakni 300.000 kilometer per detik. Pada sebuah
Gambar 2.11. Sistim pembasahan
alkohol
Gambar 2.12. Alat pendingin sistim
pembasahan
28
Gambar 2.14. Panjang
Gelombang
pernyataan yang tegas/keras, cahaya terdiri dari osilasi/goyangan
elektromagnetik yang menyebar dari sumbernya seperti sebuah
gelombang, seperti halnya sebuah gelombang air, setiap gelombang
cahaya terdiri dari puncak dan palung.
Gelombang diklasifikasikan pada dasar panjang yang ia miliki atau
jumlah osilasi/goyangan yang muncul/terlihat dalam setiap detiknya.
Panjang gelombang ditentukan dalam setiap satuan seperti kilometer,
meter, sentimeter, milimeter, nanometer atau pikometer. Jumlah osilasi
setiap detik – frekuensi – diukur dengan Hertz.
Gelombang dengan panjang yang
berbeda-beda memiliki properti/sifat
yang berbeda-beda pula. Contohnya
adalah sinar-X, yang digunakan dalam
dunia kedokteran yang mempunyai
tujuan untuk/sebagai diagnosa,
sedangkan beberapa rumah tangga
telah memiliki alat yang disebut dengan
oven microwave. Jenis gelombang yang
lain bekerja/berfungsi untuk
menyalurkan/memancarkan panggilan
telepon juga program radio serta
program televisi.
Hanya gelombang elektromagnetik yang berjarak sangat kecil saja
yang dapat dilihat oleh kita sebagai cahaya yang berwarna. Bagian yang
Gambar 2.13. Bentuk
29
Gambar 2.15. Panjang gelombang merah ke hijau
ke biru
dapat dilihat pada spektrum gelombang terbentang antara 380 nm (sinar
ultraviolet) dan 780 nm (sinar inframerah). Diartikan dengan sebuah
prisma, cahaya dapat dipecah menjadi komponen-komponen warnanya.
Cahaya terang, terdiri dari semua warna spektrum, yang dipecah hingga
menjadi warna-warna pelangi.
Gambar 2.14. memperlihatkan bagaimana panjang gelombang dari
merah hingga hijau hingga biru menjadi lebih pendek dan lebih pendek.
3.2. Persepsi visual pada warna
Hanya sesuatu yang
mempunyai hubungan
dengan cahaya sehingga
warna dapat ”terlihat” –
tetapi kenapa bisa
demikian?
Warna tidak dapat
dikaitkan sebagai sebuah
karakteristik gambar sebuah
obyek/benda, tetapi dapat
dikaitkan dengan bentuknya.
Juga ia merupakan properti
benda untuk menyerap dan
juga memantulkan cahaya
pada panjang gelombang
tertentu. Kita hanya dapat melihat warna yang berhubungan dengan
panjang gelombang yang dipantulkan.
Jika cahaya terang/putih mencapai sebuah obyek/benda, satu hal
yang dapat terjadi, antara lain :
30
Gambar 2.16. Proses
tertangkapnya warna
- Semua warna diserap. Dalam hal ini kita melihat obyek/benda
terlihat berwarna hitam.
- Semua cahaya dipantulkan. Dalam hal ini obyek/benda
nampak seperti berwarna putih
- Semua cahaya dibiarkan menembus/melewati obyek/benda.
Dalam hal ini warna cahaya tidak berubah
- Sebagian cahaya diserap, sebagian yang lain dipantulkan. Kita
melihat warna yang mempunyai corak bergantung pada
panjang gelombang, maka akan dipantulkan, sedangkan yang
tidak bergantung pada panjang gelombang akan diserap.
- Sebagian cahaya diserap, sebagian yang lain dipancarkan.
Kita melihat warna yang mempunyai corak bergantung pada
panjang gelombang, maka ia diserap dan yang tidak
bergantung pada panjang gelombang, maka ia dipancarkan
- Sebagian cahaya dipantulkan, sebagian yang lain
dipancarkan. Dibawah kondisi seperti ini warna yang
cahayanya dipantulkan dan yang dipancarkan menjadi
berubah
Properti/sifat obyek/benda yang menerangi/menyinari menentukan
efek-efek mana yang telah disebutkan diatas yang bisa terjadi.
Cahaya dipantulkan atau dipancarkan oleh sebuah obyek/benda
yang diterima oleh mata kita dan dipancarkan ke urat syaraf, yang
memicu sensasi warna di otak kita.
31
Gambar 2.17. Retina mata menangkap warna
Retina pada mata manusia terdiri dari sel-sel yang sensitif terhadap
cahaya. Terdapat dua macam sel: batang dan kerucut. Sel yang
berbentuk batang membedakan antara terang dan gelap, sedangkan
yang berbentuk kerucut bereaksi terhadap warna. Terdapat tiga macam
sel kerucut, setiap sel tersebut
peka terhadap panjang
gelombang tertentu. Sebagian
dari sel-sel itu bereaksi
terhadap cahaya dalam
jarak/kisaran antara 400
hingga 500 nm dan sehingga
peka dengan cahaya yang
berwarna biru. Sel kerucut
yang lain dapat ’melihat’
hanya dalam jarak antara 500
hingga 600 nm, contohnya
adalah cahaya berwarna hijau. Jenis yang ketiga ia mampu menerima
cahaya warna merah, yang mempunyai kisaran/jarak antara 600 hingga
700 nm.
Komposisi sel batang dan kerucut ini membuat/mengubah mata
manusia menjadi peka sehingga kemudian mata kita mampu melihat dan
membedakan jutaan warna.
Gambar 2.18. Campuran
Warna
32
3.3. Campuran warna
3.3.1. Campuran warna tambahan/yang ditambahkan
Campuran warna tambahan adalah sebuah pemaksaan yang
hebat/luar biasa (superimposition) pada cahaya yang terdiri dari
berbagai warna yang berbeda-beda. Jika semua warna spektrum
ditambahkan bersama-sama, maka akan menghasilkan warna putih.
Merah, hijau dan biru adalah warna utama yang ditambahkan.
Sehingga ketiga warna itu disebut dengan warna sepertiga karena setiap
warnanya menunjukkan satu pertiga dari spektrum yang dapat dilihat.
Prinsip campuran warna tambahan dapat digambarkan dengan sangat
jelas/bagus dengan tiga diascope, yang masing-masing menghasilkan
sebuah titik cahaya dalam satu pertiga warna utama yang ditambahkan.
Green + Red = Yellow
Green + Blue = Cyan
Blue + Red = Magenta
Blue + Red + Green = White
No light = Black
Prinsip campuran warna tambahan ini digunakan dalam TV
berwarna dan dalam teater/bioskop untuk menghasilkan semua warna
spektrum yang dapat dilihat.
3.3.2. Campuran warna pengurangan/yang dikurangi
Untuk campuran warna yang dikurangi masing-masing komponen
warna diambil dari cahaya terang/putih. Jika semua komponen warna
dihilangkan, maka akan menghasilkan warna hitam.
Tabel 2.1. Pencampuran
33
Gambar 2.19. Campuran
warna yang dikurangi
Cyan, magenta dan kuning merupakan warna-warna utama yang
dikurangi. Ketiga warna tersebut adalah warna dua sepertiga karena
masing-masing menunjukkan dua pertiga spektrum yang dapat dilihat.
Warna-warna itu dapat dihasilkan dengan mengurangi warna
utama tambahan dari cahaya terang (contohnya adalah dengan
memakai sebuah filter/penyaring), atau dengan memaksakan cahaya
dua warna utama tambahan.
34
Tinta cetak merupakan
bahan yang transparan
yang berfungsi seperti
halnya filter/penyaring
warna. Warna apa
yang dihasilkan jika
bahan yang menyerap
warna biru dicetak di
atas kertas putih?
Biru dihilangkan
dari cahaya terang;
komponen-komponen
lainnya (hijau dan
merah) dipantulkan.
Pemaksaan tambahan
kedua warna ini
menghasilkan kuning.
Inilah warna
yang kita lihat. Tinta
cetak telah berkurang
satu pertiga (yakni
biru) dari cahaya
terang (terdiri dari
merah, hijau dan
biru).
Mari kita asumsikan bahwa dua bahan transparan dicetak diatas
warna lainnya sebagai contoh, tinta cetak berwarna ’kuning’ dan ’cyan’.
Bahan itu berturut-turut menyaring bagian biru dan merah dari cahaya
Gambar 2.22. Magenta diatas cyan dan
kuning
Gambar 2.20. Kuning diatas kertas
putih
Gambar 2.21. Cyan diatas kuning
35
terang. Sebagai hasilnya adalah, kita melihat cahaya hijau. Dengan
bersama-sama, tinta cetak telah berkurang dua pertiga dari komponen
warna itu.
Ketika cyan, magenta dan kuning dicetak pada lapisan diatas
warna lainnya cahaya yang terjadi diserap secara keseluruhan, (yaitu
tidak ada pantulan); maka kita melihat warna hitam.
cyan + yellow = green
yellow + magenta = red
magenta + cyan = blue
cyan + magenta + yellow = black
no
colour
= white
3.3.3. Campuran warna autotypical
Gambar berwarna dicetak dengan menggunakan empat tinta cetak
yaitu cyan, magenta, kuning dan hitam. Tinta cetak hitam
meningkatkan/menaikkan ketajaman dan kedalaman/lebar gambar. Hal
ini karena, sifat-sifat pigmen warna kromatik, warna hitam berikutnya di
campur dari cyan, magenta dan kuning, yang tak pernah gelap seperti
hitam.
Dalam percetakan offset ukuran dots-nya tergantung pada corak
yang diinginkan. Ketika mencetak, titik pada masing-masing warna
mendekatkan/menjajarkan sebagian atau dicetak total atau sebagian
diatas warna lainnya. Jika kita melihat dots itu melalui kaca pembesar,
kita melihat warna – kecuali untuk putih kertas—adalah hasil campuran
warna yang dikurangi. Bagaimanapun, tanpa kaca pembesar dan dari
Tabel 2.2. Pencampuran
36
jarak normal, mata manusia tidak dapat melihat setiap dots itu. Dalam
hal ini warna yang dicetak dicampur dengan ditambahkan.
Komposisi campuran warna yang ditambah dan dikurangi ini
disebut dengan campuran warna autotypical.
3.4. Sistem klasifikasi warna
Setiap orang melihat/memandang warna dengan cara yang
berbeda-beda. Gambaran/deskripsi mengenai corak warna oleh
beberapa orang memberikan hasil yang berbeda-beda.
Mesin cetak/pencetak,
bagaimanapun juga,
membutuhkan kriteria standar
untuk
mengidentifikasi/mengenali
warna. Dalam rangka untuk
mencapai tujuan ini, maka telah
dikembangkan/dibangun sistem
klasifikasi warna yang berbedabeda.
Beberapa
manufaktur/pembuatan tinta
cetak memproduksi buku-buku
sampel dan warna diberi nama contohnya seperti Novavit 4F 434.
Beberapa manufaktur yang lain menggunakan kipas warna seperti HKS
dan Pantone. Sirkulasi warna merupakan alat bantu lainnya. Ia bisa
terdiri dari 6, 12, 24 atau lebih. Semua sistem tersebut mengatur contohcontoh
corak warna masing-masing dan memberinya nama. Ini semua
belum cukup/lengkap dan sebagian besar tidak sesuai/cocok untuk
kalkulasinya.
Gambar 2.23. Klasifikasi
warna
37
Seperti yang telah kita lihat, sensasi kromatik kita bergantung pada
stimulasi receptor/penerima yang ada di mata kita, yang peka dengan
warna merah, hijau dan biru. Juga, agar klasifikasi berbagai warna tidak
ambigu maka dibutuhkan tiga nilai.
Dengan bantuan sebuah sistem seperti hijau, contohnya, dapat
digambarkan/dijelaskan sebagai berikut: hijau = 0 x merah + 1 x hijau +
0 x biru atau, bahkan lebih pendek, G = 0 x R + 1 x G + 0 x B.
Jika seseorang menggambar warna utama sebagai poros/sumbu
pada sebuah sistem koordinat maka menghasilkan apa yang disebut
dengan ruang
warna.
Beberapa
pakar/ahli telah
membahas
sistem
klasifikasi
warna dan
membuat gagasan/pikiran yang berbeda-beda mengenai bagaimana
ruang warna seharusnya didesain. Semua ruang warna itu mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Dalam ruang warna yang paling penting adalah telah dilakukan
standarisasi secara internasional. Ia digunakan di berbagai cabang
industri, misalnya di industri bahan pewarna dan industri pernis, pada
industri tekstil, dalam produksi makanan dan dunia kedokteran. Bagan
warna standar CIE telah diterima di seluruh dunia. (Singkatan CIE
adalah Comission Internationale de l’Eclairage).
Sistem ini menggunakan variabel X, Y dan Z untuk ’nilai kadar
warna’ sebagai pengganti dari R, G dan B. Untuk alasan praktis
koordinat kromatik/warna x dan y dan faktor Y ditentukan dari koordinat
Gambar 2.24. Ruang warna
38
tersebut. (faktor Y
digunakan sebagai
ukuran terang pada warna
obyek/benda). Letak
setiap warna dapat
dijelaskan dengan
tepat/seksama dengan
menggunakan ketiga
koordinat ini.
Warna-warna yang
sama terangnya dapat digambarkan dalam dua dimensi, yaitu dalam
bidang tunggal. Bagian silang/yang melintang pada ruang warna CIE
dalam bidang yang terang adalah diagram kromatik CIE.
Warna spektrum merupakan warna yang paling jenuh yang dapat
dihasilkan untuk corak yang diberikan (panjang gelombang). Ia
diletakkan di garis/pinggir diagram kromatik CIE. Gambar ini
memperlihatkan spektrum bersama-sama dengan panjang gelombang
yang berhubungan dalam nanometer. Garis lurus yang berhubungan
dengan panjang gelombang 380 nm dan 780 nm disebut dengan garis
ungu. Semua satuan trikromatik ini membuat campuran tambahan pada
spektrum yang terbentang di dalam area yang dikelilingi oleh tempat
spektrum dan garis ungu.
Satuan trikromatik pusat ini mempunyai koordinat x = 0,333 dan y =
0,333. Disingkat dengan E (yakni ”equi-energy spectrum”) untuk sumber
cahaya utama dan terkadang juga disingkat dengan A (yakni
’achromatic”) dalam hal ini warna obyek/benda.
Penjenuhan semua warna meningkat dari satuan trikromatik pusat
menuju ke tempat spektrum.
Gambar 2.25. Nilai kadar
warna
39
Gambar 2.26. Diagram
kromatik
Euroscale DIN 16 539 menjelaskan posisi lokasi warna untuk cyan,
magenta dan kuning untuk percetakan offset tiga warna dan empat
warna. Ia juga menjelaskan lokasi warna untuk warna sekunder yang
dikurangi merah, hijau dan biru.
Diagram kromatik pada
gambar 2.26 memperlihatkan
lokasi warna yang terbentang
pada DIN 16 539 juga jarak
warna yang dapat dihasilkan
dalam mencetak. Distribusi ini
sangat sejenis untuk semua nilai
terang/brightness.
Corak warna diletakkan di
dalam hexagon yang dapat
disalin/direproduksi dalam percetakan
offset empat warna dengan menggunakan warna Euroscale. Warnawarna
di luar area ini hanya dapat dihasilkan dengan bantuan warna
khusus tambahan (lihat gambar 2.27).
Dalam Euroscale DIN 16 539 nilai berikut ini untuk kertas yang
dilapisi yang telah ditetapkan untuk percetakan tertentu/spesifik dan
kondisi pengukuran:
40
Colour coordinates
Luminance
factor
Primary and
secondary
colours x y Y
Yellow 0,437 0,494 77,8
Magenta 0,464 0,232 17,1
Cyan 0,153 0,196 21,9
Yellow-magenta 0,613 0,324 16,3
Yellow-cyan 0,194 0,526 16,5
Magenta-cyan 0,179 0,101 2,8
Tabel 2.3. Nilai colour coordinates dan luminance factor
Nilai untuk x, y dan Y diukur dengan menggunakan
spectrophotometer. Ia ada sebagai handset atau sebagai pusat
perhitungan dengan kontrol mesin on-line (seperti pada Heidelberg CPC
21).
Gambar 2.27. Corak
warna diletakkan dalam
hexagon
41
4. Reproduksi Warna dalam Mencetak
Jaminan kualitas dalam mencetak bertujuan untuk
reproduksi/menyalin warna yang konstan/tetap dan benar/tepat melalui
keseluruhan dalam proses mencetak. Untuk tinta cetak dan warna
persediaan cetak, paramater yang paling penting adalah ketebalan film
tinta, nilai halftone, keseimbangan warna, pemasangan tinta dan
rangkaian warna.
4.1. Ketebalan film tinta
Untuk alasan teknis, ketebalan film tinta maksimal dalam
percetakan offset adalah sekitar 3,5 μm. Untuk kertas yang dilapisi dan
proses warna yang berkaitan dengan DIN 16 539 lokasi warna yang
tepat hendaknya dicapai/diperoleh dengan ketebalan film tinta antara 0,7
dan 1,1 μm.
Jika lithograpies
nya tidak sesuai/tidak
cocok, menggunakan
tinta cetak yang tidak
sesuai, bagaimanapun,
ini bisa saja terjadi
bahwa poin standarisasi
pada diagram kromatik
CIE tidak tercapai.
Jarak warna
reproduksi juga menurun
jika penjenuhannya tidak
memadai. Dalam
gambar area putih
Gambar 2.28. Pengaruh ketebalan film
tinta
42
memperlihatkan bagaimana jarak sempitnya warna dengan tinta yang
kurang pada setiap tiga proses warna.
Berkaitan dengan ilmu fisika pengaruh ketebalan film tinta pada
tampilan dapat diterangkan sebagai berikut ini.
Tinta cetak tidak menutupi kertas; tinta itu, agak, transparan.
Cahaya memasuki/menembus tinta. Dalam melewati tinta, cahaya
menghadapi pigmen yang menyerap menjadi panjang gelombang
tertentu yang lebih besar atau lebih kecil.
Konsentrasi pigmen yang makin tinggi/besar dan ketebalan film
tinta yang juga makin tinggi/besar, maka lebih banyak pigmen yang
dimasukkan oleh cahaya yang terjadi dan, akibatnya, lebih banyak yang
diserap.
Pada akhirnya, sinar cahaya mencapai permukaan (putih) pada
persediaan cetak dan dipantulkan. Di saat jalan kembalinya cahaya
harus melewati film tinta lagi dan hanya setelah itu ia dapat
ditangkap/dilihat oleh mata pengamat.
Film tinta cetak yang tebal menyerap lebih banyak cahaya dan
memantulkan sedikit saja daripada film tinta cetak yang tipis; sehingga
pengamat/observer melihat warna lebih gelap, lebih jenuh, corak warna.
Bagian cahaya yang mencapai mata menjadi sesuai/cocok sebagai
basis untuk penaksiran/penilaian setiap warna.
4.2. Signifikansi nilai halftone dalam mencetak
Selanjutnya pada tinta cetak, parameter yang paling penting adalah
nilai halftone terhadap penampilan optik corak warna. Nilai halftone
mengindikasikan seberapa besar persediaan mencetak tertutupi oleh
tinta. Corak warna yang lebih terang untuk diproduksi maka akan
membuat area yang tertutupi semakin kecil.
43
Untuk reproduksi corak warna yang berbeda-beda dalam scanning
klasik dengan frekuensi scanning konstan maka digunakan titik halftone,
yang mempunyai ukuran bergantung pada corak yang dikehendaki.
Berlawanan dengan hal ini, dalam scanning yang frekuensinya
termodulasi, digunakan penempatan dots yang berbeda-beda untuk
menghasilkan corak yang berbeda-beda (semua dots mempunyai
ukuran yang sama). Secara umum, nilai halftone diekspresikan dalam
persen.
4.2.1. Pergeseran nilai halftone
Ketika dot halftone ditransfer dari film melalui lempengan dan
lapisan menuju ke persediaan cetak, beberapa faktor bisa mengubah
ukuran geometriknya, dan juga nilai halftone nya.
Perubahan pada nilai halftone disebabkan karena pemrosesan
yang dapat diganti dalam tahapan pra-cetak. Sebuah kurva menjelaskan
karakteristik transfer yang dihasilkan dengan mengukur pola cetakan
dan membandingkannya dengan yang asli. Jika selama seluruh proses
mencetak (dari scanning hingga produk cetakan selesai) selalu
digunakan parameter (yang telah distandarisasi) sama maka seseorang
dapat mengharapkan produk cetakan sesuai dengan yang aslinya.
Pergeseran nilai halftone disebabkan oleh sulitnya dalam
mencetak, bagaimanapun juga, ini tidak dapat diramalkan/diprediksi.
Mereka yang melakukan proses mencetak seharusnya memperoleh
perhatian khusus. Beberapa hal yang juga penting adalah:
44
Transfer titik
halftone
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Tampilan titik halftone
Film
Montase
Penyinaran
Pengembangan
Tepi/pinggir pita
film, bahan perekat
Kimiawi, waktu
pengembangan
Dua titik halftone pada film
(nampak pada pembesar
150fold)
Pelat Cetak
Penyinaran Pelat
Pembasahan
Penintaan
Pelat
Cetak/Blangket
Bahan, abrasi
selama mencetak
Waktu penyinaran,
Vakum, penyinaran
samping/sisi
Jumlah larutan
pembasahan, nilai
pH, cetakan
permukaan,
kekerasan air, suhu
Ketebalan lapisan
tinta, konsistensi,
suhu
Menggulung/lembar
bantalan
Titik halftone pada pelat
setelah pemberian tinta
Blangket
Blangket cetak/
printing stock
Bahan, kondisi,
permukaan
Menggulung/lembar
bantalan
45
Titik halftone pada blangket
Printing stock
Pengangkutan
lembaran/kertas
Pengiriman
Permukaan, kualitas
kertas
Transfer register
Offset
Dalam pembesaran tampak
dengan jelas hasil the firstrate
Tabel 2.4. Pergeseran nilai halftone
4.2.2. Meningkat/menurunnya nilai halftone
Dot gain
Dot gain artinya bahwa terdapat sebuah
kenaikan/peningkatan pada nilai halftone selama
proses mencetak dibandingkan dengan titik pada
film. Kenaikan/peningkatan ini adalah bagian
selama pemrosesan, bahan, dan juga mesin, dan
juga tidak dapat dipengaruhi oleh orang yang
mencetak (aspek ini juga disebut dengan
perluasan/memperbesar titik halftone). Untuk kadar/tingkat tertentu,
orang yang mencetak dapat meniadakan/menetralkan dot gain,
khususnya dengan memanipulasi pemberian tinta.
Filling in
46
Filling in artinya adalah reduksi/pengurangan area yang tidak
dicetak hingga benar-benar tidak nampak/tak terlihat. Filling-in juga bisa
disebabkan karena slur atau doubling.
Sharpening
Sharpening artinya adalah
penurunan/pengurangan pada nilai halftone
dibandingkan dengan titik pada film. Secara
praktis, istilah sharpening sering digunakan untuk
menjelaskan/menggambarkan mengenai
meningkatnya penurunan/pengurangan pada nilai halftone, meskipun
cetakannya bisa jadi masih penuh dibandingkan dengan film.
4.2.3. Perubahan bentuk titik halftone
Slur
Slur artinya bahwa bentuk titik halftone
berubah selama proses mencetak
disebabkan karena gerakan relatif antara
lempengan dan lapisan dan/atau lapisan dan
lembar cetakan, bahwa ini merupakan
titik/poin sirkuler yang dapat berubah menjadi oval. Slur dalam arah
cetakan disebut dengan slur lingkaran/bundar/keliling (circumferential
slur), dan slur pada sudut ke kanan pada arah cetakan disebut dengan
slur menyamping/samping (lateral slur). Slur diagonal diperoleh jika
kedua bentuk itu terjadi pada waktu yang bersamaan.
Doubling
Dalam cetakan offset, doubling artinya
bahwa terlihat seperti ada sebuah bayangan dan
bayangan ini tidak dikehendaki, secara umum
lebih kecil, titik tinta nampak disamping titik
47
halftone yang diinginkan. Doubling disebabkan karena retransfer/transfer
kembali yang tidak kongruen pada tinta oleh lapisan berikutnya.
Offsetting
Istilah offsetting berkaitan dengan perubahan titik
halftone yang disebabkan
oleh faktor-faktor mekanis
setelah proses mencetak.
Istilah offset juga digunakan
untuk menggambarkan transfer tinta dari
bahan cetakan yang masih baru ke permukaan lainnya.
Hal-hal penting yang perlu diamati bagi seorang operator cetak
Dengan bantuan
kepingan/bidang kontrol, dot gain
dapat dipantau/dimonitor secara visual
dan diukur dalam pengukuran. Untuk
pengecekan visual yang murni,
terutama kepingan/bidang sinyal
sangatlah tepat/cocok. Filling-in
dapat dipantau dengan baik dengan
menggunakan bantuan elemen
pengukur kasa dengan nilai halftone
yang tinggi.
Dot gain dan clogging
sebagian besar terjadi karena
kelebihan dalam memberi tinta dan
tidak cukup dalam memberi air,
Benar Salah
48
terlalu banyak cetakan antara
lempengan dan lapisan, atau karena
lapisan kelem yang jelek. Dalam hal
ini, pemberian tinta dan pembasahan
gulungan dapat diatur/disetel dengan
baik.
Dibawah kondisi normal dan
pencahayaan lempengan yang tepat
cetakan biasanya lebih penuh
daripada filmnya. Beberapa kerusakan
seperti lempengan kosong/samar
dan penambahan tinta pada lapisan
dapat menyebabkan sharpening.
Perbaikannya bisa seperti ini: lebih
sering mencuci lapisan dan unit
tinta; merubah tinta dan rangkaian warna; mengecek gulungan
lempengan, cetakan cetakan dan proses mencetak.
Slur paling jelas ditandai/dicirikan dengan kasa bergaris. Garis
paralel sering mengindikasikan arah slur. Circumferential slur (slur
melingkar) secara normal mengindikasikan perbedaan mencetak yang
telah muncul/timbulnya antara silinder lempengan dan silinder lapisan,
atau cetakan cetakan yang berlebihan. Hal inilah kenapa setiap tahapan
proses mencetak dan mesin cetak seharusnya dipantau/dimonitor
dengan sangat hati-hati. Slur bisa juga disebabkan karena lapisan kelem
yang buruk atau karena pemberian tinta yang terlalu banyak. Lateral slur
(slur menyamping) sebagian besar berhubungan dengan masalah-
Benar Salah
49
masalah lainnya. Dalam hal ini, persediaan cetakan dan lapisan
harusnya dicek dengan hati-hati
Doubling dipantau/dimonitor dalam basis elemen yang sama
seperti halnya slur. Dalam hal ini, titik halftone seharusnya diuji dengan
kaca pembesar, karena kasa bergaris itu sendiri tidak
menyediakan/memenuhi dalam membedakan antara doubling dan slur.
Doubling bisa juga disebabkan karena faktor-faktor yang bervariasi,
sebagian besar berhubungan dengan persediaan tinta yang berlebihan
atau persediaan tinta yang kurang.
Masalah-masalah offsetting terjadi dengan lembaran kertas mesin
cetak yang modern. Area cetakan lembar kertas tersebut yang
menyangga sisi yang dicetak yang masih baru pada mekanis lembaran
kertas dan ini paling sering terjadi menyebabkan offset. Persediaan
cetak yang keras/kaku membuat masalah offset. Offset juga muncul
karena tumpukan atau dalam mesin perfector.
Elemen-elemen sinyal yang dicetak seperti kepingan SLUR
merupakan alat yang berharga untuk evaluasi optik yang cepat pada
perubahan nilai halftone. Elemen-elemen sinyal seperti kepingan SLUR
menjelaskan/memperkuat secara optik kegagalan dalam proses
mencetak.
Kegagalan seperti dot gain, sharpening, slur dan doubling
mempengaruhi elemen-elemen kasa yang halus/bagus daripada kasa
yang kasar. Alasannya adalah bahwa titik kecil dikurangi atau diperbesar
oleh beberapa nilai seperti halnya titik yang besar. Sejumlah besar titiktitik
kecil, bagaimanapun juga, telah mempunyai panjang melingkar total
pada titik kasar dalam nilai sifat yang sama. Hal ini kenapa, selama
mencetak, lebih banyak tinta dimasukkan di sekitar titik-titik yang halus
daripada di sekitar titik-titik yang kasar. Sebagai hasilnya/akibatnya, area
50
gambar kasa yang halus akan nampak lebih gelap. Fenomena ini
merupakan basis sinyal dan pengukuran fungsi elemen.
Untuk diambil sebagai sebuah contoh, struktur dan fungsi kepingan
SLUR akan diterangkan lebih ringkas/singkat (lihat gambar 2.29). Dalam
kepingan SLUR, dikombinasikan/dipadukan elemen kasa yang kasar (di
sekeliling) dan elemen kasa yang halus (angka/nomor).
Dibandingkan dengan nilai halftone yang sama pada kasa kasar,
jumlah kasa yang halus dari 0 hingga 9 mempunyai nilai halftone tajam
yang meningkat. Ketika selama proses mencetak pada lembaran cetak
yang tepat angka 3 dan bidang kasa yang kasar menampilkan nilai
halftone yang sama, kemudian angka 3 tidak lama lagi dapat dikenali.
Jika dot gain terjadi selama mencetak, bagaimanapun juga, kemudian
gambar yang lebih tinggi selanjutnya dengan kasa yang lebih tajam
mendekati nilai halftone disekitarnya. Lebih banyak dot gain terjadi, lebih
banyak persamaan nilai halftone yang bergeser menuju jumlah yang
lebih besar/banyak.
Dengan sharpening, proses ini di balik. Berikut ini angka 2, 1 atau
bahkan 0 bisa menjadi tak terbaca.
Namun hanya gambar sajalah yang mengindikasikan apakah dot
gain atau sharpening terjadi. Penyebabnya hendaknya dicari dengan
kaca pembesar pada lempengan atau pada lembaran cetak itu sendiri.
Bagian SLUR di sebelah kanan angka/nomor menunjukkan bahwa tidak
terdapat dot gain, slurring, atau doubling. Dengan dot gain dalam
mencetak, kata SLUR tidak terbaca lagi daripada dengan cetakan yang
bagus, meskipun seluruh bidang muncul/nampak agak lebih gelap.
Titik-titik halftone, bagaimanapun juga, kurang cocok/tepat untuk
mendeteksi slurring dan doubling. Khususnya, arah yang berhubungan,
memperluas dalam kasus slur adalah lebih mudah untuk mendeteksi
pada bidang SLUR. Dalam kasus slur melingkar, contohnya, garis
51
horisontal membentuk kata SLUR (paralel dengan awalan/permulaan
gambar) akan diperluas/diperbesar. Dengan slur menyamping, di sisi
lain, area di sekitar kata SLUR, yang terdiri dari garis vertikal, akan
menjadi lebih gelap.
Gambar 2.29 menunjukkan bagaimana variasi dot mempengaruhi
hasil cetakan, dengan menggunakan dot gain sebagai sebuah contoh.
Bahkan jika dots itu hanya satu warna lebih besar dari yang diinginkan,
akan menghasilkan corak yang berbeda.
Hal ini, tentu, juga penting untuk superimposition. Proses transfer
yang digunakan dalam percetakan offset biasanya menyebabkan dots itu
menjadi lebih besar. Efek ini disebut dengan dot gain.
Potongan/kepingan sinyal membantu untuk menaksir/menilai hasil
cetakan, tetapi ia tidak memberikan informasi pada nilai mutlak dan
kesalahan/error. Untuk menaksir/menilai kualitas nilai halftone dengan
angka yang dapat dibuktikan secara obyektif maka dibutuhkan metode
pengukuran yang obyektif.
Gambar 2.30. Variasi dot mempengaruhi
hasil cetakan
52
4.2.4. Dot gain
Dot gain adalah perbedaan antara nilai halftone pada film kasa dan
cetakan. Hasil deviasi/penyimpangan baik dari variasi titik geometri dan
dari efek pemasangan cahaya. Serupa dengan nilai halftone F, dot gain
Z secara umum diekspresikan dalam persen.
Dot gain adalah perbedaan antara nilai halftone dalam cetakan FD
dan ukuran nilai halftone dalam film FF.
Ketika dot gain berbeda dalam jarak/kisaran nilai halftone yang
bervariasi, gambar pada dot gain seharusnya juga termasuk/meliputi
nilai halftone dalam film. Contoh: ”15% dot gain dengan FF = 40%” atau
lebih pendek, ”Z40 = 15%”.
Instrumen pengukuran yang lebih maju menampilkan dot gain
secara langsung.
Catatan: Dot gain Z (%) mengindikasikan perbedaan antara nilai
halftone pada film FF dan nilai halftone dalam cetakan
FD pada gambar mutlak. Ia sehingga tidak berkaitan
dengan nilai film!.
4.2.5. Karakteristik cetakan
Deviasi nilai halftone dalam cetakan FD terhadap nilai halftone FF
dalam film dapat ditunjukkan dengan jelas untuk penggunaan langsung
pada kerja/karya yang diulang-ulang dalam bentuk yang disebut dengan
karakteristik cetakan.
Untuk menentukan karakteristik cetakan, skala tahapan kasa
minimal tiga, atau bahkan lebih baik lima atau lebih tahapan kasa dan
elemen tambahan keras/tajam yang dicetak. Densitometer digunakan
untuk mengukur kekentalan tinta dalam tambahan yang keras dan dalam
tahapan kasa, dan kemudian nilai halftone dihitung. Ketika nilai yang
dihasilkan itu digambar terhadap diagram nilai film yang berhubungan
53
Gambar 2.31. Karakteristik
cetakan
maka dihasilkan
karakteristik
transfer. Setelah
menggunakan
lempengan inilah
yang disebut
dengan
karakteristik
cetakan.
Ini valid
hanya bagi
kombinasi tertentu
pada tinta, kertas,
cetakan cetakan,
lapisan dan
lempengan yang ditentukan. Jika
kerja/karya yang sama dicetak pada
cetakan yang lain, dengan tinta yang berbeda atau kertas yang berbeda,
kemudian karakteristik cetakan akan benar-benar berbeda.
Gambar ini menunjukkan bagaimana karakteristik 1 berjalan pada
sebuah sudut 450. Ia menunjukkan kasus ideal dimana pada cetakan
dan film yang identik/sama secara optik, tetapi tak dapat dicapai dibawah
kondisi normal. Karaktersitik 2 mereproduksi nilai halftone yang benarbenar
diukur dalam cetakan. Area yang ditandai antara dua garis
menunjukkan dot gain.
Untuk menentukan dot gain dalam cetakan, jarak sifat tengah
merupakan yang paling penting. Karakteristik cetakan menunjukkan
bahwa di sinilah nilai halftone bergeser mencapai maksimum. Artinya
54
karakteristik 2 film kasa dapat dinilai dalam cetakan itu (dengan dot gain
normal) sehingga dicapai sifat yang dikehendaki.
Secara praktis, bagaimanapun juga, ini hanya dapat dicapai
sebagian saja.
4.3. Kontras
Sebagai sebuah alternatif untuk dot gain maka ditentukan
kekontrasan cetakan relatif K (%), khususnya untuk mengecek kasa
pada sifat tiga perempat.
Sebuah cetakan seharusnya mempunyai kekontrasan setinggi
mungkin. Ini artinya bahwa bahannya harus mempunyai kekentalan tinta
yang tinggi, tetapi kasanya masih bebas cetakan (perbedaan nilai
halftone optimal). Ketika pemberian tinta meningkat dan kekentalan
dalam tinta hanya dapat dipraktikkan hingga pada batas tertentu. Di atas
batas itu titik-titik cenderung terlihat bertambah dan, khususnya pada
sifat tiga perempat, hingga fill in. Ini mengurangi/menurunkan bagian
putih kertas, dan kekontrasan menurun lagi. Jika tidak ada alat
pengukuran yang tersedia dengan tampilan kontras langsung,
kekontrasan cetakan relatif dapat dihitung atau ditentukan pada basis
FOGRA PMS.
Jika nilai kekontrasan memburuk selama proses produksi meskipun
nilai tinta konstan dalam bahan/zat DV, ini merupakan tanda bahwa
lapisan tersebut butuh untuk dicuci. Jika kekentalan zat/bahan
benar/tepat, nilai kekontrasan dapat digunakan untuk menaksir/menilai
faktor-faktor yang bermacam-macam yang mempengaruhi hasil cetakan
seperti:
- cetakan gulungan dan cetakan
- lapisan dan bantalan/dasaran
- pembasahan
55
- tinta cetak dan perekat
Ketika nilai kontras, tidak seperti dot gain, tergantung pada
perluasan dalam kekentalan zat/bahan ia tidak tepat sebagai sebuah
variabel untuk standarisasi.
4.4 Keseimbangan warna
Seperti yang telah diterangkan, corak warna disalin/direproduksi
dalam cetakan empat warna dengan bagian yang berbeda-beda yakni
cyan, magenta, kuning dan hitam. Jika proporsinya berubah, warna yang
dihasilkan pun juga berubah. Untuk menghindari hal ini maka porsi
warna untuk corak warna yang diinginkan harus benar-benar seimbang
dan meyakinkan.
Jika hanya porsi warna hitam yang berubah, maka corak menjadi
lebih terang atau lebih gelap, sebuah fenomena yang tidak kita kenali
sebagai suatu hal yang menggangu. Hal yang sama adalah ketika
warna-warna kromatik semua relatif berubah pada porsinya dan arah
yang sama.
Bagaimanapun juga, kita bereaksi secara kritis terhadap
pergeseran dalam corak warna. Pergeseran semacam ini terjadi jika
masing-masing komponen warna tidak berubah secara bersamaan, atau
yang paling buruk, jika ia berubah dalam arah yang berlawanan.
Perusakan/pemburukan keseimbangan warna seperti ini dapat
dikenali dengan sangat jelas pada bidang keseimbangan abu-abu;
keseimbangan warna sehingga sering diistilahkan dengan
keseimbangan abu-abu.
Perluasan variasi yang tak dapat dihindari pada setiap tinta cetak
selama proses mencetak ini secara luas bergantung pada prinsip
tambahan gambar yang dipilih dalam pra-cetak.
56
Berikut ini, jenis yang paling penting dalam menambahkan gambar
yang akan dijelaskan. Diagram skematik yang diperlihatkan ini berkaitan
dengan tinta yang ideal, dimana, bagaimanapun juga, sebenarnya
secara realita tidak ada. Demikian juga, terdapat perubahan kromatik
yang disebabkan pemasangan tinta dalam cetakan ’lembab/basah pada
lembab’. Inilah kenapa, secara praktis, deviasi nilai halftone dari yang
diberikan, nilai teoritis. Untuk mencapai corak yang seimbang,
potongan/bidang telah dikoreksi dengan benar/sesuai.
4.4.1 Komposisi kromatik
Komposisi kromatik terdiri dari warna-warna utama kromatik yakni
cyan (C), magenta (M) dan kuning (Y). Hitam (K) hanya digunakan untuk
memperkuat/meningkatkan kedalaman gambar dan untuk menaikkan
penekanan/penitik beratan garis bentuk luar. Corak warna gelap
dihasilkan dengan mencampur tiga warnawarna
utama kromatik.
Jika, sebagai contoh, tinta cetak cyan menjadi lebih gelap, bagian
yang sama magenta dan kuning ditambahkan; tetapi proporsi warna itu
harus tetap lebih rendah dari warna cyan. Porsi campuran warna kuning
dan magenta dengan porsi sama dengan cyan untuk membuat menjadi
hitam dan juga membuat gelap sisa cyan.
Digambarkan dengan sebuah contoh.
Gambar 2.32. Komposisi
kromatik
57
Warna coklat yang
diperlihatkan dalam gambar itu
ditambahkan dalam warna kromatik
yang strukturnya dari 70% cyan,
80% magenta dan 90% kuning.
Semua dalam jumlah permukaan
yang tertutupi mencapai 240%.
Warna hitam tidak digunakan.
Karena/disebabkan porsinya yang
tinggi pada warna kromatik,
bagaimanapun juga, keseimbangan warna ini sulit untuk dijaga selama
proses mencetak.
Demikian pula, dengan permuakan yang luas seperti itu yang
tertutupi dengan konsumsi bubuk, menaikkan /meningkatkan waktu
pengeringan dan konsumsi tinta.
Struktur warna kromatik pada warna coklat, seperti yang terlihat
dalam gambar, terdiri dari kromatik dan porsi akromatik. Porsi akromatik
terdiri dari 70% cyan, 70% magenta dan 70% kuning, yang
menghasilkan abu-abu jika dipaksakan dengan luar biasa dalam
mencetak. Sisanya 10% magenta dan 20% kuning adalah porsi
kromatik.
Gambar 2.33. Struktur warna
kromatik
58
4.4.2 Komposisi kromatik dengan penghilangan warna
kebawah/kedalam
Penghilangan warna kebawah (UCR) – adalah sebuah variasi
komposisi kromatik dengan bagian porsi akromatik yang sedang
digantikan oleh hitam.
Mari kita asumsikan bahwa
penghilangan warna dibawah 30% dari
warna coklat pada contoh diatas adalah
persyaratan yang diminta.
Porsi akromatik terdiri dari cyan,
magenta dan kuning dikurangi hingga 30%
dan
dihilangkan
dengan
porsi hitam.
Sebagai
hasilnya, permukaan yang tertutupi tidak berjumlah hingga 240% tetapi
hanya 180% dengan corak warna yang tidak berubah.
Ini merupakan bantuan yang besar bagi orang yang mencetak,
ketika noda/bintik yang berbahaya dikurangi dan keseimbangan warna
dapat dijaga dengan lebih mudah.
Gambar 2.34. Porsi akromatik
digantikan oleh hitam
Gambar 2.35. Porsi akromatik dikurangi hingga 30%
59
Gambar 2.36. Komposisi
akromatik
4.4.3. Komposisi akromatik
Berlawanan dengan komposisi
kromatik, dalam komposisi akromatik
semua kadar/isi akromatik digantikan
dengan hitam. Corak warna kromatik juga
tidak menggelapkan dengan warna
seluruhnya tetapi hanya dengan hitam.
Struktur akromatik pada contoh itu hanya
terdiri dari magenta, kuning dan hitam.
Kesemuanya, jumlah permukaan yang
tertutupi tidak lebih dari 100%. Ini
memberikan porsi warna cyan,
magenta dan kuning menjadi hal yang dipertimbangkan untuk dikurangi
dalam
semua
gambar
dan
corak
warna; proses mencetak seperti ini
dibuat lebih meyakinkan dan
pemasangan film tinta ditingkatkan
secara signifikan.
Gambar 2.37. Porsi warna C, M, Y dikurangi
60
4.4.4. Komposisi akromatik dengan penambahan warna kromatik
Penambahan warna kromatik merupakan variasi komposisi
akromatik. Jika kekentalan tinta hitam netral habis tidak mencukupi, porsi
cyan, magenta dan kuning ditambahkan ke struktur warna akromatik lagi
untuk menaikkan/meningkatkan kedalaman gambar netral (25 persen
pada contoh yang diberikan).
Saat ini jenis gambar tambahan seperti ini digunakan secara luas
dan telah terbukti menjadi metode yang berharga dalam
praktek/pelaksanaannya, ia dapat
memenuhi koordinasi yang bagus
pada gambar dan kualitas cetakan.
4.4.5. Mencetak warna yang berjumlah lima, enam dan tujuh
Peningkatan dalam mencetak warna empat tetap dijumpai standar
kualitas yang tinggi. Meskipun demikian dibutuhkan pengaturan khusus
pada lempengan warna dengan beberapa yang asli dan agar memenuhi
/mendapatkan kualitas yang paling tinggi.
Jarak/kisaran warna yang dapat direproduksi dapat diperluas
dengan menggunakan warna-warna khusus (disamping empat warna
utama). Jika, contohnya, penambahan warna merah digunakan dalam
menambahkan empat warna yang diproses, yaitu, jarak/kisaran warna
merah dapat diperbesar. Jika perlu, lebih dari satu pada beberapa warna
khusus dapat digunakan.
Gambar 2.39. Penambahan porsi C, M, Y ditambahkan ke struktur warna
akromatik
Gambar 2.38. Komposisi akromatik dengan
penambahan warna kromatik
61
Gambar berikut ini memperlihatkan dimana nilai warna diukur untuk
cetakan tujuh warna yang ditempatkan pada diagram kromatik CIE.
Hexagon yang
letaknya di dalam garis
diagram menunjukkan
jarak proses warna cyan,
magenta dan kuning
(nilai diukur). Dodecagon
disekitarnya
mengindikasikan
bagaimana jarak warnawarna
dapat diperluas
dengan warna tambahan
seperti hijau (G), merah (R) dan biru (B).
4.5. Pemasangan tinta dan rangkaian warna
4.5.1 Pemasangan warna
Variabel lain yang mempengaruhi reproduksi corak warna adalah
karakteristik pemasangan tinta. Ia mengindikasikan bagaimana
baik/kualitasnya sebuah tinta dapat diterima ketika dicetak pada tinta lain
dibandingkan dengan ketika ia dicetak pada persediaan cetak. Suatu
perbedaan hendaknya dibuat antara mencetak lembab pada kering dan
lembab pada lembab.
Gambar 2.40. Cetakan 7(tujuh) warna
ditempatkan pada diagram kromatik CIE
62
Istilah mencetak ”wet-on-dry/lembab pada kering” digunakan ketika
tinta dicetak secara langsung ke dalam persediaan cetak atau lainnya,
tinta kering. Jika, disisi lain, tinta dipaksakan pada warna yang
basah/lembab, ia menggunakan istilah ”wet-on-wet/lembab pada
lembab”. Untuk cetakan warna yang banyak, secara umum digunakan
istilah mencetak ’wet-on-wet/lembab pada lembab”.
Jika cakupan itu seragam/sama dan jika corak ditempatkan pada
koordinat yang benar, kemudian dapat dikatakan pemasangan tinta itu
bagus.
Jika, disisi lain, corak yang dikehendaki tidak dapat diperoleh,
pemasangan tinta adalah salah. Hal ini bisa menjadi kasus pada semua
warna yang dicampur. Sebagai akibatnya, jarak warna dikurangi dan
bayangan warna
tertentu dapat
direproduksi.
Jika ketebalan
film tinta benar dan
jika letak warna pada
warna utama cyan,
magenta dan kuning
disituasikan pada
lokasi referensi yang
benar, ia bisa
sekalipun demikian
menjadi kasus bahwa
lokasi referensi pada
warna-warna yang
dicampur yakni merah,
Gambar 2.41. Tingkat reduksi nilai halftone yang
disebabkan karena kesalahan pemasangan tinta
63
hijau dan biru tidak dapat dicapai karena/disebabkan oleh kesalahan
dalam pemaksaan/ superimposition selama mencetak.
Diagram kromatik CIE berikut ini memperlihatkan efek-efek
pemasangan tinta yang salah atau rangkaian warna yang tidak baik
pada hasil cetakan. Area putih menggambarkan tingkat reduksi nilai
halftone yang disebabkan karena kesalahan pemasangan tinta
4.5.2. Rangkaian warna
Ilustrasi skematik ini memperlihatkan hasil tiga superimposition
yang berbeda pada warna cyan dan magenta.
Pada contoh pertama lapisan magenta dicetak pada cetakan warna
tunggal seperti warna pertama. Kemudian lapisan cyan dipaksakan
setelah proses pengeringan (wet-on-dry). Ketebalan film tinta kedua
warna itu adalah identik. Pemasangan film tinta bagus dan dapat
diperoleh lokasi warna yang dikehendaki.
Gambar 2.42. hasil tiga superimposition yang berbeda pada warna cyan dan
magenta
64
Contoh yang kedua dihasilkan pada cetakan warna yang
banyak/multicolour. Pertama film magenta dicetak pada kertas kering
(wet-on-dry). Kemudian lapisan cyan dicetak ke dalam tinta magenta
yang masih basah (wet-on-wet). Sedangkan film tinta magenta diterima
dengan baik oleh kertas, pemasangan tinta untuk cyan buruk (karena
pemisahan warna selama pemaksaan dalam mencetak). Hasilnya
adalah biru dimasuki/dibalut merah.
Contoh yang ketiga metode mencetak wet-on-wet juga digunakan
tetapi rangkaian warnanya dibalik (cyan ke dalam magenta). Hasilnya
adalah merah dimasuki biru.
Dalam mencetak dengan warna empat rangkaian warna hitamcyan-
magenta-kuning secara umum diterima sebagai standar.
Rangkaian warna ini juga merupakan basis untuk penilaian kemantapan
warna dalam pembuatan/manufaktur tinta cetak.
Untuk mengurangi efek-efek kesalahan dalam pemasangan tinta
yang bisa saja terjadi dalam kasus-kasus tertentu, lempengan cetak dan
kesalahan cetak harusnya dicek dengan seksama sebelum penempelan.
Untuk bidang yang padat, sebagai contoh, ia bisa jadi bermanfaat untuk
mencetak bentuk yang lebih terang sebelum bidang yang lebih padat
lainnya.
Secara khusus, ini diterapkan sebagai superimposition dalam kasa
dan film tinta padat. Kasa hendaknya pertama dicetak di kertas putih dan
kemudian film tinta diatasnya.
4.6. Kepingan pengontrol/kontrol cetakan
Untuk mengontrol kualitas cetak pada basis data yang diukur,
kepingan pengontrol cetak dicetak dengan gambar. Alat ini tersedia di
berbagai macam lembaga penelitian dan suplier. Bagaimanapun juga,
hanya yang asli yang dapat digunakan, karena deviasi bisa terjadi
65
selama proses meng-copy ke dalam film duplikasi yang menganggu
hasil pengukuran.
Kepingan kontrol cetak ini tersedia untuk mencetak warna empat
hingga delapan. Dengan kepingan kontrol cetakan untuk lebih dari
empat warna jumlah halftone dan bidang slur dapat dikurangi membantu
bidang bahan dan keseimbangan warna yang dibutuhkan untuk
mengontrol zona sumber tinta.
Semua kepingan kontrol cetakan terdiri dari beberapa elemen.
Berikut ini, akan dijelaskan potongan/bidang yang paling penting pada
kepingan pengukuran warna Heidelberg CPC, kepingan kontrol cetakan
FOGRA dan Brunner.
66
4.6.1 Potongan benda (bidang)
Potongan padat
memungkinkan keseragaman
pemberian tinta untuk dicek. Ini
sebaiknya menggunakan bidang
padat per spasi tinta cetak pada
jarak lebar zona sumber tinta
(32,5 mm untuk Heidelberg). Hal
ini membuat ia mungkin untuk
menggunakan bidang padat
untuk pengontrol colorimetric
otomatis pada benda.
4.6.2. Potongan yang lebih
tercetak (bidang)
Elemen ini didesain untuk
penaksiran/penilaian visual dan
densitometric pada
penampilan/kinerja pemasangan
tinta.
4.6.3. Potongan
keseimbangan warna
(bidang)
Satu hal yang harus dibedakan antara bidang keseimbangan warna
halftone dan zat padat. Dalam potongan padat, superimposition cyan,
magenta dan kuning harus menghasilkan dalam mendekati hitam netral.
Sebagai tujuan perbandingan, bidang padat hitam dicetak di sebelah
bidang yang tercetak lebih.
Pemberian ketebalan film tinta yang benar, rangkaian warna yang
sesuai standar dan dot gain yang normal, superimposition cyan,
Gambar 2.43. Potongan bidang beberapa
kondisi
67
Gambar 2.44. Potongan halftone
magenta dan kuning menghasilkan abu-abu yang mendekati netral. Nilai
halftone yang berbeda digunakan dengan pembuatan untuk kesalahan
cetak warna-warna yang bervariasi.
Potongan keseimbangan warna juga digunakan untuk pengontrol
keseimbangan abu-abu otomatis pada cyan, magenta dan kuning.
4.6.4. Potongan halftone (bidang)
Bergantung pada pembuatnya, bidang halftone bisa jadi
mengandung nilai halftone kesalahan cetak yang berbeda.
Dari data yang diukur pada halftone dan potongan padat maka
dihitung dot gain dan kekontrasan cetak.
4.6.5. Potongan slur/doubling (bidang)
Gangguan garis pada sudut kasa
yang berbeda membiarkan bagi orang
yang mencetak untuk mengecek secara
visual dan densitometri terhadap
kesalahan slur dan doubling.
4.6.6. Potongan pengontrol
pencahayaan lempengan (bidang)
Bidang pengontrol pencahayaan lempengan didesain untuk
pemantauan visual pada pencahayaan lempengan. Elemen-elemen
pengontrol yang diperlihatkan mengandung microlines dan micro reverse
lines dan juga bidang dengan titik-titik.
Gambar 2.45. Potongan
slur/ doubling
68
5. Densitometry
Densitometry adalah metode
pengukuran dalam bidang cetakan yang
paling murah harganya dan tersedia
dimana-mana. Densitometer digunakan
sebagai instrumen yang dipegang
dengan tangan atau dalam bentuk alat
pengukuran otomatis (scanning
densitometer).
Terdapat dua macam
densitometer, yang digunakan untuk
tujuan yang berbeda-beda:
- Transmission densitometer (memancarkan) digunakan untuk
mengukur kehitaman film (substrata transparan).
- Reflection densitometer (memantulkan) digunakan untuk mengukur
gambar yang dicetak (substrata buram/tak tembus cahaya)
Berikut ini, prinsip-prinsip kerja pada reflection densitometer akan
dijelaskan dengan lebih detail.
Gambar 2.46. pemantauan visual
pada pencahayaan lempengan
Gambar 2.47. Cara kerja
densitometer transmisi dan refleksi
69
Gambar 2.48. Prinsip densitometer
refleksi
5.1. Mengukur prinsip reflection densitometer
Dalam reflection densitometer tinta yang diukur diterangi dengan
sumber cahaya. Sinar cahaya melewati/menembus lapisan tinta
transparan (sekilas) dan sebagian diserap. Isi/kandungan yang tidak
dicetak pada cahaya menyebar secara luas oleh persediaan cetak.
Sebagian dari cahaya yang dipantulkan ini melewati lagi tinta dan
diserap lagi. Cahaya sisanya yang tidak diserap mencapai detector,
yang mengubah cahaya menjadi listrik. Hasil pengukuran dengan
reflection densitometer diberikan dalam satuan kekentalan.
Dalam pengukuran, sistem lensa digunakan untuk menfokuskan
cahaya. Filter polarisasi berjalan untuk mencegah perbedaan dalam
nilai-nilai yang diukur yang dihasilkan dari permukaan basah yang
berkilau dan dari permukaan tinta kering. Filter warna dimasukkan untuk
pengukuran warna.
70
Gambar 2.49. Refleksi kurva untuk cyan, magenta dan
kuning, bersama dengan filter warna
Gambar 2.48 menerangkan prinsip tersebut, mengambil tinta warna
sebagai sebuah contoh. Secara ideal, peristiwa cahaya terang terdiri dari
porsi yang sama pada warna merah, hijau dan biru. Warna yang dicetak
mengandung pigmen yang menyerap bagian merah dan memantulkan
bagian hijau dan biru, inilah kenapa kita menyebutnya dengan ’cyan’.
Densitometer dimaksudkan untuk mengukur dalam jarak penyerapan
setiap warna, dimana kekentalan dan ketebalan film tinta berhubungan.
Dalam contoh, filter merah digunakan yang hanya membiarkan cahaya
merah menembus/melewatinya, sedangkan biru dan hijau
diblok/dihalangi.
Kekentalan tinta yang diberikan tergantung pada pigmentasi,
konsentrasinya dan ketebalan film tintanya. Untuk tinta yang diberikan,
71
kekentalan adalah ukuran ketebalan film tinta, namun kekentalan tidak
memberikan keterangan apa-apa kepada kita mengenai corak.
5.2. Kegunaan filter pada densitometry
5.2.1. Filter warna dan filter pencahayaan terang
Filter warna dalam densitometer disetel untuk kinerja penyerapan
pada cyan, magenta dan kuning.
Standar umum seperti DIN 16 536 dan ISO/ANSI 5/3 menjelaskan
pita transmisi spektral dan posisi maksimal transmisi yang sesuai. Filter
warna yang sempit dan filter warna yang luas ada dalam daftar,
berkenaan dengan status A dan T dalam ISO secara berturut-turut, filter
warna yang sempit seharusnya digunakan karena perbedaan dalam
hasil pengukuran dari kegunaan jenis filter yang berbeda lebih kecil dari
filter warna yang luas
Filter warna harus selalu dipilih dalam warna untuk tinta cetak yang
diukur. Warna hitam diukur dengan filter visual menyetel spektral
sensitivitas pencahayaan pada mata manusia. Warna-warna spesial
diukur dengan filter ini yang menghasilkan nilai pengukuran tertinggi.
Ketiga ilustrasi berikut ini (lihat gambar 2.49)menunjukkan refleksi
kurva untuk cyan, magenta dan kuning, bersama dengan filter warna
berturut-turut sesuai/menurut DIN 16 536.
5.2.2. Filter polarisasi
Densitometer dapat digunakan untuk mengukur baik tinta cetak
yang basah ataupun tinta cetak yang kering. Warna-warna basah
mempunyai kelembutan, permukaannya berkilau.
Selama proses pengeringan, tinta menyesuaikan dengan struktur
iregular pada permukaan kertas, dan pemantulan yang mempengaruhi
penurunan. Jika tinta yang diberikan diukur pertama kali dalam kondisi
72
Gambar 2.50. Filter polarisasi
basah dan kemudian dalam kondisi kering, akan menghasilkan catatan
yang berbeda.
Untuk mengeliminasi efek ini,
dua filter polarisasi linier yang
melintang dimasukkan ke dalam
garis/jalan sinar. filter polarisasi
membiarkan cahaya hanya satu
arah getaran khusus untuk dilewati,
sedangkan blocking semua
gelombang cahaya yang sedang
bergetar di arah yang lain. Bagian
sinar cahaya yang terpolarisasi oleh
filter polarisasi pertama dipantulkan
dengan permukaan tinta secara
spekulatif, contoh, tanpa mengubah
arah getarannya. Filter polarisasi
kedua diluruskan pada sudut 900 terhadap yang pertama sehingga
gelombang cahaya yang dipantulkan dicegah untuk lewat.
Sinar cahaya, bagaimanapun juga, yang masuk ke dalam film tinta
dan dipantulkan baik oleh tinta atau oleh persediaan cetak, kehilangan
polarisasi aslinya.
Sehingga sinar cahaya itu mampu melewati/menembus filter
polarisasi yang kedua dan mencapai detector.
Juga menghalangi porsi cahaya yang dipantulkan oleh permukaan
warna basah, mendekati catatan yang sama untuk tinta basah dan
kering yang dihasilkan.
Karena penyerapan oleh filter polarisasi yang kurang cahaya
mencapai detector; hasil catatan dengan alat semacam ini sehingga
73
secara umum lebih rendah daripada pengukuran yang dibuat dengan
instrumen lain.
5.3. Nilai pengukuran pada densitometry
Densitometer menampilkan catatannya untuk kekentalan tinta D
seperti angka logaritma. Ini merupakan rasio logaritma yang diserap
cahaya untuk ’referensi putih’ terhadap yang dihasilkan dari film tinta
yang diukur. Secara praktis, catatan kekentalan tinta dikaitkan dengan
’kekentalan’
Nilai kekentalan tinta dihitung dengan menggunakan rumus berikut
ini:
Dlg 1
Faktor pemantulan dihitung dengan cara berikut ini:
74
Dimana LP adalah pemantulan cahaya pada tinta cetak dan LW
adalah pemantulan cahaya putih.
Faktor pemantulan merupakan rasio antara pemantulan cahaya
dari sampel pengukur (tinta cetak) dan dari ”putih” (nilai referensi).
Dengan – nilai yang dihitung diatas kekentalan tintanya adalah:
lg 2 0.30
0.5
lg 1 lg 1
D
75
Terdapat korelasi yang erat antara ketebalan film tinta dan
kekentalan tinta. Ilustrasi berikut ini memperlihatkan bahwa dengan
ketebalan film tinta yang tinggi, pemantulan cahaya menurun dan nilai
kekentalan tinta menjadi naik.
Diagram ini mengilustrasikan antara ketebalan film tinta dan
kekentalan tinta untuk empat proses warna dalam percetakan offset.
Garis vertikal menandakan jarak/kisaran ketebalan film tinta sekitar
1 m biasanya digunakan dalam percetakan offset. Diagram ini juga
menunjukkan bahwa kurva kekentalan tidak mulai meluruskan hingga
ketebalan film tinta yang lebih tinggi secara signifikan dapat dicapai.
Dari kenaikan ketebalan film tinta berikut ini terdapat peningkatan
dalam kekentalan tinta; bahkan jika pengukurannya dilakukan dalam
kontainer tinta yang penuh, nilai kekentalan akan lebih tinggi.
Bagaimanapun juga, ketebalan film tinta tersebut tidak relevan untuk
percetakan offset.
Gambar 2.51. Ketebalan film tinta
C,M,Y,K
76
5.4. Pengukuran
5.4.1. Menjadikan nol pada putihnya kertas
Sebelum pengukuran dimulai, densitometer harus disesuaikan ke
nol terhadap putih kertas (referensi putih) pada persediaan cetak agar
menghilangkan pengaruh pewarnaan kertas dan karakteristik permukaan
pada evaluasi ketebalan film tinta yang dicetak.
Untuk tujuan ini, kekentalan putih kertas berhubungan dengan
’putih mutlak’ diukur, dan gambar ini diatur ke nol (baca D = 0,00).
5.4.2. Kekentalan bahan padat
Catatan area bahan padat, dinamakan dengan solid density (DV).
Ini diukur pada kepingan kontrol cetakan, yang dicetak pada lembaran di
sebelah kanan sudut terhadap arah cetakan. Di samping elemen kontrol
lainnya, kepingan kontrol cetakan mengandung bidang zat padat untuk
semua empat proses warna dan, jika, diperlukan, untuk warna-warna
tambahan.
Nilai kekentalan bahan padat memberikan ketebalan film tinta untuk
dicek dan dijaga (dalam toleransi tertentu) melalui seluruh luas lembaran
dan proses mencetak.
5.4.3. Kekentalan halftone
Kekentalan halftone diukur pada bidang halftone dalam kepingan
kontrol cetak. Dalam titik pengukuran tiga hingga empat milimeter,
kombinasi titik dan putih kertas diikut sertakan, serupa dengan yang
terlihat oleh mata manusia.
Nilai pengukuran adalah kekentalan tinta dalam halftone (DR).
Lebih besar rasio area titik terhadap area total pada permukaan yang
diukur dan ketebalan film tinta yang lebih tinggi pada tinta cetak yang
diberikan, yang lebih tinggi adalah nilai kekentalan halftone yang diukur.
77
Gambar 2.52. Penghimpunan/ kumpulan
cahaya
5.4.4. Cakupan area yang efektif secara optik (nilai halftone dalam
mencetak)
Ketika kasa diukur dengan densitometer, ini bukan merupakan
cakupan area geometri, yaitu, rasio area antara titik dan putih kertas
pada titik pengukuran, tetapi ”cakupan area yang efektif secara optik”
yang diukur.
Perbedaan
antara cakupan area
yang efektif secara
optik dan geometri
disebabkan fakta
bahwa baik dalam
observasi visual dan
dalam pengukuran
densitometri, bagian
cahaya yang tiba masuk ke kertas antara titik pada ujung yang tidak
dicetak, tetapi terperangkap dibawah titik selama pemantulan dan
sehingga diserap.
Efek ini disebut dengan ’penghimpunan/kumpulan cahaya’. Ia
menyebabkan titik muncul lebih besar secara optik daripada yang
sebenarnya. Cakupan area yang efektif secara optik terdiri dari cakupan
area geometri ditambah optik yang diperoleh pada area.
5.5. Evaluasi
Dari nilai pengukuran bahan padat dan nilai halftone kekentalan
halftone, dot gain dan kontras dapat dihitung. Pertama, bagaimanapun
juga, semua alat pengukur harus disesuaikan dengan nol terhadap putih
kertas.
78
5.5.1. Nilai halftone dalam mencetak
Yang diberikan pada catatan DV dan DR, nilai halftone dalam
cetakan FD dapat dihitung dengan menggunakan rumus Murray-Davies.
.100
1 10
(%) 1 10 DV
DR
D F
5.5.2. Dot gain
Dot gain Z (%) dihasilkan dari perbedaan antara pengukuran nilai
halftone dalam cetakan FD dan nilai halftone yang diketahui dalam film
FF.
D F Z (%)F F
5.5.3. Kontras
Kekontrasan cetakan relatif juga dihitung dari catatan kekentalan
tinta padat DV dan kekentalan tinta kasa DR. Nilai DR disini yang terbaik
diukur dalam sifat tiga perempat.
(%) .100
DV
K DV DR
5.5.4. Pemasangan tinta
Pemasangan tinta dihitung dari nilai kekentalan bahan padat untuk
setiap masing-masing warna dalam bidang padat, untuk semua
superimposition dua warna dan untuk superimposition tiga warna dalam
bidang superimposition padat pada kepingan kontrol cetakan sesuai
dengan rangkaian warna didalamnya.
Pemasangan tinta dihitung dengan rumus berikut ini yang
mengindikasikan prosentase mana pada tinta yang dipaksakan ke yang
lainnya. Nilai yang diberikan relatif dengan tinta yang terisolasi yang
dicetak pada kertas yang mempunyai pemasangan disetel hingga 100%.
79
5.5.4.1. Superimposition dua warna
% .100
2
1 2 1
2 D
FA D D
dimana :
D1+2 adalah kekentalan tinta untuk superimposition kedua warna
D1 adalah kekentalan tinta pada warna yang dicetak pertama
dan
D2 adalah kekentalan tinta yang dicetak terakhir
Catatan: semua kekentalan tinta harus diukur dengan filter untuk
warna kedua
5.5.4.2. Superimposition tiga warna
(%) .100
3
1 2 3 1 2
1
2
3 D
FA D D
dimana :
D1+2+3 adalah kekentalan tinta untuk superimposition semua tiga
warna dan
D3 adalah kekentalan tinta warna yang dicetak terakhir
Catatan Semua kekentalan tinta harusnya diukur dengan filter untuk
warna ketiga.
Rumus yang diberikan juga digunakan dalam Kontrol Kualitas
Heidelberg CPC 21. Dalam hal ini, terdapat metode lainnya dalam
menghitung pemasangan tinta. Semua metode tersebut kontroversial,
dan, untuk itulah nilai yang dihasilkan harusnya tidak ditafsirkan terlalu
keras/kaku. Bagaimanapun juga, sebagai perbandingan dari proses
yang satu ke proses berikutnya, dan khususnya pada proses yang sama,
ini sungguh benar-benar berarti. Nilai FA yang semakin tinggi, maka
kinerja pemasangan tintanya semakin baik.
80
5.6. Standarisasi dalam mencetak
Dalam percetakan offset terdapat banyak tahapan antara
kesalahan cetak dan hasil akhir cetakan, yaitu, reproduksi (pembuatan
progresif), percobaan, pencahayaan lempengan dan proses dalam
mencetak. Pada tiap tahapan pemrosesan tersebut ukuran elemen
gambar berubah: titik halftone menjadi lebih besar atau lebih kecil, garis
menjadi lebih tebal atau lebih tipis.
81
Kinerja yang khas pada setiap tahapan proses ini dapat
digambarkan dengan karakteristik transfer, yang paling umum adalah
karakteristik pencahayaan lempengan dan karakteristik cetakan.
Keterangan :
x = suited for process colours
= suited for special colours
( ) = partially suited
Proses reproduksi keseluruhan bertujuan untuk membuat cetakan
terlihat salah cetak. Pada fase sebelum mencetak semua karakteristik
transfer harus diketahui. Ini kemudian variasi elemen gambar yang
dicetak sajalah yang menghasilkan dari karateristik proses yang dapat
diganti. Untuk alasan efisiensi ekonomi, bagaimanapun juga, ini hanya
memungkinkan jika jumlah karakteristik transfernya rendah.
Standarisasi dalam mencetak juga bertujuan untuk menjelaskan
hanya sejumlah kecil pada karakteristik transfer sepanjang toleransinya
agar menghasilkan reproduksi yang berkualitas tinggi dan biayanya
rendah tanpa harus mempunyai properti alat-alat pencahayaan
lempengan atau alat-alat cetak.
Semua tahapan proses ini bertujuan untuk capaian tersebut, dan
kekonstanan nya harus terus dipantau. Kepingan kontrol cetak, bidang
kontrol pencahayaan lempengan, dan khususnya, colorimeter pada
mesin cetak adalah alat yang berharga dalam meraih/mencapai tujuan
ini.
5.6.1. Sistem standarisasi
Terdapat beberapa macam sistem standarisasi. Namun semua
sistem itu mempunyai tujuan sama: menghasilkan cetakan berkualitas
tinggi yang biayanya efektif.
82
Pedoman/petunjuk untuk
standarisasi dalam mencetak
tersedia dari berbagai macam
lembaga penelitian dan para suplier.
Sebagai sebuah contoh, pembaca
diarahkan pada panduan
standarisasi yang disusun oleh
FOGRA, Komunitas Penelitian untuk
Teknologi Percetakan dan
Reproduksi di German, atas nama
Bunderverband Druck BVD
(Asosiasi Industri Peretakan
Jerman).
Konsep ini dijelaskan secara detail dalam terbitan yang dilengkapi
dengan gambar/ilustrasi ”Buku Pedoman untuk Standarisasi Proses
Percetakan Offset”. Terbitan ini (dalam folder A4) dan kaset video
dengan judul yang sama tersedia dari Bunderverband Druck di
Wiesbaden di Inggris dan di Jerman.
5.7. Batas densitometry
Seperti halnya teknik pemisahan warna, kerja densitometer dengan
setelan filter untuk memproses empat warna. Alat ini menyediakan nilai
relatif untuk ketebalan film tinta, yakni, alat ini tidak mengukur
penampilan optik pada warna.
Fakta ini mengatur batas tertentu untuk aplikasinya, tabel tersebut
merupakan daftar bidang aplikasi khusus dibandiingkan dengan
colorimeter tristimulus dan spectrophotometer.
Satu kekurangan esensial yang dimiliki oleh densitometer adalah
bahwa kekentalan warna yang sama tidak memicu kesan optik yang
83
sama. Inilah alasan ketika substansi warna yang dibandingkan berbeda
dari satu sama lain. Sehingga nilai setelannya tidak dapat
dilakukan/didapat dari cetakan percobaan ataupun dari sampel lainnya.
Restriksi/pembatasan untuk tiga filter warna yakni merah, hijau dan
biru adalah sama pentingnya. Ketika pengaturan warna dibandingkan
dengan lebih dari empat warna yang diproses, pengukuran warna
tambahan menjadi problematika. Dalam beberapa kasus tidak terdapat
filter yang sesuai untuk warna-warna tambahan, sebagai hasilnya
dimana pengukuran nilai untuk kekentalan tinta terlalu rendah dan
pengukuran nilai untuk dot gain tidak benar/salah.
Kegunaan densitometer juga sangat penting untuk mengontrol
warna pada basis potongan halftone multiwarna seperti potongan
keseimbangan abu-abu. Jika potongan keseimbangan abu-abu diukur
dengan tiga filter warna maka kekentalan tinta yang dihasilkan akan
berbeda dari nilai yang dihasilkan ketika setiap warna diukur sendiri. Ini
karena masing-masing ketiga tinta cetak berkontribusi untuk semua
kekentalan tinta. Alasan untuk hal ini adalah bahwa warna yang diproses
tidak sempurna dua pertiga tinta dan juga menyerap cahaya dari jarak
spektral lainnya.
Densitometer juga berguna dalam memonitor proses cetak pada
mencetak empat warna. Dalam beberapa kasus densitometer
penggunaannya terbatas.
Dua contoh berikut ini mengilustrasikan bagaimana warna-warna
tambahan diukur dengan sebuah densitometer.
84
Gambar 2.53. Warna-warna tambahan diukur dengan sebuah
densitometer
Gambar 2.54. Warna-warna tambahan HKS 8 dan HKS
65
Corak (warna antara abu-abu dan coklat ) yang terlihat disini –
mempunyai pemantulan yang relatif tinggi, sedikit menurun dalam jarak
biru (380 hingga 500 nm). Karena itu, nilai kekentalan yang tertinggi
(0,17) diukur dengan filter biru. Nilai yang rendah ini tidak dapat diubah
dengan mudah karena perubahan dalam ketebalan film tinta hanya
memicu pergeseran yang tidak signifikan pada kekentalan. Dalam
prakteknya warna-warna pastel bersinar/bercahaya oleh karena itu
diukur secara visual pada basis lembaran yang bagus dan secara
manual benar.
Warna-warna tambahan HKS 8 dan HKS 65 yang terlihat dalam
contoh kedua benar-benar coraknya berbeda seperti yang dapat terlihat
dari kurva pemantulan (lihat gambar 2.54). Untuk kedua warna itu
penyerapan pada jarak biru (380 hingga 500 nm) adalah yang paling
besar. Sebagai hasilnya, kekentalan tertinggi (1,60 untuk warna itu)
diukur dengan filter biru. Nilai kekentalan yang sama diukur dengan filter
85
yang sama sehingga tidak perlu mengartikan bahwa corak tersebut
adalah sama!
Penampilan warna itu dapat juga hanya dievaluasi secara
colorimetric.
6. Colorimetric
Seperti yang telah dijelaskan pada bab ”Sistem klasifikasi warna”,
tiga angka dibutuhkan untuk menjelaskan warna agar tidak ambigu.
Colorimetric menjelaskan bagaimana gambar itu ditentukan dan
bagaimana gambar tersebut berhubungan satu sama lain. Satu
prasyaratnya adalah, bagaimanapun juga, warna-warna tersebut dapat
diukur. Jadi pengukuran warna dan colorimetric berhubungan secara
langsung dengan satu sama lain.
6.1. Mengukur warna
Warna diukur dengan tristimulus colorimeter atau
steptrophotometer. Secara prinsip, konstruksi alat pengukur warna
mengikuti model visual dan sensorik pada mata manusia (lihat gambar
2.55).
Tinta (sampel) diterangi dengan sumber cahaya (radiasi). Sebagian
cahaya diserap oleh sampel, sisanya dipantulkan. Cahaya yang
dipantulkan ditangkap oleh mata manusia. Biru, hijau dan merah warna
yang sensitif (visual receptor) dirangsang. Melalui urat syaraf optik,
rangsangan ini akan memicu/menimbulkan persepsi warna di otak kita.
86
Gambar 2.55. Konstruksi alat pengukur warna
mengikuti model visual dan sensorik pada mata
Proses yang alami ini didapat/ditiru dalam alat pengukur. Dalam
proses
pengukuran, cahaya dikirim ke sampel yang dicetak. Cahaya yang
dipantulkan menembus/melewati sebuah sistem lensa dan ke sensor,
yang mengukur intensitas cahaya yang terjadi untuk setiap warna dan
meneruskan/menyebarkan catatan ukuran ke komputer. Terdapat
berat/bobot dengan fungsi yang meniru fungsi pada tiga jenis sel sensitif
dalam mata manusia, dan telah dijelaskan oleh CIE sebagai pengamat
standar. Hasilnya adalah nilai tristimulus X, Y dan Z. Ini kemudian
akhirnya yang diubah ke koordinat kromatik atau koordinat ruang warna
lain (seperti CIELAB atau CIELUV).
6.2. Nilai tristimulus / referensi putih
Dalam mengukur warna, identifikasi nilai tristimulus dari pantulan
dan pemancaran yang diukur mensyaratkan kondisi standar. Sebagian
87
besar pengukuran warna telah ditentukan/ditetapkan oleh para pembuat
alat-alat dan telah dirawat/diperhatikan dengan sedemikian rupa agar
pengguna tidak terlalu memperhatkian pengukuran warna. Dalam
mengukur bentuk warna, bagaimanapun juga, tiga faktor biasanya
menjadi variabel dan harus dinilai oleh pengguna: referensi putih, jenis
cahaya dan observer/pengamat.
Secara normal, nilai colorimetric ditentukan relatif dengan ’putih
mutlak’. Pencocokan/pengujian juga diatur/disetel sesuai standar
pengujian dalam mengukur satuan, yang berikutnya diuji terhadap putih
absolut secara teoritis. Berlawanan dengan densitometri, kertas
digunakan sebagai referensi hanya dalam kasus-kasus yang luar biasa.
6.3. Penerangan standar
88
Gambar 2.56. Cahaya mempengaruhi komposis
spektral
Tanpa cahaya maka tidak akan ada warna. Akan tetapi ini jenis
cahaya akan mempengaruhi persepsi warna kita. Warna cahaya
ditentukan oleh komposisi spektral.
Pada sinar matahari, cuaca dan juga musim serta waktu pada hari
itu mempengaruhi komposisi spektral. Para fotografer dan sutradara film
sering harus menunggu waktu yang cukup lama hingga kondisi
pencahayaan muncul sesuai dengan apa yang diharapkan mereka.
Demikian juga, terdapat perbedaan dalam komposisi
Gambar 2.57. Komposisi
jenis penyinaran D65
89
Dalam standarisasi, distribusi intensitas telah membuat jenis-jenis
cahaya berbeda-beda dalam jarak/kisaran antara 380 dan 780 nm (pada
interval 5 nm). Ilustrasi ini memperlihatkan distribusi spektral untuk
penerangan/penyinaran cahaya A, C, D50 dan D65.
Standar penyinaran cahaya C, D50 dan D65 serupa/sama dengan
rata-rata waktu siang dengan intensitas radiasi tertingginya dalam area
biru. Ilustrasi berikut ini memperlihatkan komposisi jenis penyinaran D65.
Sebuah penyinaran standar mempunyai intensitas tertinggi/puncak
dalam area merah; ia juga muncul kemerah-merahan (cahaya di waktu
malam dan cahaya listrik).
6.4. Pengamat standar / fungsi menyesuaikan warna
Masing-masing orang mempunyai tiga fungsi menyesuaikan warna
untuk menilai/menaksir merah, hijau dan biru. Dalam kasus, ada orang
yang mempunyai penglihatan kromatik normal, warna-warna tersebut
akan hampir bisa dikenali. Demikian juga warna dilihat berbeda hanya
dalam area yang terbatas. Sebagai contoh, seseorang masih dapat
melihat warna seperti hijau kebiru-biruan, sedang yang lain akan melihat
biru kehijau-hijauan.
Inilah kenapa diperlukan untuk menjelaskan/menerangkan, sebagai
tujuan colorimetric, seseorang dengan persepsi penglihatan rata-rata,
yakni dinamakan dengan ”pengamat standar”. Serangkaian tes yang
komprehensif/menyeluruh dengan sejumlah besar orang yang
mempunyai penglihatan kromatik normal dilakukan pada tahun 1931.
Pada basis tes ini, fungsi menyesuaikan warna x, y dan z didefinisikan
dan ditetapkan sebagai persetujuan CIE baik standar nasional ataupun
internasional seperti misalnya DIN 5033 dan ISO/DC 12 647.
90
Sebuah penelitian dilakukan untuk sudut pengamat 20, sudut
pengamat dalam indera standar colorimetric adalah sudut visual dimana
area warna dilihat (lihat gambar 2.58). Sebagai contoh, jika sebuah area
dengan diameter 3,5 cm dilihat pada jarak 1 m, sudut visual akan persis
20.
Gambar 2.58. Warna x dan y
91
6.5. Evaluasi dengan spectrophotometer
Nilai warna standar dihitung dari fungsi radiasi penyinaran S (),
derajat/kadar ukuran pada pemantulan spektral sampel () juga fungsi
penyesuaian warna X ( ),Y ( ) dan Z ( ) pada pengamat standar.
Lambda dalam kurung menunjukkan bahwa perhitungan
bergantung pada panjang gelombang pada cahaya (contoh pada
kisaran panjang gelombang antara 400 dan 700 nm pada interval 5 nm).
Dalam tahapan penghitungan yang pertama, nilai fungsi radiasi pada
penyinaran standar S () dikalikan dengan derajat ukuran pada
pemantulan () pada sampel untuk tiap panjang gelombang (yakni
Pada tahun 1964, uji yang
sama diulangi untuk sudut
pengamat 100, dan hasilnya
demikian juga ditetapkan dalam
standar tambahan/suplemen.
Sehingga ’pengamat standar
1964’ diterima.
Gambar 2.59. Warna z Gambar 2.60. Ilustrasi sebuah area dengan diameter 3,5 cm dan
17,5 cm dilihat pada jarak 1 meter
92
untuk setiap warna spektral pada jenis cahaya tertentu). Hasilnya adalah
sebuah kurva baru, fungsi stimulus warna ().
Pada tahap kedua nilai fungsi stimulus warna dikalikan dengan
fungsi penyesuaian warna X ( ),Y ( ) dan Z ( ) Ini menghasilkan tiga
kurva baru.
Pada akhirnya, dengan menggabungkan dan mengalikan dengan
faktor normalisasi, nilai tristimulus X, Y dan Z dihitung dari area dibawah
kurva tersebut dengan penggabungan, yang membuat ini mungkin untuk
menjelaskan dengan tepat mengenai warna yang diukur.
93
6.6. Perbedaan warna E
Dua perbedaan warna adalah ukuran jarak antara dua lokasi warna
dalam ruang warna (contoh perbedaan lembaran yang dicetak dan yang
asli).
Gambar 2.61. Proses menggabungkan dan mengalikan dengan faktor normalisasi, nilai tristimulus
X YdanZ
94
Dalam bab ”Sistem klasifikasi warna”, diterangkan ruang warna
CIE. Tetapi ruang warna ini mempunyai satu kekurangan yang pokok:
Tidak untuk semua warna mata manusia melihat perbedaan lokasi
warna pada nilai yang sama.
MacAdam, seorang warga Amerika, mempelajari fakta ini selama
serangkaian tes yang panjang, menganalisa dan mengilustrasikan
hasilnya. Ilustrasi yang diperlihatkan disebut dengan elips MacAdam
dalam perluasan sepuluh kali lipat. Ketika ruang warna CIE adalah tiga
dimensi, elips akan benar-benar elips, yakni, elips yang bentuknya tiga
dimensi. Ukuran elips ini adalah ukuran untuk batas ambang persepsi
pada deviasi warna (masing-masing dilihat dari pusat elips dan untuk
corak masing-masing).
Gambar 2.62. Elips MacAdam
95
Sistem ini sehingga kegunaannya tidak praktis dalam evaluasi
perbedaan warna, ketika ia menyatakan bahwa toleransi yang dapat
diterima berbeda untuk setiap corak. Guna meyakinkan dan kalkulasi
yang kuat pada perbedaan warna, ruang warna dibutuhkan dimana
perbedaan warna yang dilihat sama mempunyai nilai numerik yang
sama. CIELAB dan CIELUV adalah dua sistem semacam ini, ia
dikembangkan dengan transformasi matematika dari ruang warna CIE.
Melalui transformasi ini, elips MacAdam pada ukuran yang
bervariasi dipetakan ke dalam bidang yang ukurannya hampir sama.
Dalam hal ini, mata manusia melihat perbedaan warna yang sama untuk
semua warna yang hampir sama.
Di tahun 1976, ruang warna CIELAB dan CIELUV, adalah yang
paling umum digunakan dalam industri percetakan, dimana ini telah
distandarisasi pada basis internasional.
96
Ilustrasi ini memperlihatkan lokasi poros/sumbu a*- dan b*- pada
ruang warna CIELAB dalam tabel warna x-y.
Ruang warna lainnya seperti sistem CMC dan ruang warna
Munsell, juga digunakan di Amerika Serikat.
Gambar 2.63. Lokasi poros pada
ruang warna CIELAB
97
6.6.1. CIELAB
Ruang warna CIELAB adalah yang
paling sering digunakan untuk mengukur
bentuk warna (tinta cetak), sebagai contoh,
dalam mempersiapkan rumus tinta atau
untuk kontrol kualitas dalam mencetak. Sifat
warna dan penjenuhan warna digambar
pada poros/sumbu a* dan b*. Sumbu a*
bergerak/berjalan dari - a* (hijau) ke +a*
(merah), sumbu b* dari -b* (biru) ke +b*
(kuning). Sumbu pencahayaan L* bergerak
dari 0 (hitam, di bawah/dasar) ke 100 (putih,
di atas), lihat gambar 2.64.
Gambar 2.65 memperlihatkan ruang
warna CIELAB untuk membentuk warna.
Ketika ia merupakan hasil dari transformasi,
bentuk/modelnya berbeda dari ruang warna
CIE itu. Demikian juga, bentuk setiap level
*
98
Dalam gambar 2.66 bagian silang/melintang melalui ruang warna
CIELAB diperlihatkan untuk membentuk warna pada level pencahayaan
L* = 50. Penurunan skala area hijau dan perlusan area biru dapat dilihat
dengan jelas.
Bagi pengguna dalam prakteknya, ilustrasi skematik khususnya
berguna.
Contoh :
Pre-set reference Measured location of
colour
L* 75.3 70.0
a* 51.2 55.0
b* 48.4 54.0
Gambar 2.66. bagian silang/melintang melalui
ruang warna CIELAB untuk membentuk warna pada
level pencahayaan L* = 50
99
L* = 75,3 artinya bahwa ini merupakan lokasi warna terang/cerah
yakni antara kuning dan merah dengan a* = 51,2 dan b* = 48,4. Contoh
yang diberikan ini sehingga kuning-merah cerah atau oranye.
Hasil: lokasi referensi pada warna sebelum pengaturan dan loaksi
yang diukur pada perbedaan warna.
Sesuai/menurut penampakannya, perbedaan lokasi warna dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Gambar 2.67. Level pencahayaan L* = 75,3 dengan a* = 51,2 dan b* =
48 4
100
Ketika transformasi yang digunakan tidak linier, sifat beraturan
ruang warna CIE tidak dapat siap diterapkan pada ruang warna CIELAB.
Satu argumen dalam hal penggunaannya adalah aplikasinya yang
diterima di seluruh dunia.
101
6.6.2. CIELUV
Gambar 2.69. memperlihatkan bagian silang/melintang melalui
ruang warna CIELUV untuk membentuk warna pada pencahayaan L* =
Ruang warna CIELUV juga
diperoleh melalui transformasi dari
ruang warna CIE tetapi menggunakan
rumus lainnya daripada yang
sebelumnya. Tiga sumbu koordinat
ditunjukkan dengan L*, u* dan v*.
Ketika ruang warna CIELUV dan
CIELAB adalah hasil transfromasi yang
berbeda, keduanya juga berbeda
dalam bentuk/modelnya. Keduanya
digunakan untuk membentuk warna
(lihat gambar 2.68).
102
50. Area hijau dalam ruang warna CIELUV diletakkan lebih dekat ke
pusat daripada dalam ruang warna CIELAB; terlebih lagi, area biru lebih
luas.
Ruang warna CIELUV sering digunakan untuk evaluasi warna pada
monitor warna (contoh pada scanner komputer). Kelebihannya terletak
pada linieritas transformasi sehingga semua regularitas ruang warna CIE
tetap tidak berubah. (Ini bukan kasus dengan ruang warna CIELAB).
6.6.3. CIELCH
Istilah CIELCH digunakan ketika koordinasi polar C (jarak dari inti)
dan h (sudut) digunakan pada koordinat Cartesian a, b, atau u, v pada
ruang warna CIELAB atau CIELUV. CIELCH juga tidak/bukan ruang
warna tambahan.
Untuk CIELUV, penghitungannya sama. Berikut ini adalah
representasi skematik dengan lokasi ukuran L*= 75,3, C*= 70,5, h*= 43,40
Gambar 2.70. representasi skematik dengan lokasi ukuran L*= 75,3, C*= 70,5,
h*= 43,40
103
6.6.4. CMC
CMC, sebuah evaluasi perbedaan lokasi warna berdasarkan pada
ruang warna CIELAB, yang dikembangkan di Inggris pada tahun 1988
oleh The Colour Measurement Commitee of the Society of Dyers and
Colourists (CMC). Ia tidak menjelaskan persepsi deviasi warna (seperti
CIELAB atau CIELUV), tetapi diterima oleh para pengamat.
Secara umum, deviasi warna yang mendekati sumbu pencahayaan
dilihat lebih mengganggu daripada deviasi warna dalam warna-warna
yang dijenuhkan. Demikian juga, deviasi dalam kroma (penjenuhan)
lebih siap tahan daripada di dalam sudut corak warna.
Ilustrasi ini menunjukkan prinsip yang mendasari evaluasi CMC
pada perbedaan lokasi warna dalam ruang warna CIELAB. Setiap elips
memperlihatkan lokasi dengan perbedaan lokasi warna konstan sesuai
dengan rumus CMC berkenaan dengan pusat lingkaran (referensi lokasi
warna). Ini dapat dilihat dengan jelas bahwa elips tersebut (jarak
toleransi dalam ruang warna CMC) lebih kecil pada area akromatik
daripada pada daerah yang penjenuhannya lebih tinggi.
Dalam hal ini modelnya seperti deviasi yang dapat diterima pada
sudut corak lebih kecil daripada dalam kroma (penjenuhan). Elips ini
juga menjadi mungkin bagi setiap orang untuk menilai evaluasi deviasi
dalam pencahayaan dan corak. Penilaian ini dibuat diartikan dengan
faktor berat l dan c (l adalah faktor berat pencahayaan; c untuk corak
adalah sama dengan 1). Industri tekstil sering mengoperasikan dengan
rasio faktor berat 1 : c = 2 : 1, ini artinya bahwa deviasi dalam
pencahayaan akan dua kali seperti yang dapat diterima pada deviasi
dalam corak warna.
Rasio ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan penerapan dalam
pertanyaan. Sebagai hasilnya, nilai untuk perbedaan lokasi warna
104
adalah signifikan dan dapat dibandingkan hanya yang berhubungan
dengan faktor-faktor berat.
Gambar 2.71. Elips untuk menilai evaluasi deviasi
dalam pencahayaan dan corak
105
6.7. Munsell
Gambar 2.73. Koordinat Munsell tidak dapat diubah menjadi
koordinat CIE
Munsell mengembangkan sebuah
sistem klasifikasi warna dengan
perbedaan lokasi yang sama jauhnya
seperti di tahun 1905. Dalam sistem ini,
warna-warna disusun sesuai dengan
corak, terang dan kroma. Basis corak
adalah merah, kuning, hijau, biru dan
ungu. Sistem ini dipublikasikan pada tahun
1915 sebagai ”Munsell Book of Colour”
untuk 40 corak, terang jenis C dan
Lima corak warna dasar
dibagi lagi menjadi 100 corak
bahkan angkanya masing -
masing mempunyai 16 kroma
dan 10 level terang. Ilustrasi ini
menunjukkan bagian silang
pada bentuk warna untuk 40
corak. Hasilnya adalah bentuk
warna yang ireguler untuk
beberapa warna yang sama dan
nilai pencahayaan tidak semua
bidang tertutupi.
Gambar 2.72. sistem klasifikasi warna
Munsell
106
Sistem mengenai klasifikasi warna lebih jauh lagi adalah kartu
warna DIN (DIN 6164), the Natural Colour System (NCS)/Sistem Warna
Alami, sistem OSA (the Optical Society of America)/Komunitas Optik
Amerika dan sistem desain RAL (RAL-DS).
6.8. Metode Tristimulus
Konstruksi colorimeter tristimulus serupa dengan densitometer.
Sehingga tiga filter warna merah, hijau dan biru dan filter visual,
kombinasi filter digunakan dimana meniru fungsi menyesuaikan tiga
warna x, y dan z.
Colorimeter tristimulus, bagaimanapun juga, mempunyai ketelitian
pengukuran mutlak yang lebih kecil daripada spectrophotometer karena,
aturannya, keduanya fungsi penyesuaian warna dapat ditiru kecuali yang
memenuhi standar penyinaran yang tersedia. Keduanya cocok,
bagaimanapun juga, untuk menentukan perbedaan warna karena dalam
hal ini nilai mutlaknya tidak harus diteliti.
Demikian pula, alat tristimulus lebih murah daripada
spectrophotometer.
Bidang pengukuran disinari dengan sebuah lampu yang
mempunyai komposisi spektral mendekati dengan penyinaran standar.
Dalam contoh kita, cyan adalah yang diukur.
Pemantulan spektral diukur dengan memakai tiga kombinasi filter
yang berbeda, dan nilai tristimulus X diukur di belakang filter (merah),
nilai tristimulus Y di belakang filter (hijau) dan nilai tristimulus Z di
belakang filter (biru).
Setelah pengukuran nilai tristimulus dapat diubah menjadi ruang
warna (CIELAB atau CIELUV) dimana perbedaan warna terlihat sama
jauhnya.
107
Gambar 2.74. Prinsip pengukuran (menyangkut) three-range
photometer
108
6.9. Pengukuran warna spektral
Dalam proses mengukur spektral spektrum yang dapat dilihat
semuanya dari 380 hingga 780 nm diukur. Cahaya yang dipantulkan dari
tinta cetak dipisah menjadi komponen-komponen spektralnya dengan
memakai kisi difraksi dan diukur dengan sebuah aturan sensor.
Tergantung pada keakuratan yang diminta, identitas cahaya yang
masuk diukur dalam tahap nanometer satu, lima atau sepuluh. Nilai
tristimulus X, Y dan Z dihitung dari pemantulan yang diukur. Dalam hal
ini, fungsi penyesuaian warna, disimpan dalam komputer. Ketika fungsi
ini tidak butuh untuk disimulasikan oleh filter, keakuratan mutlak pada
spectrophotometer sangat tinggi. Namun, harganya lebih mahal daripada
tristimulus colorimeter.
Terpisah dari keakuratannya yang mutlak tinggi, satu keuntungan
utama pada pengukuran warna spektral adalah fakta bahwa
spectrophotometer dapat membaca/mencatat nilai tristimulus untuk
semua jenis standar cahaya dan pengamat secara praktis, jika nilainya
disimpan dalam komputer. Terlebih lagi, alat ini dapat menghitung
kekentalan warna untuk semua standar filter.
Sejauh ini pengukuran spektral telah diterapkan di hampir semua
industri tinta. Dalam penggulungan tinta, pembuat tinta seharusnya
patuh/memenuhi dengan ketat terhadap target yang diberikan. Hal ini
sangatlah penting dalam standarisasi tinta (Euroscale), tetapi juga dalam
tinta HKS dan semua penggulungan khusus. Dalam kasus-kasus
tersebut, bahan percobaan diukur dengan spectrophotometer, dan rasio
campuran untuk tinta cetak dihitung pada komputer personal dengan
program tinta.
Sebelumnya tidak mungkin untuk membuat penggunaan
spectrophotometer menjadi optimal dalam toko-toko cetak. Harganya
sangat mahal dan susah dipakai, dan tidak mungkin untuk menggunakan
109
alat itu secara langsung untuk memproses warna. Sehingga hanya
digunakan untuk mengukur tinta tertentu dan menguji bahan-bahan
(seperti persediaan cetak dan tinta). Alat ini tidak penting untuk kontrol
kualitas dalam mencetak.
6.10. Prinsip pengukuran pada kualitas kontrol spektral Heidelberg
CPC 21
Di DRUPA 1990, Heidelberg pertama kali dan satu-satunya yang
mempersembahkan/menghasilkan unit pengukuran spektral untuk
percetakan offset secara langsung dihubungkan dengan mesin cetak
offset melalui kontrol warna jarak jauh otomatis CPC 1: unit pengukur
CPC 21.
Selama proses pengukuran, ujung pengukuran men-scan kepingan
kontrol cetak, membuat pengukuran spektral pada semua elemen
kontrol. Secara alternatif, penyinaran standar A, C , D50 atau D65 dan
pengamat standar 1931 dan 1964 dapat digunakan.
Gambar 2.75. Prinsip pengukuran CPC
21
110
Pertama, penyinaran diarahkan/diteruskan ke sampel cetak melalui
ring catoptric pada sudut yang muncul 450. Cahaya yang dipantulkan
pada sudut 00 diteruskan melalui kaca defleksi dan cahaya optik fiber
memandu dari ujung pengukuran hingga ke spectrophotometer.
Terdapat pemisahan/pembelahan menjadi warna-warna spektralnya
dengan memakai kisi difraksi yang mempunyai sebuah efek sejenis
dengan prisma.
Photodiode mengukur distribusi radiasi pada keseluruhan spektrum
yang dapat dilihat (antara 380 dan 730 nm) dan mengirim hasilnya ke
komputer. Nilai warna yang diukur dievaluasi secara colorimeter;
hasilnya diberikan dalam nilai tristimulus X, Y dan Z dan koordinat
kromatik x, y dan Y.
Nilai ini dapat diubah pada ruang warna CIELAB ataupun pada
CIELUV. Setelah nilai yang diukur dibandingkan dengan nilai referensi
sebelumnya (memperhitungkan toleransi E yang diperbolehkan
sebelum penyetelan), modifikasi yang diminta dipancarkan melalui CPC
1 menuju pipa/saluran tinta pada unit cetak dimana saluran ini terealisasi
dengan segera.
6.11. Cetakan percobaan dan kepingan kontrol warna
6.11.1. Kepingan warna cetakan percobaan
Off-press tonal proof digunakan daripada press proof. Alasannya
adalah bahwa alat ini lebih murah dan dapat diproduksi dengan cepat
daripada press proof. Terdapat perbedaan metode, semuanya
beroperasi tanpa tinta cetak offset. Namun, bahan-bahan pewarna pada
bahan percobaan (yakni toner) dan tinta cetak offset berbeda dalam
komposisinya.
111
Heidelberg telah mengembangkan kepingan kontrol khusus (lihat
gambar 2.76). Ia mempunyai kepingan yang padat pada warna hitam,
cyan, magenta dan kuning ditambah satu kepingan halftone dengan
70% area tertutupi per warna, elemen-elemen pemasangan tinta dan
bidang abu-abu terdiri dari 70% cyan, 60% magenta dan 60% kuning.
Dalam hal ini terdapat elemen interface untuk pencatatan otomatis
pada nilai referensi pada CPC 21. Ketika elemen ini telah ditetapkan,
semua elemen pengukuran akan direkam/dicatat. Pada basis ini, nilai
yang diukur dapat disimpan sebagai nilai referensi.
6.11.2. Kepingan kontrol warna
Kepingan kontrol warna untuk mengukur spektral dengan CPC 21
juga telah dikembangkan oleh Heidelberg dan terdiri dari elemenelemen
pengukuran yang sama sebagai kepingan cetakan percobaan
(kecuali untuk elemen interface). Dalam hal ini, tersedia elemenelemen
pengukuran yang ditunjukkan untuk kepingan standar.
Heidelberg menawarkan tiga kepingan kontrol warna yang
berbeda: kepingan kontrol cetak jenis 4 GS (Gray filed and Solid
control) untuk empat tinta cetak, kepingan kontrol cetak jenis 6 GS
untuk lima dan enam tinta cetak dan kepingan kontrol cetak jenis 8 GS
untuk tujuh dan delapan tinta cetak.
Gambar 2.76. Kepingan control
warna
Gambar 2.77. Kepingan kontrol warna untuk
mengukur spektral dengan CPC
21
112
Data pada kepingan kontrol warna dan kepingan kontrol cetak ini
pada unit pengukuran densitometric yang lebih kuno CPC 2-01 disimpan
dalam CPC 21.
Pengguna juga dapat memasukkan kepingan kontrol cetak
tambahan dengan tangan.
6.12. Kontrol warna dengan Heidelberg CPC 21
CPC 21 menawarkan tiga jenis kontrol tinta:
- kontrol colorimetric pada basis bidang abu-abu
- kontrol colorimetric pada basis bidang halftone atau bahan
padat
- kontrol densitometric pada basis bidang halftone atau bahan
padat
6.12.1. Kontrol colorimetric dengan bidang abu-abu
Keseimbangan warna merupakan kriteria yang menentukan
terhadap kesan optik pada gambar yang dicetak. Kesalahan/kegagalan
dalam keseimbangan warna akan terlihat jelas khususnya dalam bidang
abu-abu. Sehingga dalam hal ini, sepertinya sensitif untuk menggunakan
bidang abu-abu sebagai pengukuran yang berdasarkan pada sifat juga
untuk memonitor dan mengontrol stabilitas proses mencetak.
Colorimetric secara ideal tepat untuk hal ini. Tinta cyan, magenta dan
kuning hendaknya dikontrol secara colorimetric pada basis bidang abuabu
(jika memungkinkan dengan kepingan sifat tiga perempat).
Sebagai nilai referensi, dapat digunakan baik dalam standar biasa
dan nilai dari kepingan kontrol percetakan cobaan.
113
Gambar 2.78 memperlihatkan tampilan monitor CPC 21. Lokasi
warna referensi diperlihatkan dalam latar/bidang a-b pada kiri atas.
Dalam contoh kita ini ditempatkan di tengah, yakni pada sumbu abu-abu.
Pusat ilustrasi ini memperlihatkan suatu perluasan di sekitar lokasi
warna referensi. Tiga lingkaran menandakan garis tiga toleransi E
kelas dekat, medium dan luas. Sumbu pencahayaan diletakkan di dekat
garis kanan pada layar juga mengarah pada lokasi warna referensi.
Disini, juga, tiga toleransi ditandai.
Masing-masing lintasan menandai catatan. Dalam contoh yang
diperlihatkan berikut ini, lokasi warna yang diukur pada zona warna
menyimpang menuju kuning-hijau dan lebih terang.
Jika deviasinya lebih luas dari toleransi E yang diberikan, unit
pemrosesan akan menghitung secara otomatis pembenaran/koreksi
yang diperlukan untuk cyan, magenta dan kuning. Dalam hal ini untuk
pencatatan spektral pada bidang abu-abu, kepingan padat warna
Gambar 2.78.. Tampilan monitor CPC
21
114
tunggal dan kepingan halftone pada cyan, magenta dan kuning juga
pada pencatatan spektral pada kepingan superimposition padat yang
dievaluasi. Dalam hal ini, semua faktor yang relevan dimasukkan
menjadi pertimbangan.
Koreksi dalam mencetak akan secara otomatis dibuat melalui unit
kontrol cetak CPC 1.
6.12.2. Kontrol colorimetric dengan bidang padat
Kontrol bidang padat colorimetric secara umum dilebihkan untuk
warna hitam dan untuk warna-warna khusus.
Hitam adalah warna yang terutama mempunyai efek pada
kecemerlangan/terang. Karena mata manusia cenderung lebih siap
mentoleransi deviasi pada kecemerlangan/terang daripada deviasi
kroma, hitam dapat dikontrol pada basis bidang padat. Pengalaman
telah menunjukkan bahwa pengaruh hitam pada keseimbangan warna
juga memadai untuk dihitung.
Warna-warna tambahan dicetak sebagai/seperti area padat dan
terisolasi. Ini, sehingga pantas dan benar untuk memantaunya pada
basis bidang padat.
Tetapi kontrol kepingan padat dan pengukuran spektral serta
pengevaluasian colorimetric mempunyai kelebihan yang pokok/penting
terhadap kontrol kekentalan: yakni dapat diketahui dengan
tepat/seksama bahwa corak warna sebelum dicetak dapat dicapai.
Terlebih lagi, lokasi warna referensi dapat dimasukkan sebagai nilai
numerik maupun sebagai pengukuran contoh/bahan percobaan. Hal ini
tidak memungkinkan dalam pengukuran kekentalan warna.
CPC 21 mengindikasikan setelah pengukuran pertama bahwa
lokasi warna referensi dapat atau tidak dicapai dengan warna spesifik.
115
Jika tidak, hasil/output nya adalah perbedaan lokasi warna yang
diharapkan E possible.
Gambar 2.79 memperlihatkan output monitor CPC 21 dalam
pengukuran bahan padat. Pada kiri atas, lokasi warna referensi dalam
bidang a-b ditandai. Pusat perluasan di tengah monitor menandai lokasi
warna dengan perbedaan lokasi warna yang mungkin paling kecil
Epossible dari lokasi warna referensi, yakni, lokasi warna terbaik yang
dapat dihasilkan dengan warna yang dipilih.
Lokasi warna referensi teoritis ditandai dengan sebuah lingkaran
(dalam gambar 2.79 diperlihatkan sumbu merah di sebelah kanan
sumbu kuning).
Jika terdapat deviasi dalam kelebihan toleransi yang
diberikan/dibolehkan, maka modifikasi yang diperlukan akan dihitung
lagi.
Catatan spektral pada bahan padat warna tunggal dan kepingan
halftone warna tunggal digunakan dalam penghitungan.
Gambar 2.79. Output monitor CPC 21
116
6.12.3. Kontrol densitometric dengan bidang padat
Sebagai tambahan untuk data colorimetric, spectrophotometer
dapat juga menentukan nilai kekentalan untuk semua filter warna.
Sebagai sebuah bantuan bagi para pengguna, sehingga Heidelberg
CPC 21, juga menyediakan nilai kekentalan warna yang tidak
bergantung pada jenis kontrol.
Khusus untuk pesanan yang berulang, dimana nilai kekentalan
warna telah dihitung, kontrol kekentalan bahan padat dapat menjadi
sebuah alternatif.
6.13. Kelebihan colorimetric untuk percetakan offset
Sebagai kesimpulan, sebuah survei mengenai kelebihan yang
esensi/penting pada colorimetric bagi percetakan offset adalah:
- Pencatatan pengukurannya sesuai/cocok dengan persepsi
subyektif pada warna yang mungkin atau yang dikehendaki.
- Colorimetric adalah suatu teknik evaluasi warna yang tidak
bergantung pada proses cetak dan dapat digunakan di seluruh
proses mencetak dari tahapan sebelum cetak melalui semua
tahapan cetakan percobaan, dan akhirnya, untuk kontrol kualitas.
- Nilai referensi colorimetric dapat juga diberikan sebagai nilai
numerik. Tersedia sebuah interface untuk unit sebelum cetak.
- Nilai referensi colorimetric dapat diambil dari bahan
percobaan/contoh
- Hanya dengan colorimetric yang mungkin untuk mengatur warna
secara obyektif.
- Colorimetric memungkinkan untuk mengontrol warna yang
berhubungan dengan gambar (contoh dengan memakai bidang
abu-abu) tanpa prosedur kalibrasi/penyesuaian warna tertentu
dan tanpa nilai yang tersimpan.
117
- Dengan memakai colorimetric, semua tinta, bahkan tinta khusus
yang sangat terang, dapat dikontrol dengan benar dan konsisten.
- Dot gain dideteksi dengan pengukuran warna spektral sekalipun
tinta khusus digunakan.
- Kontrol dalam menjalankan produksi akan lebih aman karena
perubahan pada persediaan cetak, kesuburan tinta dan
metamerisme dapat dideteksi semua.
- Cetakan halftone dengan empat warna atau lebih dapat juga
dikontrol dengan sangat meyakinkan.
- Kualitas cetak dapat ditetapkan dan diverifikasi dengan lebih baik,
dan terdapat sebuah pengukuran untuk deviasi warna yang tidak
bergantung pada corak warna.
- Pengukuran warna spektral membuat perkembangan model
kontrol warna yang lebih baik menjadi hal yang memungkinkan.
- Industri percetakan akan menyesuaikan dengan prinsip
pengukuran warna sekarang ini yang digunakan di seluruh
industri pewarna.
- Densitometry merupakan bagian integral pada pengukuran warna
spektral
- Kecenderungan terhadap penggunaan lebih dari empat tinta
dicatat
- Colorimetric juga membuat alat ini mungkin untuk
membandingkan secara obyektif bagian pada gambar yang
dicetak dengan yang asli.
118
BAB III
PEKERJAAN DESAIN HINGGA BENTUK FILE SIAP FILM
1. Peranan Desainer Grafis dalam Produksi Cetak
Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari keterlibatan seni.
Perkembangan seni itu sendiri seiring dengan perjalanan peradaban
manusia. Peranan seni dalam kehidupan yang semakin modern sangat
dibutuhkan. Sentuhan seni yang mendalam dapat menjadikan sesuatu
menjadi lebih indah, berarti, dan sangat bernilai. Naluri manusia akan
menjadi lebih manusiawi jika seni ditempatkan sebagai anugerah Tuhan
yang maha agung.
Benda-benda yang digunakan atau dimanfaatkan manusia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya pakaian, rumah, barang
cetakan, alat transportasi, dan lain-lain, kesemuanya dibuat dengan
melibatkan pertimbangan-pertimbangan seni. Seni merupakan kegiatan
kreatif manusia untuk manusia yang dalam penciptaan atau
perwujudannya dapat secara individual atau diperlukan orang lain. Hasil
karya itu bersifat sosial ketika hasil karya seni tersebut dinikmati oleh
khalayak.
Seni rupa yang merupakan cabang dari seni yang
membutuhkan tempat dan tahan akan
waktu, di dalam perwujudannya
memakai medium, yaitu :
a. DwiMatra, meliputi: seni lukis,
seni dekorasi, seni ilustrasi,
seni reklame, dan seni grafis.
b. TriMatra, meliputi: seni patung, seni kerajinan, dan seni arsitektur.
Proses kreatif seorang seniman, khususnya seniman grafis sangat
dibutuhkan untuk dapat menghasilkan suatu produk yang dapat
memuaskan keinginan konsumen. Hal ini sesuai dengan manfaat bidang
119
ilmu grafika. Pada perkembangannya seorang ilustrator yang dengan
kelihaian tangannya menggambar atau melukis diatas media kertas,
kain, kanvas atau yang lainnya akan lebih maksimal ketika dapat
mengekplorasi kreativitasnya melalui media komputer. Ilustrator adalah
sebutan untuk orang yang mempunyai keahlian membuat ilustrasi.
Fenomena seperti ini menjadi sebuah kebutuhan industri grafika masa
depan. Dengan kemampuan multi talenta, seorang ilustrator dapat
mengkolaborasikan seni murni menjadi seni terapan yang harus
dikomunikasikan kepada khalayak sebagai media massa.
Ilustrator yang baik akan mencoba memahami dengan seksama,
visi, misi, dan tujuan serta fungsi dari barang cetakan yang akan di
produksi. Sehingga produk yang dihasilkan mencerminkan kesatuan
harmonis antara ilustrasi dan isi, yang pada gilirannya barang cetakan
tersebut dapat diterima oleh masyarakat. Ilustrator yang mempunyai
kemampuan untuk dapat menuangkan keahliannya melalui media
komputer disertai kemampuan teknisnya dibidang perwajahan barang
cetakan dapat disebut juga sebagai seorang desainer grafis. Yang
membedakan, seorang desainer grafis belum tentu pandai membuat
ilustrasi sehingga belum bisa disebut sebagai seorang ilustrator.
Desain berasal dari bahasa Latin, designare atau bahasa Inggris,
design yang berarti rancangan. Yustiono dalam Sachari (1986 : 22),
menyatakan istilah desain berasal dari bahasa Perancis, dessiner yang
berarti menggambar dan kadang-kadang diartikan juga perancangan,
bahkan ada kecenderungan yang menunjukkan bahwa bidang desain
itu meliputi cara penanganan berbagai bidang; antara lain seni kerajinan,
kekriyaan, dan teknologi.
Pengertian desain bukan semata-mata mengupas persoalan
gambar- menggambar dalam perencanaan total, dalam arti bukan hanya
melihat perencanaan dari sudut tertentu, namun secara menyeluruh,
120
mulai dari yang paling dasar sampai pada tahap penyelesaian.
Merancang menurut Wong (1986 : 27) ialah proses mencipta rupa untuk
maksud tertentu dengan pemenuhan kebutuhan penggunaannya.
Dinyatakan pula bahwa karya rancang yang baik ialah ungkapan rupa
yang sebaik-baiknya, sari pati sesuatu, entah sesuatu itu pesan atau
kiasan untuk membuatnya tepat dan skill seorang perancang harus
mencari cara terbaik agar sesuatu itu dapat dibentuk, dibuat, disebarkan,
digunakan, dan dihasilkan dengan lingkungan serta mencerminkan dan
memadukan selera jaman.
Menurut Sachari (1986 : 53), perencanaan yang baik disesuaikan
dengan tujuan untuk apa desain itu dibuat. Ada dua hal yang pokok yang
perlu diamati dalam suatu perencanaan yaitu segi psikologi dan biologi.
Segi psikologi yaitu pemenuhan yang berkaitan dengan rasa aman,
senang, nyaman, bahagia, damai, tenteram dan sebagainya. Segi
biologis yaitu pemenuhan hal-hal yang berkaitan dengan sentuhan indra
peraba, rasa, penglihatan dan keselamatan tubuh manusia. Lebih lanjut
Sachari (1986 : 149-150) menjelaskan perencanaan yang baik
didalamnya juga mencakup beberapa tahapan, yaitu :
(1) tahap pertama adalah proses yang ditentukan oleh besar kecilnya
ruang lingkup desain,
(2) tahapan kedua menyusun program, yang didasarkan pada riset
terhadap pasar untuk selanjutnya dituangkan dalam konsep atau
deskripsi yang sistematis dan jelas. Tahapan penyusunan program
pada prinsipnya merupakan skenario ke arah langkah-langkah
desain yang hendak dilakukan,
(3) tahapan ketiga merupakan tahapan yang memvisualisasikan proses
dan program di atas yang berupa sketsa yang dilanjutkan dengan
memberi arti fungsi, selanjutnya merangkul suatu totalitas dari
pemahaman ergonomik, teknik ekonomi, dan estetikanya. Pada
121
bagian lain Sachari (1986 : 23) menyatakan bahwa desain sebagai
suatu kegiatan manusia untuk menciptakan lingkungan dan
khasanah perbendaan buatan yang diolah dari alam, khasanah ini
kemudian sejalan dengan waktu yang selalu berubah dan penuh
diwarnai inovasi-inovasi untuk menciptakan kehidupan budayanya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pengertian desain
secara umum ialah (1) perancangan, (2) gambar rencana, (3) gambar
untuk merencanakan sesuatu, (4) rancangan sesuatu karya, (5) konsep
atau rancangan. Sedangkan desain dalam arti khusus ada kaitannya
dengan kegunaan benda.
Istilah Grafis berasal dari bahasa Yunani “graphein” yang berarti
menulis atau menggambar. Seni (cetak) grafis merupakan penggubahan
gambar bebas karya perupa menjadi cetakan, yang melalui proses
manual dan menggunakan material tertentu, dengan tujuan membuat
perbanyakan karya dalam jumlah tertentu ( Susanto, 2002 : 47). Dalam
perkembangannya grafis diartikan sebagai penataan media komunikasi
secara cetak-mencetak dengan cita rasa keindahan ( Effendy, 1989 :
154 ).
Seni grafis adalah salah satu kegiatan seni rupa yang diwujudkan
dalam bentuk dwimatra dan dilaksanakan dengan menggunakan
bermacam medium, proses dan teknik cetak. Karya seni grafis
merupakan karya yang dihasilkan melalui proses cetak yang
berlandaskan pada empat macam teknik cetak; yaitu: cetak tinggi, cetak
dalam, cetak datar dan cetak saring. Tanpa kehilangan nilai seninya,
seni grafis dikerjakan melalui proses cetak yang dapat dibuat berulangulang
sampai batas yang ditentukan, maka terciptalah karya yang
berlipat ganda. Penciptaan karya seperti itu merupakan "keistimewaan"
pada penciptaan karya seni grafis. Sifat lipat ganda inilah yang
memudahkan penyebaran karya kepada para peminat secara meluas
122
(http://www.itb.ac.id/art/studio/seni-grafis.html). Lebih lanjut dijelaskan
oleh Suparin (1986 : 2), pengertian seni grafis adalah sinonim dengan
printmaking (cetak mencetak). Di dalam penerapannya, seni grafis
meliputi semua karya dalam gambaran dan desain yang dibuat untuk
diproduksi dengan proses cetak mencetak. Desain grafis sering disebut
juga komunikasi visual, komunikasi visual tidak akan ada artinya bila
hanya mementingkan unsur fungsi semata tanpa memperhatikan unsurunsur
keindahan yang menjadikan desain menjadi lebih menarik dan
berkesan. Penerapan elemen-elemen visual serta prinsip-prinsip desain
yang baik dapat menghasilkan suatu karya grafis yang menarik, nikmat
dipandang, tampil menyolok, dan berkesan. Bentuk karya desain
komunikasi visual tersebut dapat berupa pamflet, leaflet, iklan, brosur,
logo, desain perangko, kartu ucapan, cover buku, cover majalah, cover
tabloid, kemasan, dan sebagainya. Sebagai penentu keindahan dari
desain komunikasi visual diperlukan pemahaman tentang pentingnya
elemen dan prinsip desain, sehingga dapat dihasilkan karya yang
memenuhi persyaratan estetika.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa desain grafis
adalah proses mencipta rupa untuk maksud tertentu yang disampaikan
melalui media komunikasi secara cetak-mencetak dengan cita rasa
keindahan. Dapat dijelaskan pula karya desain grafis merupakan salah
satu kegiatan seni rupa yang diwujudkan dalam bentuk dwimatra dan
dilaksanakan dengan menggunakan bermacam medium, proses dan
teknik cetak serta dapat dijadikan sebagai penataan media komunikasi
yang dapat dibuat secara berulang-ulang sesuai jumlah yang ditentukan.
Sebuah karya desain grafis yang baik harus memenuhi unsur-unsur
visual dan prinsip-prinsip desain sehingga mengandung nilai-nilai estetis
dan dapat membangkitkan pengalaman rupa yang menarik bagi
pemirsa.
123
Dijelaskan Sunaryo (2000 : 2), dalam mencipta bentuk, perupa
memilih unsur-unsur rupa, memadukan dan menyusunnya agar
diperoleh bentuk yang menarik, memuaskan, atau membangkitkan
pengalaman visual tertentu. Oleh karena itu unsur-unsur rupa harus
diatur, diorganisasikan, sehingga menjadi bentuk yang harmonis dan
memiliki keutuhan yang padu. Kegiatan seorang pewajah/ desainer
grafis dalam memproses suatu produk, misalnya buku, adapat diuraikan
sebagi berikut :
1.1. Tugas/ pekerjaan perwajahan
Perwajahan sebuah barang cetakan sangat menentukan kualitas
dari barang cetakan tersebut. Perwajahan merupakan pintu masuk suatu
naskah yang berisi pesan-pesan penulis yang akan disampaikan kepada
pembaca dengan cara penyebaran melalui barang cetak. Peranan
Gambar 3.1. Diagram alur prepress analog dan
124
pewajah (desainer grafis) merupakan gabungan antara komunikasi dan
kreasi. Sifat dari hasil karya seorang pewajah adalah sedikit berbeda
dengan sifat hasil karya seniman. Dapat dikatakan sifatnya adalah “seni
terapan” bukan semata-mata “seni yang murni” sebagai contoh pelukis,
pemahat, dan sebagainya. Seorang pewajah tidak sebebas seperti
rekan-rekan seniman didalam menciptakan hasil karyanya. Untuk mulai
bekerja perlu mengingat keterbatasan yang ada, antara lain :
1. Keterbatasan sarana produksi, antara lain : mesin cetak, mesin
reproduksi film, mesin/alat yang terdapat di dalam unit
penyelesaian/ penjilidan. Keterbatasan yang dimiliki oleh setiap
sarana produksi ini tidak lepas dari seorang pewajah di dalam
menyiapkan desain/ rencana wajah. Misalkan untuk menentukan
ukuran bersih buku perlu melihat maximum format mesin cetak
untuk ekonomis dan efisiennya suatu pekerjaan, tanpa
meninggalkan segi estetis suatu ukuran barang cetak.
2. Keterbatasan bahan, dalam menentukan ukuran barang cetak
disamping memperhatikan segi estetisnya juga ukuran
kertas plano kertas yang akan digunakan perlu menjadi
pertimbangan. Demikian pula halnya dengan bahan
yang lainnya, misalnya tinta cetak, bahan-bahan penjilidan,
dan sebagainya. Banyak sedikitnya naskah tidak lepas dari
pertimbangan seorang pewajah/ desainer di dalam menyiapkan
suatu rencana buku.
3. Keterbatasan biaya, disini seorang pewajah/ desainer agak
mengekang diri jangan sampai ide yang paling baik untuk
penyajian buku sampai berhenti untuk tidak dapat dilanjutkan
proses produksi disebabkan keterbatasan biaya. Sehingga peran
seorang pewajah sangat penting untuk menciptakan ide
penyajian sebaik mungkin disesuaikan dengan biaya yang
125
tersedia/ diperkirakan. Dengan demikian rencana yang disiapkan
menjadi tidak sia-sia.
4. Keterbatasan fungsi/ tujuan penggunaan, salah satu contoh kita
ambil buku, kita ketahui bahwa fungsi buku adalah sebagai suatu
sarana komunikasi. Dengan demikian seorang pewajah akan
berusaha membuat rencana penyajian sedemikian rupa agar
nantinya buku akan lebih efektif lagi sebagai sarana komunikasi
termasuk aspek estetika. Dalam hubungannya dengan fungsi ini
perlu seorang pewajah melihat siapa calon pembaca buku ini
nantinya, anak-anak, orang dewasa dan seterusnya. Tujuan
penggunaan buku juga tidak lepas dari pikiran seorang pewajah
di dalam menyiapkan rencana wajah buku.
5. Keterbatasan waktu, disini jelas perbedaannya dengan rekan
seniman yang menyiapkan suatu hasil seni, misalkan lukisan dan
sebagainya dimana unsur waktu disini tidak mutlak harus
diperhatikan. Lain halnya dengan seorang pewajah unsur waktu
disini penting. Keterbatasan waktu yang disediakan menjadi
pedoman dalam menyelesaikan pekerjaannya. Tidak dapat
dengan menunggu ide/ gagasan yang tidak pernah muncul
sedang bagian produksi dan pemesannya menunggu
pekerjaannya.
Di dalam memulai pekerjaannya, seorang
pewajah perlu mempunyai pedoman kerja agar
diharapkan tidak keluar dari rel. Pedoman ini
merupakan urutan/ tahapan pemikiran agar
pekerjaan dapat diselesaikan dengan
sebaiknya. Secara singkatnya pedoman ini adalah
kita singkat dengan “3F”, yaitu function, format, dan frame.
126
a. Function (fungsi)
Waktu akan menyiapkan rancangan, perlu seorang pewajah
mengetahui dahulu fungsi dari barang cetak tersebut dengan
mendapatkan informasi yang lengkap dari penerbit maupun
redaksi. Misalkan buku, buku untuk pembaca yang mana dan
sifat penerbitannya. Hal ini penting untuk diketahui sebelum
seorang pewajah memilih jenis huruf, korps huruf, panjang
susunan, ukuran buku, jenis kertas, penyiapan sampul, ilustrasi,
untuk membuat rancangan penyajian yang seefektif mungkin
sebagai sarana komunikasi. Buku yang akan dipasarkan/ dijual
desain sampul yang menarik sangat penting. Sebab di dalam
proses komunikasi, sebelum terjadi proses komunikasinya perlu
ditimbulkan dahulu daya tarik pada sarana komunikasinya.
Setelah tertarik, buku akan dibuka dan disajikan suatu susunan
pagina, tata letak yang mengikat dan diharapkan dengan
demikian akan terjadi proses komunikasi yang lancar antara
pengarang dan pembaca.
b. Format (ukuran)
Tahap berikut setelah fungsi adalah menentukan format
(ukuran). Di dalam menentukan ukuran buku misalnya disamping
segi keindahan, ukuran barang cetak sebagai daya tarik
tersendiri. Hal ini juga tetap memperhatikan keterbatasanketerbatasan
diatas.
c. Frame (bingkai)
Perwajahan di dalam tugasnya adalah menyiapkan suatu
rancangan penyajian sarana cetak dengan menata, memilih,
membuat elemen-elemen tata letak yang digunakan untuk
menyampaikan pesan dari pengarang, penulis kepada pembaca.
Berhasilnya halaman-halaman buku sebagai suatu sarana
127
komunikasi, antara lain tergantung kepada kelihaian seorang
pewajah memilih dan meneta elemen-elemen diatas halaman
buku sedemikian rupa sehingga menarik, jelas, mudah dibaca,
tidak membingungkan si pembaca. Demikian juga dengan barang
cetak yang lain, yaitu majalah, poster, leaflet, dan lain-lain.
Berhasilnya pengungkapan jalannya cerita, pengekpresian
adegan di dalam cerita antara lain dibantu dengan penyajian tata
letak yang baik. Suatu hasil karangan, tulisan yang baik akan
berkurang mutunya tanpa didukung oleh penyajian sarana
komunikasi dengan sempurna. Tugas dari seorang pewajah
adalah menata letak, elemen-elemen layout yang terdiri dari
huruf, ilustrasi, dan elemen yang lain dalam suatu ruangan yang
tertentu, ruangan ini adalah halaman cetak. Dapat kita bayangkan
seandainya tidak adanya keteraturan dalam meletakkan elemenelemen
grafis, hal ini akan berpengaruh dalam fungsinya sebagai
sarana komunikasi. Untuk membuat halaman-halaman yang
menyenangkan, enak dibaca, usaha kita adalah memberikan
bingkai untuk mengikat elemen-lemen yang akan diatur. Bingkai
ini biasanya kita sebut marse, margin, wit atau pias.
1.2. Visualisasi ide penyajian
Proses pembuatan perwajahan ialah
merangkainkan unsur-unsur tertentu menjadi suatu
susunan yang menyenangkan dan juga mencapai
suatu tujuan. Untuk itu harus dirancang dengan seksama.
Tidak ubahnya pekerjaan seorang arsitek bangunan, untuk mewujudkan
gagasan/ kreasinya perlu merancang bagaimana bentuk dan tata letak
bangunan tersebut, memang sifat pekerjaan perwajahan banyak
kesamaannya dengan pekerjaan arsitektur hanya elemen-elemen dan
porposinya serba kecil. Langkah pertama penyajian secara visual adalah
128
proses yang menghasilkan keputusan-keputusan tentang gagasangagasan
yang kemudian dinyatakan dengan kata-kata :
- unsur-unsur yang akan dipakai
- pentingnya hubungan gagasan dari unsur secra relatif
- urutan penyajian
Keputusan ini dipengaruhi oleh jenis produk yang dihasilkan, jenis
pemakai hasil cetak (konsumen) dan tingkatan perhatian para konsumen
terhadap produknya. Desainer harus menyadari semua itu, sebab hal ini
akan berpengaruh, misalnya dalam komposis atau susunannya. Ada 3
(tiga) cara untuk dapat memvisualisasikan gagasan/kreasi yang masingmasing
disesuaikan deangan tujuannya. Ketiga macam visualisasi
rancangan ini, adalah :
- Layout miniatur, layout miniatur ini dibuat dengan ukuran yang
lebih kecil dari ukuran barang barang cetak sebenarnya dan
mempunyai 3(tiga) keuntungan :
1. Merupakan sarana ekonomis untuk menguji berbagai
rancangan tata letak
2. Dapat dikerjakan dengan cepat
3. Merangsang kreasi atau menimbulkan gagasan-gagasan
lebih lanjut
- Sketsa (layout kasar)
Sketsa atau layout kasar merupakan kelanjutan dari
layout miniatur dengan
diadakan perubahan atau
penyempurnaan. Coretancoretan
tebal, miring, normal
dapat digunakan menandai
secara kasar bentuk elemen tata letak.
129
- Layout komprehensif
Visualisasi rancangan yang lebih lanjut dan lengkap adalah
layout komprehensif, dalam visualisasinya telah menunjukkan,
antara lain :
1. Ukuran bersih barang cetak
2. Ruang cetaknya
3. Elemen-elemen layoutnya : huruf, ilustrasi, dan lain-lain.
4. Warna cetakan, dan
5. Tata letak elemen-elemen tersebut
1.3. Pola Tata Letak
Dengan pedoman 3F yaitu function, format, dan frame selanjutnya
kita akan mendapatkan halaman buku dan ruang layoutnya. Dalam
menata elemen-elemen layout tadi kita perlu suatu pedoman atau pola.
Gagasan 3F akan mengawali terbentuknya pola yang mencakup :
ukuran bersih barang cetak, bingkai halaman (margin), lebar susunan
teks, tinggi susunan teks, dan garis-garis pedoman irama tata letak.
1.3.1. Elemen-elemen Layout
Dalam membawakan pesan penulis kepada pembaca kita
menggunakan elemen-elemen cetak yang berupa huruf (type)
dan ilustrasi yang keduanya merupakan elemen layout. Berhasil
tidaknya suatu pesan disampaikan kepada pembaca antara lain
ditentukan oleh ketepatan kita memilih dan menata elemen
tersebut. Huruf merupaklan elemen yang terpenting diantara
elemen-elemen lay out yang akan kita gunakan menyampaikan
pesan pesan seorang penulis, sebab deretan huruf yang
membentuk kata akan membentuk kalimat mampu
menyampaikan pesan secara lengkap tanpa bantuanelemen
lain, misalnya ilustrasi. Dengan sendirinya seorang pewajah
barang cetak perlu mengetahui dengan benar tentang elemen
130
terpenting ini antara lain kelompok jenisnya, korp (ukuran
huruf), dan penyusunannya. Jenis atau macam huruf yang
sedemikian banyaknya, dapat kita golongkan dalam 5 (lima)
kelompok besar :
- Jenis pokok Roman
- Jenis pokok Bodoni
- Jenis pokok Egyption
- Jenis pokok San Serif
- Jenis pokok Fantasi
Sedang ukuran huruf (korp) menunjukkan besar kecilnya
ukuran huruf, misalnya 6 point, 8 point dimana point adalah
bagian dari ukuran, misalnya 6 point, 8 point dimana point
aadalah bagian dari ukuran tipografi yang dinyatakan dengan
pica dan sisero (agustin) 1 pica=12 point. Variasi gambaran dari
satu jenis huruf masih dapat dibedakan lagi antara lain ada
yang tebal (bold), miring (italic), normal, kapital, onderkas (lower
case type), merapat (cobdensed), melebar (extended) dan
seterusnya. Ini semua memberikan kesempatan kepada
pewajah untuk mengekspresikan, membedakan, dan memberi
tekanan kepada bagian-bagian teks. Adapun elemen yang lain
adalah ilustrasi.
Ilustrasi adalah hasil angan-angan yang divisualisasikan
berisi informasi. Seorang pewajah ataua desainer perlu
mengarahkan bagaimana sebaiknya ilustrasi disiapkan dengan
mengingat tujuan dan penempatan dalam tata letaknya nanti,
seandainya ilustrasi ini tidak disiapkan sendiri oleh desainer.
Ilustrasi didalam barang cetak berfungsi sebagai :
- elemen daya tarik
- memperjelas/ menerangkan isi teks
131
- mengisi ruang kosong untuk keseimbangan tata letak
Dalam menangani ilustrasi ini seorang pewajah perlu
menggarap ilustrasi tersebut, misalnya ukuran pemuatannya dalam
ruang tata letak, warna dan mungkin juga efek fotografinya. Secara
mendasar ada 2 (dua) macam teknik ilustrasi yaitu ilustrasi dengan
teknik fotografi dan ilustrasi dengan teknik tulis atau gambar tangan.
Teknik drawing atau gambar tangan, antara lain :
(1) line drawings, yaitu gambar yang dibuat dengan alat pena dan tinta
gambar. Gambar ini hanya bersifat hitam dan putih. Ilustrasi yang
sering dikerjakan dengan teknik ini adalah jenis ilustrasi kartun,
karikatur, dan sejenisnya,
(2) wash drawings, gambar dengan teknik ini lebih realistik, mirip foto
hitam putih. Oleh karena itu lebih mungkin digunakan daripada
fotografi dan bahkan kadang-kadang dapat melebihi keterbatasan
kemampuan kamera. Gambar dengan teknik ini dibedakan menjadi
dua macam yaitu: (a) tight drawings, yaitu gambar ilustrasi dengan
teknik wash drawings yang lebih bersifat detail dan realistik. Gambar
ini lebih mendekati karya fotografi, dan (b) loose drawings yaitu
ilustrasi dengan teknik wash drawings yang lebih bersifat impresif.
Ilustrasi ini biasa dipakai dalam ilustrasi fashion,
(3) scratchboard yaitu ilustrasi dengan teknik ini menggunakan kertas
bertekstur khusus sebagai medianya. Sedangkan alat yang
digunakan adalah pena atau alat lain yang tajam dan digoreskan
dengan menggunakan tinta gambar, dan
(4) teknik ilustrasi yang lain, ilustrasi dengan teknik ini adalah jenis
gambar ilustrasi yang banyak dijumpai di sekitar kita. Media yang
dapat dipakai dalam teknik ini antara lain pensil, crayon, arang, cat
132
minyak, dan cat air. Dengan teknik ini gambar ilustrasi dapat dibuat
dengan cara gores-goresan pensil, sapuan kuas atau air brush.
Ilustrasi secara teknis grafis terdiri dari dua kategori: (a) ilustrasi
garis, dan (b) ilustrasi nada penuh (Penyuluh Grafika, 1982-1983 :
12). Ilustrasi nada penuh merupakan ilustrasi hasil pemotretan,
sedangkan ilustrasi garis merupakan salah satu ilustrasi yang dibuat
oleh seorang ilustrator. Lebih lanjut dijelaskan berdasarkan teknik
pembuatannya ilustrasi dibedakan menjadi tiga bagian yaitu :
(1) ilustrasi dengan teknik gambar tangan,
(2) ilustrasi dengan teknik fotografi, dan
(3) ilustrasi dengan teknik gabungan (fotorepro dan gambar tangan)
sebagai hasil ekspresi dan kreasi dari ilustratornya. Ilustrasi dengan
teknik fotografi dapat dibedakan menjadi:
(a) pengolahan di kamar gelap,
(b) special effect screen,
(c) pembesaran raster,
(d) penggeseran raster,
(f) solarisasi (dicapai cara penggabungan film positif dan film negatif),
(g) pengaruh sinar terang di kamar gelap,
(h) corall (pencucian yang keras/negatif yang kecil) di-afdruk
sebesar-besarnya, dan
(i) fotogram (gabungan dua buah klise film dengan latar belakang
yang gelap).
Seperti diuraikan di muka, gambar ilustrasi merupakan hasil
pendeformasian bentuk faktual, yang karakteristiknya selalu
133
mengundang rasa simpatik, menarik perhatian bahkan lucu. Maka
kehadirannya merupakan cara yang efektif untuk berkomunikasi
dengan si pembaca maupun di peminatnya. Fungsi utama ilustrasi
adalah sebagai daya tarik untuk membangkitkan perhatian dan
merangsang minat audience agar membaca pesan yang
disampaikan seluruhnya. Jadi penggunaan ilustrasi merupakan unsur
vital sebagai sarana komunikasi yang efektif, karena mudak dipahami
oleh semua golongan masyarakat dan tingkat usia.
Mengingat keefektifannya maka ilustrasi diharapkan mampu
menarik perhatian dan merangsang minat untuk membaca kesan
yang disampaikan pada cerita/berita tersebut. Dengan kata lain
kehadirannya diharapkan mampu menerangkan persaingan dalam
menarik perhatian pembaca diantara rentetan pesan lainnya dalam
suatu media yang sama. Ilustrasi yang dibuat oleh seorang ilustrator
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Ilustrasi garis
Ilustrasi ini dapat ditandai dengan melihat adanya goresangoresan
berupa garis seperti misalnya yang dibuat
mempergunakan pena (garis lurus, garis lengkung, garis patah,
garis getar, dan sebagainya). Untuk memproduksinya pada
barang cetak, digunakan klise garis dengan pemotretan tanpa
raster di bagian reproduksi foto. Ilustrasi ini bisa kita jumpai
pada buku-buku cerita bergambar, novel, surat kabar, dan
sebagainya.
134
Gambar 3.2. Ilustrasi Garis
(dikutip dari Sukardi, 1982 : 93)
2. Ilustrasi geometris
Ilustrasi geometris yaitu ilustrasi yang mempergunakan
pola-pola dan gambaran yang ada dalam geometri (ilmu ukur).
Seperti lingkaran, segitiga, segi panjang, bujur sangkar, kubus,
trapesium dan sebagainya. Ilustrasi geometris kubistis sering
digunakan pada pekerjaan poster-poster, iklan, dan sebagainya.
135
Gambar 3.3.
Ilustrasi Bidang
(dikutip dari
Sukardi, 1982 : 94)
Gambar 3.4. Ilustrasi Bidang (geometris)
(dikutip dari Sukardi, 1982 : 97)
136
3. Ilustrasi bercak-bercak/ doodle
Ilustrasi ini mudah ditandai dengan melihat karakteristiknya
yang kelihatan spontan pada waktu pembuatannya. Wujudnya
berupa bercak-bercak seperti bekas lumpur di kubangan. Bekas
sapuan kuas yang spontan dapat pula dinamakan doodle.
Ilustrasi bercak-bercak banyak digunakan pada buku-buku yang
bersifat seni ataupun pada ilustrasi sampul buku dan
sebagainya.
Gambar 3.5. Ilustrasi Bercak-Bercak (doodle)
4. Ilustrasi dengan cukilan kayu (tiruan)
Ilustrasi ini dibuat seolah-olah merupakan hasil cetakan
dari klise kayu yang dicukil-cukil (cukilan kayu). Dengan
mempergunakan bahan lem yang mempunyai sifat larut air.
Gambarnya diproses halnya membatik. Gambar akan muncul
seperti hasil cetakan dari cungkilan kayu, karenanya dinamakan
cungkilan kayu tiruan (imitasi). Ilustrasi ini banyak dipakai dalam
buku-buku sastra atau novel, magic, dan pekerjaan poster.
137
Gambar 3.6. Ilustrasi Cukilan sebagai Klise Cetakan (abad ke-15)
(dikutip dari Scheder, 1990 : 23)
5. Ilustrasi dengan Collage (kolase)
Ilustrasi kolase ini dibuat dengan cara menempelnempelkan
kertas atau apa saja yang disobek, digunting atau
diiris, untuk dibentuk supaya lebih menjiwai isi yang
diilustrasikan.
Gambar 3.7. Ilustrasi Kolase
(dikutip dari Sukardi, 1982 : 96)
138
Pembuatan ilustrasi dengan cara ini diharapkan agar dapat
menjiwai isi dari apa yang akan disajikan. Juga dalam segi
penghematan/ ekonomi ilustrasi semacam ini memegang peranan
penting, karena dalam pengerjaannya menggunakan bahan-bahan
yang semestinya terbuang dapat dipakai.
Dalam penyusunan unsur-unsur visual termasuk di dalamnya
ilustrasi , agar diperoleh susunan yang harmonis harus
memperhatikan bagaimana kombinasi unsur-unsur rupa dipadukan.
Hasil yang diharapkan adalah suatu sarana komunikasi yang efektif,
hal ini menyangkut soal fungsi dan keindahan.
1.3.2. Penyajian Ilustrasi
Metode-metode yang efektif dalam penyajian ilustrasi menurut
Otto Kleppner (1966 : 156-157) adalah :
(1) ilustrasi dari produk itu sendiri,
(2) ilustrasi produk tata letak,
(3) ilustrasi penggunaan produk,
(4) ilustrasi manfaat dari penggunaan produk atau kerugiannya bila
tidak menggunakannya, (5) dramatisasi judul,
(6) dramatisasi dari situasi tunggal,
(7) dramatisasi kejadian,
(8) dramatisasi yang berurutan,
(9) dramatisasi secara rinci,
(10) perbandingan,
(11) perbedaan yang jelas,
(12) kartun,
139
(13) karakter dari aspek perdagangan,
(14) chart dan bagan,
(15) phantom atau bagan berbentuk skets hantu,
(16) simbol dan
(17) dekorasi, ornamen, desain abstrak.
Menurut Sukadi (1982 : 98) sifat-sifat penyajian/karakteristik
ilustrasi dapat dijabarkan dalam tiga sifat, yaitu :
(a) secara humor; humor tidak menyindir, menyentil (mengoreksi),
sebagai karikatur,
(b) secara reklame; sebagai perangsang, sebagai daya tarik, dan
(3) secara kiasan atau perlambang.
Mengenai ilustrasi sebuah cerita dapat diceritakan secara efektif
dengan gaya, corak dan sebagainya baik dalam bentuk tunggal
maupun berseri. Apabila sebuah cerita ilustrasi dan dipergunakan
dengan baik, maka gambar ilustrasi tersebut dapat menyampaikan
pesan secara langsung dan tepat mengenai sasaran, dibandingkan
dengan menggunakan banyak paragraf pada teks.Untuk dapat
mewujudkan suatu tampilan visual, ada beberapa unsur visual yang
diperlukan, antara lain :
1.3.2.1. Garis
Garis secara umum terdiri unsur-unsur titik yang mempunyai
peran tersendiri. Adapun sifat garis secara umum yaitu garis lurus,
garis lengkung, dan bersudut. Sebagai unsur visual, garis memiliki
pengertian, yaitu :
(1) tanda atau markah yang memanjang yang membekas pada suatu
permukaan dan mempunyai arah,
140
(2) batas suatu bidang atau permukaan, bentuk, atau warna
(3) sifat atau kualitas yang melekat pada objek lanjar/memanjang.
Pengertian pertama, garis merupakan garis grafis dan benarbenar
nyata, bersifat konkrit. Misalkan garis yang terbentuk dari
goresan kapur di papan tulis, tarikan pena di kertas, dan lain
sebagainya. Garis grafis yang nyata dapat berpenampilan macammacam,
tergantung dari alat yang digunakan dan permukaan yang
menerimanya. Garis dapat berpenampilan halus dan rata, bergerigi,
terputus-putus, berpangkal dan berujung tumpul atau runcing, dan
sebagainya.
Pengertian kedua dan ketiga, garis lebih bersifat konsep,
karena hanya dapat dirasakan keberadaannya. Misalnya garis yang
dapat kita rasakan karena adanya pertemuan dua buah permukaan
atau bidang warna, batas keliling suatu bentuk atau sifat memanjang
pada kawat, benang, dan sebagainya. Menurut Suradjijo (1985 : 53)
garis dimulai dari titik ke titik, garis merupakan sebuah bekas yang
dibuat oleh titik yang bergerak. Secara tidak langsung garis
merupakan pernyataan gerakan. Sidik (1981: 4) menyatakan bahwa
garis adalah suatu goresan atau batas limit suatu benda, masa
ruang, warna dan lain-lain. Garis hanya berdemensi memanjang
serta mempunyai arah dan sifat-sifat : panjang, pendek, vertikal,
horisontal, lurus, melengkung, berombak dan lain-lain. Garis dalam
pengertian umum adalah tanda yang berarti menunjukkan arah,
gerak dan juga energi. Garis dapat disebut juga sebagai tanda yang
dibuat dengan alat-alat tertentu dan ditarik memanjang. Garis yang
dibuat dengan alat dan kesengajaan sehingga menimbulkan bekas
tersebut, disebut garis nyata atau garis aktual. Garis yang
mengesankan arah, gerak, dan juga energi merupakan garis dalam
pengalaman penghayat.
141
1.3.2.2. Raut atau bangun
Raut adalah pengenal bentuk yang utama. Sebuah bentuk
dapat dikenali dari rautnya, apakah sebagai suatu bangun yang pipih
datar, yang menggumpal padat atau berongga bervolume, lonjong,
bulat, persegi, dan sebagainya. Raut juga dapat terbentuk oleh
sapuan-sapuan bidang warna. Raut memiliki dimensi, warna, arah,
dan sifat permukaan. Dimensi terkecil sebuah raut akan tampak
sebagai noktah atau titik dalam bidang tertentu. Sedangkan
warnanya dapat mempengaruhi kesan besaran raut. Arah atau
kedudukan raut dapat tegak, miring, atau mendatar. Bagian ruang
gambar yang ditempati raut disebut raut negatif, sedangkan rautnya
sendiri merupakan raut positif.
Lebih lanjut dijelaskan Fajar Sidik dalam Setyanto (1996 : 10),
bahwa raut atau bidang dapat diartikan sebagai daerah yang luas,
warna, garis atau ketiganya, dan mempunyai dimensi yang dapat
diukur. Ditinjau dari segi bentuknya ada berbagai macam bidang,
antara lain bidang organis, bidang geometris dalam bidang tak
beraturan. Adapun variasi bidang tidak ada batasnya dari simetri ke
asimetri, dari berkesan statis ke dinamis dan masih banyak lagi.
Bidang bisanya dikenal sebagai penggambaran suatu objek. Namun
dalam kenyatannya tergantung dari keinginan desainer/senimannya,
subjek karya bersifat subyektif berasal dari inner self
desainer/senimannya, yang kemudian menjadi ekspresi personal
yang dapat digambarkan sebagai subjek visual.
1.3.2.3. Warna
Warna ialah kualitas rupa yang dapat membedakan kedua
objek atau bentuk yang identik raut, ukuran, dan nilai gelapterangnya.
Pengertian warna dalam fisika adalah kesan yang
ditimbulkan oleh cahaya yang diterima oleh mata.
142
Menurut Sukardi (1982 : 22) warna mempunyai arti simbolis,
antara lain: warna merah berarti berani, cerah, riang; warna kuning
berarti mewah, agung, luhur, jaya; warna hijau berarti harapan;
warna biru berarti tenang, damai; warna hitam berarti kuat; warna
putih berarti suci dan sebagainya. Warna merupakan satu dari unsur
dasar yang sensitif karena kualitasnya sangat peka sekali terhadap
reaksi emosional. Dengan kata lain, warna merupakan unsur
ekspresif, karena kualitasnya yang mempengaruhi emosi atau
mempesona secara langsung dan segera.
1.3.2.4. Gelap-terang
Gelap terang disebut juga nada. Dalam hubungannya dengan
warna, unsur gelap terang telah terkait pada dimensi value.
Ungkapan gelap-terang sebagai hubungan pencahayaan dan
bayangan dinyatakan dengan gradasi mulai dari yang paling putih
untuk menyatakan yang sangat terang, sampai kepada yang paling
hitam untuk bagian yang sangat gelap. Unsur gelap terang
dimanfaatkan pada berbagai hal, misalnya : untuk kepentingan
desain, untuk memperkuat kesan trimatra pada suatu bentuk,
mengisi kedalaman atau ruang, dan untuk mencipatakan kontras
atau suasana tertentu. Di dalam kehidupan tradisional, cahaya
adalah simbol aktivitas berpikir bersih dan terang, sedangkan gelap
adalah simbol sesuatu yang misterius.
1.3.2.5. Tekstur atau barik
Tekstur atau barik ialah sifat permukaan. Sifat permukaan dapat
halus, polos, kasap, licin, mengkilap, berkerut, lunak, keras, dan
sebagainya. Tekstur kita rasakan melalui penglihatan maupun
melalui rabaan, menurut Sahman (1993 : 62) tekstur merupakan
penggambaran struktur permukaan suatu objek. Lebih lanjut
dijelaskan oleh Susanto (2002 : 20) bahwa tekstur/barik identik
143
dengan nilai raba; kualitas permukaan, seperti kulit, rambut dan bisa
merasakan kasar-halusnya, teratur-tidaknya suatu objek. Tekstur
dimunculkan dengan memanfaatkan kanvas, cat atau bahan-bahan
lain seperti pasir, semen, kerikil, zinc white, dan lain-lain. Tekstur
visual hanya pada bentuk dwimatra (Wong dalam Sunaryo, 2000 :
11), yaitu: tekstur hias, tekstur spontan dan tekstur mekanis. Tekstur
hias merupakan tekstur yang menghiasi permukaan bidang dan
merupakan isian tambahan yang dapat dibuang tanpa
menghilangkan identitas bidangnya. Tekstur spontan adalah tekstur
yang dihasilkan sebagai bagian dari proses penciptaan, sehingga
meninggalkan jejak-jejak yang terjadi secara spontan, akibat dari
penggunaan bahan, alat, dan teknik-teknik tertentu. Sedangkan
tekstur mekanis merupakan tekstur yang diperoleh dengan
menggunakan sarana mekanis. Tekstur ini dihasilkan oleh butir-butir
raster pada karya cetak, atau pada karya lukisan komputer.
1.3.2.6. Ruang
Ruang adalah unsur atau daerah yang mengelilingi sosok
bentuknya. Dalam desain dwimatra, ruang bersifat maya, karena itu
disebut ruang maya. Ruang maya dapat bersifat pipih, datar dan rata,
atau seolah sejuk, berkesan trimatra, terdapat kesan jauh dan dekat,
yang lazim disebut kedalaman (depth).
Ruang pada benda dwimatra umumnya dibatasi oleh garis
bingkai yang membentuk bidang persegi atau persegi panjang, dan
disebut bidang cetak, atau bidang gambar. Dalam hal tidak dibatasi,
misalnya halaman sebuah surat kabar, yang menjadi ruangan ialah
seluruh muka halamannya. Efektivitas ilustrasi jika disajikan secara
tepat dan sesuai dengan pesan yang ingin kita sampaikan.
Dalam penyusunan unsur-unsur visual tersebut, agar diperoleh
susunan yang harmonis harus memperhatikan bagaimana kombinasi
144
unsur-unsur visual dipadukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
penyusunan unsur visual atau yang disebut dengan juga dasar-dasar
tata letak.
1.3.3. Dasar-dasar Tata Letak dan Perwajahan
Tugas selanjutnya dari seorang pewajah setelah memilih
elemen-elemen layout yang mana untuk membawakan pesan/
informasi adalah menata letak elemen-elemen tersebut dalam pola
tata letak yang telah disiapkannya. Hasil yang diharapkan adalah
suatu sarana komunikasi yang efektif,hal ini menyangkut soal fungsi
dan keindahan.
Untuk mencapai hal tersebut perlu seorang pewajah (designer)
mengetahui/memperhatikan keenam dasar-dasar pokok yang erat
hubungannya sifat-sifat manusia untuk cenderung menghubungkan
titik-titik dalam ruang. Untuk bisa mengerti manusia harus mampu
menguasai dan menggunakan jarak antara satuan-satuan yang ada
di dalamnya. Pembaca tidak akan mencakup hubungan antara
elemen-elemen layout satu dengan yang lain tanpa diadakan
pengelompokan unsur-unsur secara wajar.
Adapun dasar-dasar pokoknya adalah :
1.3.3.1. Proporsi
Proporsi atau perbandingan menunjukkan hubungan antara :
- suatu elemen dengan elemen layout yang lain
- elemen layout dengan dimensi ruang layoutnya
- dimensi ruang layout itu sendiri
dalam kata proporsi tercakup pula pengertian hubungan
harmonis antara elemen-dengan elemen dan ruang layoutnya
yang menyenangkan sehingga hasil akhirnya ialah wajah
keseluruhan yang menyenangkan ialah hubungan antara tinggi
dan lebar tidak menyolok.
145
1.3.3.2. Irama (rhythm)
Irama perlu dirasakan dalam penyajian barang cetak, hal ini
untuk mencapai suatu bentuk tunggal. Irama dalam barang
cetak dapat kita usahakan dengan jalan :
- kesamanaan pengulangan penempatan elemen layout.
- Pengulangan bentuk atau ukuran elemen layout.
- Pengulangan warna.
1.3.3.3. Keseimbangan
Keseimbangan akan terjadi bila elemen-elemen ditempatkan
dan disusun dengan rasa serasi atau sepadan atau dengan
kata lain bila bobot elemen-elemen itu setelah disusun memberi
kesan mantap dan tepat pada tempatnya.
Keseimbangan ada 2 jenis :
- Keseimbangan formal (simetris)
- Keseimbangan informal (asimetris)
Formal apabila elemen-elemen sama pada kedua belah pihak
dari garis poros ruang layout. Informal apabila elemen-elemen
dari berbagai bobot menjadi seimbang disekitar pusat optik
ruang layout.
1.3.3.4. Kontras
Dalam setiap bentuk komunikasi ada beberapa bahan atau
gagasan yang lebih perlu ditampilkan dari pada yang lain.
Seorang pembicara yang ;pandai, dapat memanipulasi
suaranya, ditambah dengan gerakan tangan untuk menonjolkan
gagasan-gagasannya yang ingin diminta perhatian. Dengan
maksud yang sama dalam hal produk cetak kontraslah yang
digunakan sebagai kekuatab dalam menyatakab sesuatu yang
ingin ditonjolkan. Kontras dapat dicapai dengan mengganti
ukuran, bentuk, nada dan arah.
146
1.3.3.5. Kesatuan (unity)
Antara elemen-elemen tersendiri yang kesemuanta akan
membentuk suatu bentuk sarana informasi visual harus ada
hubungannya satu dengan yang lain dan dengan seluruh
rancangan sehingga memberi kesan menjadi satu.
1.3.3.6. Harmoni
Gambar 3.8. Cover majalah gradasi
(komposisi yang memperhatikan prinsip-prisp tata letak akan menghasilkan hasil yang
memikat)
147
Tidaklah lengkap dalam menata letak elemen-elemen ini
seandainya tidak disinggung soal harmoni. Pada waktu kita
menyusun pesan tercetak perlu diperhatikan dua persyaratan
penting :
- tata letak harus menggambarkan sesuatu yang kuat,
dipandang dari segi visual.
- sementara itu komposisi keseluruihannya harus
menghasilkan efek kesatuan.
kontras mempunyai sifat kuat,dan kontras sendiri memerlukan
variasi dalam nada serta bentuk untuk memberikan efek
tekanan dan untuk menghilangkan kedataran.
Bila kontras merupakan alat yang baik untuk menyusun
penyajian yang dapat membangkitkan perhatian pembaca lalu
apa nilai harmoni disini gunanya untuk bertindak sebagai factor
pengaman untuk mencapai keserasian seluruh rancangan
penyajiannya.
2. Pekerjaan Menyiapkan Perwajahan (desain) Buku
Yang perlu diperhatikan oleh seorang desainer, adalah sebagai
berikut :
a. mempelajari naskah yang akan digarap
Setelah kita menerima naskah yang sudah siap cetak, artinya
telah diadakan penyuntingan (editing) baik isi maupun bahasanya
kita perlu mempelajari apakah maksud/tujuan
penerbitan tersebut dan menampung
keinginan editor/redaksi. Hal ini
berarti kita memasuki pedoman F
yang pertama dari F yaitu Fungsi.
b. menyiapkan pola tata letak
148
Sesudah F pertama dari pedoman 3F kita telaah, selanjutnya kita
menginjak F yang kedua dan ketiga yaitu menentukan format
(ukuran) buku. Dengan lembaran calon halaman buku inilah kita
menentukan frame (bingkai) ruang cetaknya. Dengan menambah
beberapa garis pedoman baik horizontal maupun vertikal yang
kita sebut garis irama tata letak. Terakhir adalah memberikan
pada pola tersebut letak angka halaman. Selesailah pola tata
letak yang selanjutnya kita gunakan untuk pedoman menata letak
elemen-elemen layout baik yang berupa huruf (teks) maupun
ilustrasi. Khusus untuk frame yang nantinya akan menjadi marse
(margin) buku perlu diperhatikan teknik penjilidannya. Bidang
cetak pada halaman-halaman buku perlu ditentukan secara tepat
agar lebar dan tinggi/panjangnya sesuai dengan format bukunya.
Bidang cetak ini ada yang didapatkan secara otomatis sesuai
format buku yang dibuat dengan suatu metode. Ada pula yang
telah ditentukan dengan dibuat menggunakan metode tertentu.
Selain itu ada yang ditentukan sendiri oleh pewajah buku dengan
pertimbangan seni visualnya. Penempatan bidang cetak pada
halaman buku menyangkut ukuran bingkai margin (pias), yaitu
ruang putih yang membatasi bidang cetaknya. Dalam hal
pembuatan margin buku ada beberapa metode yang biasa
dipakai, diantaranya adalah :
1. metode Van de Graff
Dalam format kertas yang sama setiap orag akan
mendapatkan ukuran bidang cetak yang sama pula bila
149
menggunakan metode ini. Pada metode ini lebar dan tinggi
bidang cetak serta marginnya ditemukan sekaligus setelah
selesai dibuat.
2. metode Diagonal
Pada metode ini lebar susunan atau panjang baris telah
ditentukan lebih dahulu sedang tinggi susunan atau
banyaknya baris belum ditemukan.
3. metode Perbandingan Emas (Gulden Snede, Golden Section)
Gambar 3.9. Van de Graff
Gambar 3.10.
150
Panjang baris maupun tingginya (banyaknya baris beserta
spasinya) telah ditentukan lebih dahulu. Persoalannya adalah
penempatannya pada halaman, apakah tepat di tengah,
menggeser ke kanan, menggeser ke kiri, atau ke atas/bawah.
Soal ini diselesaikan dengan pedoman angka 35-58,
artinya nilai 3 untuk margin punggung, 5 untuk tepi, dan 8
untuk bawah/kaki. Yang dibagi-bagi dengan perbandingan itu
adalah selisih antara tinggi halaman dengan tinggi susunan
dan selisih lebar susunan dengan lebar halaman.
4. tanpa metode atau bebas
Berarti seseorang bebas menentukan baik margin maupun
bidang cetaknya dengan pertimbangan seninya. Yang menjadi
pedoman adalah harus diingat bahwa margin mempunyai
manfaat membatasi teks, sebagai tempat jari tangan
memegang buku terutama ibu jari, dan tempat meletakkan
angka halaman.
c. membuat visualisasi penyajian baik sampul maupun bagian teks.
Ide penyajian wajah buku perlu kita visualisasikan berupa layout
komprehensif (layout comprehensif) untuk memberikan ujut yang
Gambar 3.11. Perbandingan
151
lebih nyata bagaimana buku nanti disajikan baik sampul maupun
bagian teksnya. Hal ini penting untuk menghindari keterlanjuran
sebelum naskah tersebut masuk di bagian produksi mulai
pengesetan sampai ke penjilidannya dan sekaligus menguji
apakah penyajiannya cukup berfungsi sebagai sarana
komunikasi.
d. menyiapkan gambar kerja (art work) terutama sampul
Yang dimaksud dengan gambar kerja (art work) adalah suatu
model yang akan dikerjakan selanjutnya di bagian penyiapan
acuan cetak yaitu bagian foto reproduksi.
Gambar kerja ini dibuat berdasarkan layout komprehensif yang
sudah disetujui.
Diharapkan kerapian, ketepatan di dalam menyiapkan gambar
kerja ini dan disiapkan diatas kertas putih yang cukup baik
dengan elemen-elemennya semuanya kita gambar dengan hitam
walaupun dalam layout komprehensifnya berwarna. Dengan
gambar kerja ini bagian persiapan acuan cetak akan bekerja
menyesuaikan keinginan juru pewajah yang digambarkan pada
layout komprehensifnya.
e. Instruksi pelaksanaan dengan tertulis.
Suatu petunjuk tertulis yang akan menyertai visualisasi rancangan
instruksi ini menyebutkan antara lain :
- ukuran bersih barang cetak
- jenis kertas
- jenis huruf dan korpnya.
- berapa kali cetak
- lebar susunan
- macam penjilidannya
- instruksi untuk ilustrasi
152
- dan petunjuk-petunjuk yang lain
Dengan demikian selesailah tugas juru pewajah (desainer)
menyiapkan rancangan penyajian fisik barang cetak dan bersama
naskah rancangan ini dilanjutkan ke bagian produksi.
3. Komputer dan perangkat pendukungnya
Komputer merupakan alat yang sangat vital untuk dapat
menghasilkan desain yang berkualitas serta dapat memperlancar proses
pembuatan desain itu sendiri. Desainer grafis yang profesional akan
tidak bisa berbuat apa-apa jika komputer yang dipakai mempunyai
kemampuan yang rendah dengan kualitas hardware yang jelek.
Kemampuan komputer yang memadai dengan spesifikasi yang
mendukung keterlaksanaan proses desain akan sangat membantu
seorang desainer grafis mengekploitasi kemampuannya menuangkan
ide-ide kreatifnya.
Untuk mengetahui apakah komputer yang dipakai mempunyai
spesifikasi yang baik dan memadai untuk proses desain, ada baiknya
kita mengetahui bagian-bagian yang ada di komputer. Komputer terbagi
dalam 2 (dua) bagian besar yaitu : hardware dan software. Hardware
Gambar 3. 12. Visualisasi rancangan
instruksi
153
adalah perangkat keras yang terlihat oleh indera penglihatan dan
peraba, yaitu berupa CPU, monitor, keyboard, mouse, serta perangkat
pendukung lainnya misalnya : stabiliser, UPS, scanner, kamera digital,
dan sebagainya. Sedangkan software adalah perangkat lunak atau
program yang memungkinkan komputer menjalankan fungsinya sebagai
sebuah sistem dengan arsitektur terbuka yang memungkinan antara alat
satu dan yang lainnya bekerja terintegrasi sesuai tujuan dibuatnya
komputer tersebut. Setiap perangkat keras biasanya dilengkapi dengan
driver, yang berisikan software yang dapat saling mendeteksi menjadi
suatu sistem. Peng-install-an software aplikasi biasanya disesuaikan
tujuan digunakannya komputer tersebut.
3.1. Perangkat keras (hardware)
Pemilihan spesifikasi perangkat keras yang perlu
dipertimbangkan, antara lain :
a. CPU dengan kapasitas sebagai berikut:
- RAM dianjurkan minimal 512 MB.
- Mother Board yang bermerk dengan kemampuan prosesor
minimal setara dengan pentium III generasi terakhir atau
diatasnya.
- VGA card minimal 32 MB.
- Harddisk yang mempunyai kemampuan menyimpan memori
memadai, dianjurkan minimal 80 GB.
- Dilengkapi dengan CD Writer.
b. Monitor dengan kemampuan menterjemahkan warna yang baik.
Untuk mendapatkan kualitas gambar yang bagus yang tertampil
secara visual di layar monitor, ada baiknya monitor yang kita
punyai dilakukan kalibrasi terlebih dahulu sehingga tidak akan
muncul tipuan warna, warna gambar yang tampil di layar berbeda
dengan hasil ketika kita print. Dengan sudah terstandarnya
154
monitor yang kita punyai akan memperkecil kesalahan yang
diakibatkan interpretasi terhadap warna yang dihasilkan pada
layar monitor. c. Scanner dengan resolusi tinggi, scanner
menggunakan teknologi CCD (Charged Couple Device) seperti
pada kamera digital sebagai sensor penangkap gambar. Scanner
dengan kualitas memindai yang bagus umumnya berupa drum
scanner yang menerapkan teknologi PMT (photomultiplier)
sebagai sensor pembaca yang memungkinkan men-scan slide
dengan pembesaran diatas 1000%. Kelemahan utama scanner
dibanding kamera digital adalah masih menggunakan data analog
berupa photo, slide, sehingga
melalui proses dahulu, jadi
membutuhkan interval waktu yang
cukup lama. Dengan
menggunakan kamera digital kita
sudah dapat data berupa data
digital tanpa harus diproses atau
diubah jadi photo terlebih dahulu.
Scanner tetap masih relevan
digunakan karena tidak semua konsumen yang mencetakkan
membawa file dari kamera digital, tapi masih banyak kita jumpai
mereka membawa foto (data analog) untuk diproses sebagai
materi desain. Disamping itu, tidak semua data atau materi
desain berupa data digital. Pengambilan materi gambar dari buku,
majalah, atau barang cetakan lainnya masih membutuhkan
scanner sebagai alat pemindai gambar.
d. Kamera digital yang high resolusi (high-end) jika memungkinkan,
kamera digital menggunakan teknologi CCD dan teknologi CMOS
Gambar 3.13. Scanner flatbed
155
sebagai sensor penangkap
gambar. Teknologi CCD telah
mampu menangkap jutaan pixel.
Semakin banyak pixel yang bisa
ditangkap maka semakin detail
gambar yang didapat. Kamera
digital dengan teknologi Hi-end
mampu menghasilkan gambar
digital lebih dari 20 Mb dan
mempunyai software
sendiri untuk meng-edit dan men-transfer ke Photoshop serta
sudah menggunakan format TIFF bukan JPEG. Kamera digital
dengan teknologi Low-end saat ini mampu menghasilkan gambar
digital dibawah 10 Mb. Pada umumnya teknologi ini
menggunakan software plug-in dengan photoshop dan
menggunakan format JPEG untuk penyimpanan datanya. Dengan
menggunakan kamera digital yang resolusi tinggi akan
didapatkan data digital yang detail gambarnya sangat tajam.
Tentunya harga kameranya juga relatif mahal. Ada berbagai
macam jenis kamera digital, juga puluhan fitur yang
membingungkan. Mana yang paling sesuai dengan kebutuhan
kita? Memilih kamera sebenarnya gampang-gampang susah,
terutama bagi pengguna yang masuk kategori pemula/amatir.
Berikut beberapa tips sebelum membeli kamera digital :
1. Perhatikan fitur sensor gambar (meliputi prosesor
CCD/CMOS), yang akan membantu kinerja kamera, agar
menghasilkan gambar dengan kualitas warna superior, bersih,
Gambar 3.14. Scanner Drum (kemampuan
mengungkap gambar lebih baik disbanding scanner
flat-bed)
156
sekaligus mengoptimalkan setting kamera saat digunakan.
Semakin banyak pixel yg bisa ditangkap akan semakin detail
gambar yang dihasilkan. Untuk ukuran kartu pos, Anda cukup
membeli kamera digital kelas 1M pixel. Kamera ini juga masih
mencukupi untuk keperluan gambar diwebsite. Untuk gambar
yang jauh lebih detail maka diperlukan CCD dengan
kemampuan 2M pixel keatas. Untuk kelas profesional kini
sudah tersedia kapasitas 5-6M pixel. CMOS memiliki
keunggulan dimana ongkos produksi murah sehingga harga
kamera lebih terjangkau. Sedangkan CCD memiliki
keunggulan dimana sensor lebih peka cahaya, jadi pada
kondisi redup (sore/ malam) tanpa bantuan lampu kilat masih
bisa mengungkap obyek dengan baik, sedangkan pada
CMOS sangat buram.
2. Semakin besar resolusi maka kamera akan memproduksi
foto yang lebih baik, terutama untuk ukuran yang besar.
3. Pilih kamera yang punya fitur menstabilkan gambar, agar
saat memotret objek bergerak hasilnya bisa tetap fokus.
AF(autofocus), ISO, Shooting mode manual/ automatic, direc
print juga merupakan fitur-fitur yang penting.
157
Gambar 3.15. Kamera
Digital
4. Perhatikan titik fokus. Semakin banyak titik fokus Anda bisa
bereksprimen mengambil objek dari berbagai angle.
5. Kemampuan optical zoom lebih penting ketimbang digital
zoom.
6. Cermati asesoriesnya ; Flash berguna jika gambar yang
diambil dalam kondisi agak gelap. Lensa tele untuk
mengambil gambar jarak jauh & memori tambahan.
3.2. Perangkat Lunak (software)
Install software disesuaikan tujuan pemakaian. Untuk proses
mendesain dapat dipertimbangkan, antara lain : Pagemaker, Ilustrator,
Photoshop, Quark X-press, Corel Draw, Free Hand, atau software yang
lainnya yang mendukung proses mendesain. Perlu diperhatikan,
semakin banyak kita memasukkan software di komputer kita, akan
membebani memori harddisk kita. Aplikasi-aplikasi dalam sistem desktop
publishing dapat dikelompokkan berdasarkan fungsinya :
1. Aplikasi Pengolah Kata
Aplikasi ini biasanya untuk mengolah kata, baik grammar dan
spelling-nya. Aplikasi ini dikhususkan untuk mengolah format teks
atau membuat tagging. Aplikasi ini mampu melakukan penataan
158
halaman, walaupun dalam konteks sederhana seperti yang
dilakukan oleh Microsoft Word. Aplikasi ini banyak digunakan oleh
kalangan akademis/ mahasiswa/pelajar untuk membuat jurnal
ilmiah, skripsi, karya ilmiah, atau tugas-tugas lainnya yang
mengedepankan fungsi sebagai pengolah kata.Yang termasuk
aplikasi ini, misalnya Microsoft Word, Wordstar,dan Corel
WordPerfect.
2. Aplikasi Pengolah Gambar/ Foto
Aplikasi ini untuk mengolah foto atau gambar bitmap dan gambar
realistis lainnya. Photoshop merupakan salah satu aplikasi yang
cukup familier di kalangan desainer grafis untuk ngolah foto,
memanipulasi foto, retouching image, dan color correction. Selain
Photoshop ada pengolah foto yang lain, seperti Fractal Design
Painter, dan Corel Photo Paint.
3. Aplikasi Pengolah Ilustrasi
Aplikasi ini berfungsi untuk mengolah gambar dalam bentuk vektor,
seperti ilustrasi dan logo. Gambar yang dihasilkan oleh aplikasi
jenis ini adalah gambar vektor. Dalam perkembangannya, aplikasi
ini juga mampu mengolah gambar bitmap. Aplikasi pengolah
ilustrasi yang banyak digunakan oleh para desainer grafis, seperti
Adobe Illustrator, Macromedia Freehand, Corel Draw, dan Beneba
Canvas.
4. Aplikasi Pengolah Layout
Aplikasi ini untuk mengatur halaman. Aplikasi pengolah kata yang
sering digunakan Adobe Pagemaker, QuarkXpress, dll. Sedangkan
pengolah layout yang digunakan untuk mempermudah imposisi
halaman buku, majalah, dll., yaitu: QuarkXtension, DK&A
Imposition, Impose (Barco), Signastation (Heidelberg), dan lain-lain
159
Dengan dukungan dari perangkat-perangkat yang menunjang
seorang pewajah (desainer grafis) tidak dipusingkan oleh
rendahnya kinerja komputer.
3.3. Mengerjakan scanning gambar atau mengolah gambar dari
kamera digital
Elemen grafis yang berupa gambar dapat kita peroleh dengan cara
memindai gambar yang sudah ada atau me-scanner dan dari kamera
digital. Untuk menghasilkan kualitas cetakan yang baik, resolosi gambar
yang cukup sangat dibutuhkan. Ada beberapa cara agar hasil scan yang
kita hasilkan sesuai dengan harapan, yaitu :
1. Scan gambar dengan resolusi yang cukup, minimal 300 dpi.
2. Usahakan gambar yang discan melekat sempurna pada bidang
kaca scanner.
3. Pada saat me-scan sebaiknya Menu Unsharp masking diaktifkan,
meskipun nantinya akan dapat dibantu di menu Sharpness di
Photoshop.
4. Setelah diperoleh hasil scan, lakukan pengeditan ulang di adobe
photoshop, terutama dilakukan pada posisi dan croping terlebih
dahulu, dan kemudian pada kualitas level; dengan mengatur
levelnya, sehingga didapat hasil warna yang tajam.
5. Jangan lupa bersihkan permukaan scanner, sehingga didapat
bersih dari noda-noda yang tidak diinginkan. Scanner yang
mempunyai kemampuan menangkap gambar yang tinggi akan
sangat berpengaruh terhadap kualitas gambar yang kita peroleh.
3.3.1. Konsep warna RGB dan CMYK
1. Warna RGB tidak bisa dikonversi secara sempurna ke CMYK.
Tetapi perlu diingat bahwa warna adalah tampil dalam
konteksnya, sehingga pada kebanyakan problem sesungguhnya
160
bukanlah warna RGB tidak bisa dikonversi dengan baik, tetapi
warna terlihat kusam karena impuritas warna.
2. Warna CMYK yang terdiri atas lebih dari 2 channel akan tampil
kusam. Contoh magenta 100% yellow 100% akan tampil sebagai
warna merah yang pekat, tetapi menggunakan magenta 100%
yellow 100% dan cyan 10% akan memberikan kesan kusam.
Untuk menghindari hal itu, caranya adalah setelah mengkonversi
ke CMYK, tambahkan saturasi kira-kira 10-20 dengan menu
Hue/Saturation di Photoshop.
Tabel 3.1. Campuran Warna
Warna Campuran
RGB
Campuran
CMYK
Campuran
Lab
Kuning
terang
R:255, G:255,
B:0
C:0, M:0, Y:100,
K:0
L:100, a:0,
b:120
Jingga
cerah
R:255, G:128,
B:0
C:0, M:40, Y:80,
K:0
L:80, a:60,
b:85
Hijau
emerald
R:0, G:180, B:0 C:80, M:0, Y:100,
K:0
L:60, a:120,
b:120
Violet gelap R:100, G:0,
B:160
C:50, M:100, Y:0,
K:0
L:30, a:60,
b:60
Coklat gelap R:120, G:80,
B:60
C:40, M:70, Y:80,
K:15
L:40, a:20,
b:20
Abu-abu
netral
R:128, G:128,
B:128
C:45, M:40, Y:40,
K:10
L:50, a:0, b:0
Dalam upaya mengurangi perbedaan konversi dari RGB ke CMK,
maka saat melakukan konversi RGB ke CMYK standar Photoshop,
perhitungkan gamut dari perangkat output saat melakukan Mapping
warna dari RGB ke CMYK. Semua warna RGB akan dicoba Mapping ke
CMYK dan tidak ada warna yang cenderung flat karena di luar gamut.
Kekurangannya jika gambar asli tidak dikoreksi dengan optimal hasilnya
malah akan cenderung kusam.
161
3.3.2. Gambar Bitmap dan Vektor
3.3.2.1. Gambar Bitmap
Gambar bitmap juga sering disebut juga dengan istilah raster
image. Gambar dibentuk oleh sekumpulan titik yang disebut dengan
pixel (picture element) dalam suatu grid. Titik-titik persegi berkumpul
seperti mosaic bergabung dan memiliki warna –warna tersendiri yang
membentuk gambar seperti terlihat pada layar monitor. Pixel berjajar,
baik vertikal maupun horizontal seperti yang terlihat pada gambar akan
terlihat pada pembesaran tertentu. Gambar bitmap merupakan resolution
dependent. Kualitas gambar bergantung pada banyak atau pixel yang
membentuk gambar atau yang disebut dengan istilah resolusi. Ukuran
yang dipakai dalam penentuan resolusi adalah dpi (dots per inch) atau
ppi (pixel per inch). Resolusi gambar bitmap yang terlihat pada layar
monitor menggunakan resolusi monitor 72 atau 96 ppi, meskipun
gambar memiliki resolusi 300 ppi.
Penentuan gambar untuk pencetakan berawal dari sini. Kebutuhan
gambar berkualitas tinggi diperoleh melalui proses input gambar dari
meda lain seperti scanner. Umumnya resolusi yang dibutuhkan untuk
menghasilkan detail gambar yang bagus 300 ppi. Meskipun demikian
ada beberapa aturan yang perlu diperhatikan dalam menentukan
resolusi gambar yang efektif dan efisien, yaitu berdasarkan jenis kertas
yang dipakai pada hasil cetakan. Standarisasi raster atau yang lebih
dikenal dengan istilah screen ruling untuk setiap jenis kertas berbedabeda.
Setelah screen ruling diketahui barulah kita menentukan resolusi
gambar bitmapnya. Umumnya penentuan resolusi gambar adalah dua
kali dari screen ruling. Ukuran yang digunakan adalah lpi (line per inch).
Pada tabel berikut akan terlihat penentuan image resolution pada
gambar bitmap.
162
Tabel 3.2. Penentuan Resolusi Gambar
Jenis Kertas Screen Ruling Image
Resolution
Kertas koran 65 - 86 lpi 170 dpi (2 x 85
lpi)
HVS 100 – 133 lpi 266 dpi (2 x 133
lpi)
Art paper 133 – 150 lpi 300 dpi (2 x 150
lpi)
Karena gambar bitmap sangat bergantung pada resolusi gambar
(resolution dependent), sangatlah sulit bagi kita untuk melakukan
pembesaran dan pengecilan pada gambar. Aktivitas tersebut akan
berpengaruh pada kualitas gambar. Pada pembesaran, gambar akan
membuat pixel baru dari pixel yang sudah ada sebelumnya atau yang
disebut dengan istilah interpolasi. Gambar menjadi out of focus atau
kabur. Sedangkan apabila kita melakukan pengecilan gambar, pixel-pixel
yang membentuk gambar akan berkurang dengan sendirinya. Aplikasiaplikasi
grafis yang berbasis bitmap diantaranya Adobe Photoshop Corel
Photo Paint, Jasc Paint Shop Pro, Micrografx Picture Publishier. Ulead
Photolpact, dan Microsoft Paint. Umumnya format yang digunakan oleh
gambar bitmap adalah BMP, GIF, JPEC/JPG, PNG, PICT (Macintosh),
PCX, TIFF, dan PSD (Adobe Photoshop).
3.3.2.2. Gambar Vektor
Gambar vektor dibuat melalui garis, kurva dan bidang secara
individual yang didefinisikan secara matematik. Setiap garis, kurva dan
bidang memiliki atribut berupa stroke, fill dan color yang dapat diubah.
Mengubah atribut tidak merusak atau mengurangi kualitas gambar
vektor, demikian juga memodifikasi bentuk dengan tool yang ada pada
163
aplikasi vektor, seperti skala dan rotasi. Gambar vektor tidak bergantung
pada resolusi (resolution independent). Itu sebabnya, Untuk itu
pembesaran dan pengecilan pada gambar vektor alam ukuran tak
terbatas tidak mempengaruhi dan tidak menyebabkan gambar menjadi
kabur atau out of focus.
Kondisi gambar akan tetap tajam baik di layar monitor maupun
kondisi gambar setelah dicetak. Keuntungan lain dari gambar vektor
adalah tidak memiliki warna background saat diimpor dengan aplikasi
lain. Terlihat pada gambar bintang di samping. Bintang memiliki bidang
persegi berwarna putih (background) yang mengelilingi gambar bintang,
sedangkan pada gambar vektor tidak. Dengan segudang
keuntungannya, gambar vektor memiliki kelemahan dalam
merepresentasikan gambar secara realistik seperti yang terdapat pada
foto. Detail yang dihasilkan masih kalah jauh dibandingkan dengan
gambar bitmap.
Gambar vektor akan terlihat bagus jika diperuntukkan untuk warnawarni
solid atau gradasi bukan contonous tone seperti foto.untuk itu
kebanyakan vektor image digunakan untuk membuat gambar-gambar
kartun yang memiliki nuansa flat atau warna-warna solid. Sekarang
setiap aplikasi yang berbasis vektor telah memiliki kemampuan untuk
mengolah gambar bitmap seperti layaknya aplikasi berbasis bitmap
dengan memanfaatkan berbagai texture filter, transparancy dan
sebagainya seperti pada aplikasi vektor. Aplikasi vektor juga memiliki
kemampuan mengubah gambar vektor menjadi gambar bitmap tanpa
menggunakan aplikasi konversi, seperti yang dilakukan oleh aplikasi
vektor sendiri dengan tracing tool dan beberapa aplikasi lainnya.
Aplikasi lain untuk konversi data, diantaranya Adobe Streamline
(Win/Mac),ImpressionX (Windows), AlgoLab Photo Vektor (Win), ArtLine
164
(Mac), AutoTrace (Win/BeOS/*nix), Integraph, LogoSpruce (Win/Mac),
dan RasterVect Software (Win).
Proses mengubah gambar vektor menjadi bitmap disebut dengan
rasterizing tanpa mengurangi kualitas gambar saat pembesaran maupun
pengecilan. Ada baiknya sebelum mengubah mengkonversi gambar
tersebut, simpanlah gambar vektor terlebih dahulu di lain waktu.
Konversi ini biasanya diperuntukkan untuk keperluan web design seperti
yang dilakukan oleh aplikasi flash. Format yang digunakan untuk
menyimpan gambar vektor, seperti ai (Adobe Illustrator), CDR (Corel
Draw), CMX (Corel Exchange), CGM computer Graphics Metafile, DRW
(Micrografix Draw), DXF AutoCAD, dan WMF Windows Metafile. Yang
termasuk dalam aplikasi vektor diantaranya Adobe Illustrator, Freehand,
CorelDRAW, Xara, serif DrawPlus, dan Harvard Draw.
4. Imposisi
Imposisi adalah tahap penggabungan beberapa halaman/film agar
ketika dicetak susunan halaman sesuai dengan yang direncanakan.
Gambar 3.16. Skema
165
Imposisi atau montase dapat dilakukan secara manual dan elektronik.
Kelemahan dari sistem manual, yang perlu diperhatikan, antara lain : (1)
perubahan dot karena harus melalui proses dikontak lagi ke pelat cetak,
(2) tidak menjamin kebersihannya, (3) sering terjadi misregister atau
ketidak akuratan karena kesalahan manusia, dan (4) waktu
pengerjaannya memakan waktu yang cukup lama. Imposisi sistem
elektronik penyusunannya secara digital. Penggunaan sistem ini hampir
tidak ada kelemahannya, kecuali jika menggunakan sumber daya
manusia yang kurang kompeten.
Gambar 3.17. Imposisi diatas layar monitor
166
Gambar 3.18. Peletakan nomor halaman sesuai karakteristik barang cetak (brosur, majalah, dll.) yang dibuat
Gambar 3.19. Contoh imposisi
167
Imposisi elektronik membutuhkan waktu yang relatif singkat karena
penyusunannya secara digital, seandainya ada kesalahan
penggabungan yang kurang sesuai bisa diedit secara cepat.
Pengecekannya juga dapat dilihat langsung dilayar monitor. Ketepatan
cetaknya dapat dipastikan register karena dikerjakan secara digital. Jika
imposisi sistem manual, penggabungan film separasi dan hitam putih
melalui tahapan yang berbeda, tentunya lebih lama yang film separasi.
Sedangkan pada imposisi elektronik penggabungan halaman full colour
dengan hitam putih tidak berbeda dan mudah untuk dikerjakan. Software
yang sering digunakan untuk melakukan imposisi seperti QuarkXtension,
DK&A Imposition, Impose (Barco), Signastation (Heidelberg), dan lainlain.
5. Memproses data digital menjadi film
Pada gambar 3.20. diperlihatkan proses data masuk kemudian
diolah dilanjutkan di layout dan halaman di imposisi sesuai jenis
pekerjaan setelah semuanya selesai, proses selanjutnya adalah
melakukan proofing. Setelah dikoreksi dan dinyatakan benar, maka data
168
digital tersebut diproses untuk dibuat film atau pelat atau dicetak
dengan mesin cetak digital.
Pemrosesan data digital hingga menjadi film melalui media yang
barnama RIP atau raster image processor. RIP ini sebagai penerjemah
bahasa yang ada dikomputer yang berupa data digital menjadi terbaca
oleh Imagesetter (lihat gambar 3.20 dan 3.21).
Gambar 3.20. Diagram proses input data-desain-imposisi-hingga
pencetakan
Gambar 3.21. Diagram alur proses kerja PostScript-
RIP
169
Gambar 3.22. Intregrasi text, graphics, picture, dan
layout
170
Imagesetter
Gambar 3.23. Skema kerja dari proses data hingga
menjadi film
Proof
Gambar 3.24. Sistem digital proofing yang terkoneksi dengan mesin cetak (DCP 9000/QM-DI, Kodak/
Heidelberg)
171
BAB IV
FOTO REPRODUKSI (FILM MAKING) dan PLATE MAKING
Akselerasi teknologi di bidang prepress melaju dengan sangat
cepat. Produsen mesin-mesin pre-press berlomba untuk membuat mesin
yang diproduksi semakin efektif dan efisien. Fenomena ini tentunya
“mengenakkan” pelaku bisnis di bidang grafika mempunyai banyak
pilihan khususnya bagi pengusaha yang bermodal besar. Konsumenpun
diuntungkan, karena dari sisi waktu pengerjaannya lebih cepat, kualitas
cetakan lebih baik, dan tentunya harganyapun juga bersaing.
Percetakan-percetakan di Indonesia masih banyak ditemui
menggunakan plate processor untuk memproses film menjadi acuan
siap cetak. Karena investasi untuk menggunakan teknologi Computer to
Plate sangat besar dan karakteristik pekerjaannya belum cocok untuk
menggunakan teknologi tersebut. Berbeda dengan penggunaan
teknologi image setter, yang digunakan untuk mentransfer data digital
(dari komputer) menjadi film, masih banyak ditemui. Disamping harganya
terjangkau, teknologi image setter lebih fleksibel untuk digunakan
berbagai karakteristik pekerjaan, khususnya yang berkaitan dengan
oplag.
Sebelum teknologi image setter berkembang luas di pasaran,
proses pembuatan film dari data komputer dipindahkan dulu melalui
media kertas atau yang dikenal dengan Computer to Paper kemudian
diproses dengan menggunakan kamera reproduksi baik itu kamera
vertikal maupun horizontal untuk dipindahkan menjadi film dengan
pengembangan manual atau dengan menggunakan film processor.
Teknologi ini sudah semakin ditinggalkan oleh perusahaan percetakan,
karena prosesnya membutuhkan waktu yang lama juga hasilnya kurang
maksimal. Pembesaran titik raster (dot) menjadi semakin besar karena
adanya tahapan demi tahapan yang harus dilalui.
172
Penggunaan kamera vertikal maupun horizontal masih banyak
dijumpai pada percetakan-percetakan yang mengkhususkan pada jenis
atau macam cetakan yang beroplag sedikit atau cetakan-cetakan
khusus, misalnya pembuatan stempel, acuan untuk foil, dan sebagainya.
Untuk mengetahui teknologi ini, sebagai dasar keilmuan memahami
teknologi yang berkembang pesat sekarang, dibawah ini diuraikan
proses dari data yang dihasilkan komputer berupa kertas menjadi film
yang siap ditransfer ke pelat cetak.
Model kamera dapat digolongkan menjadi 3 yaitu :
a. model garis (line copy), model garis meliputi semua pekerjaan
yang terbentuk dari garis-garis dan bidang-bidang dengan nada
tunggal. Tidak terdapat bidang-bidang bayang-bayang atau
gradasi nada. Misalnya : cetak percobaan teks yang bersih atau
hasil set foto, gambar coretan pena, peta-peta dan karikatur, fotofoto
afdruk yang sudah diraster.
b. model nada lengkap (halftone copy), model nada lengkap meliputi
segala pekerjaan yang mempunyai gradasi atau variasi nada.
Contohnya : semua foto orang, gedung-gedung, pemandangan
dan lain sebagainya., lukisan minyak yang artistik, gambar
bernada.
c. model warna (colour copy), model warna meliputi semua model
berwarna, baik garis maupun nada lengkap (seperti a & b).
1 2 3 4 5 6
Keterangan :
1 = Model (kertas)
2 = Expose film
3 = Pengembangan film
4 = Montase film
6 = Expose pelat
6 = Pengembangan pelat
Gambar 4.1. Proses pembuatan film
konvensional
173
1. Kamera Vertikal dan Kamera Horisontal
1.1. Kamera Vertikal
Kamera ini terkenal dengan ukuran-ukuran sedang, berkisar
antara 30 x 40 cm sampai 45 x 60 cm. pada kamera ini rel terpasang
secara vertikal. Papan model berada
di ujung bawah dekat lantai dan papan
film berada di atas sehingga petugas
dapat melihat ke bawah ke gambar
pada kaca periksa. Kelebihan dari
kamera vertikal ialah karena tidak
banyak memakan tempat karena
bentuknya yang vertikal. Lensa
obyektif dan prisma kamera vertikal
umumnya ada di bagian depan dan
terpasang pada statif semacam tiang
dan baja. Di muka statif terdapat bidang model (copy board) yang
melalui penghantar dapat digerakkan naik turun dengan bantuan roda
pemutar yang ada di belakang kamera.
Selain naik turun, bidang model dapat juga digerakkan ke kiri dan
ke kanan. Lampu untuk penerangan model ada di samping bidang
Keterangan :
1. bidang periksa
2. papan film dengan punggung
vakum
3. cupak
4. bidang obyektif
5. cermin
6. lampu
7. papan model
8. panel periksa
Gambar 4.2. Skema kamera vertikal tampak
samping
Gambar 4.3. Perspektif kamera
vertikal
174
model dan terpasang menjadi satu dengan bidang model; hal ini untuk
mengatur agar jarak dengan model tetap sama sedangkan bidang
yang diterangi mendapat intensitas cahaya yang tidak berubah. Di
bagian belakang kamera vertikal terdapat :
a. Roda-roda pemutar untuk menggerakkan bidang model dan lensa
obyektif guna penyetelan ketajaman bayangan,
b. Sakelar lampu, tombol untuk membuka penutup lensa dan
mekamik untuk mengatur besar diafragma,
c. Kaca susu bidang bayangan yang dapat dibuka semacam
jendela.
Menyetel ketajaman
bayangan menurut format
Keterangan :
1. papan film dengan punggung
vakum
2. panel pemeriksa
3. handel pemeriksa
4. cupak
5. bidang obyektif
6. lampu
7. papan model
Gambar 4.4. Skema kamera vertikal tampak
depan
175
dilakukan dengan jalan memutar roda-roda yang menggerakkan
bidang model dan lensa. Ketajaman akan dihasilkan apabila jarak
antara bidang model dan lensa serta jarak antara lensa dan bidang film
sudah sesuai menurut titik api lensa. Kamera vertikal yang lebih
modern sudah dilengkapi dengan skala perbandingan, sehingga untuk
pengecilan maupun pembesaran yang dapat dicapai dengan kamera
vertikal sangat terbatas.
Perbandingan
reproduksi yang
dapat dicapai
umumnya berkisar
antara 30% sampai
dengan 150%,
kecuali kamera yang
lebih modern yang
dilengkapi dengan
dua obyektif, masing-masing berbeda
titik apinya dan digunakan bergantian
menurut keperluan, sehingga
memungkinkan pembebasan dari 20%
sampai dengan 200%. Bentuk kamera
vertikal yang modern pun bermacammacam.
Di samping bentuk yang tidak
diuraikan di atas, ada juga bentuk
almari persegi, dimana bidang model
dan bidang film berhadapan di antara
lensa.
Gambar 4.6. Bidang Model
Gambar 4.7. Jalan sinar pada jenis kamera
vertikal
176
Bagian-bagian kamera yang pokok kamera reproduksi adalah
lensa, cupak, badan kamera, papan model dan lampu-lampu. Dan
masih banyak bagian-bagian dan perlengkapan tambahan lainnya
pada kamera khusus.
1.1.1. Lensa
Lensa merupakan suatu susunan kaca-kaca optis yang tergabung
membentuk satu laras.
1.1.2. Jarak titik api (Focal Length)
Jarak titik api dinyatakan
dengan inci dan menunjukkan
jarak antara pusat lensa
(dimana cahaya-cahaya yang
dibiaskan memusat) terhadap
titik api (f) suatu lensa atau
sistem lensa-lensa, dimana
gambar pertama dapat dilihat
tajam(in focus).
Gambar 4.8. Macam-macam lensa
Gambar 4.9. Jarak titik api dengan
fokus
177
1.1.3. Diafragma
Diafragma (bukaan
cahaya) terdiri dari
beberapa kepingan logam
yang saling menindih
dalam susunan berbentuk
lingkaran dan dapat
digeser untuk
membesarkan ataupun
mengecilkan lobang,
terletakdi dalam gabungan
lensa. Kalau gelang pengatur diafragma digerakkan ke kanan atau ke kiri
akan nampak kepingan-kepingan itu bergerak melebar atau menyempit,
membentuk tabir bulat dengan bagian tengahnya berlobang (aperture)
selebar menurut ukuran yang dikehendaki untuk memungkinkan cahaya
lewat lensa. Setiap bukaan ini dinyatakan dengan f/-, misalnya f/5.6 f/8
f/11 f/16 f/22 f/32 f/45. Angka-angka itu menyatakan garis tengah bukaan
diafragma sebagai bagian dari jarak titik api tersebut, misalnya lensa
dengan jarak titik api 16 inci yang dibuka selebar f/32 punya panjang
garis tengahnya ½ nya daripada kalau lensa dibuka penuh. Makin besar
angka f/.nya makin kecil bukaannya. Untuk pengecilan atau pembesaran
Gambar 4.10. Skema penampang lintang lensa
proses
Gambar 4.11. Cara kerja diafragma
iris
178
f/. harus berbeda-beda sehingga waktu penyinaran dapat secara relatif
tetap.
1.1.4. Shutter (penutup)
Digunakan untuk mengatur waktu penyinaran dengan pertolongan
pengatur waktu (timer) elektronis yang dapat disetel untuk jangka waktu
sekian detik atau menit.
1.1.5. Cermin
Kamera kecil yang
biasa menghasilkan negatif
yang terbaca terbalik.
Kamera-kamera vertikal
yang lebih besar
menggunakan cermin untuk
membalikkab gambar sehingga dapat menghasilkan negatif yang
terbaca terbalik atau yang terbaca benar sebagaimana dikehendaki.
1.1.6. Badan Kamera
Badan kamera terdiri dari kaca periksa yang berguna untuk
mencari ketajaman (memfokus) dan mengatur gambar sebelum
menyinari film. Papan film dapat berlapis ramuan perekat pada
permukaan yang rata atau dapat juga mempunyai punggung vakuum,
yang akan menyedotn film rata pada permukaannya. Alat-alat pengontrol
terdiri dari 2 pita baja atau sekrup yang mempunyai tanda-tanda
penunjuk posisi yang benar dari lensa dan bidang model. Alat kontrol
yang lain adalah pengatur waktu elektris untuk mengatur waktu
penyinaran dan skakelar-skakelar untuk menjalankan pompa vakuum.
Gambar 4.12. Cermin
pembalik
179
Gambar 4.13. Kamera
vertikal
Gambar 4.14. Tipe kamera vertical
a. kamera vertical kompak
b. contoh kamera kompak
c. kamera vertical dengan beam
deflection
180
Gambar 4.15. Kamera vertical tampak
depan
181
Keterangan :
1. bidang periksa
2. papan film dengan
punggung vakum
3. cupak
4. bidang obyektif
5. lampu
6. papan model
7. dasar kamera
8. panel periksa
Gambar 4.17. Skema jarak screening pada kamera
reproduksi
1.2. Kamera Horisontal
Kamera ini berbentuk horisontal atau tegak memanjang.
Berbeda dengan kamera vertikal,
kamera semacam ini memerlukan
tempat lebih banyak. Kamera ini
mempunyai rel yang diatasnya
terletak bidang model bisa
digerakkan mundur maju. Bagian
obyektif yang berhadapan dengan
bidang model berada di atas rel yang
sama dan dapat pula digerakkan
maju mundur.
Kamera ini mempunyai papan
model geser pada sebuah ujung rel
yang horisontal sedang di ujung lain
terpasang papan film. Lensa dapat dipasang antara kedua ujung rel
itu. Kamera horisontal dibuat dalam berbagai ukuran, menurut ukuran
film terlebar yang dapat dimuat yang berkisar dari 40 x 50 cm sampai
120 x 120 cm atau lebih besar lagi.
Bidang film kamera horisontal
Gambar 4.18. Skema kamera
horizontal
182
umumnya ada di dalam kamar gelap, sedangkan bagian lensa dan
bidang model ada di luar. Seperti halnya dengan kamera vertikal,
lampu penerangan dari kamera ini
juga terpasang
menjadi satu dengan
bidang model. Kamera
vertikal maupun kamera
horisontal yang modern dilengkapi dengan pompa vakum; hal ini agar
film yang dipasang melekat dengan rata pada bidang film untuk
mencegah penyimpangan pembentukan gambar. Untuk mengontrol
ketajaman bayangan maupun ukuran, kamera ini dilengkapi dengan
kaca susu (ground glass) yang dapat dibuka tutup semacam jendela.
Dengan kaca susu ini bayangan gambar diperiksa dahulu ukuran dan
Gambar 4.20. Kamera
horizontal
183
ketajamannya, dan setelah itu kaca susu dibuka kembali, kemudian
baru dilakukan pemotretan.
Gambar 4.21. Bagian-bagian kamera
horizontal
184
Untuk pemotretan model asli yang tembus cahaya, pemotretan
dapat juga dilakukan dengan kamera horisontal, hanya dalam hal ini
cahaya harus disinarkan melalui belakang bidang model setelah alas
dasar hitam bidang model dilepas terlebih dahulu. Ada pula kamera
horisontal yang dilengkapi dengan dua bidang model, satu untuk
model tembus cahaya dan satu lagi untuk model tidak tembus
cahaya yang dalam pemakaian dapat diganti-ganti menurut
keperluan.
Gambar 4.22. Bagian-bagian kamera
horizontal
185
1.3. Persyaratan Kamera Reproduksi
Mengingat banyaknya kamera reproduksi yang terdapat di
pasaran yang terdiri dari bermacam-macam merk dan jenis, maka di
dalam menentukan pemilihan kamera, juru kamera terkadang
bingung untuk menentukan sikap, kamera manakah yang lebih baik
untuk memenuhi kebutuhan pekerjaannya. Untuk menentukan
kamera mana yang baik, ada beberapa pertimbangan yang dapat
dijadikan pedoman, antara lain :
a. Stabilitas konstruksi
Konstruksi kamera harus sedemikian rupa, sehingga walaupun
sering dipakai dalam jangka waktu yang lama, tidak terjadi
keausan ataupun perubahan pada alat-alat atau bagian-bagian
kamera.
Hal itu dapat mengganggu pemotretan, sehingga pembuatan
negatif yang berturut-turut dari satu model, menghasilkan
ketajaman yang berbeda-beda pada hasil pemotretan.
b. Ketepatan
Gambar 4.23. Kamera horizontal menempati dua
kamar
186
Bagian-bagian yang dapat bergerak, umpamanya bidang film,
bidang obyektif dan bidang model, harus dengan leluasa dapat
digerakkan meluncur tanpa ada speling dalam keadaan tegak
lurus horisontal maupun vertikal. Di samping itu untuk
mendapatkan ketetapan kembali apabila terjadi keausan, harus
ada keleluasaan untuk segera dan dengan mudah dapat
mengganti sesuatu suku cadang (komponen).
c. Bebas Getaran
Untuk mendapatkan hasil reproduksi yang tajam, sudah barang
tentu kamera harus bebas dari getaran. Hal ini dapat diusahakan
dengan memasang alat tahan getaran pada bagian kaki kamera
atau membuat fondasi yang tahan getaran.
d. Obyektif
Untuk menyatakan bahwa obyektif kamera reproduksi baik,
syaratnya cukup tinggi, antara lain : mempunyai daya pemisah
yang sempurna, bebas dari penyimpangan bayangan, dapat
mencegah penguraian warna dan bebas dari pantulan.
Hanya obyektif dengan mutu terjamin serta memenuhi
persyaratan itu mempunyai ciri dengan sebutan “apo” yang
diteruskan dengan nama pabrik, umpamanya : apo ronar, apo
tessar dan sebagainya.
187
2. Menyetel Ketajaman Bayangan
Sebagaimana telah kita ketahui, dasar penyetelan ketajaman
pada pengecilan maupun pembesaran tergantung dari jarak antara
bidang bayangan dan bidang benda; dalam hal ini perlu diperhatikan
jarak titik api obyektif.
Hubungan satu sama lain dapat dihitung dengan memakai rumusrumus
sebagai berikut :
a. Rumus lensa :
f a u
1 1 1
b. Rumus perbandingan
n (pembesaran) n =
a
u
n (pengecilan)
c. Jarak model – lensa : a = f
n
(1 1)
Jarak emulsi –lensa :u = (1+n) f
3. Perbandingan Reproduksi
Kekuatan cahaya yang melalui obyektif mengenai fil, ditentukan
oleh perbandingan model yang akan dipotret. Apabila model akan
diperkecil secara fotorafis, maka jumlah cahaya yang ada akan
menyinari suatu permukaan yang kecil dari film dan sebaliknya apabila
Keterangan :
AB = model
A’B’ = bentuk bayangan
O = sumbu optis obyektif
F = titik api
a = jarak bidang benda
u = jarak bidang
bayangan
Gambar 4.24. Menyetel ketajaman
bayangan
188
diperbesar, maka jumlah cahaya tersebut akan menyinari suatu
permukaan yang besar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kalau model dalam
pemotretannya diperkecil, waktu penyinaran yang dperlukan menjadi
lebih pendek dan seterusnya apabila diperbesar, memerlukan waktu
penyinaran yang lebih lama.
Untuk mempermudah menghitung waktu penyinaran pada pengecilan
maupun pembesaran maka rumus di bawah ini sangat membantu.
Dalam menggunakan rumus ini terlebih dahulu dipastikan tidak adanya
perubahan-perubahan pada kamera, umpamanya kekuatan cahaya
(jangan mengubah jarak lampu) dan lubang diafragma (gunakan lubang
diafragma yang tetap).
1 2
2
2
2
1 (n 1) : (n 1) waktu : waktu
Dimana :
1 waktu = waktu penyinaran yang sudah diketahui
1 n = skala yang menjadi pedoman (100%)
2 waktu = waktu penyinaran yang dicari
2 n = perbandingan baru
Sebelum menggunakan rumus, terlebih dahulu harus diketahui
waktu penyinaran yang tepat pada perbandingan sama besar (100%)
dengan diafragma tertentu. Bila waktu penyinaran untuk suatu
pemotretan 100% telah menghasilka negatif yang memuaskan dengan
waktu 40 detik dan f 16,maka waktu penyinaran ini dijadikan pedoman
untuk pemotretan-pemotretan selanjutnya.
189
4. Bahan Peka
Film grafika dapat dibagi dalam dua
kelompok utama :
a.film lith
b.film nada penuh
Sebelum memerinci
sifat dan penggunaan
kedua jenis film itu, lebih
dahulu diberikan ikhtisar susunan film grafika.
4.1. Lapisan Pelindung
Inilah lapisan tipis untuk melindungi lapisan emulsi di bawahnya
terhadap kerusakan mekanis.
Selain itu lapisan ini mempunyai
tujuan guna mencegah timbulnya
cincin Newton. Meskipun lapisan
khusus ini telah ada, kadangkadang
cincin Newton itu masih
dapat terjadi, misalnya bila
kelembaban relatif dalam kamar gelap terlampau tinggi dan filmnya
tertekan dengan hampa udara yang terlampau kuat.
Gambar 4.25. Struktur
film
Gambar 4.26. Struktur film
190
4.2. Lapisan Emulsi
Ialah lapisan terpenting pada film dan terdiri dari butir-butir
perak halo genida yang peka cahaya. Lapisan ini biasanya terdiri
dari campuran beberapa jenis emulsi yang ciri-ciri khasnya telah
ditentukan.
Susunannya bervariasi menurut penggunaan filmnya :
- Emulsi yang sangat peka umumnya berbutir lebih kasar
dari emulsi yang kurang peka. Dapat dikatakan bahwa
makin besar butiran peraknya, makin peka emulsinya.
- Emulsi yang terdiri dari kumpulan butir yang beraneka
besarnya, mempunyai gradasi yang lunak.
- Emulsi yang terdiri dari butir yang besarnya hampir sama,
mempunyai gradasi yang keras.
Pengolahan emulsi fotografi merupakan suatu pekerjaan yang
meminta ketelitian dan waktu lama. Untuk itu diperlukan proses kimia
yang sangat rumit. Pengolahan emulsi fotografi dapat dibagi dalam
lima tahap :
a. Pengendapan perak halogenida dalam selatin
b. Pematangan secara fisik
c. Pencucian emulsi
d. Pematangan secara kimia
e. Pengerjaan akhir emulsi
Sudah barang tentu, bahwa untuk kemantapan emulsi, harus
dikenakan persyaratan yang sangat tinggi, sehingga seorang
jurupotret reproduksi waktu beralih pada nomor emulsi yang lain,
tidak akan dihadapkan dengan hal-hal di luar dugaan.
4.3. Lapisan Substrat
Adalah lapisan khusus yang gunanya untuk merekat-eratkan
emulsi atau lapisan punggung (anti halo) pada lapisan dasar.
191
4.4. Lapisan Dasar
Adalah lapisan film grafika yang biasanya terdiri dari triaserat
atau poliester. Film triasetat tidak selalu tetap ukuran, tetapi baik
sekali untuk pengerjaan hitam puih biasa. Untuk pengerjaan yang
memerlukan ukuran tetap yang sangat teliti (misalnya untuk
pemisahan warna, kartografi dan sebagainya) ternyata film
dengan dasar poliester di dalam praktek sedemikian stabil atau
mantap hingga dapat dipakai di mana-mana dengan hasil sangat
baik. Karena itu, pelat kaca hanya dipergunakan dalam hal-hal
yang sangat khusus.
Tebal lapisan dasar berperan juga dalam membuat kopi film
yang harus dibuat kopinya melalui punggung, sebaiknya lapisan
dasarnya setipis mungkin. Dengan demikian gambarnya akan
menjadi lebih tajam.
4.5. Lapisan Anti Halo
Adalah lapisan khusus yang diletakkan pada punggung film
grafika. Lapisan ini diwarnai dengan bahan warna tertentu yang
sifat spektrumnya dipilih sedemikian, hingga sinar yang selama
penyinaran menembus emulsi, semuanya diserap dan tidak
dipantulkan pada sisi bawah lapisan emulsi (gejala halo!)
192
Tebal dan sifat fisik lapisan anti halo itu ditetapkan, hingga
tegangan-tegangan yang terjadi dalam lapisan emulsi, pada
waktu pengerjaan akhir film dapat dikompensasi, sehingga
filmnya tetap datar. Bahan warna lapisan anti halo itu akan hilang
seluruhnya pada waktu pencucian. Film grafika dalam pasaran
dapat diperoleh sebagai film datar dengan ukuran baku atau
sebagai rol dengan bermacam ukuran panjang dan lebar.
Gambar 4.27. Kepekaan film terhadap
cahaya
193
5. Bahan-bahan Kimia untuk Fotografi
5.1. Cairan Pengembang (Developer)
Jika kita memotret sebuah model asli, maka gambar yang terekam
pada emulsi film masih merupakan gambar yang tersembunyi (latent
image). Ini berarti bahwa gambar tersebut belum kelihatan. Untuk
mengubah gambar/image tersebut menjadi suatu gambar yang dapat
dilihat, gambar tersebut perlu diproses terlebih dahulu, yaitu
dikembangkan/didevelop di dalam cairan pengembang.
Pengembangan pada film akan mengubah atom perak dari perak
hologenida yang telah terkena cahaya (tersinari), menjadi perak metalik
yang hitam
warnanya.
Setelah
pengembangan
dianggap cukup,
film perlu
dimasukkan/
dicelupkan ke
Gambar 4.27. Kepekaan film terhadap dalam cairan
cahaya
Gambar 4.28. Film developer in tray
design
194
penghenti (stop bath), kemudian dimantapkan dan seterusnya dicuci
dalam air yang mengalir lalu dikeringkan.
Bahan-bahan cairan pengembang
Pada umumnya cairan pengembang mengandung bahan-bahan seperti
berikut :
5.1.1. Bahan Pengembang
Bahan ini diperlukan untuk mereduksi bagian-bagian emulsi
yang terkena cahaya. Bahan pengembang ini adalah bahan-bahan
yang sangat mudah memberikan elektron di dalam reaksi. Secara
sederhana reaksi yang terjadi dapat digambarkan :
Ion perak Ag+ + Electron = Ag/perak (hitam)
Bahan-bahan yang biasa dipilih sebagai bahan pengembang adalah
metol, hydroquinone dan phehidone.
Bahan-bahan tersebut biasanya digunakan bersama-sama
dalam campuran metol-hydroquinone atau phenidone-hydroquinone,
oleh karena itu apabila hydreoquinone digunakan bersama dengan
salah satu dari bahan metol atau phenidone, akan memperlihatkan
sifat-sifat pengembangan yang lebih baik daripada apabila digunakan
sendiri-sendiri.
Dengan bahan pengembang tersebut, sebuah film yang cukup
mendapat penyinaran akan menghasilkan densitas bagian gelap,
nada tengah dan bagian terang (shadow,mod-tone, dan highlight
density) yang baik dalam waktu pemrosesan yang praktis (tidak
terlalu lama)
5.1.2. Pemercepat (aselerator)
Bahan pengembang (developing agent) hanya bisa bekerja
dengan aktif apabila ada di dalam cairan bahan alkali. Dengan
adanya bahan alkali ini waktu pengembangan dapat dipersingkat.
th deep tank
195
Karena itu bahan alkali yang terdapat di dalam cairan pengembang
dinamakan acelerator)
Bahan-bahan alkali yang digunakan biasanya antara lain:
Boraks (Borax) - pH9
Sodium karbonat (sodium carbonat) - pH10
Kaustik soda (caustic Soda)
Catatan :
Ph = adalah ukuran keasaman dan keahlian sesuatu bahan dan
dinyatakan dengan angka 0 -14
pH = 7 berarti normal
pH > 7 berarti alkali
Ph < 7 berarti asam.
5.1.3. Penahan (restrainer)
Selama pengembangan sebagian dari perak halogenida yang
tidak terkena cahaya (unexposed area) juga cenderung turut
terkembangkan sebelum pengembangan mencapai tingkat yang
diinginkan.
Gambar 4.30. Diagram skematis film
processor
196
Hal ini adalah tidak diinginkan dan dapat dikurangi dengan
menambahkan sedikit bahan penahan dan cairan pengembang,
misalnya potasium bromida. Bahan ini akan menahan aktivitas
pengembangannya
5.1.4. Pemelihara (preservative)
Bahan pengembang dalam campuran air terutama dengan adanya
bahan alkali, akan cepat berubah dengan warna kecoklatan,
kehila
ngan
daya
penge
mban
gnya
dan
akan
meny
ebabkan pengotoran pada emulsi film. Ini disebabkan karena telah
terjadi oksidasi pada cairan tersebut.
Untuk mengatasi hal ini biasanya ditambahkan bahan pengawet
misalnya (sodium sulphite) yang akan mencegah terjadinya oksidasi
dan memelihara cairan tetap bersih.
5.1.5. Pelarut (solvent)
Bahan pengembang biasanya berupa bubuk. Karena itu sebelum
dapat digunakan perlu terlebih dahulu dilarutkan menjadi cairan
dengan air.
5.2. Jenis-jenis Cairan Pengembang (Developer)
Ada 2 jenis yaitu :
1. cairan pengembang untuk nada penuh (continous tone)
Gambar 4.31. Pengembangan film secara
manual
197
cairan ini terdiri dari satu macam dan dapat digunakan tanpa
dicampur (full strength) atau dicampur dengan air/dilemahkan
menurut kebutuhan,misalnya Ilford I.D. 2, Kodak DK 50, D.11 dan
sebagainya.
2. cairan pengembang untuk bahan lith
cairan ini terdiri dari 2 bagian yang terpisah, dan baru dicampur
sesaat sebelum digunakan. Hal ini perlu diperhatihan berhubung
cairan pengembang tersebut keadaannya menjadi tidak stabil
apabila telah dicampur, artinya daya kerjanya akan berangsurangsur
kurang. Ciri dari cairan pengembang jenis ini adalah
bekerja kontras dan menghasilkan pinggiran batas yang tajam,
misalnya Kodalith A dan B dan super developer.
5.3. Cairan Penghenti (Stop Bath)
Cairan ini dimaksudkan untuk menghentikan/menyetop bekerjanya
pengembangan. Ini digunakan pada tahapan antara pengembang dan
fixing dan cairan itu akan segera menyetop dengan serempak dan
merata kerja pengembangan.
2 (dua) fungsi utamanya adalah :
1. memungkinkan pengontrolan yang cermat terhadap
pengembangan yang telah terjadi pada film.
2. mencegah turut terbawanya developing agents yang aktif oleh
jelatin film ke dalam cairan fixer, yang mana dapat menimbulkan
dicroic fog.
Stop bath yang paling sederhana adalah air. Pada film yang telah
dikembangkan, sisa-sisa cairan pengembangnya yang terdapat pada
emulsi film sebagian besar akan terbasuh bersih apabila film dicelupkan
ke dalam air untuk kira-kira ½ jam sampai 1 menit. Di sini sebenarnya
proses pengembangan tidak terhenti sama sekali melainkan hanya
198
diperlambat. Akan tetapi hal ini masih lebih baik daripada tidak
digunakan stop bath sama sekali.
Apabila dikehendaki penghentian pengembangan dengan cepat,
maka sebaiknya digunakan adalah cairan pengembangan yang
mengandung asam. Cairan ini akan menetralisir bekerjanya bahan
pengembang dengan segera dan dengan demikian menghindarkan
kemungkinan terjadinya dichroic fog pada waktu film difixer. Asam yang
digunakan antara lain asam asetat, asam citrat dengan kadar keasaman
2-5%.
5.4. Cairan untuk Fixing
Bagian-bagian dari emulsi film yang tidak terkena penyinaran tidak
berubah menjadi perak metalik pada waktu film dikembangkan
(didevelop). Bagian ini masih mengandung lapisan perak halogenida dan
masih tetap peka terhadap cahaya. Apabila dibiarkan bagian tersebut
lambat laut akan menjadi hitam dan mengkaburkan seluruh gambar.
Proses ini menghilangkan/membuang lapisan perak halogenida yang
tidak tersinari inilah yang disebut fixing.
Ada 4 (empat) jenis fixer :
1. Hypo biasa
2. Acid fixer
3. Acid hardering fixer
4. Rapid fixer
Kalau hypo biasa yang digunakan untuk fixing, maka perlu
digunakan acid stop bath (bukannya air) yaitu untuk mencegah
terjadinya pengotoran karena oksidasi dan dichroic fog. Kadar hypo
dalam cairan fixing ini biasanya antara 20-40%. Jika digunakan acid
fixer, keasamannya harus dijaga agar sekedar cukup untuk menetralisasi
bahan pengembang, akan tetapi tidak cukup kuat untuk memutihkan
silver image dari film. Seandainya diperkirakan bahwa suhu air untuk
199
mencuci film diakhir proses ataupun suhu pada waktu mengeringkan film
adalah cukup tinggi sehingga mungkin menyebabkan rusaknya jelatin
film, maka pada filter dapat ditambahkan bahan pengeras jelatin. Pada
umumnya bahan tersebut adalah chrome atau potassium alum. Jika
kecepatan waktu lebih diutamakan maka digunakan rapid fixer. Biasanya
adalah 20% ammonium thiosulphate atau menambahkan ammnium
chlorida pada fixer yang biasa.
5.5. Cairan Pengeras (Hardener)
Fungsi dari bahan pengeras/hardener adalah :
1. untuk mengurangi menggembungnya jelatin dari emulsi film pada
pemrosesan lebih lanjut.
2. meninggikan ketahanan jelatin terhadap goresan.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai pengeras adalah potassium
alum, K2SO4, Al2 (SO4),24H2O, atau chrome alum K, SO4, Cr (SO4),
24H2O dan dicampurkan pada fixer. Bahan ini apabila tergabung
dengan jelatin akan meninggikan titik cair jelatin dan menambah
ketahanan terhadap goresan.
5.6. Cairan Pelemah (Reducer)
Pelamahan (reduction) adalah membuang atau mengurangi perak
yang terdapat pada gambar (image) dari hasil pengembangan karena
kelebihan penyinaran ( atau terlalu lama) waktu mengembangkan.
Proses ini dapat diterapkan pada gambar (image) jenis garis (line), nada
lengkap (halftone) dan nada penuh (contonous tone), misalnya untuk
gambar-gambar yang terlalu tinggi densitasnya, terlalu kontras atau
terselubung pinggirnya. Ada 3 jenis pelemah (reduction) :
1. pelemah permukaan (surface atau subtractive)
jenis ini mengurangi densitas yang sama besarnya di seluruh
bagian gambar, jadi tidak mengurangi kontras. Jenis ini sangat
cocok diterapkan untuk gambar garis dan nada lengkap. Bahan
200
yang digunakan adalah “Farmer’s reducer” yang terdiri dari 2
campuran yaitu campuran A dan campuran B.
2. pelemah sebanding (propotional)
jenis ini bekerja secara proporsional, artinya akan mengurangi
densitas yang sama prosentasenyadi seluruh bagian gambar.
Apabila besarnya prosentase pengurangan = 20% misalnya di
bagian yang mempunyai densitas 1.0 akan berkurang 2, sedang
di bagian yang mempunyai densitas .1 akan berkurang .02. Jenis
pelemah (reducer) ini mengurangi tidak hanya densitas, tetapi
juga kontras. Dengan demikian tidak cocok untuk gambar garis
dan nada lengkap.
3. pelemah banding tinggi (super propotional)
jenis pelemah ini akan mengurangi densitas lebih banyak (bekerja
lebih kuat) di bagian yang mempunyai densitas tinggi daripada di
bagian yang mempunyai densitas rendah. Ia akan menghasilkan
pengurangan kontras yang banyak. Tidak cocok untuk digunakan
bagi gambar garis ataupun nada lengkap.
Catatan :
Farmer’s reducer terdiri dari 2 bagian, yaitu Bagian A dan bagian
B.
Bagian A :
Air (hangat) - 500 cc
Potassium ferisianida - 50 gram
Air untuk menjadikan - 1000 cc
Bagian B :
Air hangat - 500 cc
Potassium ferisianida - 250 gram
Air untuk menjadikan - 1000 cc
201
Larutan A dan larutan B harus disimpan terpisah, dan baru
dicampur sesaat akan digunakan.
Untuk penggunaan harus dicampur dahulu :
1 bagian dari larutan A
4 bagian dari larutan B
15 bagian air.
Apabila bekerjanya terlalu lambat, airnya dapat dikurangi menjadi
8 bagian saja.
5.7. Cairan Penguat (intensifier)
Kadang-kadang karena keadaan dapat terjadi bahwa negatif yang
dihasilkan agak kurang kehitamannya, misalnya karena kurang
penyinaran waktu pemotretan atau kurang cukup waktu
mengembangkannya. Dalam hal demikian negatif dapat diperbaiki
dengan menggunakan cairan penguat (intensifier).
Jenis penguat yang biasa digunakan antara lain penguat merkuri
(mercury intebsifier). Resep dari bahan kimia tersebut adalah :
Potassium bromida - 22,5 gram
Merkuri khlorida - 22,5 gram
Air untuk menjadikan - 1000 cc
Untuk menggunakannya,
pertama-tama negatif harus
diputihkan (bleach) terlebih
dahulu dengan campuran bahan
kimia tersebut diatas, kemudian
dicuci bersih. Sesudah itu barulah
negatif tersebut dihitamkan
dengan mencelupkannya ke
dalam cairan larutan sulfit
Gambar 4.32. Film processor merk Tung (sulphite) 10%, cairan
Shung
202
pengembang biasa atau cairan larutan aminia 10%.
6. Cara kerja filter
Filter akan meneruskan cahaya dengan warna yang sama dengan
warnanya sendiri dan akan menyerap berkas cahaya warna-warna yang
lain. Pada fotografi pemisahan warna, umumnya dipakai tiga filter yaitu
biru, hijau dan merah masing-masing untuk penyinaran terpisah-pisah.
Ini menghasilkan tiga pemisahan negatif untuk pencetakan ketiga warna
tinta proses kuning, magenta, dan cyan. Untuk hitam biasanya dipakai
kombinasi ketiga filter.
6.1. Membuat negatif untuk pemisahan warna
Model yang berwarna ditempatkan pada bidang model. Kemudian
Gambar 4.33. Kerja filter
203
dibuat empat penyinaran yang terpisah, masing-masing dengan
selembar film, dengan filter yang berbeda-beda (warnanya) pada lensa
kamera untuk setiap penyinaran dan dengan raster yang digeser
kedudukannya untuk setiap penyinaran.
Penyinaran yang pertama, untuk negatif cyan dibuat dengan filter
merah dan sudut raster 105. Penyinaran kedua, untuk negatif magenta,
dibuat dengan filter hijau dan sudut raster 75. Penyinaran ketiga, untuk
negatif kuning, dibuat dengan filter biru dan sudut raster 90. Sedang
penyinaran keempat, untuk negatif hitam biasanya dibuat dengan tiga
kali penyinaran dengan masing-masing menggunakan filter merah, hijau,
dan biru pada lembaran film yang sama, sudut raster adalah 45.
7. Pemisahan Warna dengan Raster
Semua yang dikatakan sebelumnya tentang reproduksi warna,
mempunyai hubungan dengan reproduksi pada bahan nada penuh,
untuk cetak dalam itu adalah yang paling cocok, akan tetapi teknik-teknik
cetak lain memerlukan pemisahan dengan raster.
Pembuatannya dapat dilakukan dengan dua cara yang berlainan :
7.1. Metode langsung
Metode ini mencakup pembuatan negatif bagian nada lengkap
langsung dari model berwarna dengan memakai raster garis silang
atau raster kontak abu-abu dan dengan menggunakan filter. Cara
Gambar 4.34. Sudut raster
204
kerja ini biasanya diterapkan pada reproduksi model berwarna yang
sederhana. Dalam pembuatan klise koreksi nilai nada dan nilai warna
dikerjakan oleh juru etsa warna pada pelat bagian. Dalam lithografi
koreksi nilai nada dan nilai warna dilakukan masing-masing pada
negatif bagian nada lengkap dan positif bagian nada lengkap.
Dalam hal ini juru lito foto mengetsa titik-titik raster menjadi lebih kecil
dengan menggunakan bahan pelemah Farmer.
7.2. Metode tak langsung
Pada cara kerja ini mula-mula dibuat negatif nada penuh dari
model berwarna. Pada negatif nada penuh itu dapat dilakukan
koreksi nilai nada dan nilai warna dengan menerapkan metode
masker yang modern. Untuk pembuatan klise, dari negatif nada
penuh yang telah dikoreksi dibuat positif nada lengkap (positif
RASTER), yang kemudian dikontak menjadi negatif nada lengkap.
Cara kerja lain ialah bahwa mula-mula dari negatif nada penuh
dibuat positif nada penuh dengan kontak, yang kemudian dijadikan
negatif nada lengkap.
Gambar 4.35. Metode pemisahan
warna
205
Untuk pelat kopi positif cetak ofset dari negatif nada penuh yang telah
dikoreksi dapat dibuat positif nada lengkap, baik dalam kamera
maupun dalam lemari kontak dengan menggunakan raster kontak.
Pada positif nada lengkap itu juru lito-foto dapat dikoreksi. Untuk
pelat kopi negatif cetak ofset masih diadakan satu langkah lagi,
positif nada lengkap yang telah dikoreksi diubah menjadi negatif nada
lengkap dengan kontak.
Dalam pada itu jumlah kemungkinan untuk koreksi tambah satu lagi,
sedangkan karena pengontakan positif nada lengkap, titik-titik raster
dalam negatif menjadi tajam. Metode tak langsung kebanyakan lebih
disukai daripada metode langsung, oleh karena pada negatif nada
penuh dapat dilakukan koreksi dengan jalan foto mekanis, yang
berarti penghematan waktu sangat besar.
7.3. Kedudukan Raster
Bila tidak diadakan prajaga khusus, cetak tumpang pelat bagian
nada lengkap dapat menyebabkan yang disebut moare.
Pada gejala ini, terjadi pola berulang pada jarak-jarak tertentu yang
terbentuk
karena titik-titik
raster
bertumpangan
secara
khusus. Untuk
mencegah
timbulnya
moare
digunakan
kedudukan
raster yang
206
saling berbeda pad pelat bagian seperangkat warna.
Untuk reproduksi dua warna dipakai kedudukan raster :
Warna gelap - 45°
Warna terang - 15°
Untuk reproduksi tiga warna digunakan kedudukan raster
sebagai berikut :
Cyan - 45°
Magenta - 15°
Yellow - 75°
Kedudukan magenta dan kuning dapat ditukar. Kedudukan 45°
selalu dicadangkan untuk warna paling gelap, oleh karena titik raster
yang dalam kedudukan ini dicetakkan pada kertas, dan paling sedikit
memberikan efek yang mengganggu.
Pada reproduksi empat warna digunakan kedudukan raster seperti di
bawah ini
Black - 45°
Cyan - 15°
Magenta - 75°
Yellow - 0°
Dalam pada itu
kedudukan raster
sian dan magenta
dapat ditukar. Gejala
moare yang timbul
tidak disebabkan oleh
kedudukan 0° pelat
kuning, oleh karena kuning merupakan warna yang paling tidak
menonjol, dan biasanya tidak mengganggu.
Gambar 4.37. Scanning head of color separation
scanner
207
Apabila hitam hanya merupakan pelat kerangka, maka warna
yang paling menyolok dapat ditempatkan dalam kedudukan 45°.
Dalam penggunaan raster titik rantai, perlu diterapkan kedudukan
raster yang lain.
Sebelumnya harus ditentukan arah titik rantai yang merupakan
poros panjang titik. Kedudukan raster pelat magenta tidak boleh 75°,
akan tetapi poros panjang titik untuk warna ini harus tegak lurus pada
kedudukan 75°. Kedudukan manapun yang diambil untuk pelat
magenta dibandingkan dengan titik rantainya harus selalu tegak lurus
pada kedudukan yang dipakai pada raster biasa dengan titik-titik
persegi.
Gambar 4.38. Proses produksi dari model sampai siap di
film
208
8. Montase film
Montase adalah suatu proses menempatkan dan melekatkan
secara tepat dan seksama satu atau lebih film positif atau negatif
seukuran dengan pelatnya di atas landasan montase yang transparan.
Dengan demikian teks dan/ atau gambar film dapat disinari pada posisi
yang dikehendaki pada pelat offset. Langkah-langkah dasar adalah
sebagai berikut : setelah semua film yang dibutuhkan dibuat oleh juru
kamera, juru montase kemudian melekatkan film-film itu, dengan emulsi
menghadap ke atas, pada selembar landasan montase yang transparan
sesuai dengan imposisi halamannya, seukuran dengan pelat cetak, tepat
sebagaimana dimaksudkan juru layout. Kemudian hasil montase itu
dibalikkan sehingga dalam kedudukan dapat dibaca, yaitu landasan ada
di atas dan sisi emulsinya ada di bawah. Hasil montase dalam
kedudukan dapat dibaca ini kemudian ditaruhkan di atas pelat offset
yang peka cahaya, pada mesin penyinaran pelat (bingkai pengkopi).
Setelah sekian waktu tertentu disinari di bawah sumber cahaya secara
intensif, pelat itu kemudian dikembangkan untuk menimbulkan teks
dan/atau gambar-gambarnya dan membuat teks dan/atau gambargambar
itu dapat menyerap tinta pada waktu pencetakan.
Dalam membuat montase film-film harus ditempatkan dengan sisi
emulsi menghadap ke atas dalam posisi tak terbaca. Kemudian, jika
hasil montase itu dipasangkan pada pelat berlapisan emulsi (selama
Gambar 4.39. Penempelan film saat
montase
209
pelat itu disinari) sisi emulsi film harus dihimpit erat-erat pada lapisan
pelat dalam posisi terbaca dan menghadap ke bawah. Selembar film
dikatakan tidak terbaca jika sisi emulsi dalam keadaan terbaca dari
kanan ke kiri (terbalik). Negatif-negatif dan positif-positif yang terbalik ini
dibutuhkan untuk montase offset.
8.1. Montase Negatf
Montase negatif adalah membuat montase yang terdiri dari film-film
negatif. Montase negatif ini digunakan untuk menyinari pelat-pelat offset
kerja negatif, sehingga menghasilkan teks atau gambar yang positif pada
pelat.
Untuk montase negatif, semua bagian yang tidak mencetak pada
pelat harus ditutupi dengan kertas tak tembus cahaya atau bahan
plastik. Setelah bahan tak tembus cahaya ini ditempatkan, film negatif
dilekatkan pada bagian tersebut dengan bagian emulsi menghadap ke
atas. Semua lubang-lubang dan guratan-guratan walaupun kecil juga
tetap harus ditutupi dengan lak dengan menggunakan kuas. Lembaran
itu kemudian harus dibalik dan bagian-bagian yang mencetak harus
dilubangi.
Proses negatif lebih rumit terutama waktu penempatan film-film.
Juga membutuhkan waktu lebih lama dan keahlian daripada proses
montase positif.
Keuntungannya hanya bahwa dibutuhkan satu film saja (yaitu film
negatif) dab bahwa pelat kerja negatif harganya lebih murah.
8.2. Montase Positif
Montase ini terdiri dari film-film positif dan untuk repro dibutuhkan
pelat kerja positif. Lembaran montase positif mungkin terdiri dari satu
atau sejumlah lembaran-lembaran film positif yang dilekatkan pada
selembar plasti transparan seukuran pelat cetak.
210
Pertama kertas layout (biasanya kertas putih) ditempatkan pada
permukaan meja montase. Kemudian dibuat sketsa layoutnya ; ukuran
pelat, bidang-bidang gambar/teks dan batas-batas cetak, posisi
gambar/teks dan sebagainya, semuanya itu harus disketsa pada kertas
layout ini. Setelah itu lembaran montase seukuran pelat cetak
ditempatkan pada register untuk ditempeli sesuai dengan susunan layout
itu. Film-film positifnya kemudian dapat ditempelkan, bagian emulsi di
atas, bagian landasan di bawah, dengan menggunakan kertas layout
sebagai pedoman.
Semua titik-titik lubang dan guratan-guratan pada bidang
gambar/teks harus ditutup dengan bahan lak, sedang titik-titik dan
guratan-guratan di luar gambar/teks harus dihapuskan.
Gambar 4.40. Montase
film
211
Keuntungan-keuntungan montase positif adalah :
1. film-film positif dapat langsung dihasilkan dari mesin set foto atau
dengan menggunakan film-film positif langsung.
2. film-film positif lebih mudah (daripada film negatif) untuk
ditumpang tindihkan pada register, terutama untuk pekerjaanpekerjaan
warna.
seni pekerjaan tangan untuk poster dan sebagainya dapat dicatkan atau
dituliskan pada lembaran transparan dan lembaran ini dapat langsung
disinari di atas pelat.
212
Gambar 4.41. Montase 8 halaman
Keterangan : buku
1. tanda-tanda tengah
2. side lay (letak samping)
3. gripper (penjepit)
4. batas kemungkinan
cetak
5. tanda urutan lembaran
213
9. Drum Scanner dan Film Processor
Cara pemrosesan film yang manual hingga melakukan montase
seperti diatas, sudah banyak ditinggalkan oleh banyak percetakan.
Disamping waktu pengerjaannya membutuhkan waktu yang lama,
hasilnya juga tidak maksimal. Pada pemrosesan cara ini peluang
pengembangan titik raster akan semakin besar dan faktor human error
sangat tinggi.
Gambar 4.42. Diagram skematis pemisahan warna
scanner
Gambar 4.43. Bagan scanner
drum
Keterangan :
1. supply cassette
2. transport rollers
3. drum
4. drum supports
5. punch
6. blade
7. take-up cassette
8. optical and deflecting
system
9. transport system
10. vibration dampers
11. photographic material
12. laser beam
214
Gambar 4.44. The drum
imagesetter
Quicksetter 460
Quasar
Quasar
215
Imagesetter
PI-M Series
Drum Imagesetter
Gambar 4.45. The drum
imagesetter
and Film Processor
216
10. Pelat cetak offset
Selembar pelat offset adalah lembaran logam yang tipis ataupun
lembaran kertas dimana acuan cetak yang ditintai dipindahkan ke atas
silinder karet offset selama pelaksanaan offset.
Setiap pelat offset punya dua daerah yang terpisah dan berbeda yaitu
bagian yang tidak mencetak dan bagian gambar/teks (acuan cetak).
a. Bagian yang tidak mencetak dari pelat itu tidak mengandung
gambar teks atau perwujudan yang lain. Karena mempunyai sifat
mengandung air, bagian ini menyerap air dan mengandung
lapisan air yang tipis pada permukaannya. Ini akan menolak
masuknya tinta, bila rol tinta bergulung di atasnya.
b. Bagian gambar/ teks (bagian yang mencetak) pada pelat
merupakan daerah cetak, yang sedikit berminyak, sehingga
menolak melekatnya air, tetapi menerima melekatnya tinta.
Gambar 4.46. Struktur pelat cetak
offset
217
Pelat offset terbuat dari kertas, kertas berlapis plastik, seng, aluminium.
Jenis-jenis utama pelat offset, antara lain :
- pelat-pelat permukaan (surface plates) adalah pelat-pelat yang
paling umum dipakai, terutama dengan mesin-mesin cetak yang
lebih kecil dan duplikator. Pada pelat jenis ini bagian yang
mencetak sepermukaan dengan bagian yang tidak mencetak.
- Pelat yang dietsa dalam, dimana acuan cetaknya dietsa sampai
kedalaman tertentu, sedikit dibawah permukaan bidang yang tidak
mencetak. Acuan cetak pada pelat logam yang dietsa ini terisi
tinta, mempunyai kemampuan mengandung tinta yang lebih besar
dan daya cetak yang lebih lama daripada pelat permukaan.
Pelat cetak offset dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pelat positif dan pelat
negatif. Yang dimaksud pelat positif yaitu untuk disinari di bawah
montase film positif yang menghasilkan acuan yang positif pada pelat
setelah dikembangkan. Bagian yang transparan pada montasenya akan
muncul sebagai bagian yang tidak mencetak di atas pelat. Sebaliknya
bagian yang kelam akan muncul tercetak. Pelat negatif dimaksudkan
untuk disinari di bawah montase film negatif, tetapi menghasilkan acuan
cetak yang positif pada pelat setelah dikembangkan.
10.1. Skala Kekelabuan (grey scale)
Untuk mengontrol waktu penyinaran, skala kekelabuan dapat disertakan
pada potongan montasan sepanjang sisi gripper. Skala ini dapat
diberikan baik pada pelat positif maupun pelat negatif.
10.2. Pengembangan Pelat
Pelat harus dikembangkan dengan bahan-bahan kimia yang
dianjurkan oleh pabrik pembuat pelat tersebut. Sesudah bahan
pengembang dikenakan pada pelat, maka pelat harus bebas dari emulsi
pada bagian yang tidak mencetak. Ini dikerjakan dengan sikat yang
218
halus dan gerakan berputar sambil menekan sedikit. Sesudah pelat
dikembangkan, pelat dicuci dengan air, dikeringkan dan kemjudian diberi
gum. Gum ini berfungsi untuk menghindarkan oksidasi pada bidangbidang
yang tidak mencetak atau bagian yang tidak mencetak tetap peka
terhadap air. Gum ini berfungsi juga mencegah pelat dari debu, tinta dan
lumuran gemuk.
Gambar 4.47. Bak tempat pengembangan pelat
219
Berikut contoh kasus problem pelat dan cara penanganannya :
Tabel 4.1. Problem pelat dan cara penanganannya
Langkah Kasus Problem
Kondisi film Density rendah Daya cetak turun, hasil cetak
kotor.
Fog (berkabut) Hasil cetak kotor, daya cetak
turun.
Noda, kotor Bintik pada plate
Penyimpanan pelat Panas Hasil cetak kotor
Kelembaban tinggi Daya cetak turun
Exposure Over expose Titik menjadi kecil, daya cetak
menurun
Under expose Titik menjadi besar
Cetak kotor, garis tepi film
timbul
Developer Over developed Daya cetak turun, emulsi pelat
menjadi tipis.
Konsentrasi tinggi Temperature tinggi
Under developer Hasil cetak kotor
Konsentrasi rendah
Developer Singkat
Salah developer Gambar hilang
Corector Terlalu lama Hasil cetak kotor, non image
Gambar 4.48. Skema permukaan
pelat
220
terkikis
Terlalu singkat Noda tidak hilang dengan
sempurna
Gum Terlalu tebal Hasil cetak kotor, emulsi pelat
terangkat
Terlalu tipis Hasil cetak kotor
Cetak Penanganan kasar Tergores, sobek, kesulitan dalam
ketepatan cetak.
Tinta Keras (lama) Hasil cetak kotor, daya cetak
menurun
Pengencer berlebihan Hasil cetak kotor
Kualitas rendah Hasil cetak kotor
Kertas Debu Hasil cetak kotor
Daya cetak menurun
Permukaan kasar Daya cetak menurun
Blanket Underlay terlalu tebal Daya cetak menurun
Plate packing Underlay terlalu tebal Daya cetak menurun
Form rollers Tekanan tinggi Daya cetak menurun, tergores
10.3. Membuat pelat dengan beberapa image
Dalam proses membuat barang cetakan, sebaiknya diperhatikan
apakah langkah yang kita ambil sudah efesien ataukah belum. Kadang
kita harus memilih, apakah melakukan penghematan pada film, jumlah
naik cetak, atau bahan/ kertas yang digunakan. Hal ini tentunya tidak
terlepas dengan banyak dan sedikitnya jumlah cetakan dan biaya
produksi yang harus dikeluarkan. Jika didapati pekerjaan dengan oplag
besar, warna cetakan sederhana (satu warna) dan ukuran/ dimensi
cetakan kecil tidak sebanding dengan ukuran mesin cetak yang
digunakan, kita dapat melakukan penghematan pada film dan berapa
jumlah naik cetak.
Dengan melihat karakter dari pekerjaan, kita dapat menentukan
langkah yang terbaik untuk melakukan penghematan, antara lain :
221
1. Model/ desain cetakan hanya satu, film di letakkan diatas pelat
dengan cara : bagian pelat yang lain ditutup dengan kertas hitam lalu
diekpose, demikian seterusnya hingga ke empat model yang sama
dapat diekpose dalam satu pelat.
2. Model/ desain cetakan jumlahnya lebih dari satu, film yang berbeda
diekpose diatas satu pelat. Jika film yang akan dicetak merupakan
repeat order (order ulang) yang sudah ada filmnya, maka langkah
pengekpossan yang dilakukan, dengan sistem buka tutup, sama
Gambar 4.49. Bagian demi bagian pelat di
ekpose
Gambar 4.50. Film yang sama diekpose dalam satu
pelat
222
dengan point 1. Ekpose pelat dengan berbagai karakter model yang
berbeda harus diperhatikan waktu penyinaran yang ideal untuk
menghasilkan kualitas image yang kita kehendaki. Gambar 4.51
memperlihatkan model raster dan blok dalam satu pelat.
11. Pelat cetak daur ulang
11.1. Pelat bekas.
Di percetakan, pelat bekas cetak yang akan didaur ulang kembali,
sering tidak disimpan dengan baik oleh para operator cetak, dan sering
kurang diperlakukan secara apik. Kita sering lihat sendiri bagaimana
ruangan cetak seperti bak sampah depan rumah kita saja. Bekas tinta,
oli mesin, kertas bekas dan lain-lain berserakan tidak teratur. Sehingga
pelat bekas, termasuk juga pelat yang akan dipakai cetak ulang, sering
tergores oleh benda keras, permukaan pelat cekung tidak lagi rata,
terkena lemak minyak pelumas dan lain sebagainya. Hal ini dapat
mempengaruhi hasil akhir dalam pembuatan pelat daur ulang, seperti
pelat tergores mengakibatkan pada bagian yang tergores dapat menarik
tinta, pelat cekung menjadikan emulsi pelat tidak rata, lemak minyak
pelumas menimbulkan gumpalan kecil-kecil pada permukaan pelat dan
terdapat titik-titik putih pada permukaan pelat (pin hole).
Gambar 4.51. Berbagai image diekpose dalam satu
pelat
223
Kejadian-kejadian seperti diatas tadi sering terjadi pada pelat daur
ulang. Memang dalam pemilihan pelat bekas yang akan dijadikan pelat
offset siap pakai diperlukan ketelitian agar pelat bekas tersebut layak
untuk didaur ulang kembali.
11.2. Bahan peka cahaya atau photosensitive layer
Melalui proses kimia, pelat bekas dibersihkan dari bekas-bekas
tinta, lemak, emulsi (Photosensitive layer), agar mendapatkan lembaran
pelat yang layak digunakan. Pelat bekas yang sudah bersih ini diproses
menjadi pelat yang siap digunakan lagi. proses pembuatan pelat baru
atau daur ulang, melalui proses yang sama. Dengan demikian pelat daur
uloang mengalami proses electrograining dua kali. Yang terjadi pada
pelat daur ulang adalah ketebalan pelat menipis, dan daya lekat lapisan
peka cahaya (photosensitive layer) ini akan berkurang, disebabkan
dangkalnya akar yang melekat pada permukaan pelat. Oleh karena itu
pelat daur ulang tidak dianjurkan untuk mencetak diatas 50.000 druck.
Gambar dibawah ini memperlihatkan perbandingan antara pelat baru
dan daur ulang. Ciri-ciri pelat daur ulang, antara lain :
Sering terdapat lipatan pada sisi panjang, yang disebabkan oleh
penjepit pelat pada silinder.
Sisi belakang pelat kusam, tidak seperti pelat yang baru
Terdapat tanda register yang berlainan (karena menggunakan
pelat bekas dari berbagai merek)
Pada sisi panjang kadang terdapat lubang, bekas pelubang
(punch register)
Permukaan pelat bergelombang dan tidak semulus pelat baru.
Potongan pelat tidak sama
Pelat cenderung melengkung
224
Pada bagian sudut pelat teropong (sering dilakukan oleh operator
cetak dengan memotong sudut pelat agar lebih mudah kanan-kiri
untuk mencari ketepatan cetak).
Terlepas dari pro dan kontra pelat daur ulang, kita patut
memberikan tempat khusus atas kehadiran pelat daur ulang, yang
memberikan alternatif pilihan untuk berhemat karena harga ongkos cetak
yang cenderung turun bebas.
Gambar 4.52. Graining pada pelat
cetak
Gambar 4.53. Plate making
Gambar 4.51. Proses produksi dari membual model hingga print
finishing
Gambar 4.54. Proses produksi dari membuat model hingga
print finishing
225
Gambar 4.55. Diagram proses transfer data file ke RIP
dilanjutkan ke berbagai media (CtFilm, CtPlate,
CtPress)
226
Gambar 4.57. Contact copier
Gambar 4.58. Plate
processor
227
Gambar 4.59. Plate
making
Gambar 4.60. Computer to
Plate
Lampiran A
a1
DAFTAR PUSTAKA
Afiff, Faisal. 1993. Strategi Pemasaran. Bandung : Angkasa
Ariani, Dorothea Wahyu. 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta : Andi
Offset
Basir, Herry. 1986. Pedoman Praktis Sablon. Jakarta : Simplex
Brosur Behe Machinery Workshop
Brosur Bright Arts Graphics
Brosur Digital Printing 9 Agustus 2006 Politeknik Negeri Jakarta
Brosur Growtech
Brosur Lexus
Brosur Mimaki
Brosur Wit-Color Digital
Brosusr Speed
Cemani Tuka. Tinta dan Permasalahannya
Centra Screen bersama Sablon
Dameria, Anne. Color Management. 2004. Jakarta : Link & Match
Graphics
. Panduan Designer dalam Produksi Cetak dan Digital
Printing. 2005. Jakarta :
Link & Match Graphics
Departemen Pendidikan Nasional. Standar Kompetensi Nasional Bidang
Keahlian Grafika.
Jakarta
Departemen Perindustrian. Pelatihan Kemasan. 2007. Jakarta
Lampiran A
a2
Dermawan, Budiman. 1987. Pendidikan Seni Rupa. Bandung : Ganeca
Exact
Gradasi edisi I no.3. 2007. Semarang : Gradasi
Grafika Indonesia edisi 89. 1999. Jakarta : Serikat Grafika Pers
edisi 99. 2001. Jakarta : Serikat Grafika Pers
edisi 112. 2004. Jakarta : Serikat Grafika Pers
edisi 113. 2004. Jakarta : Serikat Grafika Pers
edisi 118. 2006. Jakarta : Serikat Grafika Pers
edisi 120. 2006. Jakarta : Serikat Grafika Pers
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta
: PT. Pustaka Quantum
Heidelberger. 1995. Basic Principles of Quality Control Densitometry.
Heidelberg
. 1995. Cielab Color Space. Heidelberg
. 1995. Color and Quality. Germany : Heidelberg
(diterjemahkan)
. 1995. CP Tronic – CPC. Heidelberg
. 1995. Data Control. Heidelberg
. 1995. Digital Prepress : The Time Has Come !. Heidelberg
. 1995. Does Color Reproduction Have to be Difficult.
Heidelberg
. 1995. Lino Color. Heidelberg
. 1995. Quasar. Heidelberg
. 1995. Quickmaster DI 46-4 Market and Technology.
Heidelberg
Lampiran A
a3
. 1995. Quickmaster DI 46-4. Heidelberg
. 1995. S-Offset. Heidelberg
. 1995. Speedmaster CD 102. Heidelberg
. 1995. Speedmaster SM 52. Heidelberg
. 1995. Speedmaster SM 74. Heidelberg
. 1995. Tango. Heidelberg
. 1995. The New Approach to Quality Control in Printing.
Heidelberg
HTTP://www.graphic-map.com
HTTP://id.wikipedia.org/wiki/rotogravure
HTTP://www.artseditor.com
HTTP://www.beadesigngroup.com
HTTP://www.dynodan.com
HTTP://www.heidelberg.com
HTTP//www.iloveletterpress.com
HTTP://www.international paper
HTTP://www.kertasgrafis.com
HTTP://www.mesin pengemas.com/mesin_pad_printing
HTTP://www.ekamajumesinindo.com
HTTP://www.pneac.org
HTTP://www.postdiluvian.org
HTTP://www.princessa.co.id/product/printing/pad_printing
Lampiran A
a4
HTTP://www.rba.gov.au
Kleppner, Otto. 1966. Advertizing Procedure Engelwood Cliffs, New
Jersey : Pren-tice Hall Inc.
Kiphan, Helmut. 2000. Handbook Print Media. Germany : Heidelberg
Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta :
Andi
Mardjuki, Sentot. 2001. Dasar-Dasar Kalkulasi dan Perhitungan Biaya
Cetak Buku. Jakarta :
Pusat Grafika Indonesia
McClelland’s, Deke. 2002. Look & Learn Photoshop 6. Jakarta : Elex
Media Komputindo
Mulyona, Ahmad Parlan. 1988. Pendidikan Seni Rupa Jilid 2. Surakarta :
Widya Duta
Nusantara, Guntur. 2005. Panduan Praktis Cetak Sablon. Jakarta :
Kawan Pustaka
Penggunaan Bahan/ Faktor Kimia dalam Proses Cetak – Seminar di PT.
Masscom Graphy tanggal 17 Juni 2002
Printpack, No 1 Maret – April 2007. Jakarta : PT Gramedia
Pusat Grafika Indonesia. 1978. Pengajaran Terprogramkan Cetak –
Offset Jilid 1s/d 6. Jakarta
. 1981. Cetak Tinggi Mesin, Bahan dan
Perkakas. Jakarta
. 1982. Fotografi Nada Penuh dan Nada Lengkap
Model, Peralatan,
Bahan, Pengukuran. Jakarta
. 1983. Fotografi Nada Penuh dan Nada Lengkap
jilid 2 dan 3. Jakarta
. 1983. Kejuruan Litografi. Jakarta
Lampiran A
a5
. 1983. Pengetahuan Kejuruan Dasar Penjilidan
Buku 1. Jakarta
. 1983. Penyelesaian Buku Jilid Massal dan
Brosur. Jakarta
. 1987. Tata Letak dan Perwajahan. Jakarta
. 1989. Warna dan Tinta. Jakarta
. 1990. Teknik Grafika dan yang sehubungan
dengan itu. Jakarta
. 1990. Teori Menyusun Buku dengan Tangan 1.
Jakarta
. 1991. Beberapa Pokok tentang Fotografi Garis
Jilid 2. Jakarta
. 1991. Pengertian Dasar tentang Fotografi
Reproduksi 1. Jakarta
. 1991. Penuntun Praktek Cetak Offset Besar.
Jakarta
. 2000. Petunjuk dan Pengukuran Keasaman
Kertas. Jakarta
. 2007. Majalah Penyuluh Grafika. Jakarta
Rewoldt, Stewart H, dkk. 1995. Strategi Promosi Pemasaran. Jakarta :
Rineka Cipta
Sahman, Humar. 1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang : IKIP
Semarang Press
Santoso, Endro. 2004. Membuat Pisau Ril/Pon/Emboss. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional
Scheder, Georg. 1990. Perihal Cetak Mencetak. Yogyakarta : Kanisius
Setyanto, Heri. 1995. Komposisi Garis, Bidang dan Warna dalam Seni Lukis. Skripsi Strata Satu IKIP
Semarang
Lampiran A
a6
Sidik, Fajar. 1981. Desain Elementer. Yogyakarta : STSRI ASRI
Soedjono. 1985. Keselamatan Kerja Jilid 1. Jakarta: Bhratara Karya
Aksara
Soetarno. 1981. Peranan Perwajahan dalam Produksi Cetak. Jakarta :
Departemen Penerangan Republik Indonesia
Subagyo, R. Tinta dan Masalah dalam Cetak Offset – Seminar PT Inkote
& PT. Masscom Graphy 17 Juni 2002
Sudjirman. 1983. Memahami Sifat Alir Tinta Cetak. Jakarta: Pusat
Grafika Indonesia
Sukardi, Ketut. 1988. Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT.Bina
Aksara
Sukaryono, Eddi. 1988. Pendidikan Seni Rupa Jilid 2. Surakarta : Widya
Duta
Sulistyono. 2003. Membuat Ilustrasi dengan Adobe Illustrator 10 jilid 1.
Jakarta : Pusat Grafika Indonesia
Sumedi, Pudjo. 2005. Direktori Grafika dan Media. Jakarta : Pusat
Grafika Indonesia
Sunaryo, Aryo. 2000. Nirmana I (Hand Out). Semarang : Universitas
Negeri Semarang
Suparmi. 2004. Mengelem Hasil Pon (kemasan lipat) secara Manual.
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional
Suradjijo, Suryo. 1985. Dasar-dasar Seni. Surakarta : Fakultas Sastra
UNS
Lampiran A
a7
Susanto, Mikke. 2002. Diksi Rupa : Kumpulan Istilah Seni Rupa.
Yogyakarta : Kanisius
Sutarmo, dkk. 1983. Cetak Khusus. Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan
Suwarto. 1999. Perilaku Organisasi. Yogyakarta : Universitas Atmajaya
Tim MGMP. 1994. Kerajinan Tangan & Seni Rupa Kertakes Jilid 2.
Surakarta
Wasono, Antonius Bowo. 1992. Mesin Lipat STAHL K-52 dan
Permasalahannya dalam Industri Penerbitan Buku serta Pengajarannya
pada SMT Grafika
. 2007. Membangun Unit Produksi Sekolah yang
Profesional di SMK Grafika. Jakarta : Pusat Grafika Indonesia
Wong, W. 1986. Beberapa Asas Merancang Dwi Matra. Bandung : ITB Bandung
Lampiran B
b1
DAFTAR ISTILAH
accelerator (pemercepat), Bahan kimia terdapat dalam cairan
pengembang fotografi yang menggiatkan pengembangan cairan; misal
sodium karbonat dan sodium hidrosida.
accordion fold, dua atau lebih lipatan/gulungan paralel buka dan tutup
seperti sebuah akordeon/harmonika tangan.
achromatic (akromatis), sifat pembiasan cahaya tanpa menguraikan
menjadi warna-warna bagiannya; tak berwarna.
achromatic lens (lensa akromatis), lensa yang fidak mempunyai
aberasi kromatis.
additive colour (warna aditif), warna yang terjadi sebagai hasil
pencampuran sinar-sinar warna.
adhesive binding, perfect binding (jilid perekat), jilid tanpa benang.
adsorption (adsorpsi), perpaduan molekul-molekul bahan-bahan
tertentu pada permukaan dua fase, misalnya: larutan gom arabika
pada permukaan pelat ofset atau pigmen dengan pernis tinta; ini tidak
merupakan reaksi kimia dan mudah terlepas.
advertisement (iklan), berita pesanan yang isinya bersifat menawarkan,
memperkenalkan, atau memberitahukan sesuatu; lihat juga pesan.
aluminium foil (foli alumunium), lembaran aluminium sangat tipis
digulung pada ketebalan kurang dari 0.00”. Foli aluminium dapat
diperoleh dalam bentuk sebagai: 1. rol foli dalam bentuk gulungan
dengan pinggiran tersisir; 2. lembaran foli yaitu foli dalam bentuk
persegi panjang, dipotong dalam ukurannya; 3. bahan foli, yaitu bahan
yang digulung lagi untuk dibuat foli.
american Standard Association (ASA), standar untuk mengukur
kecepatan dan kepekaan emulsi film terhadap cahaya.
Lampiran B
b2
amplitude (amplituda), nilai tertinggi dari suatu gelombang; pada arus
bolak-balik berbentuk gelombang sinus; maka nilai tertinggi = arus
efektif akar 2 (dua).
analogue system (sistem analog), sistem pada komputer elektronik
yang mengalihkan bilangan menjadi kuantitas yang dapat diukur,
misalnya voltage, tahanan listrik, atau putaran.
angle of wife sudut rakel, kedudukan bilah rakel pada silinder acuan
cetak dalam dan cetak saring.
antihalation (antihalo), sifat suatu lapisan (biasanya diberi warna-opak)
yang mencetah penyebaran cahaya di luar batas yang semestinya.
antihalotion backing (lapisan antihalo), lapisan yang mengandung
boan warna pada punggung film untuk mencegah pantulan cahaya dari
permukaan alas film.
anti-set off (antitular), jangan sampai menular; misalnya bahan antitular
adalah bahan yang ditebarkan pada permukaan cetakan agar tinta
cetakan tidak menular ke sisi belakang kertas berikutnya.
aperture (apertur), lubang lensa yang memungkinkan siar cahaya dapat
melaluinya; sering disebut lubang diafragma atau disingkat diafragma.
aql, accpetable quality level (nilai ambang batas mutu/ AQL), batas
mutu suatu produk; misalnya cetakan yang masih dapat diterima atau
masih dianggap layak.
aquamatic offset (ofset akuamatik), cetak ofset yang prinsipnya sama
dengan cetak ofset biasa yang air pembasahannya tidak langsung ke
pelat ofset, tetapi telah tercampur pada rol tinta, yang kemudian air dan
tinta itu bersama-sama diteruskan oleh rol hantar ke pelat cetak; pada
umumnya diterapkan pada cetak ofset kecil.
aquamatic system (sistem akuamatik), sistem cetak ofset yang rol
tintanya juga berfungsi memberikan air pembasah pada pelat, tetapi
bak air dan bak tinta terpisah.
Lampiran B
b3
aqueous coating Aqueous adalah pengeringan cepat, beralaskan air,
lapisannya protektif/bersifat melindungi yang diterapkan
sederet/segaris pada mesin cetak untuk memperoleh keberagaman
penyelesaian/hasil pada harga ekonomis yang berbeda-beda
dibandingkan dengan pernis.
arabic gum (gom arabika) gom atau getah yang diperoleh dari dua
jenis pohon akasia, digunakan dalam semua bagian grafika; aslinya
beripa kristal coklat bening, mudah larut dalam air; larutannya bersifat
asam lemah, digunakan untuk membuat bagian tak bergambar pada
pelat cetak tidak peka terhadap tinta; dicampurkan juga dalam air
pembasah, dan dapat pula digunakan sebagai perekat pada perangko,
label, kertas rokok, dll.
arragement of printing unit (tata unit cetak), sistem penyusunan
silinder pada mesin cetak, misalnya sistem 5 silinder dan sistem unit
pada mesin ofset.
art binding (jilid seni), jilid tangan dengan mengutamakan segi seninya.
artwork gambar (model), gambar hitam putih atau warna, suatu disain,
potret, dan sebagainya yang ditata dengan teks, siap untuk
direproduksi.
ascii, akronim dari Kode Standar Amerika (American Standard Code)
sebagai/untuk pertukaran informasi, kode standar yang digunakan
untuk membantu mentransfer file antara aplikasi software yang
berbeda atau alat-alat hardware.
astrallon (astralon), lembaran terbuat dari bahan sistetis yang tembus
pandang (bahan dasar vinyl copolymerisat), digunakan di dalam
pekerjaan montase.
audio waves gelombang (audio gelombang elektromagnetik), yang
berfrekuensi di bawah 20.000 Herzt dan dapat ditangkap dengan
telinga (didengar).
Lampiran B
b4
autoscreen film (film otoskrim), film yang telah mengandung raster
nada lengkap; apabila dipergunakan untuk memotret gambar nada
penuh akan dihasilkan gambar negatif yang berpola/berbentuk titik-titik
dengan sendirinya, seperti kalau digunakan raster nada lengkap pada
waktu pemotretan.
base ink (tinta baku), tinta yang dibuat dan disimpan dalam jumlah
besar dan digunakan untuk ramuan guna menghasilkan warna yang
diinginkan.
bibliogrphy (bibliografi), 1).daftar pustaka yang dipakai penulis untuk
menyusun buku; 2). daftar buku yang diterbitkan.
bichromate coating (olesan bikromat), bahan peka cahaya untuk
pembuatan pelat ofset yang diberi campuran bikromat.
binary biner (Dasar hitung dengan basis dua); bilangan hitung yang
ada hanya 0 dan 1; jadi 2 = 10,3 = 11,4 = 100 dan seterusnya,
digunakan dalam komputer.
binding system (sistem jilid), cara mengumpulkan lengkap dan
menjahit kuras menjadi blok buku dan kemudian memberikan
sampulnya.
bleed, sebuah gambar atau warna yang dicetak yang berjalan/bergerak
ke tepi kertas. Ketika mesin cetak tidak dapat mencetak tinta sampai
pada tepi kertas cetak, gambar ini dicetak pada kertas cetak yang
ukurannya lebih besar dan kemudian dipotong sedikit sesuai
ukurannya
blue sensitive (peka biru), peka terhadap cahaya biru saja.
blueline, cetakan percobaan printer yang terdiri dari kertas yang
diperlakukan secara khusus dicetak dalam warna biru yang digunakan
untuk pengecekan jenis kesalahan apapun.
Lampiran B
b5
bone folder (tulang pelipat), alat bantu dalam penjilidan (dulu dibuat
dari tulang), yang dipakai untuk melipat lembaran kertas dengan
tangan.
bone glue (lem tulang), lem (perekat) yang dibuat dengan bahan dasar
tulang.
book (buku), 1) menurut definisi Unesco terbitan tak berkala yang berisi
lebih dari 48 halaman, tidak termasuk sampul. 2) di Indonesia juga
yang kurang dari 48 halaman dan kertas yang di berkas, dijilid dan
diberi sampul disebut buku, misalnya buku tulis, buku gambar.
broat sheet (ukuran plano), ukuran kertas yang berbentuk lembaran
utuh.
bronze printing (cetak prada), proses cetak memakai tepung (serbuk)
warna emas atau perak.
buble-tubeviscometer (viskometer gelembung), viskometer yang
dilengkapi dengan tabung kaca pendek berisi gelembung udara dan
tertutup pada kedua ujungnya.
bulletin (buletin), terbitan berkala suatu badan, perkumpulan, dinas,
dan sebagainya.
bump exposure, no screen exposure (penyinaran tanpa raster),
penyinaran yang diberikan di samping penyinaran utama, dilakukan
dengan menggunakan model tanpa raster, diterapkan pada
pemotretan model yang tidak kontras untuk memperbaiki detail bagian
terang.
burn, menampakkan bahan foto-sensitif ke cahaya, seperti halnya
dalam, pembakaran lempengan/pelat pada cetak offset.
cahier stitch (tusuk kaye), jenis tusuk yang jalan benangnya melingkar
memanjang seperti tusukan benang pada penjilidan buku tulis (kahier
dengan diucapkan kaye).
Lampiran B
b6
calandering (kalender), proses melapiskan suatu zat, agar yang dilapisi
menjadi lebih halus dan licin, misalnya kertas yang dilapis dengan high
gloss.
calculation (kalkulasi cetak), perhitungan biaya cetak yang diperlukan
dalam memproduksi barang cetakan.
calibration (tera, peneraan), penentuan nilai pembagian yang
sebenarnya pada perbandingan skala bertingkat; penetapan nilai relatif
pada perbandingan (skala) sembarang.
caliper ketebalan kertas, biasanya diekspresikan dalam ribuan inch
(mil).
camera (kamera), alat yang memakai susunan lensa untuk merekam
gambar dengan menggunakan cahaya; dapat juga disebut alat potret.
camera extention (jarak kamera), jarak antara diafragma dan film
dalam kamera.
camera ready copy, sebuah istilah berkaitan dengan tingkatan dalam
percetakan ketika kopi/salinan dokumen atau karya seni siap
dipotret/digambar untuk membuat pelat pada mesin cetak
candle (lilin), satuan kuat cahaya; l lilin = 12,56 lumen.
caption (keterangan gambar), teks pendek, yang biasanya
ditempatkan di bawah atau di samping gambar untuk memberi
penjelasan tentang gambar itu.
central print control (sistem cpc/ sistem pusat pengontrolan cetak),
Suatu sistem pengendalian penintaan dengan alat komputer pada
mesin cetak HEIDELBERGER: ada dua macam cpc, yaitu cpc-1 ialah
sistem pengendalian penyaluran dan peralatan tintanya sendiri, dan
cpc-2 ialah sistem pengontrolan hasil cetaknya dengan penintaan yang
telah terkendalikan.
Lampiran B
b7
ceramic ink (tinta keramik), tinta yang cocok untuk diletakkan pada
keramik, biasanya berdaya lengket besar, lekas mengering dan keras
bila kering.
chinese drawing ink, india ink (tinta cina), tinta hitam yang pekat
(opak) terbuat dari jelaga, gom, dan air; digunakan untuk menggambar
dengan pena atau untuk meretus.
choke atau choking, ketika karya seni dicetak dengan beberapa titik
yang saling berinteraksi, celah atau pergeseran warna muncul antara
obyek. Choking menutup celah ini dengan menumpang tindih warna
gelap pada batas warna yang lebih terang.
chromalin, sistem percobaan cetak warna yang dikembangkan
dengan/oleh DuPont dengan menggunakan warna-warna kapur yang
beragam.
chromatic aberration (aberasi kromatis), penyimpangan optik pada
lensa yang menyebabkan warna spektrum tidak dapat difokuskan.
chromatic diagram (diagram kromatik), diagram warna.
chromaticity co ordinates (koordinat warna), perbandingan masing
masing ketiga nilai tristimulans warna terhadap jumlahnya; istilah yang
dipakai dalam pengukuran warna.
clay, kaolin (kaolin China), tanah liat putih halus yang digunakan oleh
pembuat kertas untuk bahan pengisi dan untuk pigmen pelapis
permukaan kertas cetak seni; juga disebut tanah liat cina; nama
kimianya : alumunium silikat; rumusnya Al2O3.2SiO2.2h2O.
cmyk printer menggunakan CMYK – merupakan representasi warna
tinta cyan, magenta, kuning dan hitam, ketika mencetak hasil karya
proses 4 warna. Ini disebut dengan warna mengurang, ketika
mengkombinasikan semuanya maka diperoleh warna hitam.
Pengurangan satu atau lebih dari warna-warna tersebut akan
menghasilkan warna lain. Ketika dikombinasikan dalam prosentase
Lampiran B
b8
yang beragam, keempat tinta tersebut akan menghasilkan sebuah
spektrum warna, termasuk warna yang digunakan dalam fotografi
warna.
coated paper, kertas dengan lapisan penyalut (biasanya dasar/alasnya
pekat) yang diterapkan di/pada satu sisi (C1S) atau kedua sisi (C2S),
seperti kilapan, mengkilat. Selama menurunnya dot gain, coated paper
menampakkan gambar yang lebih tajam dan sering digunakan dalam
pekerjaan mencetak empat warna seperti/sama dengan halftone hitam
dan putih.
coatedpaper (kertas terlapis), kertas atau karton yang permukaannya
diberi lapim piginen; termasuk dalam kelompok ini, kertas cetak seni
(art paper).
cold glue (lem dingin), jenis lem untuk penjilidan, yang dalam
penggunaannya tidak perlu dipanaskan; contoh: lem PVA (Poly Vinyl
Acetat);lem vinH.
cold-set ink (tinta kering dingin), tinta padat yang harus dilelehkan dan
digunakan pada mesin cetak panas; tinta akan memdat lagi dalam
kontak dengan kertas yang relatif dingin.
collage (kolase), teknik pembuatan ilustrasi untuk mengubah bentuk
dengan cara tempel menempel.
collating (komplet, mengomplet), memeriksa apakah kuras kuras yang
telah tersusun untuk satu blok buku tidak salah urutannya.
color key, bahan percobaan cetak lama yang terdiri dari empat kertas
cetak asetat warna yang merepresentasikan proses pemisahan warna
untuk pekerjaan tertentu.
color matching, buku sampel warna yang digunakan untuk
mencocokkan warna dengan tinta standar yang digunakan oleh
sebagian besar printer. Printer kemudian akan menyiapkan
lempeng/pelat cetakan yang terpisah untuk setiap/masing-masing
Lampiran B
b9
warna. Warna-warna yang dipilih adalah warna-warna dari yang
disediakan oleh sistem pencocokan warna, seperti Pantone. Kegunaan
sistem pencocokan warna adalah menjanjikan konsistensi warna dari
waktu ke waktu dan diantara pekerjaan yang berbeda-beda.
color separation, pemisahan karya seni warna atau transparansi pada
kertas cetak terpisah pada film atau lempeng/pelat untuk tiap-tiap
warna.
color transparency, gambar positif transparan warna penuh, juga
disebut dengan film/slid atau krom.
colour (warna), bagian cahaya yang dipantulkan dari permukaan benda
dan mengenai mata kita, hingga menimbulkan kesan tertentu, yang
kita sebut merah, kuning, biru dan seterusnya; karenanya warna lalu di
pelajari dari tiga segi: secara fisika, psikologi dan psikofisika.
colour chart, colour atlas (atlas warna), buku atau folder berisi
cetakan tumpuk seri persentase titik-titik nada rata (horisontal/vertikal)
ketiga warna tinta proses yang menunjukkan macam-mcam warna
yang terjadi apabila ketiganya dicetak tumpukan (overlap) menurut
persentase warna masing-masing.
colour diagram, chromatic diagram, xyz-system (diagram warna),
diagram yang memuat warna, yang setiap warnanya diberi batas
secara tepat; Sistem ini berdasarkan ketiga warna : primer merah,
primer hijau, dan primer biru; contoh : colour triangle (xys-system),
colour hexagon, colour circle.
colour disk, chromatic circle (lingkaran warna), lingkaran yang
memuat juring juring berbagai warna; kalau diputar cepat
menghasilkan kesan warna putih atau abu abu.
colour dispersion (urai, penguraian warna), penyebaran cahaya/sinar
putih matahari menjadi warna pelangi dengan perantaraan prisma.
Lampiran B
b10
colour filter (filter warna), lapisan selatin berwarna, dihimpit antara dua
kaca atau cairan berwarna dalam wadah bening, yang ditempatkan di
antara lensa kamera dan benda yang dipotret sewaktu penyinaran
untuk “menyaring hilang” warna tertentu; efeknya ialah penyerapan
beberapa warna dan memungkinkan warna lain dipotret dengan
kekuatan penuh pada pelat.
colour matching (Peramuan warna), percampuran warna menurut
perbandingan-perbandingan tertentu guna memperoleh warna tepat
seperti yang diperlukan.
colour printing register (tumpang, penumpangan /tinta pada
cetakan), cara menempatkan tinta warna cetak di atas cetakan
terdahulu, yang terjadi apabila mencetak dua warna atau lebih pada
permukaan yang sama.
colour proof (coba warna), semacam cetak coba tanpa mesin cetak
yang fungsinya untuk memeriksa warna-warni pada film hasil
pemisahan warna, apakah sudah memenuhi syarat atau belum.
colour separation (pemisahan warna), membuat warna suatu model
menjadi tiga warna terpisah pada film dan pelat: kuning, sian, dan
magenta, sering ditambah hitam: pada pencetakannya dijadikan satu
lagi secara bertumpangan, dan hasilnya merupakan warna model asli.
colour separation photography (fotografi pemisahan warna),
pemotretan reproduksi dari model berwarna, baik model pantul
(refleksi) maupun model tembus (transmisi).
colour tone (nada warna), cerah gelapnya, tua mudanya, atau pekat
lemahnya suatu warna.
complementary colours (warna komplementer), dua warna
berkontras, bila dikombinasikan menghasilkan warna putih atau abuabu.
Lampiran B
b11
composing, typesetting (susun huruf), mengatur dan menata hurufhuruf
dengan tangan atau dengan mesin atau dengan jalan fotografi
menjadi susunan teks yang akan dicetak.
composit image, sebuah fotografi/foto atau gambar lain yang diciptakan
dengan menggunakan kombinasi gambar-gambar yang memisahkan
warna ganda pada sebuah kertas cetak.
comprehensive lay-out (tata letak komprehensif), rancangan tata
letak menyeluruh dari barang cetakan yang menggambarkan secara
visual secara jelas dan lengkap wajah barang cetakan yang dimaksud.
computer to plate (CTP), proses pembuatan pelat secara langsung dari
file komputer. Gambar dibakar diatas pelat yang menggunakan cahaya
laser. Tidak diperlukan film.
computer typesetting (susun huruf komputer), penggunaan komputer
yang terprogramkan khusus untuk membaca pengumpanan pita, yang
memuat kode bagi kata dan spasi serta instruksi ukuran dan
pemisahannya menjadi baris tertata lurus; seringkali menggunakan
tanda hubung secara logika atau sistem melihat kamus;
pengeluarannya biasanya berupa kertas pons (berlubang-lubang) guna
mengontrol mesin pengecor baris atau alat susun huruf foto.
concave (cermin cekung), cermin yang permukaan mengkilapnya ada
di sisi dalam dan berbentuk bagian bola.
concave lens. plane concave, bi concave, convex concave (lensa
cekung), lensa yang di pinggirnya lebih tebal daripada yang di tengah;
menurut bentuk kedua bidang batasnya terdapat lensa cekung datar,
cekung dua, dan cekung cembung.
consistency (of ink) (konsistensi (tinta)), sifat alir tinta berdasarkan
pada struktur dalamnya sendiri; dinyatakan dengan grafik tekanan alir
(geser) terhadap banyaknya pengaliran (penggeseran).
Lampiran B
b12
contact photography (fotografi kontak), pembuatan gambar fotografi
yang dalam pelaksanaannya, model dan film fotografi dikontakkan erat
satu sama lin, kemudian disinari dengan penyinaran tembus atau
pantul.
continous tone (nada penuh), gambar/model nada penuh ialah yang
memuat semua nilai nada dari yang terang sampai yang gelap.
continous tone model (model nada penuh), model yang gambarnya
memuat semua nada warna; misal potret biasa atau berwarna.
continuous dampening system (sistem pembasahan nonstop),
sistem pembasahan pada proses cetak ofset secara terus-menerus.
contrast (kontras), selisih kehitaman yang besar antara bagian
terterang dan bagian tergelap pada gambar, film negatif , atau positif .
control panel (papan kontrol), papan dengan berbagai tombol/sakelar
beserta tanda-tanda penunjuknya untuk melayani serta mengontrol
jalannya mesin.
convex lens. plane convex, bi convex, concave convM (lensa
cembung), lensa yang di pinggirnya lebih tipis daripada yang di
tengah; menurut bentuk kedua bidang batasnya terdapat lensa
cernbung datar, cernbung dua, dan.cembung cekung.
copy editor (editor naskah), orang yang memperbaiki dan menata
naskah.
copyboard, copy holder (papan model), papan datar di depan lensa
kamera reproduksi untuk menempatkan model yang akan dipotret.
copyright (hak cipta), hak seorang penagarang atas isi tulisan yang
diciptakan; perlindungan hukum terhadap penggunaan ciptaan karya
tulis atau karya seni sebagai milik pencipta, diatur dan ditata oelh
undang-undang hak cipta nasional (dan oleh kedua konvensi terbesar
di dunia; Konvensi Bern dan UUC = Universal Copyright Conversion).
Lampiran B
b13
copywriter, seseorang yang menulis kopi/salinan untuk iklan atau bahan
promosi lainnya.
counter etch (etsa timbalan), larutan asam lemah digunakan untuk
membersihkan pelat ofset logam.
cover design (perwajahan kulit), rancangan bentuk tata letak, ukuran
warna, tipografi dan lain-lain untuk kulit buku atau majalah yang terdiri
dari atas 4 halaman; antara lain halaman kulit bagian luar yang harus
menarik perhatian dan memberikan kesan sesuai dengan isinya.
crash printing, mencetak cetakan huruf dalam bentuk sedikit karbon
sehingga gambar mencetak secara simultan pada semua kertas cetak
dalam setelan/pengaturan.
cropping, untuk mengurangi ukuran, menghilangkan elemen-elemen
yang tidak diinginkan.
cutting score line (garis garit), garis yang dibuat dengan memotong
setengah ketebalan kertas/karton, supaya kertas/karton mudah ditekuk
melalui garis itu.
damping roller cover (kain rol air), kain katun/molton pelapis
(penyambung) rol peralatan air.
damping solution (air pembasah), cairan/larutan yang digunakan
untuk membasahi pelat cetak offset.
damping unit (unit pembasah), unit/peralatan pada mesin ofset yang
menyalurkan air pembasah sampai pada acuan cetak.
darkroom (kamar gelap), ruang kedap cahaya tempat film dikerjakan
dan dikembangkan/diproses.
darkroom camera (kamera kamar gelap), kamera yang bagian
belakang dan sebagian cukapnya dipasang pada dinding kamar gelap,
sehingga bagian belakang ada di dalam kamar gelap, sedang
selebihnya ada di luarnya.
Lampiran B
b14
dcs atau Desktop Color Separation, adalah format file yang terdiri dari 5
file, yang pertama mengandung preview untuk tampilan di monitor
(lowres) dan keempat lainnya berisi data hi-res yang digunakan saat
output ke imagesetter atau CtP. Apabila bekerja dengan format ini,
kelima gambar tersebut harus dikumpulkan dalam satu folder supaya
saat output dapat ter-link dan dapat menghindari terjadinya missing
gambar atau gambar lowres. Kelebihan format ini adalah dapat
mempercepat kerja RIP imagesetter atau CtP karena data yang dibaca
saat ripping tidak sekaligus seperti TIFF atau EPS melainkan perwarna/
channel. Format file DCS memiliki 2 jenis yaitu DCS 1 dan DCS
2 dimana DCS 2 dapat menyimpan data yang mengandung spot
color/warna khusus. Format DCS 1 banyak diterapkan dalam copydot
scanner.
deep etch plate (pelat etsa dalam), pelat cetak offset yang bagian
gambarnya dietsa dengan sejenis asam sedemikian rupa, sehingga
sedikit lebih rendah daripada permukaan pelatnya.
deep-etch offset, intaglio offset (ofset etsa-dalam), cetak offset
dengan pelat yang bidang cetaknya dietsa agak di bawah permukaan
pelat.
densitometer (densitometer), alat untuk mengukur kehitaman atau nilai
pada warna sebagai ganti penilaian dengan mata; dua jenis
densitometer : visual dan fotoelektris; macamnya adalah transmisi dan
refleksi; densitometer transmisi digunakan untuk mengukur
kehitaman/densitas negatif dan positif, sedangkan densitometer
refleksi digunakan untuk mengukur kehitaman model pantul atau hasil
cetakan.
densitometry (densitometri), pengetahuan tentang sistem pengukuran
kehitaman/kepekatan, ketebalan warna, atau nilai nada warna.
Lampiran B
b15
density (hitam, kehitaman), banyak sedikitnya atau berat ringannya
tinta atau warna yang ditempatkan pada bahan cetak (kertas), lihat
juga pekat, hitam.
density, optical density (kehitaman density), 1. Rapatnya penutupan
tinta cetak pad suatu bidang yang dicetaki. 2. Gelap dalam nada;
hanya menenruskan cahaya sedikit. 3. Rapat rengganya bahan dasar
suatu benda; misalnya kaca lebih rapat daripa air, dan air lebih rapat
daripada udara.
densometer (densometer), alat untuk menetapkan keporian atau
porositas kertas.
design (wajah, perwajahan), visualisasi suatu ide (gagasan) mengenai
suatu benda, misal cetakan, mulai dari rencana, melalui rancangan
sampai kepada modelnya.
designer (pewajah), orang yang menciptakan dan bertanggungjawab
atas penyusunan wajah barang cetakan.
desktop publishing, kegunaan komputer untuk menciptakan dokumen
dan karya seni yang dapat dicetak. Software khusus yang digunakan
untuk menambah kopi dan grafis pada dokumen, yang kemudian
keluar ke printer atau peralatan penyusunan/pemasangan huruf.
developer (bahan pengembang), bahan untuk mengubah bayangan
tersembunyi yang terbentuk pada film (kamera penyinaran) menjadi
gambar yang dapat dilihat, dengan cara mengubah garam perak yang
telah dipengaruhi/diurai oleh cahaya menjadi perak metalik berwarna
hitam.
developer film (pengembangan film), proses reaksi bahan kimia untuk
memperoleh hasil gambar pada film setelah disinari.
diaphragm (diafragma), alat pembuka yang dapat berubah-ubah
pembukaannya, terdapat pada sistem lensa untuk mengatur banyak
Lampiran B
b16
sedikitnya cahaya yang memasuki kamera pada waktu pemotrertan
dilakukan.
diapositive (diapositif), 1) Gambar fotografi positif di atas alas bening,
digunakan sebagai “slide” yang diproyeksikan. 2) Transparansi kecil
yang dicetak dari negatif hasil pemotret-an udara untuk keperluan
kontur peta relief. 3) Hasil cetakan yang dasarnya peka,
gambar/teksnya putih.
die-cutting, kegunaan ketajaman, lembaran logam yang dibentuk untuk
memotong bentuk atau gambar spesifik/tertentu dalam selembar
kertas.
diffusion transfer (alih difusi), cara kerja memindahkan gambar negatif
atau positif dari kertas peka cahaya dalam keadaan basah pada pelat
ofset (logam) basah, dengan cara menekankan kertas negatif atau
positif basah yang telah disinari dikembangkan pada pelat ofset
logam/positif kertas yang basah pula; lihat juga difusi perak.
diffusion transfer (difusi perak /metode), cara pemindahan gambar
negatif kertas dalam keadaan basah pada pelat ofset
alumunium/logam asah atau positif kertas basah; negatif basah yang
telah disinari dan dikembangkan, ditekankan pada pelat ofset
logam/positif kertas basah pula; lihat juga alih difusi.
digital camera, sebuah jenis kamera yang menyimpan gambar foto
secara elektronik dibandingkan film. Gambar yang didownload ke
komputer dimana gambar tersebut dapat dimanipulasi dalam bentuk
dengan cara yang sejenis dengan scanner.
digital printing, teknologi cetak baru yang memberikan hubungan mesin
cetak ke komputer. Keuntungannya meliputi, waktu yang berputar lebih
cepat, harga produksi lebih murah, dan kemampuan untuk membuat
dokumen menurut selera. Ini sering digunakan untuk cetak warna yang
bergerak dengan cepat dan sesuai dengan permintaan.
Lampiran B
b17
digital, proses data yang menggunakan angka 0 dan 1 melalui getaran
on/off.
di-litho (di-lito), (singkatan dari direct lithography) cetak datar tanpa
mengalihkan tinta dari pelat ke kain karet (blanket) lebih dulu,
melainkan langsung kepada kertas; dapat digunakan mesin silinder
cetak tinggi yang diperlengkapi dengan peralatan air (unit
pembasahan).
doodle (teknik bercak), suatu teknik pembuatan ilustrasi dengan cara
semprotan tanpa menggunakan kuas.
dot gain, penyebaran tinta pada kertas, yang menyebabkan titik-titik
dimana mengakibatkan gambar pada cetakan lebih besar/lebar
daripada ketika ada di film atau pelat. Gambar ini bisa menjadi
menyimpang, nampak lebih gelap dengan kurang jernih/jelas.
dots per inch (DPI), sebuah ukuran layar komputer dan resolusi printer
yang dikaitkan dengan jumlah titik dimana sebuah alat dapat mencetak
atau mendisplay/menampilkan per inch. Makin banyak titik per inch,
maka makin tajam gambar tersebut.
dots shape (bentuk titik), bangun atau rupa titik-titik raster; ada yang
berupa persegi (papan catur), ada yang berbentuk belah ketupat, atau
beerbentuk elips.
drawingpaper (kertas gambar), istilah umum untuk kertas yang
digunakan untuk digambari dengan pensil atau pena oleh juru gambar
teknik, arsitek, dan sebagainya ada beberapa jenis kertas yang
mempunyai sifat sifat yang disesuaikan dengan kegunaannya secara
khusus; bahannya dapat terdiri dari pulp kayu kimia atau pulp kapas,
atau mungkin campuran dari kedua macam pulp itu; jenis kertas ini
mempunyai permukaan yang baik untuk ditulisi dan sifat mudah
dihapus; dibuat dengan berat dasar 112-160 gram/m2.
Lampiran B
b18
driography (driografi), sistem cetak datar tak langsung (offset) yang
tidak perlu lagi menggunakan air pembasah.
dummy, representasi lembar yang diselesaikan, ditandai dengan
pecahan dan lipatan warna, dibuat dengan kertas yang dipilih untuk
pengerjaan.
duotone, halftone dua warna pada gambar yang sama yang diciptakan
dengan menggunakan dua kasa, dua pelat dan dua warna yang
berbeda.
ear (cuping), 1) Sudut halaman pertama surat kabar bagian atas kiri
atau kanan. 2) Cuatan kanan kiri pada matris huruf.
editing (sunting, menyunting/ naskah), menimbang, memilih dan
memperbaiki naskah tata bahasa, penggunaan kata-kata, cara
penyajian pokok soalnya, dan seterusnya agar enak dan menarik bila
dibaca dan isinya mudah dipahami.
edition (edisi), 1) Barang cetakan hasil penerbitan; 2) Seluruh jumlah
eksemplar yang diterbitkan pada suatu ketika; lihat juga terbitan dan
oplah.
edition (terbitan), hasil penerbitan berupa barang cetakan jadi, misal
buku, majalah, dan seterusnya.
editor (editor), orang yang melakukan pengeditan atau penyuntingan
naskah; lihat juga penyuntingan.
elasticity (kekenyalan), sifat suatu bahan yang dapat berubah bentuk
dan ukuran bila mendapat tegangan, bila tengangan itu dihilangkan
akan kembali ke bentuk dan ukuran semula; keelastisan bahan
ditatapkan dengan menilai kemampuannya kembali keukuran semula,
tidak hanya menilai perubahan bentuk atau mulurnya saja; juga disebut
elastisitas atau kekenyalan.
Lampiran B
b19
electric charge (muatan listrik), 1. Banyaknya tenaga listrik yang
timbul dari reaksi kimia; 2. Pada kondensator: banyaknya tenaga listrik
pada elektrode-elektrode.
electric current (arus listrik), gerak elektron dari satu kutub sumber
listrik ke kutub lain melalui kawat penghubung.
electric tension, voltage (tegangan listrik), perbedaan tegangan
antara dua kutub listrik.
emboss, kreasi gambar yang dicapai (timbul) dengan menekan bentuk
pada kertas cetak dengan menggunakan logam atau ulir plastik.
embossing, relief printing (cetak timbul), cara mencetak dengan tidak
menggunakan tinta yang karena tekanan cetak hasilnya agak menonjol
berbentuk relief (timbul sedikit).
emulsion (emulsi, mengemulsi), 1). Penyebaran zat cair dalam zat cair
lain yang dalam keadaan biasa kedua zat cair itu tidak dapat
bercampur; misalnya minyak dan air. 2). Mencampurnya air pembasah
ofset ke dalam tinta cetak sehingga mengurangi daya tolak tinta
terhadap air.
emulsion, sisi film fotografi yang diperlakukan secara kimiawi.
encyclopedia (ensiklopedi), sejenis kamus, juga tersusun menurut
abjad, tetapi disertai uraian lebih luas mengenai soalnya dan seringkali
dilengkapi dengan ilustrasi.
engraved printing, proses mencetak dengan menggunakan pelat yang
diceruk. Tinta berada di dinding yang diceruk pada pelat, ketika
tekanan digunakan, huruf dan gambar yang timbul nampak pada
halaman depan.
episode (episode), adegan atau baak yang merupakan bagian sebuah
cerita atau seri cerita.
eps, singkatan dari Encapsulated Post Script, adalah format file yang
digunakan untuk mengirim informasi gambar bitmap postCript dari satu
Lampiran B
b20
program ke program yang lain. Format EPS dapat diterapkan untuk
gambar bitmap maupun data vektor. Selain itu juga pada adobe
Photoshop format EPS dapat meng-embed informasi halfone dan
transfer curve.
etch (etsa), proses termakannya benda padat oleh cairan tertentu
(biasanya asam).
etched copper plate (pelat tembaga etsa), pelat tembaga yang dietsa,
yang akan digunakan sebagai acuan cetak pada teknik cetak dalam
(intaglio) dan cetak tinggi.
exposure (Penyinaran), pemberian berkas sinar cahaya yang besarnya
merupakan hasil kekuatan cahaya dikalikan dengan lama waktu
pemberian cahaya itu; pada pemotretan nada lengkap (menggunakan
raster)ada 3 jenis penyinaran; penyinaran utama, penyinaran rata atau
putih, dan penyinaran tanpa raster.
file transfer protocol (FTP), software komputer yang membiarkan
adanya pertukaran informasi antara beberapa komputer.
filling-up (penutupan titik raster), cetakan yang rasternya tertutup
tinta.
film base (bahan film), bahan dari plastik atau bahan lain yang dilapisi
dengan emulsi fotografi.
film, Lembaran tipis, bening, dan lentur (fleksibel) dari bahan seluloid,
plastik, asetat, atau poliester yang dioles dengan emulsi peka cahaya
perak helogenida perak (perak bromida) serta antihalo, dan digunakan
untuk keperluan fotografi.
filter factor (faktor filter), bilangan yang menunjukkan berapa kali
waktu penyinaran harus diberikan apabila menggunakan filter.
filter, alat penyaring : 1) Untuk memisahkan satu suara dari suara-suara
lain. 2) Untuk memisahkan satu gelombang dari gelombanggelombang
lain. 3) Dalam fotografi berupa embaran kaca, selatin, atau
Lampiran B
b21
bahan lain digunakan untuk mengubah secara seektif cahaya yang
melaluinya.
finishing (jilid, penjilidan), penyelesaian cetakan menjadi barang jadi
yang dimaksud, misalnya menjadi buku, majalah.
fiy leaf inner end paper, end leaves (lembar pelindung), dua
lembaran tambahan antara blok buku dan sampul, yang berfungsi
sebagai pelindung isi buku, sebagai engsel dan penghias buku.
flap (lipatan dalam), bagian kulit jaket yang dilipatkan ke dalam;
biasanya diisi dengan teks mengenai riwayat pengarang atau
mengenai isi buku.
flash exposure (penyinaran rata), penyinaran bantuan (diberikan di
samping penyinaran utama) yang dilakukan tanpa model dengan
menggunakan raster; diterapkan pada model yang kontras untuk
memperbaiki detail-detail bagian gelap.
focal length (jarak titik api), jarak antara titik api dengan pusat optik (o)
lensa.
focal plane (bidang titik api), bidang yang letaknya tegak lurus pada
sumbu utama lensa di titik api.
focus, titik pertemuan sinar cahaya yang jatuh pada lensa
cembus/cermin cekung sejajar dengan sumbu utama; juga disebut titik
api.
focussing, ground glass (kaca periksa), sekeping kaca kusam pada
bagian belakang kamera, digunakan untuk melihat ketajaman letak dan
ukuran bayangan sebelum pemotretan dilakukan.
fog, fogging (kabut, pengkabutan), cacat sebagai gejala mengeruh
dalam film hasil fotografi, yang gambarnya sebagian atau seluruhnya
terselubung oleh endapan perak; cacat tersebut bisa disebabkan oleh
cahaya yang berpencar atau larutan bahan kimia yang kurang cocok.
Lampiran B
b22
foil stamping, aplikasi kertas perak/timah ke/pada kertas. Bisa juga
dikombinasikan dengan mengkilapkan untuk beberapa daya tarik yang
ditambahkan.
fold (lipat, melipat), menekuk suatu lembaran sampai 180o.
fold out /lipat keluar (gambar), gambar atau daftar dalam buku yang
dalam penpunaannya dibuka ke luar (ukuran) buku.
folding/score line (garis ril), garis yang dibuat dengan menekankan
benda keras pada kertas/karton supaya penekukan mudah dilakukan
melalui garis itu.
font, semua jenis karakter/huruf dan spasi yang berhubungan pada satu
ukuran satu sebuah jenis permukaan.
fountain unit (peralatan air), seperangkat peralatan pada mesin cetak
yang gunanya untuk menyalurkan air pembasah, mulai dari bak
sampai kepada pelat cetak.
four (4) color process, sebuah metode mencetak yang menggunakan
titik-titik warna Cyan, Magenta, Kuning dan Hitam untuk menciptakan
kembali sifat yang berkesinambungan/berkelanjutan dan keberagaman
warna pada sebuah gambar berwarna.
frequency (frekuensi), jumlah periode/getar tiap detik; banyak
digunakan dalam ilmu listrik atau elektronika; lihat juga Hertz: misalnya
frekuensi PLN = 50 Hertz.
front guide (penepat depan), alat penepat pada lintasan kertas, yang
fungsinya menghentikan sejenak kertas yang dimasukkan, untuk
mengatur kedudukan kertas pada posisinya yang tepat sebelum
dicekam oleh jari penjepit pada silinder tekan.
gallery camera (kamera galeri), kamera yang letaknya terpisah dari/di
luar kamar gelap.
Lampiran B
b23
galley (dulang), semacam baki memanjang berkaki logam untuk
meletakkan susunan huruf sampai dilakukan penyusunan acuan; lihat
juga galai.
galleyproof (cetak coba dulang), cetak coba permulaan masih secara
kasar dibuat dari susunan huruf dalam dulang guna diperiksa dan
dikoreksi.
gamma (gama), dalam fotografi menunjukkan derajat kekontrasan film
(biasanya negatif); nilai gama sama dengan tangens sudut yang
dibentuk oleh bagian garis lurus kurve gradasi negatif dengan sumbu
horizontal; makin tinggi nilai gama makin besar kontrasnya.
gif, sebuah format file grafis yang biasa/lazim digunakan oleh papan
buletin komputer, tidak sesuai untuk mencetak.
glossary (daftar kata), suatu daftar yang memuat kata-kata dengan
penjelasan artinya.
gold ink (tinta mas), tinta berwarna kuning emas, terdiri dari vernis
khusus dan bubuk kuningan; digunakan sebagai pengganti pelapisan
dengan emas dan pemradaan; biasanya diramu sesaat sebelum
pencetakan; bila dicetakkan kelihatan kuning mengkilap seperti emas.
graphic design, kegunaan elemen-elemen dan teks grafis untuk
mengkomunikasikan suatu ide atau konsep.
graphic designer, seseorang yang mengembangkan desain grafis.
graphic, sesuatu yang dicetak yang tidak dikopi (teks) seperti/termasuk
foto dan ilustrasi.
gutter, spasi antara kolom-kolom jenis dimana halaman
menemui/menjumpai tepi yang mengikat.
half tone, metode dimana fotografi dan gambar lainnya dicetak dengan
menggunakan sel-sel titik untuk mensimulasikan sifat antara
terang/cerah dan gelap. Sebuah mesin cetak tidak mampu mengubah
sifat tinta, sehingga titik-titik warna yang digunakan untuk menipu mata
Lampiran B
b24
hingga menjadi terlihat sebuah gambar yang mempunyai sifat
berkelanjutan untuk melakukan hal ini, foto di shoot/ ditembak melalui
kasa/layar berlubang atau filter yang memecah gambar tersebut
menjadi titik-titik kecil. Garis yang lebih dekat dengan kasa atau layar,
lebih kecil titik tersebut dan lebih banyak titik per inchi nya,
menimbulkan gambar lebih tajam.
hexachrome, sebuah proses pemisahan warna yang dikembangkan
oleh Pantone yang menggunakan 6 dari 4 warna proses dasar.
illustrator, seseorang yang mengembangkan karya seni asli/orisinil
yang digunakan untuk/dalam aplikasi komersial.
imagesetter, sebuah alat resolusi tinggi yang akan mencetak secara
langsung ke lempengan/plat atau film yang siap pada plat.
imposition, proses menyusun halaman kopi dan gambar sehingga
ketika kertas cetak di cetak dan di lipat untuk diikat, halaman tersebut
akan benar/sesuai urutan.
jpeg atau Joint Photography Expert Group merupakan format file
terkompresi untuk mobilitas data yang tinggi dan praktis. Produksi
surat kabar dapat menggunakan format JPEG maximum agar detail
tetap baik. Gambar yang sudah disimpan dalam format JPEG tidak
bisa dikembalikan ke TIFF. Data sudah banyak yang hilang meskipun
di komputer bisa dilakukan, namun pada hasil cetak tetap kurang baik.
kern, penilaian spasi anatara huruf-huruf dengan tujuan agar huruf-huruf
tersebut/untuk membuat huruf tersebut lebih indah/bagus secara visual
dan seimbang di/pada kertas cetak.
leading, spasi antara garis-garis jenis, diukur dari garis dasar satu garis
ke garis dasar berikutnya. Kuantitasnya diukur dalam poin, seperti jenis
8 poin, 10 poin dst. Masing-masing poin kurang lebih sama dengan
1/72 inchi.
Lampiran B
b25
lithography (litografi), proses cetak yang mula mula menggunakan
acuan dari batu, kemuthan dipakai juga untuk cetak datar pada
umumnya; cetak ofset juga masih disebut litografl.
lupe, sebuah lensa pembesar yang digunakan oleh printer untuk
menguji/memeriksa detail bahan-bahan yang dicetak. Kegunaan Lupe
ini adalah memebiarkan seseorang melihat setiap HalfTone Dot warna
yang digunakan dalam proses cetak warna.
makeready, semua aktifitas yang dibutuhkan untuk mengatur/mensetup
mesin cetak agar mesin cetak berjalan termasuk
melakukan/menjalankan pengujian lembaran kertas cetak.
moire, pola kabur/samara yang dihasilakan dengan mencetak beberapa
pola titik yang berulang diatas yang lainnya. Dalam mencetak proses 4
warna, pola ini dihasilkan ketika layar/kasa HalfTone masing-masing
warna tidak lurus.
nigatives (Negs), sebuah versi negative film pada sebuah area gambar,
yang dihasilkan dengan menembak halaman mekanis dengan kamera
proses, atau dengan menjalankan/menggerakkan film melalui sistem
pennsetingan gambar.
object oriented graphics digunakan untuk menggambar garis, logo dan
gambar lainnya yang memerlukan tepi yang halus. Dibuat kurva yang
didefinisikan/dijelaskan secara matematis dan segmen garis yang
disebut dengan Vektor. Keuntungan dalam mencetak karena
kemampuannya untuk memperbesar tanpa harus kehilangan detail.
ocr(Optical Charaker Recognition), software yang menerjemahkan
gambar huruf ke komputer dengan sebuah scanner menjadi huruf yang
dapat dimanipulasi seperti/sebagai teks tetapi bukan sebagai gambar.
offset printing, suatu proses mencetak tidak langsung dimana tinta
ditransfer ke kertas oleh lapisan karet yang membawa kesan dari plat
Lampiran B
b26
cetak, bukan secara langsung dari plat itu sendiri ini adalah metode
cetak komersial yang paling lazim pada saat ini.
opaque (opacity), berhubungan dengan tampilan/ penampakan pada
gambar yang dicetak dari sisi kertas cetak yang berlawanan atau
kertas cetak diujungnya. Ketebalan kertas dan kegunaan pengisi
mineral mempengaruhi lembar ini.
paste-up or production artist, seseorang yang memproduksi kamera
siap pakai atau karya seni siap plat.
pdf atau Portable Document Format adalah format file yang digunakan
setelah semua pekerjaan dan sudah siap untuk dioutput. Cara
membuat PDF yang digunakan untuk produksi cetak tidak sama
dengan cara membuat PDF untuk keperluan lain. Oleh karena itu
harus berhati-hati dalam menggunakan file PDF untuk produksi cetak.
Konsultasikan dengan pihak pracetak yang akan memproses file
tersebut. Kelebihan file PDF antara lain dapat mengkompresi data
namun kualitas tetap baik, meng-embed gambar bitmap/teks dan
vector, serta bersifat cross platform sehingga dapat dibuka di PC
maupun Macintosh.
perfect binding, proses mengikat dimana kertas cetak diikat bersamasama,
ujung ikatan dikerjakan untuk menghasilkan permukaan kasar,
dan memakai lem, halaman depan/sampul kemudian dibungkus
kesemua halaman.
photo CD, sistem yang dikembangkan oleh Kodak untuk menyimpan
gambar yang dihasilakan melalui kamera digital menjadi CD/Compact
Disc.
photo illustration, sebuah gambar yang dihasilakan dengan
menggunakan satu atau lebih photografi.
Lampiran B
b27
photocopy, proses reproduksi/menyalin/meniru yang menggunkan
elemen cetak sensitive bercahaya, Toner, dan panas untuk
menggabungkan toner ke kertas untuk menghasilkan kopi.
pica, satuan pengukuran yang sama dengan 12 poin atau 1/6 inchi.
pixe depth, jumlah data yang digunakan untuk menggambarkan titik-titik
berwarna pada monitor komputer.
pixel, singkatan dari Picture Element, yakni titik yang membentuk
gambar pada sebuah monitor semakin kecil pixelnya, semakin detail
gambar tersebut.
plate-ready film, film fotografis final yang digunakan untuk membuat
pelat cetak.
pms(pantone matching system), sistem pencocokan warna yang
dihasilkan/diciptakan oleh Pantone.
point, sama/ekuivalen dengan 1/72 inch, poin adalah unit pengukuran
jenis.
printing plate, benda logam tipis yang sifatnya sensitif terhadap cahaya
dan menyebabkan sebuah gamabr ditransfer ke kertas ketika pada
mesin cetak. Gambar ini dibakar menjadi pelat oleh kegunaan cahaya
yang berintensitas tinggi atau laser untuk langsung ke sistem pelat.
Permukaan pelat ini diperlakukan sehingga hanya gambar cetak yang
dapat diterima oleh tinta yang mentransfer ke bahan yang dicetak.
printing, proses menggunakan tinta ke kertas atau obyek lain untuk
menghasilkan/menyalin/mereproduksi kata atau gambar.
process color, satu dari empat warna (cyan, magenta, kuning dan
hitam) yang digunakan dalam menghasilkan gambar warna penuh
seperti fotografi.
proof, suatu metode mengecekan kesalahan sebelum mencetak sebuah
pesanan. Secara normal/biasanya operasi mesinc etak terakhir,
percobaan cetak digunakan oleh operator mesin cetak untuk
Lampiran B
b28
memastikan/menjamin kebenarn pada produk terakhir selama produksi
pesanan.
raster image process (RIP), hardware dan software yang
menerjemahkan data menjadi serangkaian/urutan titik unutk hasil ke
film atau pelat.
register marks, garis serambut-melintang atau melingkar/bundar pada
mekanis, negatif, dan pelat yang memandu/menuntun operator mesin
cetak.
register, untuk memposisikan mencetak yang berhubungan tepat ke tepi
kertas dan gamabr cetak lainnya di kertas cetak yang sama.
registration, meletakkan dua atau lebih gambar secara bersamaan
sehingga gambar tersebut nampak lurus, dan menghasilkan gambar
yang jelas/bagus.
resolution, jumlah elemen gambar/foto (pixel) per satuan pengukuran
linier (biasanya inch) pada monitor komputer, atau jumlah titik per inch
(dpi) dalam bentuk cetak.
reverse out knock out, jenis atau gambar lain yang
ditentukan/ditetapkan dengan mcetak background dari gambar itu
sendiri, membiarkan mendasari warna kertas atau tinta cetak
sebelumnya untuk memperlihatkan bentuk gambar tersebut.
rgb (Red, Green and Blue) disebut dengan warna tambahan karena
ditambahkan secara bersamaan, warna itu bisa menghasilkan semua
warna. Secara khusus, RGB digunakan untuk presentasi slide,
software komputer dan game, dan apapun yang terlihat di monitor
video.
saddle stitch, ikatan kertas cetak untuk membentu buku dengan
menggunakan staples atau menjahit punggung buku.
Lampiran B
b29
sans serif, secara harfiah, tanpa serif(s), yang merupakan proyeksi
ekstra dari gerakan utama huruf yang ditemukan pada beberapa jenis
tampilan.
script, jenis permukaan huruf cetak yang mimiknya tulisan tangan.
self cover, publikasi yang dibuat keseluruhan dari kertas yang sama
sehingga halaman depannya dicetak pada kertas yang sama secara
simultan dengan halaman didalamnya.
service bureau, suatu organisasi yang menyediakan/memberi servis
grafis tertentu untuk printer. Service Bureau sering menyediakan
pemisahan warna, tombol warna, dll.
sheet-fed presses, mesin cetak yang mencetak lembar/kertas cetak,
berlawanan dengan mesin web.
signature, kertas cetak diikat menjadi serangkaian halaman yang
disatukan/dijepit/diikat.
spot color, tinta warna atau pernis yang digunakan pada bahan cetak.
Secara umum digunakan. ketika pemrosesan warnba tidak sesuai.
Penggunaan yang efektif pada warna bintik dapat menambah daya
tarik yang dipertinggi pada bahan cetak tanpa mengadakan biaya
warna proses.
spread, ketika publikasi dicetak dengan beberapa warna bintik yang
berinteraksi, celah atau pergeseran warna bisa nampak diantara
obyek. Penyebaran menutup celah dengan saling menumpang tindih
obyek bagian terdepan yang bercahaya ke dasar/background yang
gelap.
stripping, penyusunan negatif pada dataran dalam persiapan utnuk
membuat pelat cetak, ini sekarang dapat dikerjakan secara
elektronik/listrik.
Lampiran B
b30
style sheet, instruksi bagi layout dokumen, seperti permukaan huruf
cetak yang digunakan, ukuran poin header, penempatan footer, dll.
Agar menjaga konsistensi pada dokumen.
thermography, teknis penyelesaian yang dikerjakan setelah mencetak
yang mengangkat tinda dan memberikan efek cetak lukisan/pahatan.
tiff, singkatan dari Tagged Image File Format, yaitu format file yang tidak
terkompres untuk tetap memeliaaahara kelengkapan data warna yang
terekam. Format Tiff hanya berlaku untuk data bitmap, dan menjadi
default dalam penyimpanan gambar dari scanner, kamera digital hi-end
maupun photo CD untuk profesional.
Lampiran C
c1
DAFTAR GAMBAR
halaman
BAB I Pendahuluan 1
Gambar 1.1 Diagram perkembangan 2
Gambar 1.2 Alur produksi konvensional 3
Gambar 1.3 Kombinasi alur produksi konvensional dan digital 4
Gambar 1.4 Alur produksi teknologi digital 4
Gambar 1.5 Diagram computer to print 5
BAB II Kertas. Tinta cetak, Warna, Densitometry, dan Colorimetrics 6
Gambar 2.1 Proses pembuatan kertas 8
Gambar 2.2 Sistem penintaan cetak ofset 12
Gambar 2.3 Ketahanan terhadap pembagian tinta 12
Gambar 2.4 Viskositas tinta 13
Gambar 2.5 Diagram proses pembuatan tinta 14
Gambar 2.6 Skema water conditioning 16
Gambar 2.7 Skema gaya dalam zat cair 16
Gambar 2.8 Sudut kontak 17
Gambar 2.9 Skema gerakan penyaluran air pada sistem pembasahan
konvensional
17
Gambar 2.10 Skema gerak putar rol bak air 17
Gambar 2.11 Sistem pembasahan alkohol tidak menggunakan rol jilat 18
Gambar 2.12 Alat pendingin sistem pembasahan dengan alkohol 18
Gambar 2.13 Bentuk gelombang 19
Gambar 2.14 Panjang gelombang 19
Gambar 2.15 Panjang gelombang merah ke hijau ke biru 20
Gambar 2.16 Proses tertangkapnya warna 21
Gambar 2.17 Retina mata menangkap warna 21
Gambar 2.18 Campuran warna 21
Gambar 2.19 Campuran warna yang dikurangi 22
Gambar 2.20 Kuning diatas kertas putih 23
Gambar 2.21 Cyan diatas kuning 23
Gambar 2.22 Magenta diatas cyan dan kuning 23
Gambar 2.23 Klasifikasi warna 24
Gambar 2.24 Ruang warna 25
Gambar 2.25 Nilai kadar warna 25
Gambar 2.26 Diagram kromatik 26
Gambar 2.27 Corak warna diletakkan dalam hexagon 27
Gambar 2.28 Pengaruh ketebalan film tinta 28
Gambar 2.29 Perbandingan nilai halftone 34
Gambar 2.30 Variasi dot mempengaruhi hasil cetakan 35
Gambar 2.31 Karakteristik cetakan 37
Gambar 2.32 Komposisi kromatik 39
Gambar 2.33 Struktur warna kromatik 39
Gambar 2.34 Porsi akromatik digantikan oleh hitam 40
Gambar 2.35 Porsi akromatik dikurangi hingga 30% 40
Gambar 2.36 Komposisi akromatik 40
Gambar 2.37 Porsi warna C,M,Y dikurangi 41
Gambar 2.38 Komposisi akromatik dengan penambahan warna kromatik 41
Lampiran C
c2
Gambar 2.39 Penambahan porsi C,M,Y ditambahkan ke struktur warna
akromatik
41
Gambar 2.40 Cetakan 7 (tujuh) warna ditempatkan pada diagram kromatik
CIE
42
Gambar 2.41 Tingkat reduksi nilai halfone yang disebabkan karena
kesalahan pemasangan tinta
43
Gambar 2.42 Hasil tiga superimposition yang berbeda pada warna cyan dan
magenta
43
Gambar 2.43 Potongan bidang beberapa kondisi 45
Gambar 2.44 Potongan halftone 45
Gambar 2.45 Potongan slur/doubling 46
Gambar 2.46 Pemantauan visual pada pencahayaan lempengan 46
Gambar 2.47 Cara kerja densitometer transmisi dan refleksi 46
Gambar 2.48 Prinsip densitometer refleksi 47
Gambar 2.49 Refleksi kurva untuk cyan, magenta dan kuning bersama
dengan filter warna
48
Gambar 2.50 Filter polarisasi 49
Gambar 2.51 Ketebalan film tinta C,M,Y,K 51
Gambar 2.52 Penghimpunan/kumpulan cahaya 53
Gambar 2.53 Warna-warni tambahan diukur dengan sebuah densitometer 57
Gambar 2.54 Warna-warna tambahan HKS 8 dan HKS 65 58
Gambar 2.55 Konstruksi alat pengukur warna mengikuti model visual dan
sensorik pada mata manusia
59
Gambar 2.56 Cahaya mempengaruhi komposis spektral 60
Gambar 2.57 Komposisi jenis penyinaran D65 60
Gambar 2.58 Warna X dan Y 61
Gambar 2.59 Warna Z 62
Gambar 2.60 Ilustrasi sebuah area diameter 3,5 cm dan 17,5 cm dilihat pada
jarak 1 meter
62
Gambar 2.61 Proses menggabungkan dan mengalikan dengan faktor
normalisasi, nilai tristimulus X,Y dan Z
63
Gambar 2.62 Elips Mac Adam 64
Gambar 2.63 Lokasi porosn pada ruang warna CIELAB 65
Gambar 2.64 Sifat warna dan penjenuhan warna digambar pada
poros/sumbu aº dan bº
66
Gambar 2.65 Ruang warna CIELAB untuk membentuk warna 66
Gambar 2.66 Bagian silang/melintang melalui ruang warna CIELAB untuk
membentuk warna pada level pencahayaan Lº=50
67
Gambar 2.67 Level pencahayaan Lº=75,3 dengan aº=51,2 dan bº=48,4 68
Gambar 2.68 Tiga sumbu koordinat ditunjukkan dengan Lº, uº dan vº 69
Gambar 2.69 Bagian silang/melintang melalui ruang warna CIELUV untuk
membentuk warna pada level pencahayaan Lº=50
69
Gambar 2.70 representasi skematik dengan lokasi ukuran L*= 75,3, C*= 70,5,
hº= 43,40
70
Gambar 2.71 Elips untuk menilai evaluasi dalam pencahayaan dan corak 71
Gambar 2.72 Sistem klasifikasi warna Munsell 72
Gambar 2.73 Koordinat Munsell tidak dapat diubah menjadi koordinat CIE 72
Gambar 2.74 Prinsip pengukuran (menyangkut) three-range photometer 73
Gambar 2.75 Prinsip pengukuran CPC 21 75
Gambar 2.76 Kepingan control warna 76
Gambar 2.77 Kepingan kontrol warna untuk mengukur spektral dengan CPC 76
Lampiran C
c3
21
Gambar 2.78 Tampilan monitor CPC 21 78
Gambar 2.79 Output monitor CPC 21 79
BAB III Pekerjaan desain hingga bentuk file siap film 81
Gambar 3.1 Diagram alur prepress analog dan digital 84
Gambar 3.2 Ilustrasi garis 91
Gambar 3.3 Ilustrasi bidang 92
Gambar 3.4 Ilustrasi bidang (geometris) 92
Gambar 3.5 Ilustrasi bercak-bercak (doodle) 93
Gambar 3.6 Ilustrasi cukilan sebagai klise cetakan 93
Gambar 3.7 Ilustrasi kolase 94
Gambar 3.8 Cover majalah gradasi 100
Gambar 3.9 Van de Graff 102
Gambar 3.10 Diagonal 102
Gambar 3.11 Perbandingan emas 103
Gambar 3.12 Visualisasi rancangan instruksi 104
Gambar 3.13 Scanner flat-bed 105
Gambar 3.14 Scanner Drum 106
Gambar 3.15 Kamera digital 107
Gambar 3.16 Skema imposisi 112
Gambar 3.17 Imposisi diatas layar monitor 112
Gambar 3.18 Peletakan nomor halaman sesuai karakteristik barang cetak 113
Gambar 3.19 Contoh imposisi elektronik 113
Gambar 3.20 Diagram proses input data-desain-imposisi-hingga pencetakan 114
Gambar 3.21 Diagram alur proses kerja Post Script-RIP 114
Gambar 3.22 Integrasi text, graphics, picture,dan layout 115
Gambar 3.23 Skema kerja dari proses data hingga menjadi film 115
Gambar 3.24 Sistem digital yang terkoneksi dengan mesin cetak (DCP9
9000/QM-DI, Kodak/Heidelberg)
116
BAB IV Foto Reproduksi (film making) dan plate making 117
Gambar 4.1 Proses pembuatan film konvensional 117
Gambar 4.2 Skema kamera vertikal tampak samping 118
Gambar 4.3 Perspektif kamera vertikal 118
Gambar 4.4 Skema vertikal tampak depan 119
Gambar 4.5 Perspektif kamera vertikal 119
Gambar 4.6 Bidang model 120
Gambar 4.7 Jalan sinar pada jenis kamera vertikal 120
Gambar 4.8 Macam-macam lensa 120
Gambar 4.9 Jarak titik api dengan fokus 120
Gambar 4.10 Skema penampang lintang lensa proses 121
Gambar 4.11 Cara kerja diafragma iris 121
Gambar 4.12 Cermin pembalik 121
Gambar 4.13 Kamera vertikal 122
Gambar 4.14 Tipe kamera vertikal 122
Gambar 4.15 Kamera vertikal tampak depan 123
Gambar 4.16 Panel kamera vertikal 123
Gambar 4.17 Skema jarak screening pada kamera reproduksi 124
Gambar 4.18 Skema kamera horisontal 124
Gambar 4.19 Jalan sinar pada jenis kamera horisontal 124
Lampiran C
c4
Gambar 4.20 Kamera horisontal 125
Gambar 4.21 Bagian-bagian kamera horisontal 125
Gambar 4.22 Bagian-bagian kamera horisontal 126
Gambar 4.23 Kamera horisontal menempati dua kamar 126
Gambar 4.24 Menyetel ketajaman bayangan 127
Gambar 4.25 Struktur film 129
Gambar 4.26 Struktur film 129
Gambar 4.27 Kepekaan film terhadap cahaya 131
Gambar 4.28 Film developer in tray design 131
Gambar 4.29 Film developer with deep tank technology 132
Gambar 4.30 Diagram skematis film processor 133
Gambar 4.31 Pengembangan film secara manual 133
Gambar 4.32 Film processor merk Tung Shung 137
Gambar 4.33 Kerja filter 138
Gambar 4.34 Sudut raster 138
Gambar 4.35 Metode pemisahan warna 139
Gambar 4.36 Produksi film separasi 140
Gambar 4.37 Scanning head of color separation scanner 141
Gambar 4.38 Proses produksi dari model sampai siap di film 141
Gambar 4.39 Penempelan film saat montase 142
Gambar 4.40 Montase film 143
Gambar 4.41 Montase 8 halaman buku 144
Gambar 4.42 Diagram skematis pemisahan warna scanner 145
Gambar 4.43 Bagan scanner drum 145
Gambar 4.44 The drum imagesetter 146
Gambar 4.45 The drum imagesetter and film processor 147
Gambar 4.46 Struktur pelat cetak offset 148
Gambar 4.47 Bak tempat pengembangan pelat 149
Gambar 4.48 Skema permukaan pelat 150
Gambar 4.49 Bagian demi bagian pelat di expose 151
Gambar 4.50 Film yang sama di expose dalam satu pelat 151
Gambar 4.51 Berbagai image di expose dalam satu pelat 152
Gambar 4.52 Graining pada pelat cetak 153
Gambar 4.53 Plate making 153
Gambar 4.54 Proses Produksi dari membuat model hingga print finishing 153
Gambar 4.55 Diagram proses transfer data file ke RIP dilanjutkan ke
berbagai media (CtFilm, CtPlate, CtPress
154
Gambar 4.56 Plate making 154
Gambar 4.57 Contact copier 155
Gambar 4.58 Plate processor 155
Gambar 4.59 Plate making 156
Gambar 4.60 Komputer to plate 156
BAB V Kalkulasi Grafika 157
BAB VI Acuan Cetak Fleksografi dan Pad Printing 171
Gambar 6.1 Prinsip kerja acuan cetak konvensional 171
Gambar 6.2 Skema gambar mesin fleksografi 171
Gambar 6.3 Unit cetak fleksografi 172
Gambar 6.4.a Skema proses pencetakan 172
Gambar 6.4.b Skema gambar mesin fleksografi 173
Lampiran C
c5
Gambar 6.5 Proses pengembangan pelat photopolymer untuk cetak
fleksografi
173
Gambar 6.6 Film processor 174
Gambar 6.7 Densitometer refleksi 175
Gambar 6.8 Densitometer transparansi 176
Gambar 6.9 Kapstan 176
Gambar 6.10 Eksternal dan internal drum 177
Gambar 6.11 Sleeve (seamless) untuk cetak fleksografi (BASF) 177
Gambar 6.12 Diagram alur proses cetak fleksografi 178
Gambar 6.13 CtP ThermoFlex 4045 179
Gambar 6.14 CtP ThermoFlex 2630 179
Gambar 6.15 CtP ThermoFlex 5280 180
Gambar 6.16 CtP fleksografi uk. 1067 mm x 1524 mm 180
Gambar 6.17 Pelat tembaga wedgewood blue 182
Gambar 6.18 Prinsip penyinaran pelat keluli 183
Gambar 6.19 Gaya penyinaran pelat terskrin 184
Gambar 6.20 Schematic diagram of pad transfer printing 185
Gambar 6.21 Open system for inking the cliché in pad transfer printing 185
Gambar 6.22 Peralatan pelat jenis drum 187
Gambar 6.23 Kerataan fotopolimer 188
Gambar 6.24 Mesin cetak pad 1 warna 191
Gambar 6.25 Mesin cetak pad multicolor carousel (MKM 125, Morlock) 192
Gambar 6.26 Mesin cetak pad 4 warna (TPX 500, Teca Print) 192
Gambar 6.27 Contoh produk hasil pad printing 192
BAB VII Macam-macam teknik cetak 193
Gambar 7.1 Johannes Gutenberg 194
Gambar 7.2 Mesin cetak Gutenberg 194
Gambar 7.3 Batang huruf 195
Gambar 7.4 Mesin cetak Degel (1950) 196
Gambar 7.5 Hand press 196
Gambar 7.6 Hand press dengan sistem penintaan piring 197
Gambar 7.7 Skema mesin Degel 198
Gambar 7.8 Cara kerja sistem Boston 198
Gambar 7.9 Cara kerja sistem Gordon 199
Gambar 7.10 Cara kerja sistem Gally 199
Gambar 7.11 Cara kerja sistem liberty 200
Gambar 7.12 Landasan mesin cetak silinder 201
Gambar 7.13 Mesin cetak silinder 201
Gambar 7.14 Sistem pencetakan langsung 202
Gambar 7.15 Diagram proses pencetakan 202
Gambar 7.16 Batang huruf 202
Gambar 7.17 Nomerator 202
Gambar 7.18 Menutup acuan 202
Gambar 7.19 Peletakan gambar huruf pada siku susun 203
Gambar 7.20 Lemari huruf dan batang huruf 203
Gambar 7.21 Ruangan cetak tinggi beserta perlengkapannya 204
Gambar 7.22 Mesin proof 204
Gambar 7.23 Letterpress-8x12-old-the old style was first made in 1884 204
Gambar 7.24 Letterpress-12x18-new New Style was made in 1911 204
Gambar 7.25 Tim’s model no 3 victorian hand press 204
Lampiran C
c6
Gambar 7.26 Hand press 204
Gambar 7.27 Heidelberg KORS 204
Gambar 7.28 Ruangan kerja cetak tinggi 205
Gambar 7.29 Proses pencetakan 205
Gambar 7.30 Produk mesin cetak tinggi 206
Gambar 7.31 Produk mesin cetak tinggi 207
Gambar 7.32 Cara kerja dan bentuk acuan 208
Gambar 7.33.1 Skema unit pencetakan sistem mesin fleksografi konvensional 210
Gambar 7.33.2 Skema unit pencetakan mesin fleksografi sistem doctor blade 211
Gambar 7.34 Contoh hasil cetak flexo pada kemasan popok bayi 214
Gambar 7.35 Struktur dari jenis-jenis pelat photopolymer 215
Gambar 7.36 Penampang silinder pelat dengan pelat cetak dan sticky back 215
Gambar 7.37 Skema unit pencetakan mesin fleksografi sistem single doctor
blade chamber
216
Gambar 7.38 Skema unit pencetakan mesin fleksografi sistem double doctor
blade chamber
216
Gambar 7.39 RAVOL, perangkat pengukur ketebalan tinta rol anilox buatan
APEX
219
Gambar 7.40 Unit cetak satelit mesin fleksografi 220
Gambar 7.41 Mesin cetak flekso 8 warna dengan silinder tekan terpusat (34
DF/8-CNC, Fischer & Krecke)
220
Gambar 7.42 Penggantian lapisan silinder pelat dengan proses silinder
otomatis pada mesin flekso dengan silinder tekan terpusat
(Fischer & Krecke)
221
Gambar 7.43 Penggantian lapisan silinder pelat pada mesin fleksografi
(Fischer & Krecke)
221
Gambar 7.44 Mesin cetak fleksografi dengan silinder tekan terpusat dengan
8 unit cetak dengan keotomatisan tingkat tinggi (Astraflex,
W&H)
221
Gambar 7.45 Skema mesin fleksografi dengan desain satu garis 221
Gambar 7.46 Mesin cetak fleksografi desain satu garis terintegrasi dengan
unit pemotong dan unit lipat (Lemanic 82, Bobst)
222
Gambar 7.47 Mesin cetak fleksografi untuk mencetak label dengan
pengering UV dan pemotong berputar (Arsona EM 510,
Heidelberg/Gallus)
222
Gambar 7.48 Mesin cetak fleksografi untuk mencetak label dengan
pemotong berputar, unit winding untuk menghilangkan
pemborosan, dan mengontrol gambar (GLS-2000, Nilpeter)
222
Gambar 7.49 Mesin cetak fleksografi untuk mencetak label dengan
pemotong berputar, stasiun winding (4200, Mark andy)
223
Gambar 7.50 Skema mesin cetak fleksografi desain tipe susun/tumpuk 223
Gambar 7.51 Skema mesin cetak fleksografi empat warna desain tipe
susun/tumpuk untuk mencetak kemasan.
224
Gambar 7.52 Mesin cetak surat kabar untuk mencetak multi dengan 144 unit
cetak (flexocourier, KBA)
225
Gambar 7.53 Skema mesin cetak fleksografi dengan multi silinder tekan 225
Gambar 7.54 Penggantian lapisan silinder pelat dan rol anilox pada mesin
fleksografi (Soloflex, W&H)
225
Gambar 7.55 a. mesin cetak fleksografi 2 warna, b. silinder pelat dengan
pelat cetak dan rol tinta (flexoGold, Aurelia)
225
Gambar 7.56 Skema mesin cetak fleksografi 8 warna dengan silinder tekan 226
Lampiran C
c7
sentral
Gambar 7.57 Skema mesin cetak fleksografi kapasitas tinggi dengan silinder
tekan terpusat dengan 8 unit penintaan (W&H)
226
Gambar 7.58 Skema unit pencetakan mesin cetak fleksografi gulungan,
dengan silinder pusat, 8 warna
227
Gambar 7.59 Pembuatan acuan pada silinder gravure dengan jarum pemahat
(engraving)
231
Gambar 7.60 Mesin pembuat acuan untuk mesin rotogravure (Helio
Klischograph K 406-Sprint, Hell Gravure system)
231
Gambar 7.61 Mesin pembuat film cetak rotogravure 231
Gambar 7.62 Skema struktur pencetakan mesin cetak dalam 232
Gambar 7.63 Master cetakan (dengan 4 warna tinta) pada silinder gravure
untuk mencetak uang kertas.
236
Gambar 7.64 Jenis-jenis variasi dari pelat lembaga pada silinder gravure 238
Gambar 7.65 Penampang sel-sel pengukiran dengan electromechanicall 239
Gambar 7.66 Hasil cetak rotogravure yang diperbesar dan tampak bagian
tepinya yang bergerigi.
239
Gambar 7.67 Ilustrasi unit pencetakan mesin rotogravure 240
Gambar 7.68 Mesin rotogravure yang dilengkapi peralatan untuk
penggantian lapisan silinder gravure dan unit penintaan untuk
mempercepat proses penggantiannya (W&H)
242
Gambar 7.69 Diagram mesin cetak rotogravure lembaran multiwarna untuk
bahan kemasan (Rembrant 142, KBA)
243
Gambar 7.70 Mesin cetak rotogravure lembarab multiwarna untuk bahan
kemasan (Rembrant 142, KBA)
243
Gambar 7.71 Diagram unit pencetakan mesin cetak rotogravure 8 warna 244
Gambar 7.72 Diagram struktur unit mesin Proff Rotogravure (KBA) 244
Gambar 7.73 Diagram mesin proff cetak rotogravure dengan 4 unit
pencetakan
244
Gambar 7.74 Mesin cetak rotogravure dengan cadangan tinta pada tangki
penyuplai di bagian depan (KBA)
245
Gambar 7.75a Mesin rotogravure dengan 10 unit cetak (heliostar 2000, W&H) 245
Gambar 7.75b Contoh produk kemasan hasil cetak rotogravure 245
Gambar 7.76 Johannes Gutenberg penemu teknik cetak offset 246
Gambar 7.77 Skema prinsip pencetakan pada mesin cetak offset 248
Gambar 7.78 Skema unit-unit pada mesin cetak offset lembarab dua warna 251
Gambar 7.79 a. skema unit pemasukan cetak offset lembaran sistem
pemasukan tunggal, b. contoh unit pemasukan cetak offset
lembaran sistem pemsukan tunggal (Heidelberg)
252
Gambar 7.80 Contoh unit pemasukan cetak offset lembaran sistem
pemasukan susun sirih (Heidelberg)
253
Gambar 7.81 Kelompok kepala hisap 254
Gambar 7.82 Sistem pemasukan susun sirih (stream feeder) dengan ban
penghisap mesin cetak speedmaster SM 74 Heidelberg
254
Gambar 7.83 Unit pencetakan mesin cetak offset lembaran 255
Gambar 7.84 Macam-macam sistem pembasahan 256
Gambar 7.85 Sistem penintaan mesin cetak offset 257
Gambar 7.86 Unit pengeluaran mesin cetak offset 257
Gambar 7.87 Macam-macam diagram mesin cetak offset 1 warna produksi
Heidelberg
258
Gambar 7.88 Macam-macam diagram mesin cetak offset 2 warna produksi 259
Lampiran C
c8
Heidelberg
Gambar 7.89 Skema sederhana mesin cetak offset gulungan 260
Gambar 7.90 Automatic reel stand model flying paster 261
Gambar 7.91 Automatic reel stand zero speed dengan festoon vertikal 262
Gambar 7.92 Konstruksi unit pencetakan blanket 263
Gambar 7.93 Konstruksi unit pencetakan blanket to blanket tipe I (M-
600, Heidelberg) tipe Y (KBA)
263
Gambar 7.94 Konstruksi unit pencetakan blanket to blanket tipe twin H
(GOSS)
263
Gambar 7.95 Konstruksi unit pencetakan blanket to impression tipe twin
satelite (MAN Roland)
263
Gambar 7.96 Konstruksi unit pencetakan blanket to impression tipe satelit
(MAN Roland)
264
Gambar 7.97 Konstruksi unit pencetakan blanket to impression tipe three
quarter satelite (GOSS)
264
Gambar 7.98 Konstruksi unit pencetakan blanket to blanket semi satelit
(WIFAG)
264
Gambar 7.99 Konstruksi unit pencetakan blanket to blanket tipe H, empat
unit pencetakan (Galaxy Heidelberg)
264
Gambar 7.100 Konstruksi unit pencetakan blanket to blanket tipe H
(Universal 70 GOSS)
265
Gambar 7.101 Sistem pembasahan mesin cetak offset 266
Gambar 7.102 Desain unit penintaan Speedmaster 102 9Heidelberg) 267
Gambar 7.103 Desain unit penintaan Roland 700 (MAN Roland) 267
Gambar 7.104 Desain unit penintaan Rapida 104 (KB) 267
Gambar 7.105 Desain unit penintaan short inking unit 267
Gambar 7.106 Desain unit penintaan Convertible inking unit (M-6000,
Heidelberg)
268
Gambar 7.107 Skema unit pengeluaran (double folder unit) , (MAN Roland) 269
Gambar 7.108 Skema unit jaws folder, interaksi antara cutting knife, tucker
blade dan interaksi antara jaw dan cylinder (IFRA)
269
Gambar 7.109 Skema unit darum folder (IFRA) 270
Gambar 7.110 Skema former arranged (IFRA) 270
Gambar 7.111 Contoh-contoh hasil lipatan mesin cetak offset gulungan 270
Gambar 7.112 Sumbangan dot gain dalam proses pencetakan 271
Gambar 7.113 Blanket smash karena lipatan kertas 282
Gambar 7.114 Blanket rusak parah terhempas oleh lipatan tumpukan kertas,
kain putih terlihat keluar
282
Gambar 7.115 Fiber tercampur dengan coating tercabut dari sisi kertas yang
kasar
283
Gambar 7.116 Ukuran 12x18.25” diukur tepat pada sisi kiri templat 289
Gambar 7.117 Ukuran 12x18.25” sisi kanan terdapat gap terhadap templat
terjadi penyusutan
289
Gambar 7.118 Prinsip cetak sablon 293
Gambar 7.119 Meja sablon 294
Gambar 7.120 Catok 295
Gambar 7.121 Bingkai saring 295
Gambar 7.122 Monofilament 297
Gambar 7.123 Multifilament 297
Gambar 7.124 Rakel 297
Gambar 7.125 Coater 299
Lampiran C
c9
Gambar 7.126 Alat bantu sablon, hairdryer dan handsprayer 299
Gambar 7.127 Bahan-bahan sablon 300
Gambar 7.128 Meja afdruk dilihat dari atas 301
Gambar 7.129 Melapisi screen dengan larutan afdruk 302
Gambar 7.130 Susunan alat-alat penyinaran 303
Gambar 7.131 Melakukan penyinaran dengan bantuan sinar matahari 303
Gambar 7.132 Proses pengembangan dan memasang screen yang sudah
diexpose pada meja sablon
303
Gambar 7.133 Memasang penepat dan mengatur kedudukan benda yang akan
dicetak
304
Gambar 7.134 Pencetakan 304
Gambar 7.135 Rak pengeringan 305
Gambar 7.136 Skema teknik cetak saring 306
Gambar 7.137 Proses penintaan dan pencetakan pada cetak saring 306
Gambar 7.138 Alat untuk melapisi screen dengan larutan afdruk 306
Gambar 7.139 Mesin sablon semi otomatis jenis flat bed 306
Gambar 7.140 Mesin sablon kaos 307
Gambar 7.141 Mesin sablon semi otomatis untuk permukaan bidang datar 307
Gambar 7.142 a. mesin sablon silinder (flat round), b. urutan pencetakan 307
Gambar 7.143 Mesin sablon semi otomatis untuk permukaan bidang lengkung 307
Gambar 7.144 Mesin sablon otomatis untuk botol, gelas,dll dan contoh
produknya
307
Gambar 7.145 Sistem mesin sablon multicolor untuk bahan tekstil 308
Gambar 7.146 Struktur dasar teknologi elektrofotografi 311
Gambar 7.147 Knologi ink jet 312
Gambar 7.148 High-speed ink jet printing system (system 6240/color runnar
scitex digital printing/matti technology)
314
Gambar 7.149 Mesin cetak digital merk Ultra 72 Lite 8H/12H/16H 318
Gambar 7.150 Mesin cetak digital JV3-160 SP 318
Gambar 7.151 Mesin cetak digital merk Ultra 720 Luxury 8H/12H/16H 318
Gambar 7.152 Mesin cetak Ultra 720T 8H 12H 16H 319
Gambar 7.153 Mesin cetak digital ultra 1000 skywalker4c/6c 319
Gambar 7.154 Mesin cetak digital ZY-Seiko printhead 6 warna 319
Gambar 7.155 Mesin cetak ultra 1000skywalker 16H 319
BAB VIII Penyelesaian grafika/purna cetak 320
Gambar 8.1 Melipat dengan tulang pelipat 320
Gambar 8.2 Melipat dengan pisau lipat 320
Gambar 8.3 Melipat dengan kantong lipat 321
Gambar 8.4 Melipat satu langkah 321
Gambar 8.5 Melipat dua langkah 321
Gambar 8.6 Melipat tiga langkah 322
Gambar 8.7 Melipat empat langkah 322
Gambar 8.8 Skema rol-rol lipat dan kantong/tas 323
Gambar 8.9 Kantong dan pisau lipat 323
Gambar 8.10 Percobaan dengan kuku 324
Gambar 8.11 Percobaan merobek kertas 324
Gambar 8.12 Percobaan dua potongan kertas 325
Gambar 8.13 Percobaan membasahi kertas 325
Gambar 8.14 Percobaan dengan melengkungkan karton 325
Gambar 8.15 Lipat biasa 326
Lampiran C
c10
Gambar 8.16 Lipat paralel gulung tunggal 326
Gambar 8.17 Lipat paralel gulung rangkap 326
Gambar 8.18 Lipat sig-sag 326
Gambar 8.19 Lipat kombinasi 327
Gambar 8.20 Meja pemasukan manual mesin lipat STAHL K-52 327
Gambar 8.21 Meja pemasukan standar 328
Gambar 8.22 Meja pemasukan otomatis 328
Gambar 8.23a Pelat penyalur kertas dan rol pembawa kertas 329
Gambar 8.23b Lembaran harus masuk tepat ke kantong lipat 330
Gambar 8.24 Tekanan rol yang tidak sama 331
Gambar 8.25 Penggunaan pisau lipat 331
Gambar 8.26 Penempatan sejumlah kertas disesuaikan tebal lipatan 332
Gambar 8.27 Rol dan ban pengangkut 332
Gambar 8.28 Pemakaian pelor 333
Gambar 8.29 Penepat lintasan 333
Gambar 8.30 Pengatur jarak dan kecepatan kertas 334
Gambar 8.31 Meja penerima 335
Gambar 8.32 Skema lipatan 336
Gambar 8.33 Penyetelan rol 337
Gambar 8.34 Perforasi, ril, dll 338
Gambar 8.35 Perlakuan terhadap kertas 339
Gambar 8.36 Perlakuan terhadap kertas yang akan dilipat pada meja
pemasukan manual
340
Gambar 8.37 Penyetelan tekanan rol lipat 340
Gambar 8.38 Common parallel folds 341
Gambar 8.39 Common right angle folds 342
Gambar 8.40 Proses pelipatan kertas dengan pisau lipat 343
Gambar 8.41 Proses pelipatan kertas dengan kantong lipat 344
Gambar 8.42 Melipat sesuai arah serat kertas dan yang berlawanan dengan
arah serat kertas
345
Gambar 8.43 Mesin risocolator TC5100 356
Gambar 8.44 Mesin Jahit Buku DQ404 356
Gambar 8.45 Mesin Jahit Buku DQ402 357
Gambar 8.46 Mesin Binding Buku JBB-40A 357
Gambar 8.47 Mesin Binding Buku BBQH-40/4 358
Gambar 8.48 Mesin Jahit Buku SXB-430 358
Gambar 8.49 Teknik melakukan pemotongan kertas 359
Gambar 8.50 Turunnya mata pisau pada kertas 359
Gambar 8.51 Prinsip pemotongan benda kerja 360
Gambar 8.52 Bagian-bagian mesin potong 361
Gambar 8.53 Kelengkapan unit pemotongan (cutting line) 361
Gambar 8.54 Mesin potong model 6100B, Schon & Sandt 362
Gambar 8.55 Mesin potong RC-115DX 362
Gambar 8.56 Mesin potong RM-Series 363
Gambar 8.57 Bahan laminasi bentuk pouch dan roll 369
Gambar 8.58 Penomoran pada formulir dan barcode 370
BAB IX Pekerjaan Laminasi dan UV Varnish 379
Gambar 9.1 Bahan laminasi bentuk pouch dan roll 379
Gambar 9.2 Mesin laminasi sistem panas (thermal) buatan PAMOR – Behe 380
Lampiran C
c11
Machinery Workshop
Gambar 9.3 Mesin Laminasi SRFM 720 382
Gambar 9.4 Unit Pemasukan ( meja aparat dan tombol operasi) 383
Gambar 9.5 Bagan Mesin Laminasi SRM 720 383
Gambar 9.6 Rol gulungan plastik laminasi 384
Gambar 9.7 Tangkai/ batang pisau pemotong/ perforator 384
Gambar 9.8 Mesin UV (ultraviolet) Varnih seri ZHSG-1200 387
BAB X Pekerjaan Pon, Ril, dan Emboss 389
Gambar 10.1 Acuan cetak pon dan ril
389
Gambar 10.2 Operator melakukan pengeponan dengan mesin
390
Gambar 10.3 Operator menun jukkan cetakan yang telah dipon dan di ril
dengan menggunakan mesin
390
Gambar 10.4 Cetakan yang telah di bentuk menjadi Dos Snack 391
Gambar 10.5 Mesin Degel dapat untuk pon, ril, dan emboss 392
Gambar 10.6 Bentuk klise emboss 393
Gambar 10.7 Hasil pabrikan teknik cetak emboss 394
Gambar 10.8 Pengembossan dapat dilakukan dengan mesin degel 395
Gambar 10.9 Mesin emboss untuk membuat kartu (credit card, name card,
identity crd, dll.)
395
BAB XI Kegiatan pendukung keberhasilan industri grafika 396
Gambar 11.1 Pakailah sepatu kerja 398
Gambar 11.2 Dilarang merokok 406
Gambar 11.3 Gunakan kaca mata 406
Gambar 11.4 Sesuatu yang mudah terbakar 406
Gambar 11.5 Tempat memberikan pertolongan (PPPK) 406
Gambar 11.6 Bentuk alat pemadam kebakaran 407
Gambar 11.7 Gunakan alat pemadam kebakaran yang tepat 409
Gambar 11.8 Gunakan masker jika bersentuhan dengan bahan kimia 410
Gambar 11.9 Matikan listrik bila sudah tidak diperlukan 411
Gambar 11.10 Hindarkan aliran listrik 412
Gambar 11.11 Serahkan pemeriksaan dan penggantian pada ahlinya 412
Gambar 11.12 Model keefektifan tim 419
Gambar 11.13 Arah komunikasi dalam organisasi 420
Gambar 11.14 Ilustrasi memperlakukan pelanggan secara profesional 422
Gambar 11.15 Ilustrasi keberhasilan membangun usaha 424
Gambar 11.16 Bagan perencanaan strategi pemasaran 430
Gambar 11.17 Bagan kaitan antara strategi pemasaran dengan situasi umum
perusahaan
430
Gambar 11.18 Perkiraan pasar media cetak dan prediksi penggunaan media di
masa yang akan datang
439
BAB XII PENUTUP 440
Lampiran C
c12
Lampiran D
d1
DAFTAR TABEL
halaman
BAB II Tabel 2.1 Pencampuran warna 22
Tabel 2.2 Pencampuran warna 2 23
Tabel 2.3 Nilai colour coordinates dan luminance factor 27
Tabel 2.4 Pergeseran nilai halftone 30
BAB III Tabel 3.1 Campuran warna 109
Tabel 3.2 Penentuan Resolusi Gambar 110
BAB IV Tabel 4.1 Problem pelat dan cara penanganannya 150
BAB VII Tabel 7.1 Pemecahan masalah-masalah lipat 346
BAB VIII Tabel 8.1 Pemecahan masalah-masalah lipat 346
BAB IX Tabel 9.1 Spesifikasi mesin laminasi SRM 720 383
Tabel 9.2 Perbandingan harga UV, gloss, dan dob 386
BAB XI Tabel 11.1 Perbandingan jumlah industri cetak 396
Tabel 11.2 Pendekatan-pendekatan strategi 432
Lampiran D
d2
0 komentar:
Posting Komentar