Abdul Latief Sulam
TEKNIK PEMBUATAN
BENANG DAN
PEMBUATAN KAIN
JILID 1
SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang
TEKNIK PEMBUATAN
BENANG DAN
PEMBUATAN KAIN
JILID 1
Untuk SMK
Penulis Utama : Abdul Latief Sulam
Perancang Kulit : Tim
Ukuran Buku : 17,6 x 25 cm
Diterbitkan oleh
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008
SLM SULAM, Abdul Latief
t Teknik Pembuatan Benang dan Pembuatan Kain Jilid 1
untuk SMK /oleh Abdul Latief Sulam ---- Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional, 2008.
xxix. 287 hlm
Daftar Pustaka : B1-B2
ISBN : 978-979-060-108-6
978-979-060-109-3
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat
dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional, telah melaksanakan kegiatan penulisan
buku kejuruan sebagai bentuk dari kegiatan pembelian hak cipta
buku teks pelajaran kejuruan bagi siswa SMK. Karena buku-buku
pelajaran kejuruan sangat sulit di dapatkan di pasaran.
Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk
SMK dan telah dinyatakan memenuhi syarat kelayakan untuk
digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2008 tanggal 15 Agustus
2008.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak
cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk
digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK.
Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada
Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (download),
digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh
masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial
harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan
oleh Pemerintah. Dengan ditayangkan soft copy ini diharapkan
akan lebih memudahkan bagi masyarakat khsusnya para
pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia maupun
sekolah Indonesia yang berada di luar negeri untuk mengakses
dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar.
Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini.
Kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan
semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami
menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya.
Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.
Jakarta, 17 Agustus 2008
Direktur Pembinaan SMK
ii
PENGANTAR PENULIS
Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji syukur kepada
Allah SWT bahwa penulis telah dapat menyelesaikan penulisan
buku ini tanpa ada halangan yang berarti.
Buku merupakan bagian integral dari suatu sistem pendidikan
bahkan merupakan salah satu kunci untuk melepaskan diri dari
ketinggalan pengetahuan dan teknologi yang terus tumbuh dan
berkembang.
Penyediaan buku ini untuk Sekolah Menengah Kejuruan
dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan proses belajar di
sekolah, baik digunakan oleh siswa maupun sebagai pedoman bagi
guru dalam mengajar, khususnya pada Program Keahlian
Teknologi Pembuatan Benang dan Teknologi Pembuatan Kain
Tenun.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
buku ini kami sampaikan banyak terima kasih dan kepada para
pembaca, segala saran yang bersifat konstruktif kami
menyampaikan penghargaan dan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA SAMBUTAN .................................................................. i
PENGANTAR PENULIS .......................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................ iii
DAFTAR ISTILAH/GLOSARI .................................................. xv
SINOPSIS ............................................................................... xvi
DESKRIPSI KONSEP PENULISAN........................................ xvii
PETA KOMPETENSI .............................................................. xviii
JILID 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Ruang Lingkup Teknologi Tekstile .......................... 1
1.1.1 Pengertian Tekstil..................................................... 1
1.1.2 Pengertian Berdasarkan Etimologi ........................... 1
1.1.3 Pengertian Berdasarkan Substansi Bahan............... 1
1.1.4 Pengertian Berdasarkan Modifikasi Bahan dan
Fungsi....................................................................... 1
1.1.5 Pengertian Berdasarkan Teknologi Proses.............. 1
1.2 Prinsip Pembuatan Benang ..................................... 2
1.3 Prinsip Pembuatan Kain Tenun ............................... 3
BAB II BAHAN BAKU
2.1. Pengertian Serat ...................................................... 4
2.2. Sejarah Perkembangan Serat .................................. 4
2.2.1 Produksi Serat.......................................................... 4
2.3. Jenis Kapas ............................................................. 6
2.4. Penerimaan Bal Kapas............................................. 6
2.5. Penyimpanan Bal Kapas .......................................... 6
2.6. Pengambilan Bal Kapas ........................................... 6
2.7. Persyaratan Serat untuk dipintal ............................. 6
2.7.1 Panjang Serat........................................................... 6
2.7.1.1 Penentuan Panjang Serat dengan Tangan .............. 7
2.7.1.2 Penentuan Panjang Serat dengan Alat ................... 7
2.7.2 Kekuatan Serat......................................................... 8
2.7.2.1 Kekuatan Serat per Helai ......................................... 8
2.7.2.2 Kekuatan Serat per Bundel (Berkas)........................ 8
2.7.3 Kehalusan Serat....................................................... 9
2.7.4 Gesekan Permukaan Serat ...................................... 11
2.7.5 Kekenyalan Serat (Elastisitas).................................. 11
BAB III BENANG
3.1 Benang menurut Panjang Seratnya ......................... 13
iv
3.2 Benang menurut Konstruksinya ............................... 13
3.3 Benang menurut Pemakaiannya .............................. 13
3.4 Persyaratan Benang................................................. 17
3.4.1 Kekuatan Benang..................................................... 17
3.4.2 Mulur Benang ........................................................... 18
3.4.3 Kerataan Benang ..................................................... 18
3.5 Penomoran Benang ................................................. 19
3.5.1 Satuan-satuan yang dipergunakan .......................... 19
3.5.2 Penomoran Benang secara tidak langsung ............. 19
3.5.2.1 Penomoran Cara Kapas (Ne1) ................................. 20
3.5.2.2 Penomoran Cara Worsted (Ne3) ............................. 21
3.5.2.3 Penomoran Cara Wol Ne2 atau Nc ........................ 21
3.5.2.4 Penomoran Cara Metrik (Nm) ................................. 22
3.5.2.5 Penomoran Cara Perancis (Nf) ............................... 22
3.5.2.6 Penomoran Cara Wol Garu (Ne4) ........................... 23
3.5.3 Penomoran Benang Secara Langsung .................... 23
3.5.3.1 Penomoran Cara Denier (D atau Td) ....................... 24
3.5.3.2 Penomoran Cara Tex (Tex)...................................... 24
3.5.3.3 Penomoran Cara Jute (Ts) ....................................... 25
BAB IV PENCAMPURAN SERAT
4.1 Pembukaan Bungkus Bal Kapas.............................. 27
4.2 Penyimpanan Bal Kapas di Ruang Mixing ............... 28
4.3 Blending ................................................................... 29
4.4 Mixing ....................................................................... 31
BAB V PROSES PEMBUATAN BENANG
5.1 Sistem Pintal dengan Flyer....................................... 33
5.2 Sistem Pintal Mule.................................................... 34
5.3 Sistem Pintal Cap..................................................... 34
5.4 Sistem Pintal Ring ................................................... 35
5.5 Sistem Pintal Open End ........................................... 36
5.6 Pembuatan Benang Kapas....................................... 37
5.6.1 Cara Memintal dengan regangan biasa (ordinary
draft spinning system) .............................................. 37
5.6.2 Cara memintal dengan regangan tinggi (High draft
spinning system)....................................................... 37
5.6.3 Cara memintal dengan regangan yang sangat
tinggi (Super high draft spinning system) ................. 38
5.6.4 Pembuatan Benang Sisir (Combed Yarn) ................ 39
5.7 Pembuatan Benang Wol........................................... 42
5.7.1 Sistem Pembuatan Benang Wol Garu (Woolen
Spinning).................................................................. 42
5.7.2 Pembuatan Benang Wol Sisir................................... 44
5.8 Pembuatan Benang Rami ........................................ 48
v
5.8.1 Bahan Baku.............................................................. 48
5.8.2 Proses Pengolahan Bahan Baku menjadi Benang... 48
5.8.3 Sifat Rami dibanding dengan serat Kapas .............. 49
5.8.4 Kegunaan Serat Rami .............................................. 50
5.8.5 Pencampuran dengan serat-serat lain ..................... 50
5.8.6 Skema Proses Pemintalan Rami.............................. 50
5.9 Pengolahan Benang Sutera ..................................... 53
5.9.1 Bahan Baku.............................................................. 53
5.9.2 Pengolahan Kokon ................................................... 53
5.9.3 Proses Pemilihan Kokon ......................................... 53
5.9.4 Pembuatan Benang dengan Mesin Reeling............. 54
5.9.5 Limbah Sutera .......................................................... 56
5.10 Pembuatan Benang Sintetik..................................... 56
5.10.1 Pengolahan Serat Buatan ........................................ 56
5.10.2 Pembuatan Benang dari Serat Buatan..................... 57
5.10.3 Benang Pintal (Spun Yarn) ...................................... 59
5.11 Pembuatan Benang Campuran................................ 60
5.12 Proses di Mesin Blowing .......................................... 62
5.12.1 Mesin Loftex Charger ............................................... 63
5.12.1.1 Proses di mesin Loftex Charger ............................... 63
5.12.2 Mesin Hopper Feeder .............................................. 64
5.12.2.1 Proses di mesin Hopper Feeder Cleaner ................. 64
5.12.2.2 Mesin Hopper Feeder Cleaner ................................ 64
5.12.2.3 Proses di mesin Hopper Feeder Cleaner ................ 64
5.12.2.4 Gerakan antara permukaan berpaku........................ 65
5.12.2.5 Proses di mesin Pre Opener ................................... 67
5.12.2.6 Pemisahan Kotoran di mesin Pre Opener Cleaner .. 68
5.12.2.7 Gerakan Pemukul..................................................... 68
5.12.3. Mesin Condensor at Cleaner.................................... 69
5.12.3.1 Proses di Mesin Condensor at Cleaner.................... 69
5.12.3.2 Pemisahan Kotoran di Mesin Condensor at Cleaner 69
5.12.4 Mesin Opener Cleaner ............................................. 70
5.12.4.1 Proses di mesin opener Cleane ............................... 70
5.12.4.2 Pemisahan kotoran di mesin opener cleaner .......... 71
5.12.5 Mesin Condensor at Picker ..................................... 71
5.12.5.1 Proses di Mesin Condensor at Picker ...................... 71
5.12.5.2 Pemisahan kotoran di Mesin Condensor at Picker... 71
5.12.6. Mesin Micro Even Feeder......................................... 72
5.12.6.1 Proses di Mesin Micro Even Feeder......................... 73
5.12.7 Mesin Scutcher......................................................... 73
5.12.7.1 Proses di Mesin Scutcher......................................... 74
5.12.7.2 Gerakan Pengaturan Penyuapan............................. 74
5.12.8.3 Proses Pembukaan dan Pemukulan serat di Mesin
Scutcher................................................................... 78
5.12.8.4 Pemisahan Kotoran di Mesin Scutcher .................... 80
5.12.8.5 Tekanan Rol Penggilas…… ..................................... 82
vi
5.12.8.6 Tekanan Batang Penggulung Lap............................ 84
5.12.9 Pengujian Mutu Hasil................................................ 87
5.12.9.1 Penimbangan Berat Lap........................................... 87
5.12.9.2 Pengujian Nomor Lap............................................... 87
5.12.9.3 Pengujian Kerataan Lap........................................... 87
5.12.9.4 Pengujian persen limbah.......................................... 88
5.12.10 Perhitungan Regangan............................................. 88
5.12.10.1 Susunan Roda Gigi Mesin Scutcher......................... 88
5.12.10.2 Sistim Hidroulik pada Mesin Blowing ...................... 91
5.12.10.3 Perhitungan Regangan............................................. 91
5.12.11 Perhitungan Produksi ............................................... 96
5.12.11.1 Produksi Teoritis....................................................... 96
5.12.11.2 Produksi Nyata ......................................................... 96
5.12.11.3 Efisiensi .................................................................... 97
5.12.11.4 Pemeliharaan Mesin Blowing .................................. 97
5.13 Proses di Mesin Carding ......................................... 98
5.13.1 Bagian Penyuapan ................................................... 101
5.13.1.1 Pelat Penyuap .......................................................... 102
5.13.1.2 Rol Penyuap (Feeder Roller).................................... 102
5.13.1.3 Rol Pengambil (Taker-in/Licher-in)........................... 103
5.13.1.4 Pisau Pembersih (mote knife) dan saringan bawah (under
grid) .......................................................................... 104
5.13.1.5 Tekanan pada Rol Penyuap..................................... 106
5.13.1.6 Mekanisme pemisahan kotoran dari serat pada
Taker-in ................................................................... 107
5.13.2 Bagian Penguraian................................................... 109
5.13.2.1 Silinder Utama.......................................................... 109
5.13.2.2 Pelat Depan dan Pelat Belakang.............................. 111
5.13.2.3 Top Flat .................................................................... 111
5.13.2.4 Saringan Silinder (Cylinder Screen) ........................ 112
5.13.2.5 Gerakan Pengelupasan (Stripping Action) ............... 113
5.13.2.6 Gerakan Penguraian (Carding Action) .................... 113
5.13.2.7 Pemisahan Serat Pendek dan serat Panjang........... 114
5.13.3 Bagian Pembentukan dan Penampungan Sliver...... 114
5.13.3.1 Doffer........................................................................ 115
5.13.3.2 Sisir Doffer (Doffer Comb) ........................................ 117
5.13.3.3 Rol Penggilas ........................................................... 119
5.13.3.4 Coiler ........................................................................ 120
5.13.4 Pengujian Mutu Hasil................................................ 123
5.13.4.1 Pengujian Nomor Sliver Carding .............................. 123
5.13.4.2 Pengujian Kerataan Sliver Carding .......................... 123
5.13.4.3 Pengujian Persentase waste.................................... 124
5.13.5 Setting pada Mesin Carding ..................................... 124
5.13.6 Pemeliharaan Mesin Carding .................................. 126
5.13.7 Perhitungan Regangan............................................. 126
5.13.7.1 Putaran Lap Roll....................................................... 126
vii
5.13.7.2 Putaran Rol Penggilas pada Coiler .......................... 129
5.13.7.3 Tetapan Regangan (TR) atau Draft Constant (DC).. 130
5.13.7.4 Regangan Mekanik (RM).......................................... 131
5.13.7.5 Regangan Nyata (RN).............................................. 131
5.13.8 Perhitungan Produksi ............................................... 132
5.13.8.1 Produksi Teoritis....................................................... 132
5.13.8.2 Produksi Nyata ......................................................... 133
5.13.8.3 Efisiensi .................................................................... 133
5.13.9 Pergantian Roda Gigi ............................................... 134
5.13.9.1 Roda gigi pengganti regangan ................................ 134
5.13.9.2 Roda gigi pengganti produksi................................... 134
5.14 Proses di Mesin Drawing.......................................... 135
5.14.1 Bagian Penyuapan ................................................... 138
5.14.1.1 Can Penyuapan........................................................ 138
5.14.1.2 Pengantar Sliver....................................................... 138
5.14.1.3 Rol Penyuap............................................................. 138
5.14.1.4 Traverse Guide......................................................... 138
5.14.2 Bagian Peregangan.................................................. 139
5.14.2.1 Pasangan rol-rol penarik .......................................... 139
5.14.2.2 Rol Bawah ................................................................ 139
5.14.2.3 Rol Atas.................................................................... 140
5.14.2.4 Pembebanan pada Rol Atas..................................... 141
5.14.2.4.1 Pembebanan Sendiri (Self Weighting) ..................... 141
5.14.2.4.2 Pembebanan Mati/Bandul (Dead Weighting) ........... 142
5.14.2.4.3 Pembebanan Pelana (Saddle Weighting) ................ 142
5.14.2.4.4 Pembebanan dengan Tuas (Lever Weighting)......... 142
5.14.2.4.5 Pembebanan dengan Per (Spring Weighting).......... 142
5.14.2.5 Peralatan Pembersih................................................ 143
5.14.2.6 Proses Peregangan.................................................. 144
5.14.2.7 Penyetelan Jarak Antar Pasangan Rol Peregang ... 147
5.14.2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi penyetelan jarak
antar Rol Peregang .................................................. 149
5.14.3 Bagian Penampungan.............................................. 151
5.14.3.1 Pelat Panampung..................................................... 151
5.14.3.2 Terompet ................................................................. 151
5.14.3.3 Rol Penggilas ........................................................... 152
5.14.3.4 Coiler ....................................................................... 152
5.14.3.5 Can Penampung Sliver............................................. 152
5.14.3.6 Pemeliharaan Mesin Drawing................................... 153
5.14.4 Pengujian Mutu Hasil................................................ 153
5.14.4.1 Pengujian Nomor Sliver Drawing.............................. 153
5.14.4.2 Pengujian Kerataan Sliver Drawing.......................... 153
5.14.5 Perhitungan Regangan............................................. 154
5.14.5.1 Putaran Rol Penyuap ............................................... 154
5.14.5.2 Putaran Rol-rol Peregang......................................... 156
5.14.5.3 Putaran Rol Penggilas.............................................. 157
viii
5.14.5.4 Tetapan Regangan................................................... 157
5.14.5.5 Regangan Mekanik................................................... 157
5.14.5.6 Regangan Nyata....................................................... 159
5.14.6 Perhitungan Produksi .............................................. 159
5.14.6.1. Produksi Teoritis....................................................... 159
5.14.6.2 Produksi Nyata ........................................................ 160
5.14.6.3 Efisiensi ................................................................... 160
5.14.7 Penggantian Roda Gigi ............................................ 160
5.14.7.1 Roda Gigi Pengganti Regangan............................... 161
5.14.7.2 Roda Gigi Pengganti Produksi (RPR) ...................... 161
5.15 Persiapan Combing.................................................. 161
5.15.1 Proses di Mesin Pre Drawing ................................... 165
5.15.1.1 Bagian Penyuapan ................................................... 166
5.15.1.2 Bagian Peregangan.................................................. 166
5.15.1.3 Bagian Penampungan.............................................. 166
5.15.1.4 Prinsip Bekerjanya mesin Pre Drawing .................... 167
5.15.1.5 Pemeliharaan Mesin Pre Drawing ........................... 167
5.16 Proses di Mesin Lap Former .................................... 167
5.16.1 Bagian Penyuap ....................................................... 168
5.16.2 Bagian Peregangan.................................................. 169
5.16.3 Bagian Penggulungan .............................................. 169
5.16.4 Prinsip Bekerjanya Mesin Lap Former (Super Lap) . 169
5.16.5 Pemeliharaan Mesin Lap Former (Super Lap) ........ 169
5.16.6 Perhitungan Produksi Mesin Lap Former (Super
Lap) .......................................................................... 170
5.17 Proses di Mesin Combing......................................... 174
5.17.1 Bagian Penyuapan ................................................... 176
5.17.2 Bagian Penyisiran..................................................... 178
5.17.3 Bagian Penampungan Serat Panjang (Web) ........... 184
5.17.4 Bagian Perangkapan, Peregangan dan
Penampungan Sliver ................................................ 186
5.17.5 Penyetelan Jarak dan Pengaturan Waktu ............... 189
5.17.6 Pemeliharaan Mesin Combing ................................. 193
5.17.7 Menentukan Doffing ................................................. 193
5.17.8 Pengendalian Mutu................................................... 193
5.17.9 Perhitungan Penyisiran ........................................... 195
5.17.10 Perhitungan Penyuapan........................................... 195
5.17.11 Perhitungan Produksi ............................................... 195
5.18 Proses di Mesin Flyer ............................................... 196
5.18.1 Bagian Penyuapan ................................................... 201
5.18.1.1 Can........................................................................... 201
5.18.1.2 Rol Pengantar........................................................... 201
5.18.1.3 Terompet Pengantar Sliver....................................... 202
5.18.1.4 Penyekat................................................................... 202
5.18.2 Bagian Peregangan.................................................. 202
5.18.2.1 Rol Peregang............................................................ 203
ix
5.18.2.2 Penampung (Colektor) ............................................. 203
5.18.2.3 Pembersih ................................................................ 203
5.18.2.4 Cradle....................................................................... 203
5.18.2.5 Penyetelan Jarak antara titik jepit rol........................ 204
5.18.2.6 Pemeliharaan Mesin Flyer ....................................... 204
5.18.2.6 Pembebanan pada Rol Atas..................................... 204
5.18.3 Bagian Penggulungan .............................................. 205
5.18.3.1 Flyer.......................................................................... 206
5.18.3.2 Bobin ........................................................................ 206
5.18.3.3 Penggulungan Roving pada Bobin........................... 206
5.18.3.4 Trick Box................................................................... 209
5.18.3.5 Kesalahan bentuk gulungan Roving......................... 212
5.18.3.6 Mendoffing................................................................ 213
5.18.4 Pengendalian Mutu................................................... 214
5.18.5 Perhitungan Peregangan.......................................... 215
5.18.6 Perhitungan Antihan (Twist) ..................................... 222
5.18.7 Perhitungan Produksi ............................................... 226
5.19 Proses Mesin Ring Spinning. ................................... 228
5.19.1 Bagian Penyuapan ................................................... 232
5.19.1.1 Rak ........................................................................... 234
5.19.1.2 Penggantung Bobin.................................................. 234
5.19.1.3 Pengantar................................................................. 234
5.19.1.4 Terompet Pengantar................................................. 234
5.19.2 Bagian Peregangan.................................................. 234
5.19.2.1 Rol Peregang............................................................ 235
5.19.2.2 Cradle....................................................................... 236
5.19.2.3 Penghisap (Pneumafil) ............................................. 236
5.19.2.4 Penyetelan Jarak antara Rol Peregang.................... 236
5.19.2.5 Pembebanan pada Rol Atas..................................... 238
5.19.3 Bagian penggulungan............................................... 239
5.19.3.1 Ekor Babi (Lappet).................................................... 240
5.19.3.2 Traveller.................................................................... 240
5.19.3.3 Ring .......................................................................... 241
5.19.3.4 Spindel ..................................................................... 241
5.19.3.5 Pengontrol Baloning (Antinode Ring) ....................... 241
5.19.3.6 Penyekat (Separator) ............................................... 241
5.19.3.7 Tin Roll ..................................................................... 242
5.19.3.8 Proses Pengantihan (Twisting)................................. 242
5.19.3.9 Peroses Penggulungan Benang pada Bobin............ 244
5.19.3.10 Bentuk Gulungan Benang pada Bobin ..................... 250
5.19.3.11 Proses Doffing.......................................................... 251
5.19.4 Pengendalian Mutu................................................... 251
5.19.4.1 Nomor Benang ......................................................... 251
5.19.4.2 Kekuatan Benang..................................................... 251
5.19.4.3 Twist Per Inch (TPI)… .............................................. 252
5.19.4.4 Ketidakrataan Benang.............................................. 252
x
5.19.4.5 Putus Benang........................................................... 252
5.19.4.6 Grade Benang .......................................................... 252
5.19.5 Susunan Roda Gigi Mesin Ring Spinning ................ 253
5.19.6 Pemeliharaan Mesin Ring Spinning ......................... 255
5.19.7 Perhitungan Regangan............................................. 255
5.19.8 Perhitungan Antihan (Twist) ..................................... 258
5.19.9 Perhitungan Produksi ............................................... 261
5.20 Proses di Mesin Ring Twister ................................... 265
5.20.1 Bagian Penyuapan ................................................... 270
5.20.1.1 Rak Kelos (Creel) ..................................................... 271
5.20.1.2 Pengantar Benang.................................................... 271
5.20.1.3 Rol Penarik............................................................... 271
5.20.2 Bagian Penggulungan .............................................. 272
5.20.2.1 Ekor Babi (Lappet).................................................... 272
5.20.2.2 Pengontrol Baloning (Antinode Ring) ....................... 270
5.20.2.3 Penyekat (separator)................................................ 273
5.20.2.4 Spindel ..................................................................... 273
5.20.2.5 Ring .......................................................................... 273
5.20.2.6 Traveller.................................................................... 273
5.20.2.7 Tin Roll ..................................................................... 273
5.20.2.8 Proses Pengantihan (Twisting)................................. 274
5.20.2.9 Proses Penggulungan Benang pada Bobin.............. 276
5.20.2.10 Proses Doffing.......................................................... 281
5.20.2.11 Proses Steaming ..................................................... 282
5.20.2.12 Pemeliharaan Mesin Ring Twister ........................... 282
5.20.2.13 Bentuk Gulungan Benang pada Bobin ..................... 283
5.20.3 Pengendalian Mutu................................................... 284
5.20.4 Perhitungan Antihan (Twist) ..................................... 285
5.20.5. Perhitungan Produksi ............................................... 286
JILID 2
BAB VI DESAIN ANYAMAN
6.1. Pengertian Desain Anyaman.................................... 288
6.2. Cara Menggambar Desain Anyaman ....................... 288
6.3. Desain dan Motif Kain. ............................................. 292
6.4. Cara Pembuatan Desain Anyaman .......................... 294
6.5. Anyaman Dasar........................................................ 294
6.5.1. Anyaman Polos (Plain, Platt, Taffeta)....................... 294
6.5.2. Anyaman Keper (Twill, Drill) ..................................... 294
6.5.3. Anyaman Satin ......................................................... 295
6.6. Anyaman Turunan.................................................... 295
6.6.1. Turunan Anyaman Polos Langsung ......................... 295
6.6.2. Turunan Anyaman Polos Tidak Langsung ............... 292
6.6.3. Turunan Anyaman Keper ......................................... 292
6.6.4. Turunan Anyaman Satin........................................... 301
6.7. Anyaman Campuran................................................. 302
6.8. Anyaman untuk tenunan rangkap............................. 303
xi
6.9. Anyaman Kain Khusus ............................................. 304
6.9.1. Anyaman Dua Muka................................................. 304
6.9.2. Anyaman Leno ......................................................... 304
BAB VII PROSES PERSIAPAN PERTENUNAN
7.1. Tujuan Proses Persiapan Pertenunan...................... 306
7.1.1 Standar Konstruksi Kain Tenun................................ 306
7.1.1.1 Pengaruh Konstruksi Kain terhadap Proses
Persiapan Pertenunan.............................................. 306
7.1.1.2 Urutan Proses Persiapan Pertenuan........................ 307
7.1.1.2.1 Macam-macam Proses Persiapan ........................... 307
7.1.1.2.2 Macam-macam Proses Pertenunan......................... 307
7.2. Proses Pengelosan .................................................. 310
7.2.1 Tujuan Proses Pengelosan. ..................................... 310
7.2.2 Bentuk Bobin Kelos .................................................. 310
7.2.3 Mekanisme Gerakan Mesin Kelos............................ 311
7.2.4 Pemeliharaan Mesin Winding .................................. 325
7.2.5 Perhitungan Produksi ............................................... 326
7.3. Proses Pemaletan .................................................... 327
7.3.1 Tujuan Proses Pemaletan ........................................ 328
7.3.2 Bentuk Bobin Palet................................................... 328
7.3.3 Mesin Palet (Print Winder)........................................ 332
7.3.3.1 Mesin Palet Otomatis ............................................... 331
7.3.3.2 Pemeliharaan Mesin Palet ....................................... 346
7.4. Proses Penghanian .................................................. 346
7.4.1 Tujuan Proses Penghanian ...................................... 346
7.4.2 Cara Penghanian...................................................... 346
7.4.3 Pemilihan Gulungan Benang pada Bobin................. 347
7.4.4 Cara Penarikan Benang ........................................... 348
7.4.4.1 Penarikan Benang Tegak Lurus dengan Poros
Bobin........................................................................ 348
7.4.4.2 Penarikan Benang Sejajar (segaris) dengan poros
Bobbin...................................................................... 349
7.4.5 Mesin Hani Seksi Silinder (Cylinder Sectional
Warping Machine) .................................................... 349
7.4.5.1 Bagian-bagian peralatan Mesin Hani Seksi Silinder. 349
7.4.5.2 Proses Penghanian .................................................. 350
7.4.6 Mesin Hani Seksi Kerucut (Cone Sectional Warping
345Machine)............................................................. 350
7.4.6.1 Bagian-bagian Mesin Hani Seksi Kerucut ................ 351
7.4.6.2 Proses Penghanian .................................................. 363
7.4.6.3 Pemeliharaan Mesin Hani ........................................ 388
7.5. Proses Penganjian Benang lusi................................ 389
7.5.1 Faktor-faktor Teknis yang mempengaruhi Benang
Lusi pada Proses Pertenunan .................................. 389
7.5.2 Tujuan Proses Penganjian Benang .......................... 389
xii
7.5.3 Kriteria Proses Penganjian yang Baik ...................... 390
7.5.4 Bahan Kanji .............................................................. 391
7.5.5 Resep Penganjian Benang....................................... 394
7.5.6 Cara Penganjian....................................................... 395
7.6 Pencucukan (Drawing in, Reaching in) .................... 418
7.6.1 Mencucuk dengan Tangan....................................... 419
7.6.2 Mencucuk dengan Mesin.......................................... 420
7.6.2.1 Bagian Peralatan Mesin Cucuk ................................ 421
7.6.2.2 Alat Perlengkapan Proses Pencucukan ................... 422
7.6.2.3 Persiapan Sebelum Proses pencucukan.................. 427
7.6.2.4 Proses Pencucukan.................................................. 429
BAB VIII PROSES PEMBUATAN KAIN TENUN
8.1 Perkembangan Alat Tenun....................................... 431
8.1.1 Alat Tenun Tangan................................................... 431
8.1.2 Mesin Tenun............................................................. 432
8.1.3 Mesin Tenun Teropong Otomatis ............................. 433
8.1.4 Mesin Tenun Tanpa Teropong ................................. 433
8.1.5 Mesin Tenun Multifase ............................................. 433
8.1.6 Kombinasi Tenun dan Rajut ..................................... 434
8.1.7 Peralatan Pembentuk Corak .................................... 434
8.2. Pemilihan Mesin Tenun............................................ 434
8.2.1 Berdasarkan Jenis Barang ....................................... 434
8.2.2 Berdasarkan Corak Anyaman .................................. 435
8.2.3 Berdasarkan Tingkat Efisiensi yang diinginkan ........ 435
8.2.4 Berdasarkan Corak Warna Pakan............................ 437
8.3. Pembentukan Kain Tenun........................................ 437
8.3.1 Gerakan Pakan Mesin Tenun................................... 438
8.3.2 Diagram Engkol ........................................................ 440
8.4. Mesin Tenun............................................................. 442
8.4.1 Klasifikasi Mesin Tenun............................................ 442
8.4.2 Fungsi Bagian-bagian Mesin .................................... 444
8.4.3 Rangka Mesin........................................................... 445
8.5 Gerakan Kopling dan Pengereman .......................... 446
8.5.1 Tipe-tipe Penggerak ................................................. 446
8.5.1.1 Penggerak Langsung ............................................... 446
8.5.1.2 Penggerak dengan Kopling ...................................... 447
8.5.2 Kopling...................................................................... 447
8.5.3 Rem.......................................................................... 448
8.5.4 Pengontrol Penggerakan.......................................... 450
8.5.5 Rancangan Penggerak Kopling Pelat Tunggal
Sulzer....................................................................... 451
8.5.6 Gerakan putaran balik .............................................. 453
8.6. Penggulungan Lusi................................................... 454
8.6.1 Rem Beam Lusi ........................................................ 454
8.6.2 Penguluran Lusi dengan Gandar Belakang.............. 455
xiii
8.6.2.1 Penguluran Lusi dengan kendali Pengungkit ........... 456
8.6.3 Penguluran Dua Beam ............................................. 458
8.7 Beam Lusi................................................................. 459
8.8 Gandar Belakang...................................................... 459
8.8.1 Macam-macam Gandar Belakang............................ 459
8.8.2 Penyetelan Gandar Belakang................................... 461
8.9 Penyetekan Tegangan Benang Lusi ........................ 461
8.10 Penggulung kain....................................................... 463
8.10.1 Pengontrol kain dan Benang Lusi............................. 463
8.10.1.1 Batang Silangan (Lease Rod) .................................. 464
8.10.1.2 Pengontrol Lusi Putus .............................................. 465
8.10.1.3 Temple...................................................................... 466
8.10.2 Gerakan Penggulung Kain ....................................... 468
8.10.2.1 Penggulungan Pasif ................................................. 468
8.11 Pembukaan Mulut Lusi dengan Cam ....................... 471
8.11.1 Macam-macam cam................................................. 471
8.11.2 Gerakan Pembalik.................................................... 472
8.11.3 Positif Cam............................................................... 473
8.11.4 SIstem Cam dan Kontra Cam................................... 473
8.12 Pembentukan Mulut Lusi dengan Dobby.................. 473
8.12.1 Macam-macam Dobby ............................................. 474
8.12.2 Mekanisme Dobby.................................................... 474
8.13 Mesin Jacquard ........................................................ 475
8.13.1 Mekanisme Mesin Jacquard..................................... 475
8.13.2 Klasifikasi Mesin Jacquard ....................................... 481
8.14 Mekanisme Pengetekan........................................... 492
8.14.1 Mekanisme Mata Rantai (link) .................................. 492
8.14.2 Mekanisme Cam....................................................... 494
8.14.3 Mekanisme Roda Gigi .............................................. 495
8.14.4 Mekanisme Khusus .................................................. 496
8.15 Penyisipan Pakan..................................................... 496
8.15.1 Penyisipan Pakan dengan Teropong ....................... 496
8.15.1.1 Teropong (Shuttle).................................................... 498
8.15.1.2 Mekanisme Penyisipan Pakan dengan Cam............ 498
8.15.2 Penyisipan Pakan pada Mesin Tenun Tanpa
Teropong.................................................................. 499
8.15.2.1 Penyisipan Pakan Sistem Jet ................................... 500
8.15.2.2 Penyisipan Benang Pakan dengan Rapier............... 501
8.16 Pemeliharaan Mesin Tenun ..................................... 502
8.16.1 Pemeliharaan Mesin Tenun Teropong dengan
Menggunakan Cam/Exentrik .................................... 502
8.16.2 Pemeliharaan Mesin Tenun Teropong dengan
Menggunakan Dobby ............................................... 502
8.16.3 Pemeliharaan Mesin Tenun Teropong dengan
Menggunakan Jacquard ........................................... 503
xiv
8.16.4 Pemeliharaan Mesin Tenun Rapier dengan
Menggunakan Cam/Exentrik ................................... 503
8.16.5 Pemeliharaan Mesin Tenun Projektil dengan
Menggunakan Cam/Exentrik ................................... 503
8.16.6 Pemeliharaan Mesin Tenun Jet dengan
Menggunakan Cam/Exentrik ................................... 504
8.17 Proses Pemeriksaan Kain Tenun.............................. 504
PENUTUP ................................................................................ A1
DAFTAR PUSTAKA.................................................................. B1
DAFTAR GAMBAR ................................................................. C1
DAFTAR TABEL ....................................................................... C14
xv
DAFTAR ISTILAH / GLOSARI
1. Serat : adalah benda yang perbandingan
panjang dan diameternya sangat besar.
2. Stapel : adalah serat yang mempunyai panjang
terbatas.
3. Filament : adalah serat yang panjangnya berlanjut.
4. Benang : Susunan serat-serat yang teratur ke
arah memanjang dengan diberi antihan.
5. Peregangan : adalah proses penarikan / penggeseran
kedudukan serat-serat dalam sliver
maupun roving
6. Antihan : adalah pilinan atau twist yang diberikan
pada serat atau benang dengan tujuan
untuk memberikan kekuatan.
7. Cam/eksektrik/tapet : adalah peralatan yang dapat merubah
gerak berputar menjadi gerak lurus.
8. Beam : adalah tempat menggulung benang lusi
dengan posisi benang lusi sejajar antara
satu dengan yang lainnya.
9. Shuttle/teropong : adalah alat yang bergerak bolak balik ke
arah lebar kain untuk membawa benang
pakan.
10. Coupling/Cluth : adalah peralatan yang bisa meneruskan
atau memutus gerak putar.
11. Shedding : adalah pembukaan mulut lusi.
12. Taking up : adalah penggulungan kain.
13. Beating Up : adalah gerakan pengetekan.
14. Letting Off : adalah gerakan penguluran lusi.
15. Inserting/Tiking Up : adalah gerakan peluncuran benang
pakan / teropong.
xvi
SINOPSIS
Pembuatan benang menggunakan bahan baku yang berasal
dari serat-serat alam atau serat-serat buatan baik yang berupa
stapel atau filamen.
Pembuatan benang ada bermacam-macam cara, tergantung
pada bahan baku yang diolah, namun pada prinsipnya sama, yaitu
membuat untaian serat-serat yang kontinyu dengan diameter dan
antihan tertentu. Pembuatan benang melalui tahapan : pembukaan
gumpalan serat, penarikan serat-serat, pemberian antihan dan
penggulungan.
Kain tenun dibentuk dengan cara menganyamkan atau
menyilangkan dua kelompok benang yang saling tegak lurus
sehingga membentuk kain tenun dengan konstruksi tertentu.
Prinsip pembentukan kain tenun melalui gerakan : pembukaan
mulut lusi, penyisipan/pakan, pengetekan, penggulungan kain dan
penguluran lusi.
xvii
DESKRIPSI KONSEP PENULISAN
Buku ini dikerjakan sebagai sumber informasi untuk siswa SMK
Bidang Keahlian Teknologi Pembuatan Benang dan Pembuatan
Kain Tenun, yang diharapkan memiliki pengetahuan yang lebih
dalam dan lebih luas sehingga mampu menggambarkan bahan
ajar yang sesuai standar kurikulum.
Dengan buku ini diharapkan guru bisa atau mampu
mengembangkan bahan ajar dalam bentuk modul yang siap
dipakai oleh guru dan siswa di kelas dan di bengkel-bengkel.
Tidak semua teknologi yang ada dituangkan dalam buku ini
mengingat luasnya ruang lingkup teknologi dan teknologi yang
sudah diterapkan di industri Pembuatan Benang dan
Pembuatan Kain Tenun di Indonesia.
Penyajian buku ini belum bisa mencapai tingkat kesempurnaan
yang memadai mengingat keterbatasan sumber informasi dan
waktu penulisan yang sangat terbatas, walaupun demikian
penulis mengharapkan kesempatan untuk bisa
menyempurnakan sehingga dapat mencapai kriteria standar.
xviii
PETA KOMPETENSI
Level
Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi
Operator Yunior Mengidentifikasi
serat tekstil
Menyiapkan
proses
identifikasi serat
Identifikasi serat
berdasarkan
bentuk fisiknya
Identifikasi serat
dengan uji bakar
Identifikasi jenis
serat dengan uji
pelarutan
Membuat
laporan kerja
Melaksanakan
aturan
kesehatan dan
keselamatan
kerja
Mengidentifikasi
benang tekstil
Menyiapkan
proses
identifikasi
benang
Identifikasi
benang
berdasarkan
bentuk fisiknya
Menguji nomor
benang
Menguji antihan
(twist benang)
Membuat
laporan kerja
Melaksanakan
aturan
kesehatan dan
keselamatan
kerja
xix
Level
Kualifikasi Kompetensi Sub Kompetensi
Membaca dan
memahami gambar
teknik
Membaca dan
memahami
gambar teknik
Membuka bal serat
kapas
Menyiapkan
pembukaan bal
serat
Membuka bal
serat
Melaksanakan
aturan dan
keselamatan
kerja
Membuat
laporan
Melakukan
pencampuran serat
kapas
Menyiapkan
pencampuran
serat kapas
Mengambil
gumpalan serat
Melaksanakan
aturan dan
keselamatan
kerja
Membuat
laporan
Melakukan
penyuapan serat
secara manual di
mesin feeding pada
unit mesin blowing
Memeriksa
kesiapan bahan
baku
Mengoperasikan
unit blowing
Melakukan
penyuapan
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
aturan dan
kesehatan kerja
Membuat
laporan
xx
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Melakukan
penyuapan serat
dengan alat
otomatis di mesin
feeding unit
blowing
Memeriksa kesiapan
proses
Mengoperasikan unit
blowing
Melakukan
penyuapan
Mengendalikan
proses
Melaksanakan aturan
dan kesehatan kerja
Membuat laporan
Mengoperasikan
mesin scutcher
Memeriksa kesiapan
mesin scutcher
Mengoperasikan unit
blowing
Melakukan doffing lap
Mengendaliakan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
Mengoperasikan
mesin flat card
Memeriksa kesiapan
mesin flat carding
Mengoperasikan unit
flat carding
Melakukan doffing
sliver
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
xxi
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Mengoperasikan
mesin roller card
Memeriksa kesiapan
mesin roller carding
Mengoperasikan unit
roller carding
Melakukan doffing
sliver
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
Mengoperasikan
mesin drawing
Memeriksa kesiapan
mesin drawing
Mengoperasikan unit
drawing
Melakukan doffing
sliver
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
Mengoperasikan
mesin lap former
Memeriksa kesiapan
mesin lap former
Mengoperasikan unit
lap former
Melakukan doffing
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
xxii
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Mengoperasikan
mesin ribbon lap
Memeriksa kesiapan
mesin ribbon lap
Mengoperasikan unit
ribbon lap
Melakukan doffing
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
Mengoperasikan
mesin super lap
Memeriksa kesiapan
mesin super lap
Mengoperasikan unit
super lap
Melakukan doffing
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
Mengoperasikan
mesin combing
Memeriksa kesiapan
mesin combing
Mengoperasikan unit
combing
Melakukan doffing
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
xxiii
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Mengoperasikan
mesin simplex
Memeriksa kesiapan
mesin simplex
Mengoperasikan unit
simplex
Melakukan doffing
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
Mengoperasikan
mesin ring
spinning
Memeriksa kesiapan
mesin ring spinning
Mengoperasikan unit
ring spinning
Melakukan doffing
Mengendalikan
proses
Melaksanakan
keselamatan dan
kesehatan kerja
Membuat laporan
Operator Mengelos Benang 1. Menyiapkan proses
pengelosan (winding).
2. Mengoperasikan
mesin kelos (mesin
winding)
3. Mengendalikan
proses
4. Melakukan perawatan
sederhana
5. Menangani gulungan
benang hasil kelosan
6. Melaksanakan aturan
kesehatan dan
keselamatan kerja
7. Membuat laporan
pekerjaan
xxiv
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Memberi antihan
pada benang
(proses twisting)
dengan mesin
throwing
1. Menyiapkan proses
twisting
2. Mengoperasikan
mesin twisting (mesin
throwing)
3. Mengendalikan
proses
4. Melakukan perawatan
sederhana
5. Menangani gulungan
benang hasil twisting
6. Melaksanakan aturan
kesehatan dan
keselamatan kerja
7. Membuat laporan
pekerjaan
Menggulung
benang dalam
bentuk paletan
1. Menyiapkan proses
pemaletan
2. Mengoperasikan
mesin palet
3. Mengendalikan
proses
4. Melakukan
perawatan sederhana
5. Menangani
gangguan benang
hasil paletan
6. Melaksanakan
aturan kesehatan dan
keselamatan kerja
7. Membuat laporan
pekerjaan
xxv
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Melaksankan
proses
penghaniang
(Warping)
1. Menyiapkan proses
warping
2. Mengoperasikan
mesin warping
3. Mengendalikan
proses
4. Melakukan
perawatan sederhana
5. Memotong ujung
benang pada beam
6. Menangani gulungan
benang hasil warping
7. Melaksanakan
aturan kesehatan dan
keselamatan kerja
8. Membuat laporan
pekerjaan
Proses menganji
benang lusi
1. Menyiapkan proses
penganjian (Sizing)
2. Mengiperasikan
mesin kanji (mesin
Sizing)
3. Mengendalikan
proses
4. Melakukanperawatan
sederhana
5. Menangani beam
tenun
6. Melaksanakan
aturan kesehatan dan
keselamatan kerja
7. Membuat laporan
pekerjaan
xxvi
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Mencucuk benang
lusi dari beam lusi
ke Dropper Gun
(Heald) dan sisir
1. Menyiapkan
peralatan
pencucukan
(reaching)
2. Melakukan persiapan
pencucukan
3. Melakukan
pencucukan benang
lusi
4. Menangani hasil
pencucukan
5. Melakukan
perawatan
sederhana
6. Melaksanakan aturan
kesehatan dan
keselamatan kerja
7. Membuat laporan
kerja
Memasang beam
lusi yang telah
dicucuk, dropper
rod, kamran dan
sisir pada mesin
tenun
1. Menyiapkan beam
lusi yang sudah
dicucuk
2. Memasang beam
lusi, kamran, sisir
dan dropper
3. Melakukan
perawatan
sederhana
4. Melaksanakan aturan
kesehatan dan
keselamatn kerja
5. Membuat laporan
kerja
xxvii
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Merawat mekanis
mesin tenun
teropong yang
menggunakan
tappet
(cam/eksentrik)
1. Merawat mesin tenun
teropong dengan
tapet
2. Perbaikan kerusakan
mekanis mesin tenun
teropong dengan
dobby
3. Pengoperasian
mesin tenun
teropong dengan
tapet
4. Melaksanakan aturan
kesehatan dan
keselamatan kerja
5. Membuat laporan
kerja
Merawat mekanis
mesin tenun
teropong yang
menggunakan
Dobby
1. Merawat mesin tenun
teropong dengan
Dobby
2. Perbaikan kerusakan
mekanis mesin tenun
teropong dengan
dobby
3. Pengoperasian mesin
tenun teropong
dengan dobby
4. Melaksanakan aturan
dan keselamatan
kerja
5. Membuat laporan
kerja
xxviii
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Merawat mekanis
mesin tenun
teropong yang
menggunakan
Jacquard
1. Merawat mesin tenun
teropong dengan
Jacquard
2. Perbaikan kerusakan
mekanis mesin tenun
teropong dengan
Jacquard
3. Pengoperasian mesin
tenun teropong
dengan Jacquard
4. Melaksanakan aturan
dan keselamatan
kerja
5. Membuat laporan
kerja
Merawat mekanis
mesin tenun
Rapler yang
menggunakan
tapet
(Cam/Eksentrik)
1. Merawat mesin tenun
rapier dengan tapet
2. Perbaikan kerusakan
mekanis mesin tenun
rapier dengan tapet
3. Pengoperasian mesin
tenun rapier dengan
tapet
4. Melaksanakan aturan
dan keselamatan
kerja
5. Membuat laporan
kerja
xxix
Level
Kualifikasi
Kompetensi Sub Kompetensi
Merawat mekanis
mesin tenun
Projectile yang
menggunakan
tapet
(Cam/Eksentrik)
1. Merawat mesin tenun
projectile dengan
tapet
2. Perbaikan kerusakan
mekanis mesin tenun
projectile dengan
tapet
3. Pengoperasian mesin
tenun projectile
dengan tapet
4. Melaksanakan aturan
dan keselamatan
kerja
5. Membuat laporan
kerja
Merawat mekanis
mesin tenun Jet
yang
menggunakan
tapet
(Cam/Eksentrik)
1. Merawat mesin tenun
Jet dengan tapet
2. Perbaikan kerusakan
mekanis mesin tenun
Jet dengan tapet
3. Pengoperasian mesin
tenun Jet dengan
tapet
4. Melaksanakan aturan
dan keselamatan
kerja
5. Membuat laporan
kerja
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Ruang Lingkup Tekno
logi Tekstil
1.1.1 Pengertian Tekstil
1.1.2 Pengertian Berdasarkan
Etimologi
Kata “tekstil” berasal dari
bahasa latin (bahasa Yunani
Kuno), yaitu kata “texere” yang
berarti “menenun” yaitu
membuat kain dengan cara
penyilangan atau penganyaman
dua kelompok benang yang
saling tegak lurus sehingga
membentuk anyaman benangbenang
yang disebut “kain
tenun”.
Selanjutnya kata “kain tenun “
itu sendiri berubah menjadi
“tekstil” atau “bahan tekstil”
yang identik dengan pengertian
“bahan pakaian” karena pada
umumnya kain tenun digunakan
untuk bahan pakaian.
1.1.3 Pengertian Berdasarkan
Substansi Bahan
Pada tahap perkembangan
selanjutnya pengertian “tekstil”
diperluas lagi berdasarkan sifat
dan bentuk bahan. Berdasarkan
hal tersebut diatas kata “tekstil”
diartikan sebagai “bahan
mentah dan produknya yang
mencakup serat, benang dan
kain”.
1.1.4 Pengertian Berdasarkan
Modifikasi Bahan dan
Fungsi
Berdasarkan modifikasi dan
fungsinya, kata “tekstil” berarti
semua bahan yang berunsur
serat, filamen, benang atau kain
yang memiliki fungsi tertentu.
Contoh :
- benang tenun
- benang jahit
- benang hias
- tali
- tambang
- benang kabel
- kain rajut
- kain tenun
- kain furniture
- kain rumah tangga
- kain berlapis
- kain tiga dimensi
- kain karpet
- kain jaring (net)
- kain sulam
- kain tanpa anyaman
- kain penutup lantai
berbahan serat
- kain industri
- kain bumi (geotekstil)
- kain kesehatan
- sarung tangan
- pakaian
- produk-produk tekstil (tas,
sepatu, ikat pinggang, topi)
1.1.5 Pengertian Berdasarkan
Teknologi Proses
Berdasarkan teknologi
prosesnya, “tekstil” berarti
proses-proses utama yang
mencakup :
2
- Teknologi Pembuatan Serat
- Teknologi Pembuatan
Benang
- Teknologi Pembuatan Kain
Tenun
- Teknologi Pembuatan Kain
Rajut
- Teknologi Pembuatan Kain
Tanpa Anyaman
- Teknologi Pencelupan
- Teknologi Pencapan
- Teknologi Produk Pakaian
Jadi
- Teknologi Industri Produk
Tekstil
Mengingat luasnya cakupan
Teknologi Tekstil dan
kedalaman setiap bagian
teknologi tekstil, dalam buku ini
hanya akan dibahas tentang
“Teknologi Pembuatan Benang”
dan “Teknologi Pembuatan Kain
Tenun”.
1.2 Prinsip Pembuatan
Benang
Yang dimaksud dengan
pembuatan benang adalah
pengolahan serat stapel baik
serat alam, serat buatan atau
serat semi buatan (semi sintetis)
menjadi benang yang memiliki
sifat-sifat fisik tertentu. Proses
pengolahan itu meliputi :
- proses pembukaan
- proses penarikan, dan
- proses pemberian antihan
atau sifat-sifat fisik tertentu
yang diharapkan membe
rikan :
- kekuatan tarik
- jumlah antihan per satuan
panjang
- kehalusan (diameter)
benang
Untuk mendapatkan sifat-sifat
diatas digunakan antara lain :
- Bermacam-bermacam alat,
mulai dari yang sederhana
sampai dengan yang
moderen.
- Bermacam-macam metode
pengolahan, sehingga
hasilnya lebih optimal sesuai
dengan tujuan penggunaan.
- Bermacam-macam jenis
serat, stapel atau campuran
serat stapel sehingga
tujuan-tujuan ekonomis
dapat dicapai secara
optimal.
Produk akhir proses pembuatan
benang dapat berupa :
• Benang tunggal, benang
gintir atau benang rangkap,
sedangkan ditinjau dari
penggunaan selanjutnya,
produk akhir dapat berupa :
• Benang tenun (benang lusi
dan benang pakan)
• Benang rajut (untuk
membuat kain rajut)
• Benang jahit
• Benang crepe (untuk
memberi daya elastis pada
kain)
• Benang hias (untuk memberi
efek hiasan pada kain
tenun)
3
1.3 Prinsip Pembuatan
Kain Tenun
Seperti dijelaskan pada butir
1.1.1, kain tenun dibentuk
dengan cara menganyamkan
atau menyilangkan dua
kelompok benang yang saling
tegak lurus posisinya sehingga
membentuk kain tenun dengan
kontruksi tertentu.
Dua kelompok benang yang
dimaksud adalah kelompok
benang yang membentuk
“panjang kain” atau biasa
disebut “benang lusi”, dan
kelompok benang yang
membentuk “lebar kain” atau
biasa disebut “benang pakan”.
Kontruksi kain yang dihasilkan
merupakan ketentuan-ketentuan
tentang spesifikasi kain yang
mencakup :
- kehalusan benang lusi dan
benang pakan
- kerapatan benang lusi dan
benang pakan per satuan
panjang
- lebar kain
- jenis anyaman
- jenis bahan untuk benang
lusi atau benang pakan
Kontruksi kain inilah yang akan
dijadikan dasar penentuan :
- spesifikasi benang yang
akan digunakan
- peralatan / mesin yang
digunakan
- proses-proses yang harus
dilaksanakan
- metode-metode kerja yang
optimal
biaya produksi minimal
4
BAB II
BAHAN BAKU
2.1 Pengertian Serat
Serat adalah suatu benda yang
berbanding panjang
diameternya sangat besar
sekali.
Serat merupakan bahan baku
yang digunakan dalam
pembuatan benang dan kain.
Sebagai bahan baku dalam
pembuatan benang dan
pembuatan kain, serat
memegang peranan penting,
sebab :
- Sifat-sifat serat akan
mempengaruhi sifat-sifat
benang atau kain yang
dihasilkan.
- Sifat-sifat serat akan
mempengaruhi cara
pengolahan benang atau
kain baik pengolahan secara
mekanik maupun
pengolahan secara kimia.
2.2 Sejarah Perkemba
gnan Serat
Serat dikenal orang sejak ribuan
tahun sebelum Masehi seperti
pada tahun 2.640 SM negara
Cina sudah menghasilkan serat
sutera dan tahun 1.540 SM
telah berdiri industri kapas di
India, serat flax pertama
digunakan di Swiss pada tahun
10.000 SM dan serat wol mulai
digunakan orang di
Mesopotamia pada tahun 3000
SM. Selama ribuan tahun serat
flax, wol, sutera dan kapas
melayani kebutuhan manusia
paling banyak.
Pada awal abad ke 20 mulai
diperkenalkan serat buatan
hingga sekarang bermacammacam
jenis serat buatan
diproduksi.
2.2.1 Produksi Serat
Produksi serat alam dari tahun
ke tahun boleh dikatakan tetap,
tetapi persentase terhadap
seluruh produksi serat tekstil
makin lama makin menurun
mengingat kenaikan produksi
serat-serat buatan yang makin
tinggi.
Hal ini disebabkan karena :
- Tersedianya serat alam
sangat terbatas pada lahan
yang ada dan iklim.
- Pada umumnya sifat-sifat
serat buatan lebih baik
daripada serat alam.
- Produksi serat buatan dapat
diatur baik jumlah, sifat,
bentuk dan ukurannya.
5
Serat Alam Serat Buatan
Serat
Binatang
Serat
Tumbuhtumbuhan
Serat
Mineral
Asbes
Crysotile
Crocidolite
Filamen
Sutera
Stapel
Wol
Biri-biri
Rambut
Alpaca
Unta
Kashmir
Lama
Mohair
Kelinci
Vikuna
Biji
Kapas
Kapok
Batang Pohon
Flax
Jute
Rosella
Henep
Rami
Urena
Kenaf
Sunn
Daun
Albaka
Sisal
Henequen
Sabut Kelapa
Organik Anorganik
Polimer Alam
Alginat
Selulosa
Ester Selulosa
Rayon
Kupramonium
Viskosa
Alginat
Selulosa
Polimer buatan
Polimer kondensasi
Poliamida (Nylon)
Poliester
Poliuretan
Polimer adisi
Polihidrokarbon
Polihidrokarbon yang
disubtitusi halogen
Polihidrokarbon yang
disubstitusi hidroksil
Polihidrokarbon yang
disubstitusi nitril
Gelas
Logam
Silikat
SERAT
Gambar 2.1
Klasifikasi Serat Berdasarkan Asal Bahan
Buah
6
2.3 Jenis Kapas
Dilihat dari panjang seratnya.
Jenis serat kapas dapat
dikelompokkan menjadi :
- Serat kapas panjang,
termasuk pada golongan ini
adalah serat dari Mesir.
- Serat kapas medium,
termasuk pada golongan ini
adalah serat dari Amerika.
- Serat kapas pendek,
termasuk pada golongan ini
adalah serat dari India.
2.4 Penerimaan Bal Kapas
Bal kapas masuk pada gudang
kapas harus dicatat merek dan
beratnya pada formulir yang
telah disediakan untuk
pencocokan dengan invoice dari
importir.
Selanjutnya bal-bal kapas
diangkut dan disusun sesuai
dengan merek masing-masing.
2.5 Penyimpanan Bal Kapas
Penyimpanan bal kapas dalam
gudang harus disusun dengan
mengingat :
- Hemat dalam pemakaian
ruangan.
- Susunan harus rapi dan
tidak mudah roboh.
- Mudah dalam pengambilan
- Pengelompokkan
didasarkan atas merek.
- Harus ada standar jumlah
tumpukan.
- Ada ruang yang cukup lebar
untuk gerakan forklif.
2.6 Pengambilan Bal Kapas
Pengambilan bal-bal kapas dari
gudang dilakukan dengan :
- Bal kapas yang lebih dahulu
disimpan diambil lebih
dahulu.
- Jumlah dan mutu
disesuaikan dengan
permintaan.
2.7 Persyaratan Serat
untuk dipintal
Agar serat dapat dipintal maka
serat harus memenuhi
persyaratan : panjang,
kehalusan, gesekan permukaan
dan kekenyalan serat.
2.7.1 Panjang Serat
Serat yang panjang dengan
sendirinya mempunyai
permukaan yang lebih luas,
sehingga gesekan diantara
serat-seratnya juga lebih besar.
Oleh karena itu serat-serat tidak
mudah tergelincir dan
benangnya menjadi lebih kuat.
Dengan demikian serat-serat
dengan panjang tertentu
mempunyai kemampuan untuk
dapat dipintal dengan tertentu
pula. Dengan perkataan lain
mempunyai daya pintal yang
tertentu pula. Daya pintal ini
yang menentukan sampai
nomor benang berapa serat
tersebut dapat dipintal. Jadi,
penggunaan serat harus
disesuaikan dengan daya
7
pintalnya. Untuk memudahkan
pengolahan pada mesin,
panjang serat paling sedikit
10 mm.
2.7.1.1 Penentuan Panjang
Serat dengan Tangan
Penentuan dengan cara ini
banyak dilakukan untuk
menentukan panjang stapel
serat kapas dalam perdagangan
mengingat cara ini dapat
dilakukan dengan cepat. Cara
ini biasa disebut dengan Hand
Stapling dan panjang serat yang
dihasilkan disebut Staple
Length.
Gambar 2.2
Hand Stapling
2.7.1.2 Penentuan Panjang
Serat dengan Alat
Penentuan dengan cara ini
banyak dilakukan untuk
pengontrolan panjang serat
dalam proses atau sesudah
proses dan pengontrolan seratserat
lainnya selain kapas. Alat
yang digunakan adalah Bear
Sorter, akan tetapi dengan
menggunakan alat ini waktu
pengujiannya lama sedang yang
halus paling cepat dengan
menggunakan alat Fibrografik.
Gambar 2.3
Bear Sorter
Keterangan :
1. Sisir atas
2. Sisir bawah
Gambar 2.4
Pinset Pencabut Serat
Gambar 2.5
Garpu Penekan Serat
Gambar 2.6
8
Fraksi Serat Kapas di atas
Beludru
2.7.2 Kekuatan Serat
Serat-serat yang mempunyai
kekuatan lebih tinggi, akan
menghasilkan benang dengan
kekuatan yang lebih tinggi.
Sebaliknya serat-serat dengan
kekuatan rendah, akan
menghasilkan benang yang
berkekuatan rendah. Dengan
demikian, kekuatan serat
mempunyai pengaruh langsung
terhadap kekuatan benang.
Kekuatan serat kapas
diasosiasikan dengan tingginya
derajat kristalinitas dan oleh
sebab itu serat yang kuat akan
lebih kaku daripada serat yang
sedang atau kurang
kekuatannya.
2.7.2.1 Kekuatan Serat per
Helai
Penentuan dengan cara ini
dimaksudkan untuk mengetahui
variasi kekuatan serat,
mengetahui hubungan stress
dan strain yang selanjutnya
dapat diketahui sifat lain yang
ada hubungannya dengan
stress dan strain tersebut.
Tetapi penentuan kekuatan
serat per helai memakan waktu
yang lama. Alat yang digunakan
Single Fiber Strength Tester
yang dilengkapi dengan klem
dan tempat mengencangkan
klem.
Gambar 2.7
Skema Single Fiber Strength
Tester
Keterangan :
1. Jepit atas
2. Jepit bawah
3. Skala kekuatan
4. Skala mulur
5. Pemberat
6. Handel untuk menjalankan
dan memberhentikan mesin
2.7.2.2 Kekuatan Serat per
Bundel (Berkas)
Pengujian ini dimaksudkan
untuk menentukan tenacity atau
Tensile Strength.
Cara ini sangat menguntungkan
karena menghemat waktu dan
tenaga disamping itu pengujian
per berkas ini untuk kapas telah
9
berkembang karena disamping
efisien juga hasil-hasil
pengujiannya lebih teliti. Alat
yang digunakan Pressley Tester
yang dilengkapi dengan Klem
dan tempat mengencangkan
Klem.
Gambar 2.8
Skema Pressley Cotton Fibre Strength Tester
Keterangan :
1. Skala Kekuatan Presley
2. Gerobak
3. Tempat memasukkan
klem serat
Gambar 2.9
Vise
(tempat mengencangkan klem)
Gambar 2.10
Klem Serat dan Kunci Pas
Keterangan :
1. Klem serat
2. Kunci pas
2.7.3 Kehalusan Serat
Kehalusan serat dinyatakan
dengan perbandingan antara
panjang serat dengan lebarnya.
Perbandingan ini harus lebih
besar dari seribu. Pada suatu
10
penampang yang tertentu,
jumlah serat-serat yang halus
akan lebih banyak dibandingkan
jumlah serat-serat yang lebih
kasar. Dengan demikian
permukaan gesekan untuk
serat-serat yang halus lebih
besar, sehingga kemungkinan
terjadinya penggelinciran juga
berkurang, sehingga benang
makin kuat.
Kehalusan dari serat juga ada
batasnya, karena pada serat
yang berasal dari kapas yang
muda akan memberikan
ketidakrataan benang. Benang
yang kurang baik karena kapas
yang muda, akan menimbulkan
nep. Alat yang digunakan untuk
mengukur kehalusan serat
adalah Micronaire atau
Arealometer.
Gambar 2.11
Micronaire
Keterangan :
1. Udara masuk
2. Pedal
3. Aliran udara
4. Knop pengatur tekanan
5. Knop pengatur penunjuk
6. Knop penera
7. Kran pemasukkan udara
8. Master plug
9. Ruangan kompresi serat
10. Manometer
11. Penunjuk
12. Plunger kompresi
13. Penyaring udara
14. Manometer
Tabel 2.1 :
Penilaian Serat Kapas terhadap
Kehalusan
Microgram
per inch
Kehalusan
Dibawah 3
3,0 – 3,9
4,0 – 4,9
5,0 – 5,9
6,0 ke atas
Sangat Halus
Halus
Cukup
Kasar
Sangat Kasar
11
2.7.4 Gesekan Permukaan
Serat
Gesekan permukaan serat
mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kekuatan
benang. Makin bertambah baik
gesekan permukaannya,
kemungkinan tergelincirnya
serat yang satu dengan yang
lain makin berkurang, sehingga
benangnya akan lebih kua
Serat yang halus biasanya
mempunyai antihan per satuan
panjang yang lebih banyak dan
relatif lebih panjang sehingga
gesekan permukaan seratnya
juga lebih baik.
2.7.5 Kekenyalan Serat
(Elastisitas)
Serat yang baik harus memiliki
kekenyalan sehingga pada
waktu serat mengalami
tegangan tidak mudah putus.
12
BAB III
BENANG
Benang adalah susunan seratserat
yang teratur kearah
memanjang dengan garis
tengah dan jumlah antihan
tertentu yang diperoleh dari
suatu pengolahan yang disebut
pemintalan.
Serat-serat yang dipergunakan
untuk membuat benang, ada
yang berasal dari alam dan ada
yang dari buatan. Serat-serat
tersebut ada yang mempunyai
panjang terbatas (disebut
stapel) dan ada yang
mempunyai panjang tidak
terbatas (disebut filamen).
Benang-benang yang dibuat
dari serat-serat stapel dipintal
secara mekanik, sedangkan
benang-benang filamen dipintal
secara kimia.
Benang-benang tersebut, baik
yang dibuat dari serat-serat
alam maupun dari serat-serat
buatan, terdiri dari banyak serat
stapel atau filamen. Hal ini
dimaksudkan untuk
memperoleh benang yang
fleksibel. Untuk benang-benang
dengan garis tengah yang
sama, dapat dikatakan bahwa
benang yang terdiri dari
sejumlah serat yang halus lebih
fleksibel daripada benang yang
terdiri dari serat-serat yang
kasar.
Gambar 3.1
Pemintalan Secara Mekanik
Keterangan :
1. Injakan
2. Kincir
3. Spindle
4. Gulungan Benang
Gambar 3.2
Pemintalan Secara Kimia
Keterangan :
1. Spinnerette
2. Cairan koagulasi
3. Gulungan benang
13
3.1 Benang Menurut Panjang
Seratnya
Menurut panjang seratnya
benang dapat dibagi menjadi :
• Benang Stapel
Ada beberapa macam benang
stapel antara lain :
- Benang stapel pendek
- Benang stapel sedang
- Benang stapel panjang
• Benang Filamen
Ada beberapa macam benang
filamen antara lain :
- Benang monofilamen
- Benang multifilamen
- Tow
- Benang stretch
- Benang bulk
- Benang logam
3.2 Benang Menurut
Konstruksinya
Menurut kontruksinya benang
dapat dibagi menjadi :
- Benang tunggal
- Benang rangkap
- Benang gintir
- Benang tali
3.3 Benang Menurut
Pemakaiannya
Menurut pemakaiannya benang
dibagi menjadi :
- Benang lusi
- Benang pakan
- Benang rajut
- Benang sisir
- Benang hias
- Benang jahit
- Benang sulam
Benang stapel ialah benang
yang dibuat dari serat-serat
stapel. Serat stapel ada yang
berasal dari serat alam yang
panjangnya terbatas dan ada
yang berasal dari serat buatan
yang dipotong-potong dengan
panjang tertentu.
Gambar 3.3
Benang Stapel
Benang stapel pendek ialah
benang yang dibuat dari seratserat
stapel yang pendek.
Contohnya ialah benang kapas,
benang rayon dan lain-lain.
Benang stapel sedang ialah
benang yang dibuat dari seratserat
stapel yang panjang
seratnya sedang. Contohnya
ialah benang wol, benang serat
buatan.
Benang stapel panjang ialah
benang yang dibuat dari seratserat
stapel yang panjang.
Contohnya ialah benang rosella,
benang serat nenas dan lainlain.
Benang filamen ialah benang
yang dibuat dari serat filamen.
Pada umumnya benang filamen
berasal dari serat-serat buatan,
14
tetapi ada juga yang berasal
dari serat alam. Contoh benang
filamen yang berasal dari serat
alam ialah benang sutera.
Benang filamen yang berasal
dari serat-serat buatan
misalnya :
- Benang rayon yaitu benang
filamen yang dibuat dari
bahan dasar selulosa.
- Benang nylon yaitu benang
filamen yang dibuat dari
bahan dasar poliamida yang
berasal dari petrokimia.
- Benang poliakrilik yaitu
benang yang dibuat dari
bahan dasar poliakrilonitril
yang berasal dari
petrokimia.
Selain dari benang filamen,
serat-serat buatan tersebut
dapat juga dibuat menjadi
benang stapel.
Benang monofilamen ialah
benang yang terdiri dari satu
helai filamen saja. Benang ini
terutama dibuat untuk keperluan
khusus, misalnya tali pancing,
senar raket, sikat, jala dan
sebagainya.
Gambar 3.4
Benang Monofilamen
Benang multifilamen ialah
benang yang terdiri dari seratserat
filamen. Sebagian besar
benang filamen dibuat dalam
bentuk multifilamen.
Gambar 3.5
Benang Multifilamen
Tow ialah kumpulan dari beriburibu
serat filamen yang berasal
dari ratusan spinnerette menjadi
satu.
Gambar 3.6
Filamen Tow
Benang stretch ialah benang
filamen yang termoplastik dan
mempunyai sifat mulur yang
besar serta mudah kembali ke
panjang semula.
Benang bulk ialah benang yang
mempunyai sifat-sifat
mengembang yang besar.
15
Benang logam. Benang filamen
umumnya dibuat dari serat
buatan, namun disamping itu
ada juga yang dibuat dari
logam. Benang ini telah
dipergunakan beribu-ribu tahun
yang lalu. Benang yang tertua
dibuat dari logam mulia dan
benangnya disebut lame.
Keburukan dari benang ini ialah
: berat, mudah rusak dan
warnanya mudah kusam.
Gambar 3.7
Benang Logam
Benang tunggal ialah benang
yang terdiri dari satu helai
benang saja. Benang ini terdiri
dari susunan serat-serat yang
diberi antihan yang sama.
Gambar 3.8 Benang Tunggal
Benang rangkap ialah benang
yang terdiri dari dua benang
tunggal atau lebih yang
dirangkap menjadi satu.
Gambar 3.9 Benang Rangkap
Benang gintir ialah benang yang
dibuat dengan menggintir dua
helai benang atau lebih
bersama-sama. Biasanya arah
gintiran benang gintir
berlawanan dengan arah
antihan benang tunggalnya.
Benang yang digintir lebih kuat
daripada benang tunggalnya.
Gambar 3.10 Benang Gintir
Benang tali ialah benang yang
dibuat dengan menggintir dua
helai benang gintir atau lebih
bersama-sama.
Gambar 3.11 Benang Tali
16
Benang lusi ialah benang untuk
lusi, yang pada kain tenun
terletak memanjang kearah
panjang kain.
Dalam proses pembuatan kain,
benang ini banyak mengalami
tegangan dan gesekan. Oleh
karena itu, benang lusi harus
dibuat sedemikian rupa,
sehingga mampu untuk
menahan tegangan dan
gesekan tersebut. Untuk
memperkuat benang lusi, maka
jumlah antihannya harus lebih
banyak atau benangnya
dirangkap dan digintir. Apabila
berupa benang tunggal, maka
sebelum dipakai harus diperkuat
terlebih dahulu melalui proses
penganjian.
Benang pakan ialah benang
untuk pakan, yang pada kain
tenun terletak melintang kearah
lebar kain. Benang ini
mempunyai kekuatan yang
relatif lebih rendah daripada
benang lusi.
Benang rajut ialah benang untuk
bahan kain rajut. Benang ini
mempunyai antihan / gintiran
yang relatif lebih rendah
daripada benang lusi atau
benang pakan.
Benang sisir ialah benang yang
dalam proses pembuatannya,
melalui mesin sisir (Combing
machine). Nomor benang ini
umumnya berukuran sedang
atau tinggi (Ne1 40 keatas) dan
mempunyai kekuatan dan
kerataan yang relatif lebih baik
daripada benang biasa.
Benang hias ialah benangbenang
yang mempunyai corakcorak
atau konstruksi tertentu
yang dimaksudkan sebagai
hiasan. Benang ini dibuat pada
mesin pemintalan dengan suatu
peralatan khusus.
Gambar 3.12
Benang Hias
Keterangan :
1. Benang dasar
2. Benang pengikat
3. Benang hias
Benang jahit ialah benang yang
dimaksudkan untuk menjahit
pakaian. Untuk pakaian tekstil
benang jahit ini terdiri dari
benang-benang yang digintir
dan telah diputihkan atau
dicelup dan disempurnakan
secara khusus.
17
Gambar 3.13
Benang Jahit
Benang sulam ialah benangbenang
yang dimaksudkan
untuk hiasan pada kain dengan
cara penyulaman. Benangbenang
ini umumnya telah
diberi warna, sifatnya lemas dan
mempunyai efek-efek yang
menarik.
3.4 Persyaratan Benang
Benang dipergunakan sebagai
bahan baku untuk membuat
bermacam-macam jenis kain
termasuk bahan pakaian, tali
dan sebagainya. Supaya
penggunaan pada proses
selanjutnya tidak mengalami
kesulitan, maka benang harus
mempunyai persyaratanpersyaratan
tertentu antara lain
ialah : kekuatan, kemuluran dan
kerataan.
3.4.1 Kekuatan Benang
Kekuatan benang diperlukan
bukan saja untuk kekuatan kain
yang dihasilkan, tetapi juga
diperlukan selama proses
pembuatan kain. Hal-hal yang
dapat mempengaruhi kekuatan
ini ialah :
• Sifat-sifat bahan baku antara
lain dipengaruhi oleh :
- Panjang serat
Makin panjang serat yang
dipergunakan untuk bahan
baku pembuatan benang,
makin kuat benang yang
dihasilkan.
- Kerataan panjang serat
Makin rata serat yang
dipergunakan, artinya makin
kecil selisih panjang antara
masing-masing serat, makin
kuat dan rata benang yang
dihasilkan.
- Kekuatan serat
Makin kuat serat yang
dipergunakan, makin kuat
benang yang dihasilkan.
- Kehalusan serat
Makin halus serat yang
dipergunakan, makin kuat
benang yang dihasilkan.
Kehalusan serat ada
batasnya, sebab pada serat
yang terlalu halus akan
mudah terbentuk neps yang
selanjutnya akan
mempengaruhi kerataan
benang serta kelancaran
prosesnya.
• Konstruksi benang antara
lain dipengaruhi oleh :
- Jumlah antihan
Jumlah antihan pada
benang menentukan
18
kekuatan benang, baik untuk
benang tunggal maupun
benang gintir.
Untuk setiap pembuatan
benang tunggal, selalu
diberikan antihan seoptimal
mungkin, sehingga dapat
menghasilkan benang
dengan kekuatan yang
maksimum.
Kalau jumlah antihan kurang
atau lebih dari jumlah
antihan yang telah
ditentukan, maka kekuatan
benang akan menurun.
- Nomor benang
Jika benang-benang dibuat
dari serat-serat yang
mempunyai panjang,
kekuatan dan sifat-sifat serat
yang sama, maka benang
yang mempunyai nomor
lebih rendah, benangnya
lebih kasar dan akan
mempunyai kekuatan yang
lebih besar daripada benang
yang mempunyai nomor
lebih besar.
3.4.2 Mulur Benang
Mulur ialah perubahan panjang
benang akibat tarikan atau
biasanya dinyatakan dalam
persentasi terhadap panjang
benang. Mulur benang selain
menentukan kelancaran dalam
pengolahan benang
selanjutnya, juga menentukan
mutu kain yang akan dihasilkan.
Benang yang mulurnya sedikit
akan sering putus pada
pengolahan selanjutnya.
Sebaliknya benang yang terlalu
banyak mulur akan menyulitkan
dalam proses selanjutnya.
Kalau panjang benang sebelum
ditarik = a (cm) dan panjang
benang pada waktu ditarik
hingga putus = b (cm), maka
mulur benang tersebut =
x100%
a
b − a
.
Mulur pada benang dipengaruhi
antara lain oleh :
a. Kemampuan mulur dari
serat yang dipakai.
b. Konstruksi dari benang.
3.4.3 Kerataan Benang
Kerataan Benang stapel sangat
dipengaruhi antara lain oleh :
• Kerataan panjang serat
Makin halus dan makin
panjang seratnya, makin
tinggi pula kerataannya.
• Halus kasarnya benang
Tergantung dari kehalusan
serat yang dipergunakan,
makin halus benangnya
makin baik kerataannya.
• Kesalahan dalam
pengolahan
Makin tidak rata panjang
serat yang dipergunakan,
makin sulit penyetelannya
pada mesin.
Kesulitan pada penyetelan
ini akan mengakibatkan
benang yang dihasilkan
tidak rata.
19
• Kerataan antihan
Antihan yang tidak rata akan
menyebabkan benang yang
tidak rata pula.
• Banyaknya nep
Makin banyak nep pada
benang yaitu kelompokkelompok
kecil serat yang
kusut yang disebabkan oleh
pengaruh pengerjaan
mekanik, makin tidak rata
benang yang dihasilkan.
Serat yang lebih muda
dengan sendirinya akan
lebih mudah kusut
dibandingkan dengan seratserat
yang dewasa.
3.5 Penomoran Benang
Untuk menyatakan kehalusan
suatu benang tidak dapat
dengan mengukur garis
tengahnya, sebab
pengukurannya diameter sangat
sulit. Biasanya untuk
menyatakan kehalusan suatu
benang dinyatakan dengan
perbandingan antara panjang
dengan beratnya. Perbandingan
tersebut dinamakan nomor
benang.
3.5.1 Satuan-satuan yang
dipergunakan
Untuk mempermudah dalam
perhitungan, terlebih dahulu
harus dipelajari satuan-satuan
yang biasa dipergunakan dalam
penomoran benang. Adapun
satuan-satuan tersebut adalah
sebagai berikut :
Satuan panjang
1 inch (1”) = 2,54 cm
12 inches = 1 foot (1’)
= 30,48 cm
36 inches = 3 feet = 1 yard
= 91.44 cm
120 yards = 1 lea = 109,73 m
7 lea’s = 1 hank = 840 yards
= 768 m
Satuan berat
1 grain = 64,799 miligram
1 pound (1 lb) = 16 ounces
= 7000 grains = 453,6 gram
1 ounce (1 oz) = 437,5 grains
Ada beberapa cara yang dipakai
untuk memberikan nomor pada
benang. Beberapa negara dan
beberapa cabang industri tekstil
yang besar, biasanya
mempunyai cara-cara tersendiri
untuk menetapkan penomoran
pada benang. Tetapi banyak
negara yang menggunakan
cara-cara penomoran yang
sama. Pada waktu ini, ada
bermacam-macam cara
penomoran benang yang
dikenal, tetapi pada dasarnya
dapat dibagi menjadi dua cara
yaitu :
- Penomoran benang secara
tidak langsung dan
- Penomoran benang secara
langsung.
3.5.2 Penomoran Benang
Secara Tidak Langsung
Pada cara ini ditentukan bahwa
makin besar (kasar) benangnya
makin kecil nomornya, atau
makin kecil (halus) benangnya
20
makin tinggi nomornya.
Penomeran cara Tidak
Langsung dinyatakan sebagai
berikut :
nomor =
( )
( )
Berat B
Panjang P
3.5.2.1 Penomoran Cara
Kapas (Ne1 )
Penomoran ini merupakan
penomoran benang menurut
cara Inggris. Cara ini biasanya
digunakan untuk penomoran
benang kapas, macam-macam
benang stapel rayon dan
benang stapel sutera. Satuan
panjang yang diguanakan ialah
hank, sedang satuan beratnya
ialah pound. Ne1 menunjukkan
berapa hanks panjang benang
untuk setiap berat 1 pound.
Penomeran cara Kapas
dinyatakan sebagai berikut:
Ne1 =
Berat B dalam pound
Panjang P dalam hank
( )
( )
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Ne1 1?
Jawab : Untuk setiap berat
benang 1 lb,
panjangnya 1 hank,
atau 1 x 840 yards.
Soal 2 : Apa artinya Ne1 20 ?
Jawab : Untuk setiap berat
benang 1 lb,
panjangnya 20 hanks
atau 20 x 840 yards.
Soal 3 : Benang kapas
panjang 8400 yards,
berat 0,5 lb. Berapa
Ne1 nya ?
Jawab : Panjang 1 lb benang
= 2 x 8400 yards =
16.800 yards =
840
16.800
hank = 20
hanks. Maka nomor
benang tersebut
ialah Ne1 20.
Soal 4 : Benang panjang 120
yards, berat 25
grains. Berapa Ne1
nya ?
Jawab : Panjang 1 lb benang
=
25
7000
x 120 yards
= 280 x
840
120
hanks
=
7
280
= 40 hanks.
Jadi nomor benang
tersebut Ne1 40.
Soal 5 : 1 yards lap beratnya
14 oz. Berapa nomor
lap tersebut ?
Jawab : Panjang 1 lb lap =
14
16
x 1 yard =
14
16
yards =
14 840
16
x
hank =
0,00136.
21
Jadi nomor lap
tersebut Ne1
0,00136.
3.5.2.2 Penomoran Cara
Worsted (Ne 3 )
Penomoran dengan cara ini
dipakai untuk benang-benang
wol sisir, mohair, alpaca, unta
dan cashmere. Satuan panjang
yang digunakan ialah 360 yards,
sedang satuan beratnya ialah
pound.
Ne3 menunjukkan berapa kali
560 yards panjang benang
setiap berat 1 pound.
Penomeran cara Worsted
dinyatakan sebagai berikut:
Ne3 =
B Brt dlm pound
P pjg dlm yards
( )
( ) 560
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Ne 3 1 ?
Jawab : Untuk setiap berat 1
lb, panjangnya 1 kali
560 yards.
Soal 2 : Apa artinya Ne 3 26 ?
Jawab : Untuk setiap berat 1
lb, panjangnya 26
kali 560 yards.
Soal 3 : Benang wol sisir
panjang 1680
yards, beratnya ¼
pound. Berapa Ne 3
nya ?
Jawab : Panjang 1 lb benang
= 4 x 1680 yards =
6.720 yards = 12 x
560 yards. Jadi
nomor benang
tersebut Ne 3 12
3.5.2.3 Penomoran Cara Wol
(Ne 2 atau Nc)
Penomoran dengan cara ini
digunakan untuk penomoran
jute dan rami. Nc untuk : wol.
Satuan panjang yang digunakan
ialah 300 yards, sedangkan
satuan beratnya ialah pound.
Ne 2 atau Nc menunjukkan
berapa kali 300 yards panjang
benang untuk setiap berat 1
pound.
Penomeran cara Wol dinya
takan sebagai berikut:
Ne 2 =
B Brt dlm pound
P pjg dlm yards
( )
( ) 300
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Ne 2 1 ?
Jawab : Untuk setiap berat 1
lb, panjangnya 1 kali
300 yards.
Soal 2 : Apa artinya Nc 25 ?
Jawab : Untuk setiap berat 1
lb, panjangnya 25
kali 300 yards.
Soal 3 : Benang rami panjang
3600 yards, berat 1/5
22
pound. Berapa
Ne 2 nya ?
Jawab : Panjang 1 lb = 5 x
3600 yards = 18.000
yards = 60 x 300
yards. Jadi nomor
benang tersebut Ne 2
60.
Soal 4 : Benang wol panjang
4200 yards, berat
90,72 gram. Berapa
Nc nya ?
Jawab : Berat benang =
453,6
90,72
x 1 lb = 1/5 lb.
Panjang 1 lb benang
= 5 x 4200 yards =
21.000 yards = 70 x
300 yards. Jadi
nomor benang
tersebut Nc 70.
3.5.2.4 Penomoran Cara
Metrik (Nm)
Penomoran dengan cara ini
digunakan untuk penomoran
segala macam benang. Satuan
panjang yang digunakan ialah
meter, sedang satuan beratnya
ialah gram. Nm menunjukkan
berapa meter panjang benang
untuk setiap berat 1 gram.
Penomeran cara Metrik
dinyatakan sebagai berikut:
Nm =
B Berat dlm gram
P panjang dlmmeter
( )
( )
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Nm 1 ?
Jawab : Untuk setiap berat 1
gram panjangnya 1
m.
Soal 2 : Apa artinya Nm 30 ?
Jawab : Untuk setiap berat 1
gram panjangnya 30
meter.
Soal 3 : Benang kapas
panjang 60 meter,
beratnya 2 gram.
Berapa Nm nya ?
Jawab : Panjang 1 gram
benang = ½ x 60 =
30 meter. Jadi nomor
benang tersebut Nm
30.
Soal 4 : nomor suatu benang
kapas Nm 10.
Berapa Ne1 nya ?
Jawab : Panjang 1 gram
benang = 10 m.
Panjang 1 lb =
1
453,6
x 10 m = 4563
m =
768
4536
hanks =
5,9 hanks
Jadi nomor benang
tersebut Ne1 5,9.
3.5.2.5 Penomoran Benang
Cara Perancis (Nf)
Penomoran dengan cara ini
digunakan untuk penomoran
benang kapas. Satuan panjang
23
yang digunakan ialah meter,
sedang satuan beratnya ialah
gram. Nf menunjukkan berapa
meter panjang benang untuk
setiap berat ½ gram.
Penomeran cara Perancis
dinyatakan sebagai berikut:
Nf =
B Berat dalam gram
P panjang dalammeter
2
( ) 1
( )
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Nf 1 ?
Jawab : Untuk setiap berat
benang ½ gram,
panjangnya 1 meter.
Soal 2 : Apa artinya Nf 20 ?
Jawab : Untuk setiap berat ½
gram panjangnya 20
meter.
Soal 3 : Benang kapas
panjangnya 40 m,
beratnya 1 gram.
Berapa Nf nya ?
Jawab : Panjang benang
untuk setiap berat ½
gram = ½ gram x 40
meter = 20. Jadi
nomornya Nf 20.
3.5.2.6 Penomoran Benang
Cara Wol Garu (Ne 4 )
Penomoran dengan cara ini
digunakan untuk penomoran
benang wol garu dan
semacamnya. Satuan panjang
yang digunakan ialah 256 yards,
sedang satuan beratnya ialah
pound. Ne 4 menunjukkan
berapa kali 256 yards panjang
benang, untuk setiap berat 1
pound.
Penomeran cara Wol Garu
dinyatakan sebagai berikut:
Ne 4 =
( )
( 256 )
B dalam pound
P dalam yards
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Ne 4 1 ?
Jawab : Setiap berat 1
pound, panjangnya
256 yards.
Soal 2 : Apa artinya Ne 4 30
?
Jawab : Setiap berat 1 pound
panjangnya 30 x 256
yards = 7680 yards.
Soal 3 : Benang wol garu
panjang 2560 yards,
beratnya ¼ pound.
Berapa Ne 4 nya ?
Jawab : Panjang benang
untuk setiap 1 pound
= 1/¼ pound x 2560
yards = 10.240 yards
= 40 x 256 yards.
Jadi nomor benang
adalah Ne 4 40.
3.5.3 Penomoran Benang
Secara Langsung
Cara penomoran ini kebalikan
dari cara penomoran benang
secara tidak langsung. Pada
cara ini makin kecil (halus)
24
benangnya makin rendah
nomornya, sedangkan makin
kasar benangnya makin tinggi
nomornya.
Penomeran cara Langsung
dinyatakan sebagai berikut
Nomor =
( )
( )
Panjang P
Berat B
3.5.3.1 Penomoran Cara
Denier (D atau Td)
Penomoran dengan cara ini
digunakan untuk penomoran
benang-benang sutera, benang
filamen rayon dan benang
filamen buatan lainnya. Satuan
berat yang digunakan ialah
gram, sedang satuan
panjangnya ialah 9000 meter. D
atau Td menunjukkan berapa
gram berat benang untuk setiap
panjang 9000 meter.
Penomeran cara Denier
dinyatakan sebagai berikut:
D =
P pjg dlm meter
B brt dlm gram
( ) 9000
( )
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya D 1 ?
Jawab : Untuk setiap panjang
9000 m, beratnya 1
gram.
Soal 2 : Apa artinya Td 20 ?
Jawab : Untuk setiap panjang
9000 meter, beratnya
20 gram.
Soal 3 : Benang sutera
panjangnya 2000
meter, beratnya 30
gram. Berapa D nya
?
Jawab : Berat 9000 meter
benang
=
2000
9000
x 30 gram
= 85 gram.
Jadi nomor benang
tersebut D 85.
Soal 4 : Nomor benang rayon
Td 30. Berapa Nm
nya ?
Jawab : Berat setiap 9000 m
= 30 gram.
Panjang 1 gram =
1/30 x 9000 m
= 300 meter.
Jadi nomor benang
tersebut Nm 300.
3.5.3.2 Penomoran Cara Tex
(Tex)
Penomoran dengan cara ini
digunakan untuk penomoran
segala macam benang. Satuan
berat yang digunakan ialah
gram, sedangkan satuan
panjangnya ialah 1000 meter.
Tex menunjukkan berapa gram
berat benang untuk setiap
panjang 1000 meter.
Penomeran cara Tex
dinyatakan sebagai berikut:
Tex =
P pjg dlm meter
B brt dlm gram
( ) 1000
( )
25
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Tex 1 ?
Jawab : Untuk setiap panjang
1000 meter, beratnya
1 gram.
Soal 2 : Apa artinya Tex 30 ?
Jawab : Untuk panjang 1000
meter, beratnya 30
gram.
Soal 3 : Benang kapas
panjang 2000
meter, beratnya 10
gram. Berapa Tex
nya ?
Jawab : Berat 1000 m
benang =
2000
1000
x 10
gr = 5 gram.
Jadi nomor benang
tersebut Tex 5.
Soal 4 : nomor suatu benang
rayon Tex 60.
Berapa Td nya ?
Jawab : Berat 1000 m
benang = 60 gram.
Berat 9000 m
benang =
1000
9000
x 60
gr = 540 gram.
Jadi nomor benang
tersebut Td 540.
3.5.3.3 Penomoran Cara Jute
(Ts)
Penomoran dengan cara ini
digunakan untuk penomoran
benang jute. Satuan berat yang
digunakan ialah pound, sedang
satuan panjangnya ialah 14.400
yard.
Ts menunjukkan berapa pound
berat benang untuk setiap
panjang 14.400 yards.
Penomeran cara Jute
dinyatakan sebagai berikut:
Ts =
( 14.400 )
( )
P dalam yards
B dalam pound
Contoh Soal :
Soal 1 : Apa artinya Ts 1 ?
Jawab : Untuk setiap panjang
14.400 yards
beratnya 1 pound.
Soal 2 : Apa artinya Ts 20 ?
Jawab : Untuk setiap panjang
14.400 yards,
beratnya 20 pound.
Soal 3 : Benang jute panjang
28.800 yards berat 6
pounds. Berapa Ts
nya ?
Jawab : Berat benang untuk
setiap panjang
14.400 yards =
28.800
14.400
x 6 pounds
= 3 pounds.
Jadi nomor benang
adalah Ts 3.
Benang-benang tunggal
seringkali digintir untuk
26
memperoleh efek-efek lainnya.
Komposisi dari benang-benang
gintir dapat terjadi sebagai
berikut :
a. Nomor dan bahan sama
b. Nomor tidak sama, bahan
sama
c. Bahan tidak sama tapi cara
penomorannya sama
d. Bahan tidak sama dan
penomorannya tidak sama
Contoh Soal :
Soal 1 : 2 helai benang Ne1
40 digintir. Berapa
Ne1 benang
gintirnya? (Ne1 R)
Jawab :
Ne1 40, panjang 40 hanks, berat 1 lb.
Ne1 40, panjang 40 hanks, berat 1 lb.
Panjang 40 hanks benang gintir,
beratnya 2 lbs.
Jadi Ne1 R = 40/2 atau 20.
Soal 2 : Sehelai benang Nm
20 digintir dengan
sehelai benang Nm
30. Berapa Nm R
nya ?
Jawab :
Nm 20, panjang 20 m, berat 1
gram atau
panjang 30 m berat 1 ½ gram.
panjang 30 m berat 1 gram.
Panjang 30 m benang gintir,
beratnya 2½ gr.
Panjang setiap berat 1 gr = 1
Panjang setiap berat 1 gr =
gram
gram
2
2 1
1
x 30 m = 12 m
Jadi Ne1 R = 12
Soal 3 : Sehelai benang Td
20 digintir dengan
sehelai benang Td
30. Berapa Td R
nya?
Jawab :
Td 20 panjang 9000 m, berat 20 gram atau
Td 30 panjang 9000 m, berat 30 gram
Panjang 9000 m benang gintir,
beratnya 50 gram.
Jadi Td R = 50.
27
BAB IV
PENCAMPURAN SERAT
Dalam proses pencampuran
serat, ada dua macam istilah
yang sering diartikan sama
tetapi sebenarnya masingmasing
mempunyai pengertian
yang berbeda. Perbedaan
pengertian istilah tersebut
berdasarkan jenis atau macam
serat yang akan dicampur. Dua
istilah dalam pencampuran
tersebut adalah :
1. Blending
2. Mixing
4.1 Pembukaan Bungkus Bal
Kapas
Setiap bal kapas yang datang
dari gudang, tidak langsung
dicampur melainkan diletakkan
diatas landasan kapas yang
khusus disediakan di ruangan
mixing untuk tempat
pembukaan pelat pembalut bal
kapas.
Gambar 4.1
Landasan Bal Kapas
Landasan kapas dibuat dari
kayu yang tebal dan kuat serta
mempunyai kaki empat buah.
Gambar 4.2
Bal Kapas dengan Jumlah
Pelat Besi 6
Gambar 4.3
Besi Pelepas Pelat
Pembalut Kapas
Gambar 4.4
Gunting Pemotong Pelat
Pembalut Bal Kapas
28
Besi pelepas atau gunting
pemotong pelat pembalut kapas
bal kapas terdiri dari dua potong
besi yang dipergunakan untuk
membuka sambungan pelat
besi pembalut dan kemudian
pelat-pelat pembalut ini ditarik
keluar dari bal-bal kapas,
sehingga bagian atas dari balbal
telah bebas dari pelat
pembalutnya. Sesudah itu
keatas sebuah landasan kapas
lainnya yang telah dirapatkan
letaknya dengan landasan
kapas yang pertama,
digulingkan dengan hati-hati bal
kapas tadi sambil menahan
pembalutnya pada landasan
kapas yang pertama. Kemudian
kotoran-kotoran yang melekat
pada bal kapas itu dibersihkan.
Apabila ini sudah selesai, maka
dengan sebuah gerobak tarik
yang khusus dibuat untuk
mengangkat landasan kapas,
maka kapas tersebut dibawa ke
tempat penyimpanan yang telah
ditentukan. Setelah sampai
ditempatnya lalu ditulis merek
dari kapas tersebut pada salah
satu kayu pinggiran dari
landasan kapas.
Pemasangan merek ini adalah
perlu sekali untuk memudahkan
penyusunan bal-bal kapas di
ruangan blowing. Selanjutnya
pembalut yang telah dilepas tadi
dibawa ke ruangan tempat
limbah dan kapas-kapas yang
melekat pada pembalut tersebut
dilepaskan dan dikumpulkan.
Kapas yang baik dan bersih
dibawa ke ruangan blowing dan
yang kotor dipisahkan pada
tempat yang telah ditentukan.
Pembalut dari masing-masing
bal kapas dikumpulkan menjadi
satu dan ditimbang untuk
mengetahui beratnya. Dengan
mengurangi jumlah berat
pembalut dan bungkus ini dari
jumlah berat yang dicatat oleh
petugas gudang, maka kita
dapat mengetahui berat kapas
yang diolah di ruangan blowing.
4.2 Penyimpanan Bal Kapas di
Ruangan Mixing
Bal-bal kapas yang telah dibuka
itu, tidak segera diolah
diblowing, tetapi disimpan lebih
dulu di ruangan mixing selama
satu malam. Maksud dari
penyimpanan ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Kelancaran proses pembukaan
dan pembersihan di mesinmesin
blowing sangat
dipengaruhi oleh kondisi atau
sifat-sifat seratnya antara lain
ialah kepadatan dan kandungan
air.
Kapas yang baru saja dibuka
masih dalam kondisi yang padat
sekali sehingga sukar untuk
dibuka dan dibersihkan apabila
kapas tersebut langsung
disuapkan ke mesin blowing.
Disamping itu kandungan airnya
mungkin tidak sesuai dengan
standar yang ditentukan.
Untuk mengatasi kesulitankesulitan
tersebut diatas, maka
setelah bal kapas dibuka,
pembalut dan pembungkusnya
kemudian disimpan dan
29
dibiarkan mengembang dengan
sendirinya selama satu malam.
Serat kapas yang kering akan
kehilangan sebagian dari
kekuatannya, sehingga kalau
diolah dalam keadaan demikian,
serat-serat yang panjang akan
mudah putus didalam mesin.
Hal ini tidak akan kelihatan
dengan mata, tetapi akan
terbukti dari hasil pengujian,
bahwa Persentase serat pendek
bertambah tinggi, sehingga
kekuatan benang menjadi
berkurang. Sebaliknya jika
penyimpanan ini terlalu lama,
yang akan mengakibatkan
kurang baik, karena seringkali
terjadi bagian atas dari bal-bal
kapas itu menjadi terlalu
lembab.
Kalau lantai ruangan mixing
juga tidak kering, maka bagian
bawah juga akan menjadi terlalu
lembab. Kapas yang terlalu
lembab dapat menimbulkan
kesukaran-kesukaran dalam
pengolahannya di mesin-mesin.
Oleh karena itu ruangan mixing
harus mempunyai kondisi
tertentu dan pergantian udara
harus dapat berlangsung
dengan bebas.
4.3 Blending
Blending ialah pencampuran
antara dua jenis serat atau lebih
yang sifat-sifat dan atau
harganya berbeda, dengan
tujuan untuk mendapatkan hasil
benang dengan mutu dan harga
yang diinginkan.
Misalnya kita akan membuat
benang campuran antara serat
polyester dan serat kapas
dengan perbandingan 65 %
Polyester dan 35 % kapas,
maka sebelum proses
dikerjakan kita sudah dapat
meramalkan benang campuran
yang akan dihasilkan
diharapkan akan mempunyai
sifat-sifat antara lain :
- lebih kuat
- lebih rata
- tahan kusut dan lain-lain
Syarat-syarat yang perlu
diperhatikan dalam blending ini
antara lain adalah :
- panjang serat
- kehalusan serat
- kekuatan dan mulur serat
- Persentase perbandingan
Jadi yang diartikan dengan
blending dalam pemintalan ialah
pencampuran dua macam serat
atau lebih dengan
memperhatikan persyaratan
diatas untuk diolah menjadi
benang dengan hasil yang
dapat diramalkan sebelumnya
dan kalau dikemudian hari akan
membuat benang semacam itu
dapat dengan mudah
dilaksanakan. Blending yang
dilakukan di pabrik pemintalan
di Indonesia biasanya antara :
- Serat Polyester dengan
serat kapas
- Serat Polyester dengan
serat rayon
- Serat kapas dengan serat
buatan lainnya.
30
Dalam pelaksanaannya
blending dapat dilakukan antara
lain pada mesin-mesin blowing,
carding dan drawing. Dari
beberapa cara tersebut yang
banyak dipakai ialah blending
yang dilakukan pada mesin
drawing dan dalam beberapa
hal juga dilakukan di mesin
blowing.
Blending yang dilakukan di
mesin Blowing mempunyai
kelemahan-kelemahan antara
lain disebabkan karena adanya
perbedaan panjang serat,
jumlah kotoran, berat jenis,
sifat-sifat fisik dan mekanis
lainnya antara serat polyester
dan serat kapas. Panjang serat,
jumlah kotoran yang berbeda
seharusnya memerlukan setting
dan tingkat pembukaan yang
berbeda-beda. Serat-serat yang
berat jenisnya lebih kecil
kemungkinan besar akan
terhisap lebih dahulu
dibandingkan dengan seratserat
yang berat jenisnya lebih
besar, sehingga blending yang
diharapkan mungkin tidak dapat
tercapai. Demikian pula
terhadap sifat-sifat fisik dan
mekanis lainnya perlu
diperhatikan.
Dari uraian tersebut diatas,
dapat disimpulkan bahwa
dengan adanya berbagai
macam perbedaan sifat-sifat
serat, maka sukar sekali untuk
menentukan kondisi pengolahan
yang sesuai, misalnya besarnya
setting dan pukulan, kekuatan
hisapan udara, kelembaban dan
sebagainya. Dengan demikian
blending pada mesin blowing
biasanya hanya dilakukan
apabila terdapat beberapa
persamaan sifat dari serat-serat
yang dicampurkan, misalnya
serat polyester dan serat rayon.
Blending pada mesin drawing
biasanya dilakukan dengan cara
mengatur perbandingan
rangkapan dan susunan sliver
yang disuapkan pada mesin
drawing passage pertama.
Dengan cara tersebut, maka
Persentase campuran yang
diinginkan dapat dicapai.
Perbandingan Persentase
campuran yang lazim digunakan
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 :
Macam-Macam Perbandingan Persentase Campuran
No. Macam campuran serat Perbandingan Persentase
campuran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Polyester / kapas
Polyester / rayon
Kapas / rayon
Polyacrilic / kapas
Polyester / wol
Kapas / kapas
65 % / 35 %
65 % / 35 %
80 % / 20 %
55 % / 45 %
55 % / 45 %
Tidak tertentu
31
4.4 Mixing
Tujuan dari mixing di pemintalan
ialah untuk mengurangi
ketidakrataan hasil benangnya.
Mixing biasanya dilakukan
terhadap serat-serat yang
sejenis. Biasanya kapas yang
datang, walaupun spesifikasi
telah ditetapkan dalam
pemintalan, namun dalam
kenyataannya sukar dipenuhi,
mungkin disebabkan jumlah
persediaan sangat terbatas.
Adakalanya walaupun grade
dan panjang staple sama dalam
spesifikasinya, namun karena
berasal dari berbagai daerah
yang kondisinya tidak sama,
maka dimungkinkan adanya
perbedaan sifat antar kapas.
Agar supaya hasil produksi
benang yang berasal dari
kapas-kapas tersebut dapat
dijamin kesamaannya, maka
perlu dilakukan mixing.
Mixing dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara, antara
lain :
- Pencampuran di lantai (floor
mixing).
- Pencampuran dalam
ruangan (bin mixing).
- Pencampuran selama
penyuapan.
Dari berbagai macam cara
tersebut diatas, yang banyak
digunakan ialah pencampuran
selama penyuapan.
Pada cara ini, biasanya
disediakan ± 24 bal kapas yang
disusun sekeliling feed lattice
dari mesin pembuka (Hopper
Bale Breaker). Kemudian dari
setiap bal kapas diambil
segumpal demi segumpal
dengan tangan dan ditaruh
diatas feed lattice, selanjutnya
terus masuk kedalam mesin
Hoppe Bale Breaker.
Walaupun antar blending dan
mixing pada hakekatnya
mengandung pengertian yang
berbeda, dalam pengertian
sehari-hari sering dicampur
adukkan. Blending sering diberi
pengertian apabila percampuran
dilakukan terhadap jenis serat
yang berbeda, sedang
percampuran beberapa macam
serat kapas untuk tujuan-tujuan
tertentu dipatal-patal di
Indonesia seringkali digunakan
istilah mixing.
Berikut ini diberikan contoh
blending yang pernah
dilaksanakan dan mungkin
dapat dipergunakan sebagai
pedoman.
Blending/mixing benang 20 s
- Kapas M 15/16” = 50 %
Kapas SM 15/16” = 50 %
- Kapas M 15/16” = 70 %
Kapas SM 15/16” = 30 %
- Kapas M 15/16” = 50 %
Kapas SM 15/16” = 20 %
Kapas M 1” = 15 %
Kapas SMI 1” = 15 %
- Kapas M 15/16” = 80 %
Kapas SM 15/16” = 20 %
Percampuran-percampuran
tersebut diatas didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan
teknis, dengan tujuan untuk
memperlancar jalannya
32
produksi dan mengurangi putus
benang di mesin Ring Spinning
sehingga produksi dapat
meningkat dan mutu benang
yang dihasilkan masih
memenuhi standar. Disamping
pertimbangan teknis,
pertimbangan ekonomis juga
perlu mendapat perhatian.
33
BAB V
PROSES PEMBUATAN
BENANG
Pada penjelasan terdahulu,
telah diuraikan mengenai prinsip
pembuatan benang yang
umumnya digunakan sejak
jaman dahulu sampai sekarang
yaitu terdiri dari proses-proses
peregangan serat, pemberian
antihan dan penggulungan yang
keseluruhannya disebut proses
pemintalan.
Selain itu telah dijelaskan pula
bahwa proses pemintalan yang
sesungguhnya, baru dilakukan
setelah serat-serat mengalami
proses-proses pendahuluan
misalnya pembersihan,
penguraian serat dari
gumpalan-gumpalan dan lainlain.
Dahulu, pembersihan dan
penguraian serat hanya
dilakukan menggunakan
tangan, akan tetapi sekarang
sudah menggunakan mesinmesin
yang macamnya
tergantung dari pada jenis serat
yang digunakan.
Untuk mempelajari macammacam
mesin yang digunakan,
perlu diketahui sistem yang
digunakan pada proses pintal.
Sistem-sistem itu antara lain
ialah :
5.1 Sistem Pintal Flyer
Prinsip cara ini seperti terlihat
pada gambar 5.1.
Alat ini terdiri dari suatu spindel
yang dapat diputar melalui roda
pemutar spindel (1). Pada ujung
spindel tersebut diterapkan flyer
(2), sehingga bila spindel ber
putar, maka flyer juga turut ber
putar. Bobin (3) dimana poros
spindel dimasukkan, dapat ber
putar bebas dan dapat diputar
tersendiri melalui roda pemutar
bobin (4). Waktu proses berlang
sung, kelompok serat melalui
puncak flyer, keluar melalui lu
bang saluran benang (6) secara
radial, lalu dibelitkan melalui kait
pengantar benang (5) dari sa
yap flyer ke bobin (3) untuk
digulung. Bobin dan flyer ber pu
tar sama arah nya tetapi bobin
lebih cepat, sehingga terjadi
penggulungan. Sedangkan pu
taran flyer dipakai untuk mem
berikan antihan pada benang.
Gambar 5.1
Sistem Pintal Flyer
1. Roda Pemutar Spindel
2. Flyer
3. Bobin
4. Roda Pemutar Bobin
5. Kait Pengantar Benang
6. Lubang Saluran Benang
34
Sistem ini digunakan untuk
memintal serat-serat panjang
seperti flax, henep, wol yang
panjang dan sebagainya.
Dalam pembuatan benang
kapas, biasanya mesin roving
sebelum mesin pintal benang
yang sesungguhnya.
5.2 Sistem Pintal Mule
Sistem pintal mule ini
menggunakan prinsip seperti
pembuatan benang dengan
kincir. Kalau pada pembuatan
benang dengan kincir
peregangan serat-serat dan
penggulungan benang
dilakukan dengan menjauhkan
tangan yang memegang
gumpalan serat dan
mendekatkan pada spindel
pada waktu penggulungan
benang, tetapi pada proses
dengan sistem mule, spindelnya
yang digerakkan dan
mendekatkan pada waktu
penggulungan. Sistem ini
banyak digunakan untuk
membuat benang dari wol yang
kasar sampai yang halus.
5.3 Sistem Pintal Cap
Untuk mempelajari prinsip ini
dapat diikuti pada gambar 5.2 :
Alat ini terdiri dari :
Gambar 5.2
Sistem Pintal Cap
Keterangan :
1. Cap atau topi
2. Spindel
3. Leher Spindel
4. Roda Pemutar Benang
5. Bobin
Cap atau topi yang berbentuk
seperti bel (1) yang dapat
diletakkan pada ujung spindel
(2). Karena poros bobin
menyelubungi spindel, maka
bobin dapat diputar walaupun
spindelnya diam.
Pada spindel diterapkan leher 3
yang dilekatkan pada roda 4
dimana terdapat bobin 5,
sehingga roda 4, leher 3 dan
bobin dapat berputar bersamasama.
Benang yang berasal dari
rol depan melalui pengantar
digulungkan pada bobin 5
dengan bergeser pada bobin
Cap 1. Karena terjadi gesekan
antara benang dan bibir Cap,
35
maka dengan berputarnya
bobin, benang dapat tergulung.
Bibir Cap berfungsi sebagai
pengantar benang. Putaran
benang mengelilingi bibir Cap,
menghasilkan putaran atau
antihan pada benang. Sistem in
banyak digunakan pada
pembuatan benang dari wol.
5.4 Sistem Pintal Ring
Sistem ini yang paling banyak
digunakan untuk pembuatan
benang.
Di Indonesia hampir semua
pabrik penghasil benang
menggunakan sistem ini.
Dipakai terutama untuk seratserat
yang relatif pendek,
terutama serat kapas.
Prinsipnya dapat diikuti pada
gambar 5.3.
Spindel (1) diputar melalui pita.
Bobin (4) yang berlubang dapat
dimasukkan ke spindel
sedemikian, sehingga kalau
spindel berputar bobin turut pula
berputar. Melingkari bobin
tersebut terdapat ring (3) yang
terletak pada landasan ring (2)
yang dapat naik turun. Pada
bibir ring dimasukkan semacam
cincin kecil berbentuk “C” yang
disebut traveller (5) dan
berfungsi sebagai pengantar
benang selama penggulungan.
Agar benang tidak mengenai
ujung spindel selama dipintal,
maka diatas spindel dipasang
pengantar benang (6) yang
berbentuk seperti ekor babi.
Benang dari rol depan melalui
pengantar benang (6)
selanjutnya digulung ke bobin
yang lebih dahulu melalui
traveller (5). Karena bobin
berputar maka traveller turut
berputar mengelilingi bibir ring.
Oleh sebab traveller mengalami
gesekan, maka putaran bobin
lebih cepat dari pada traveller,
sehingga terjadilah
penggulungan benang pada
bobin dan bersamaan dengan
itu putaran traveller memberikan
antihan pada benang.
Gambar 5.3
Sistem Pintal Ring
Keterangan :
1. Spindel
2. Landasan Ring
3. Ring
4. Bobin
5. Traveller
6. Pengantar benang
7. Pemisah
Dasar-dasar perhitungan
mengenai jumlah antihan, arah
antihan dan hal-hal yang
berhubungan dengan
36
pemintalan ini akan diuraikan
pada bab tersendiri.
5.5 Sistem Pintal Open-end
Sistem pintal Open-end adalah
cara pembuatan benang dimana
bahan baku setelah mengalami
peregangan seolah-olah
terputus (terurai kembali)
sebelum menjadi benang.
Berbeda dengan sistem yang
diuraikan terdahulu, maka pada
sistem ini pemberian antihan
tidak menggunakan putaran
spindel tetapi dengan cara lain
yaitu dengan menggunakan
gaya aerodinamik yang
dihasilkan oleh putaran rotor.
Salah satu prinsip pemintalan
Open-end dapat dilihat pada
gambar 5.4 :
Gambar 5.4
Sistem Pintal Open-end
Keterangan :
1. Corong
2. Rol penyuap
3. Rol pengurai
4. Pipa
5. Rotor
6. Saluran
7. Rol pelepas
8. Rol penggulung
Bahan berupa sliver masuk
melalui corong (1), diambil oleh
rol penyuap (2), dimasukkan ke
daerah penggarukan.
Oleh rol pengurai (3) serat-serat
diuraikan.
Selanjutnya melalui pipa (4)
disalurkan ke rotor (5).
Oleh rotor (5), serat
dikumpulkan sepanjang sudut
bagian dalam rotor, kemudian
serat-serat masuk ke saluran (6)
dimana susunan serat-serat
tersebut sudah menjadi benang
yang antihannya ditentukan oleh
rotor tersebut.
Oleh perbedaan putaran rotor
dengan kecepatan tarikan rol
pelepas (7), maka terjadilah
antihan dan penggulungan.
Dari rol pelepas (7) benang
digulung pada bobin di atas rol
penggulung (8).
Dengan sistem ini produksinya
jauh lebih tinggi dari pada
sistem-sistem lain.
Bahan baku dalam proses
pembuatan benang adalah serat
dan melalui proses pembukaan,
pembersihan, peregangan dan
pemberian antihan terbentuklah
benang.
Ditinjau dari panjang serat yang
digunakan maka cara
pembuatan benang digolongkan
menjadi tiga sistem, yaitu :
- Pembuatan Benang Sistem
Serat Pendek
- Pembuatan Benang Sistem
Serat Sedang
37
- Pembuatan Benang Sistem
Serat Panjang
5.6 Pembuatan Benang
Kapas
Ditinjau dari segi besarnya
regangan atau urutan proses
maka cara pembuatan benang
kapas ada beberapa macam,
yaitu :
- Cara memintal dengan
regangan biasa.
- Cara memintal dengan
regangan tinggi.
- Cara memintal dengan
regangan sangat tinggi.
5.6.1 Cara memintal dengan
regangan biasa (ordinary
draft spinning system)
Biasanya digunakan untuk
membuat benang yang halus
yaitu benang Ne1 30 sampai
dengan Ne1 150.
Urutan proses dapat
digambarkan sebagai berikut :
Bal Kapas Blowing & Picking Carding
Drawing III Drawing II Drawing I
Slubbing Intermediate Roving
Winding Spinning Jack
Gambar 5.5
Urutan Proses Ordinary Draft System
Pada urutan proses diatas,
terdapat tiga tahap pengerjaan
di mesin drawing, hal ini
bertujuan untuk mendapatkan
persentase campuran yang
lebih baik.
Sedangkan proses yang dimulai
dari mesin Slubbing,
Intermediate, Roving dan Jack
bertujuan untuk memberikan
regangan pada sliver / roving
secara bertahap, sehingga
benang yang akan dihasilkan
mempunyai kerataan yang baik.
Karena kurang efisien
penggunaan sistem ini sekarang
jarang dijumpai lagi.
5.6.2 Cara Memintal dengan
Regangan Tinggi (High
Draft Spinning System)
Cara ini banyak dijumpai di
pabrik pemintalan kapas di
38
Indonesia. Urutan proses dapat
digambarkan sebagai berikut :
Bal Kapas Blowing & Picking Carding
Roving Drawing II Drawing I
Spinning Winding
Gambar 5.6
Urutan Proses High Draft System
Perbedaannya adalah terdapat
dua tahap proses di mesin
Drawing dan satu tahap proses
di mesin flyer atau yang biasa
disebut simplex. Walaupun
jumlah mesinnya lebih sedikit
namun dapat menghasilkan
benang yang nomornya sama
dan tingkat kerataan benang
yang baik, karena konstruksi
mesin yang sudah lebih baik.
5.6.3 Cara Memintal dengan
Regangan yang
Sangat Tinggi (Super
High Draft Spinning
System)
Cara ini juga banyak dijumpai di
Indonesia, dengan urutan
proses sebagai berikut :
Bal Kapas Blowing & Picking Carding
Spinning Drawing II Drawing I
Winding
Gambar 5.7
Urutan Proses Super High Draft System
39
Urutan proses system super
hight draft ini sangat berbeda
dengan urutan proses yang lain.
Perkembangan selanjutnya
merupakan bagaimana usaha
untuk memperbesar produksi
dengan biaya yang sekecilkecilnya.
Dengan memperbaiki
konstruksi, menambah
peralatan dan mempertinggi
kecepatan dan penggunaan
tenaga kerja sedikit mungkin.
Pada saat ini telah dibuat
System Hock, yaitu kapas yang
telah selesai diproses di mesin
Blowing tidak digulung menjadi
lap, melainkan langsung ke
mesin Carding sampai dilayani
oleh pekerja lagi. Dengan
urutan proses sebagai berikut :
Bal Kapas Blowing & Picking Carding
Roving Drawing II Drawing I
Spinning Winding
Gambar 5.8
Urutan Proses Hock System
Disamping cara tersebut diatas
dewasa ini telah dikenal juga
sistem baru yaitu Continous
Automatic Spinning System.
Pada cara ini mesin Blowing,
Carding dan Drawing
dirangkaikan menjadi satu
sehingga dengan demikian
dapat mengurangi penggunaan
tenaga kerja.
5.6.4 Pembuatan Benang Sisir
(Combed Yarn)
Dipasaran dikenal dua macam
benang kapas yaitu : benang
garu (Carded Yarn) dan benang
sisir (Combed Yarn).
Pada proses pembuatan
benang garu, kapas setelah
melaui proses di mesin Carding
terus dikerjakan di mesin
drawing seperti urutan proses
yang telah diuraikan diatas,
sedangkan pada proses
pembuatan benang sisir, kapas
setelah melalui proses di mesin
Carding harus melalui proses di
mesin Drawing.
Pada mesin Combing terjadi
proses penyisipan untuk
memisahkan serat-serat pendek
yang biasanya berkisar antara
12 % sampai dengan 18 %
(sesuai kebutuhan) untuk
dibuang sebagai comber noil..
Benang Combing biasanya
40
untuk keperluan kain rajut,
benang jahit atau kain yang
bermutu tinggi.
Urutan proses pembutan
benang sisir dapat digambarkan
sebagai berikut :
Bal Kapas Blowing & Picking Carding
Combing Super Lap Pre Carding
Drawing Drawing II Roving
Winding Spinning
Gambar 5.9
Urutan Proses Combed Yarn
41
Bal Kapas
Blowing & Picking
Carding
Drawing I & II
Winding
Doubling Doubling
Twisting Twisting
Winding Winding
Hank Reeling Hank Reeling
Bundling Bundling
Baling Baling
Packing Packing
A B C
Gambar 5.10
Urutan Proses Pembuatan Benang Tunggal dan Benang Gintir
42
Keterangan :
A. Benang gintir dalam bentuk
untaian yang di bal
B. Benang tunggal dan benang
gintir dalam bentuk
gulungan cones
C. Benang tunggal dalam
bentuk untaian yang di bal
5.7 Pembuatan Benang Wol
5.7.1 Sistem Pembuatan
Benang Wol Garu
(Woolen Spinning)
Sistem pemintalan Woolen
berbeda bengan sistem
pemintalan lainnya dan
mempunyai ciri-ciri yang khusus
pula, antara lain :
- Benangnya kasar dan
empuk
- Letak untaian serat-serat
yang membentuk benang
tidak teratur
- Mengkeret besar dan
elastisitas rendah
- Bahan baku serat wol
rendah berasal dari macammacam
limbah serat, limbah
benang atau limbah kain,
yang kemudian digaru dan
kadang dicampur dengan
serat-serat kain (misalnya
serat sintetis).
Urutan proses pemintalan
benang wol garu :
Bahan Baku Serat Wol
Penyortiran
Pembukaan & Pembersihan (Opening & Cleaning)
Pencucian (Washing)
Pengeringan (Drying)
Karbonisasi (Carbonization)
Penggarukan / Penguraian (Tearing into Fiber)
Pencampuran & Peminyakan (Mixing & Oiling)
Ring Spinning
Gambar 5.11
Urutan Proses Pemintalan Benang Wol Garu
43
Keterangan :
Sortir
Bertujuan untuk memisah
kan setiap jenis bahan
menurut klasifikasi tertentu
agar mendapatkan kwalitas
bahan yang sama.
Opening dan Cleaning
Bertujuan untuk :
- pembukaan setelah pence
lupan
- pembukaan persiapan sebe
lum pencampuran
- pembukaan bahan sebelum
pencucian
- pembersihan carbon setelah
proses carbonization
- pembersihan kotoran-kotor
an
Washing
Bertujuan untuk
membersihkan kotorankotoran
serta minyak-minyak
yang menempel pada serat
wol dan dikerjakan pada
larutan sabun atau soda
pada suhu 40 selama 6
jam.
Drying
Proses yang dilakukan
pada :
- pengeringan yang dilakukan
terhadap bahan yang telah
mengalami proses pencuci
an dan karbonisasi sehingga
kadar airnya tinggal 20 %.
- Pengeringan persiapan
karbonisasi. Pengeringan ini
hanya dilakukan pada bahan
benang wol garu.
Carbonization
Bertujuan untuk :
- Memisahkan hasil tembahan
noil, limbah benang dan
serat-serat lain yang
mungkin tercampur, seperti
serat kapas, serat sintetis.
- Memisahkan kotoran-kotor
an yang menempel pada
serat wol antara lain kulit,
biji, ranting yang berasal dari
senyawa selulosa.
Proses karbonisasi dapat
menggunakan larutan asam
sulfat (wol carbonization).
Tearing into Fiber
Bertujuan untuk
menguraikan serat-serat
menjadi bentuk yang dapat
dipintal yang berasal dari
bahan baku yang berupa
limbah benang maupun
limbah kain. Agar tidak
terlalu banyak serat yang
putus-putus, biasanya terle
bih dahulu diadakan pemi
nyakan terhadap bahan
baku yang akan disiapkan.
Jenis mesin yang digunakan
adalah :
- Rag Machine
Dalam proses ini bahan
yang berasal dari limbah
kain diuraikan dalam bentuk
serat-serat tanpa banyak
mengalami kerusakan serat
yang cukup berarti sehingga
memudahkan dalam proses
berikutnya.
44
- Garnett Machine
Proses ini bertujuan agar
limbah benang atau bahan
yang berasal dari mesin Rag
dapat dibuka dan diuraikan.
- Opening Card
Bagian bahan yang belum
sempurna terbuka dan
terurai pada proses mesin
garnett atau bahan sebelum
pencelupan dapat lebih
terbuka dan terurai dengan
dikerjakan pada mesin
Carding.
Mixing dan Oiling
Bertujuan untuk :
- mendapatkan campuran
yang homogen dan setiap
jenis kwalitas bahan baku
yang akan diolah.
- mendapatkan jumlah
kandungan minyak yang
merata dalam bahan.
- mendapatkan harga pokok
bahan baku yang rendah.
Carding
Bertujuan untuk :
- menguraikan gumpalangumpalan
serat menjadi
serat-serat individu.
- mencampur setiap jenis
bahan dengan baik.
- mendapatkan sliver yang
rata.
Ring Spinning
Wolen Spinning dikenal
dengan dua cara, yaitu :
- Intermitten Spinning
Machine
- Continous Spinning Machine
yang pertama adaalh Mule
spinning, sedangkan yang
kedua adalah Ring Spinning.
5.7.2 Pembuatan Benang Wol
Sisir
Prinsip dasar pemintalan sistem
ini sama dengan sistem
pemintalan kapas dan sutera.
Bahan baku serat wol
mengalami pengaliran untuk
menghilangkan kotoran-kotoran,
pensejajaran dan pelurusan
serta pemintalan serat pendek
sehingga diperoleh benang
yang berkilau dan rata
permukaannya. Umumnya
diperlukan serat yang panjang
serta kehalusan sama.
Perbedaan utama terhadap
sistem pemintalan kapas adalah
urutan prosesnya. Dalam hal ini
serat wol terlebih dahulu
mengalami proses pengerjaan
secara kimiawi dengan jalan
pemasakan untuk
menghilangkan bekas-bekas
keringat dan kotoran lain.
Selain dari pada itu jumlah
susunan dan jenis urutan mesin
lebih banyak sistem pemintalan
worsted, menurut sifat bahan
bakunya dapat dibagi dalam
dua cara, yaitu :
- Cara pemintalan Worsted
Inggris (Bradford)
- Cara pemintalan Worsted
Perancis (Continental)
Umumnya untuk serat wol
panjang digunakan cara Inggris
dan untuk serat wol pendek
digunakan cara Perancis.
45
Gambar 5.12 Gambar 5.13
Pengelompokan Serat Wol Pengelompokan Serat Wol
Berdasarkan 3 Kelas Berdasarkan 4 Kelas
Keterangan : Keterangan :
A. untuk 64’s A. untuk 50’s
B. untuk 60’s B. untuk 56’s
C. untuk pieces C. untuk 46’s
D. untuk pieces
Urutan proses pemintalan
benang wol sisir :
Sortir
Pemisahan atau
pengelompokkan yang
bertujuan untuk
mendapatkan kwalitas hasil
benang yang sesuai
tujuannya.
Pengelompokkan ini
didasarkan atas kehalusan,
panjang, kekuatan, keriting
(crimp), warna serat dsb.
Dan setiap lembaran yang
berasal sari seekor biri-biri
dikelompokkan menjadi 3 –
4 kelas (lihat gambar diatas)
Washing
Bertujuan untuk
menghilangkan kotorankotoran
serta lemak-lemak
yang melekat pada serat
wol. Pencucian dilakukan
dengan menggunakan alkoli
dan sabun.
Drying
Serat wol yang telah
mengalami pencucian
kemudian dikeringkan agar
satu sama lain saling
membuka.
Oiling
46
Bertujuan agar serat-serat
yang telah mengalami
pengeringan tidak mudah
patah/rusak (getas) pada
serat proses caring dan juga
menghidari listrik statik dan
serat-serat lebih lentur dan
mempunyai sifat lenting
yang baik. Persentase
peminyakan biasanya
berkisar antara 2 – 3 % dari
berat kering.
Carding
Bertujuan untuk :
- menguraikan gumpalan
serat-serat wol yang telah
megalami pencucian dan
pengeringan menjadi seratserat
individu.
- memisahkan serat-serat
pendek dan yang panjang
serta menghilangkan
kotoran-kotoran.
- meluruskan serta
mensejajarkan serat.
- Membuat sliver atau lap.
Jenis mesin Carding yang
digunakan adalah Roller Card
berbeda dengan mesin Carding
yang digunakan untuk proses
kapas.
Hasil akhir mesin Carding yang
berupa sliver langsung
ditampung dalam can, digulung
dalam bentuk ball atau
gulungan (ball). Hasil
perangkapan web dari 8 – 10
buah mesin Carding.
Combing
Bertujuan untuk :
- memperbaiki kerataan pan
jang serat.
- Memisahkan serat-serat pen
dek dan kotoran yang masih
melekat dengan jalan penyi
siran.
- Mensejajarkan serta melu
ruskan serat-serat.
Sliver yang dihasilkan dari
proses pada mesin Combing ini
lebih rata dan biasanya disebut
“TOP”. Proses Combing ini
dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
Cara Inggris dan Cara Perancis
Cara Perancis biasanya
digunakan untuk proses serat
wol merino, sedangkan cara
Inggris adalah untuk serat wol
Inggris.
Sebelum proses dilanjutkan, top
yang dihasilkan dari proses
Combing terlebih dahulu
mengalami proses pencucian
pada mesin Back Washing.
Tujuan pencucian ini adalah
sebagai berikut :
- menghilangkan kotoran-ko
toran serat minyak
yang melekat agar dida
patkan hasil celupan yang
baik.
- menjaga kemungkinan terja
dinya perubahan warna,
karena adanya reaksi kimia
dari sisa kotoran minyak bila
terjadi penyimpanan yang
lama.
- Top sebagai bahan sete
ngah jadi yang juga
diperjualbelikan maka sedikit
banyaknya harus lebih baik
47
kwalitasnya maupun
kenampakkannya.
Drawing
Bertujuan untuk :
- meluruskan serta lebih
mensejajarkan letak seratserat
kearah sumbu sliver.
- mengurangi ketidakrataan
sliver dengan jalan
perangkapan.
Untuk melakukan proses
drawing tersebut, biasanya
dilakukan pada mesin Gil Box.
Sesuai dengan sifat bahan baku
dan hasil benang yang
diinginkan proses drawing ini
dapat dilakukan dalam
beberapa cara, yaitu :
- Fench drawing
- English drawing (disebut
juga Brag Ford System)
- Anglo-Continental drawing
- American drawing
- New English System atau
Raper System drawing
French drawing digunakan
untuk memproses dry top yang
berasal dari serat wol merino
yang halus dan pendek.
English drawing digunakan
untuk memproses oil Top.
Anglo-Continental drawing
dapat digunakan untuk
memproses dry top maupun oil
top.
American drawing susunannya
sangat sederhana.
New English System
menggunakan auto leveller
sehingga menghasikan sliver
yang rata dan merupakan suatu
system yang terbaru.
Tujuan susunan mesin drawing
serta besar nilai regangan dan
jumlah rangkapan tergantung
pada cara yang digunakan serta
sifat serat wol yang diolah.
Hal ini biasa digunakan pada
cara Inggris dan Perancis untuk
bahan serat wol yang halus dan
putih yang terdiri dari 9
susunan. Untuk serat-serat wol
medium terdiri dari 7 susunan,
sedangkan untuk serat-serat
wol panjang, mohair dan lain
sebagainya terdiri dari 6
susunan mesin drawing. Hasil
akhir dari mesin drawing ini
merupakan Roving.
Sebelum dilakukan proses
drawing pertama-tama diadakan
pemilihan top. Pemilihan itu
didasarkan pada kwalitas dan
harga top serta kwalitas benang
yang akan dihasilkan.
Ring Spinning
Sama halnya dalam proses
pembuatan benang kapas,
pada proses di mesin Ring
Spinning ini bertujuan untuk
melaksanakan peregangan
(drafting), penggintiran
(twisting) dan penggulungan
(winding) terhadap roving
untuk mendapatkan benang
yang rata.
Karena roving dalam sistem
worsted spinning ada yang
berasal dari cara drawing
Inggris (yang mempunyai
antihan) dan cara drawing
Perancis (yang tidak
mempunyai antihan), maka
mesin Ring spinning pun
disesuaikan dengan jenis
48
roving yang diolah. Jenis
mesin Ring spinning terdiri
dari :
- Mesin Spinning Flyer (Flyer
Spinning Frame)
- Mesin Spinning Cap (Cap
Spinning Frame)
- Mesin Ring Spinning (Ring
Spinning Frame)
- Mesin Mule Spinning (Mule
Spinning Frame)
Mesin Spinning Flyer, mesin
spinning Cap dan mesin
Ring Spinnng digunakan
untuk mengolah roving yang
berasal dari cara drawing
Inggris dan menghasikan
benang yang berkilau.
Mesin Ring Spinning dan
mesin Mule Spinning
digunakan untuk mengolah
roving yang berasal dari
cara drawing Perancis yang
tidak mempunyai antihan
dan menghasilkan benang
yang empuk.
5.8 Pembuatan Benang
Rami
5.8.1 Bahan Baku
- Jenis tanaman : Boehmeria
Nivea termasuk tropis/sub
tropis.
Dikenal dua macam rami ,
yaitu : rami kuning dan rami
hijau.
Rami kuning lebih baik dari
jenis yang hijau, karena
menghasilkan serat yang
lebih lemas.
- Penanaman : Diperlukan
tanah yang lekat dan
tercampur pasir, karena bila
terlalu lembab, akar-akarnya
mudah menjadi rusak. Cara
penanaman dengan stekanstekan
rhizjoma berbaris
sejarak kira-kira 15 cm satu
dengan lainnya, sedangkan
jarak antar barisnya kira-kira
60 cm.
5.8.2 Proses Pengolahan
Bahan Baku menjadi
Benang
Proses pengolahan bahan baku
menjadi benang diuraikan
sebagai berikut :
- Pertama dilakukan 2 – 4 kali
pemotongan per tahun :
panjang hasil pemotongan
pertama dan kedua kira-kira
2 meter, ketiga kira-kira 1½
meter.
- Pengambilan serat dari
batangnya : pengelupasan
ini dilakukan dengan mesin
decorticator.
- Penjemuran : pada sinar
matahari.
- Penyikatan : dipakai
Brushing machine.
- Penyortiran : disortir sesuai
dengan kwalitasnya.
- Grade istimewa :
panjangnya 90 cm, bersih
tanpa cacat, berwarna putih.
- Grade pertama : panjang 90
cm, tidak bersih sempurna.
- Grade kedua : panjangnya
75 – 90 cm.
- Sisa : lebih pendek dari
60 cm.
49
- Degumming :
menghilangkan getah
dengan cara pemasakan
dengan memakai kaustik
soda. Biasanya, sebelum
dimasak dilakukan
pelunakan terlebih dahulu.
- Crushing : yaitu
menumbuhkan agar seratseratnya
terurai dan terlepas
satu sama lainnya serta
menghilangkan kotoran
yang melekat padanya
sambil terus menerus
disemprot dengan air.
Bahan tadi setelah itu diberi
minyak (lemak hewan) untuk
memudahkan dalam proses
Pemintalan.
- Pengeringan : Pengeringan
pada pesemaian di udara
terbuka.
- Pelemasan : Penghalusan
sambil pencabikan
(unravelling) agar seratserat
lebih terbuka.
Kemudian dilakukan
peminyakan untuk kedua
kalinya dan baru diletakkan
dalam ruang kondisi
(conditioning room).
- Filling machine : Disini serat
diletakkan pada permukaan
silinder, kemudian
pemotongan serat-serat
yang terlalu panjang
sehingga merupakan
rumbai-rumbai.
- Dressing machine : Disini
dilakukan penyisiran dan
perapihan sehingga didapat
pemisahan serat-serat
panjang dan pendek.
- Picking : Penyortiran seratserat
menjadi lempenganlempengan
(setelah dibuang
kotoran-kotoran yang
mungkin masih melekat
padanya).
- Spreading machine : Disini
dilakukan peregangan dan
pelurusan serat dengan
menggunakan semacam
mesin Gill Box.
- Setting frame : Berfungsi
hampir sama dengan
spreading machine yaitu
untuk lebih mensejajarkan
letak serat-serat serta
menentukan ukuran
slivernya.
- Drawing frame : Fungsinya
sama dengan setting frame,
hanya disini dilakukan
perangkapan untuk
mengurangi ketidakrataan.
- Roving frame : Disini roving
mulai diberi antihan
terhadap hasil mesin
sebelumnya serta sedikit
regangan sebagai persiapan
menjadi benang dengan
nomor tertentu.
- Ring Spinning : Disini terjadi
proses peregangan, antihan
dan penggulungan pada
bobin, hasilnya berupa
benang.
5.8.3 Sifat Rami dibandingkan
dengan Serat Kapas
Beberapa sifat rami
dibandingkan dengan serat
kapas ialah :
- Kekuatan rami lebih besar
dari pada kekuatan kapas.
50
- Persentase mulur rami
hampir sama dengan kapas.
- Rami lebih baik dari kapas.
- Persentase penambahan
kekuatan rami dalam
keadaan basah lebih besar
dari kapas.
- Rami lebih cepat menyerap
dari pada kapas.
- Serat rami lebih kasar dari
serat kapas (sekitar 5 – 8
denier).
5.8.4 Kegunaan Serat Rami
Rami digunakan untuk bahanbahan
: topi wanita, kemeja,
saputangan, serbet, taplak meja
dan lain-lain.
5.8.5 Pencampuran dengan
Serat-serat lain
- Dalam pembuatan benangbenang
campuran (Blended
Yarn) biasa dicampur
dengan Tetoron (Poliester)
atau kapas.
- Nomor benang yang bisa
dibuat adalah Ne1 30’S -
Ne1 40’S, bahkan kadangkadang
untuk bahan yang
berkwalitas tinggi sampai
Ne1 60’S.
- Persentase campuran,
biasanya :
(a) Poliester 65 % dan rami
35 %
(b) Kapas 80 % dan rami 20
%
Komposisi / persentase
campuran dapat diatur sesuai
dengan kegunaan barang
jadinya.
5.8.6 Skema Proses Pemintalan Rami
Skema proses pemintalan rami ialah sebagai berikut :
Bahan rami
Pembukaan bal
(Ball opening)
Penyortiran
(Separating)
Pelunakan
(Softening)
Pemasakan
(Boiling)
51
Penumbukan
(Crushing)
Pencucian
(Washing)
Pemerasan
(Centrifugation)
Peminyakan
(Oil emulsion)
Pengeringan
(Drying)
Pelemasan
(Softenning)
Pensejajaran
(Unravelling)
Pengondisian
(Conditioning)
Large Filling Small Filling
1 st dressing 2 nd dressing
Picking Serat rami pendek
Serat rami sedang
52
Spreading Peminyakan Carding
Setting Cutting
Opening
Drawing 2 x H. B. B.
Mixing
Roving 2 x Crighter opener
Carding
Ring Spinning Combing Hopper Feeder
Inter setting gill Crighton opener
Roving Exhaust opener
Spinning Carding
Combing
Drawing 2 x
Roving 2 x
Spinning
Gambar 5.14
Skema Proses Pemintalan Rami
53
5.9 Pengolahan Benang
Sutera
5.9.1 Bahan baku
Sutera adalah salah satu serat
alam, yang berasal dari hewan,
yaitu ulat sutera. Serat dibuat
pada saat ulat sutera akan
berubah menjadi kepompong
dan kemudian ngengat.
Lapisan-lapisan serat-serat
sutera pada saat proses
pembuatan kokon.
Serat sutera merupakan satusatunya
serat alam yang
berbentuk filamen.
Filamen adalah serat yang
kontinyu.
Pengambilan serat dilakukan
dengan jalan menguraikan
kokon dengan alat yang biasa
disebut mesin Reeling.
Jenis serat sutera ada dua
macam, yaitu :
Cultivated silk, adalah serat
sutera yang dihasilkan dari
ulat sutera yang dipelihara
dengan saksama. Pemeliha
raan dilakukan dari mulai
telur ulat menetas sampai
dengan masa pembuatan
kokon.
Wild silk, adalah serat sutera
yang dihasilkan dari ulat
sutera yang tidak dipelihara,
yaitu yang memakan daun
pohon oak.
5.9.2 Pengolahan Kokon
Proses pengolahan kokon
menjadi benang sutera
dilaksanakan sebagai berikut :
Proses persiapan. Kokon
yang tidak akan menjadi
bibit, dikumpulkan untuk
dimatikan kepompongnya
agar tidak menjadi kupukupu
yang akan menerobos
kokon. Bila kokon diterobos,
maka filamen akan rusak.
- Penjemuran dibawah sinar
matahari selama beberapa
jam.
- Menggunakan aliran uap air
pada ruangan yang berisi
kokon. Suhu didalam
ruangan kokon harus dijaga
tetap, berada antara 65°C -
75°C. Pengerjaan dilakukan
selama 15 – 25 menit.
Setelah dimatikan
kepompongnya, kemudian
kokon dikeringkan dalam
ruangan pengering.
- Menggunakan aliran udara
panas.
Cara ini dilakukan dalam
suatu alat atau ruang
pengeringan. Suhu ruang
pengering diatur mulai 50°
berangsur-angsur naik
sampai dengan ± 95ºC.
Pengerjaan dilakukan
selama 20 – 30 menit.
- Menggunakan obat-obatan.
5.9.3 Proses Pemilihan Kokon
Kokon yang telah dimatikan
kepompongnya sebelum
mengalami proses, sebelumnya
perlu dipilih yang dilakukan
54
pada bagian penyortiran yang
meliputi pekerjaan :
- Pembersihan dan
pengupasan serat-serat
bagian luar kokon.
- Pemisahan kokon yang
besar dan kecil
- Pemisahan kokon cacat dan
kotor.
5.9.4 Pembuatan Benang
dengan Mesin Reeling
Sebelum kokon dapat diuraikan
menjadi benang pada mesin
reeling, terlebih dahulu harus
dimasak dengan air panas yang
bersuhu ± 95ºC selama 1 – 2
menit. Pemasakan ini dilakukan
agar ujung-ujung serat-serat
filamen sutera mudah dicari dan
diuraikan pada saat reeling.
Penguraian dan pencarian
ujung filamen dilakukan dengan
peralatan sikat yang berputarputar
pada mesin Reeling.
Air yang digunakan harus
memenuhi syarat-syarat :
- Harus bersih, jernih dan
bebas dari macam-macam
kotoran.
- Sedapat mungkin netral atau
sedikit alkalis dengan pH
6,8 – 8,5.
- Kesadahan diantara
8º – 10º, kesadahan
Jerman.
- Sisa penguapan 0,15 –
0,2 gr/1.
Pada mesin reeling
konvensional sejumlah ujung
filamen dari beberapa buah
kokon, disatukan dan ditarik
melalui pengantar, kemudian
digulung pada kincir atau
haspel.
Filamen dapat diberi sedikit
antihan agar dapat saling
berpegangan satu sama
lainnya.
Setiap pekerja dapat
memegang mesin Reeling
sampai 20 mata pintal.
Biasanya setiap mata pintal
terdiri dari 5 – 8 buah kokon.
Pada mesin Reeling otomatis
yang dilengkapi dengan alat
pencari dan penyuap filamen
secara mekanis, seorang
pekerja dapat memegang 400 –
600 mata pintal, dengan
kemampuan produksi 3 – 4 kali
mesin Reeling konvensional.
Serat yang dihasilkan digulung
dalam bentuk streng, kemudian
dibundel dengan ukuran berat
± 6 pound, yang disebut
“books”. Selanjutnya booksbooks
ini dipak dalam bentuk
bal, yang dapat langsung
dikapalkan.
Benang sutera tersebut setelah
sampai di pabrik Pertenunan
atau Perajutan, sebelum
digunakan biasanya dilakukan
pengerjaan-pengerjaan
persiapan, sebagai berikut :
- Penggulungan kembali pada
spool
- Penggintiran dengan mesin
gintir
- Untuk memantapkan antihan
terlebih dahulu dimasukkan
kedalam kamar uap selama
± 30 menit
55
- Penghilangan serisin
Pemintalan dengan mesin
Reeling dapat dilakukan dalam
dua cara, yaitu :
Cara Itali atau cara tavelle,
dimana sekelompok filamen
kokon dipersatukan dan
dililitkan satu sama lain
(untuk mendapatkan benang
yang rata dan daya lekat
yang tinggi antar filamenfilamennya).
Cara ini banyak
digunakan di Indonesia.
Cara Perancis atau cara
Chambron dimana dua
kelompok filamen kokon
dililitkan satu sama yang
lain. Kemudian lilitan
tersebut dipisahkan kembali
untuk digulung pada dua
kincir yang terpisah.
Untuk jelasnya dibawah ini
digambarkan salah satu contoh
mesin Reeling Sutera.
Gambar 5.15
Skema Reeling Sutera
Keterangan :
1. Pemanas
2. Filamen kokon
3. Kokon yang siap untuk
disuapkan
4. Kokon yang serat-seratnya
belum terurai
56
5. Larutan kimiawai sebagai
pelunak
6. Pengantar porselin
7. Persilangan filmen
8. Mata pengantar traverse
9. Kincir atau haspel
10. Tangan kincir angin dapat
ditekuk
11. Drum
12. Ujung batang peluncur
5.9.5 Limbah Sutera
Limbah sutera terdiri dari :
Limbah yang terjadi pada
saat pengerjaan pada mesin
reeling.
Bagian dalam kokon yang
tidak berguna.
Limbah kokon cacat yang
filamennya terputus.
Limbah yang terjadi pada
saat pengerjaan
penggintiran pada mesin
gintir.
Limbah sutera tersebut diatas
kemudian dipak dan dikirimkan
ke Pabrik Pemintalan dalam
bentuk bal. Sebelum dikerjakan,
limbah ini terlebih dahulu
dibersihkan dan dimasak
(degumming) yang dapat
dilakukan dengan dua
cara/proses, seperti :
Proses Inggris, yaitu dengan
memasak atau merebusnya
dalam larutan sabun.
Larutan ini melarutkan
serisin dan menghasilkan
filamen halus.
Proses kontinental, yaitu
dengan menggunakan
teknik fermentasi pada
mana ± 20% dari serisinnya
masih terkandung dalam
bahan sutera tersebut.
Bahan sutera yang telah
mengalami pemasakan
selanjutnya dikerjakan
dengan mesin-mesin yang
sama seperti, pada proses
pengerjaan wol dan seratserat
staple lainnya.
Serat-serat mengalami
pengerjaan pembukaan,
penguraian dan peregangan
serta penyisiran. Kemudian
disuapkan pada mesin
Roving dan mesin Ring
Spinning serta Twisting.
Hasil benangnya disebut
Spun Silk.
5.10 Pembuatan Benang
Sintetik
Serat buatan mula-mula dibuat
dengan jalan percobaan (di
Eropa pada tahun 1857).
Produksi secara komersil
dimulai pada tahun 1910 (di
Amerika). Jenis serat buatan
diantaranya : rayon, asetat,
poliester, acrilat dan lain-lain.
5.10.1 Pengolahan Serat
Buatan
Proses pemintalan serat buatan
atau serat sintetis dikenal dalam
tiga cara, yaitu :
Pemintalan basah (wet
spinning).
57
Pemintalan kering atau
larutan (dry or solvent
spinning).
Pemintalan leleh (melt
spinning).
Ketiga cara tersebut diatas pada
dasarnya adalah sama, karena
prosesnya berdasarkan atas
tiga tingkat, yaitu :
Penghancuran dan pela
rutan atau pelelehan bahan
baku untuk membuat
larutan.
Penyemprotan larutan yang
dihasilkan melalui spinneret
untuk membentuk serat.
Pemadatan serat dengan
jalan pembekuan, penguap
an atau pendinginan.
Spinneret adalah bagian
peralatan yang sangat penting.
Bentuk mulut pipa yang
berlubang-lubang kecil sekali
dan lebih kecil dari diameter
rambut manusia. Spinneret
tersebut dibuat dari pelatina
atau logam sejenis yang tahan
terhadap larutan asam dan
tahan retak oleh larutan pada
saat mengalir.
Bentuk serat yang dihasilkan
ada tiga macam, yaitu :
Filamen, filamen tow dan stapel
Serat filamen adalah serat
yang dihasilkan dari
spinneret yang mempunyai
lubang ± 350 buah atau
kurang, sesuai dengan
diameter benang yang
dihasilkan.
Jumlah lubang spinneret
menunjukkan jumlah filamen
yang terdapat pada benang.
Setiap serat yang keluar dari
lubang spinneret setelah
dipadatkan segera disatukan
dengan memberi antihan
dalam membentuk sehelai
benang filamen yang
kontinyu.
Filamen tow adalah serat
yang dihasilkan dari
pemintalan filamen spinneret
yang mempunyai lubang
maksimum 3000 buah. Hasil
produksi dari 100 buah
spinneret atau lebih,
dikumpulkan menjadi satu
yang merupakan seutas tali
yang besar, disebut filamen
tow.
Filamen tow yang dihasilkan
tersebut kemudian dibuat
keriting dan dijadikan stapel
dengan jalan pemotongan
dalam ukuran panjang
tertentu. Panjang stapel
biasanya disesuaikan
dengan panjang serat kapas
atau wol. Selanjutnya stapel
ini di pak menjadi bentuk bal
dan kemudian dibawa ke
pabrik pemintalan untuk
dijadikan benang (spun
yarn). Sistem pemintalannya
sama dengan sistem
pemintalan kapas
(conventional spinning
system).
5.10.2 Pembuatan Benang
dari Serat Buatan
Benang dalam arti yang umum
adalah untaian serat yang tidak
terputus-putus.
58
Saling berkaitan dengan antihan
dan diameter tertentu.
Benang diklasifikasikan menjadi
:
Benang filamen (continuous
filamen yarn), yaitu benang
yang berasal dari serat
filamen.
Benang pintal (spun yarn),
yaitu benang yang terbuat
dari serat stapel baik serat
alam maupun buatan.
Benang filamen. Semua
benang filamen kecuali
sutera, dihasilkan dengan
cara pemintalan kimiawi
(chemical spinning).
Pemintalan kimiawi meliputi
proses mulai dari
penyemprotan serat dari
lubang-lubang spinneret
sampai pada penggulungan
benang dalam bentuk cone
atau cheese. Dari
penggulungan ini dapat
digunakan dalam proses
selanjutnya, seperti
pertenunan atau perajutan.
Benang filamen ada yang
diberi antihan dan ada yang
tidak. Untuk dapat lebih
menyempurnakan sifatsifatnya,
(sesuai dengan
kegunaannya) dilakukan
suatu proses sehingga letak
setiap individu filamen tidak
lagi dalam keadaan teratur,
melainkan tidak beraturan
dan hasilnya disebut
texturized filament yarns.
Texturized yarns dikenal dua
macam :
Benang ruwah/bulk. Untuk
mendapatkan benang
dengan pegangan yang
empuk (soft), maka dibuat
benang yang tidak padat,
yang disebut benang bulk.
Benang bulk ini dapat
dihasilkan dengan
memberikan sedikit atau
tanpa antihan sama sekali
terhadap benang filamen.
Agar kelihatan sifat-sifat
ruwahnya, maka serat
filamen tersebut dibuat
keriting atau berbentuk
seperti per dengan proses
thermoplastis. Hasilnya,
adalah benang yang
mengembang dan tidak
padat, karena masingmasing
serat menempati
volume yang besar. Benang
ruwah ini sangat cocok
untuk kain rajut, seperti
jumper, kain Hi-Sofi dan
sebagainya.
Benang stretch (stretch
yarn). Pembuatan benang
stretch ini pada hakekatnya
sama saja prinsipnya
dengan benang ruwah.
Hanya saja struktur masingmasing
filamen dibuat
sedemikian rupa sehingga
dapat berfungsi seperti per,
misalnya dengan dibuat
keriting atau dibentuk seperti
helix. Dengan demikian,
apabila ditarik akan mudah
mulur dan apabila tarikan
dilepaskan akan kembali ke
panjang semula. Ada
beberapa cara yang dapat
dipakai untuk pembuatan
59
benang stretch. Salah satu
diantaranya ialah apa yang
kita kenal dengan twistuntwist
methode, yaitu
dengan menggunakan
mesin false-twister. Prinsip
cara ini ialah benang filamen
diberi antihan yang tinggi,
kemudian dimantapkan
antihannya dengan
pemanasan. Karena sifat
thermoplastis dari serat
sintetis, maka setelah
pemanasan masing-masing
serat akan tetap mempunyai
struktur seperti helix,
meskipun antihannya telah
dibuka. Akibatnya benang
akan mengembang dan
mempunyai kemampuan
mulur yang besar.
Benang strecth ini lazim
digunakan untuk kaos kaki
atau kain-kain rajut lain yang
kemampuan mulur adalah
yang diutamakan. Biasanya
dipakai serat nylon
poliakrilat dan sebagainya.
Gambar 5.16
Filamen Keriting
Gambar 5.17
Filamen Helix
- Proses dari tow menjadi top
(two to top system)
Pada proses ini pengerjaan tow
menjadi benang stapel
dilakukan dengan
menggunakan mesin turbo
Stapler atau mesin Pasific
Conventer. Pada mesin ini
serat-serat filamen dari tow
dipotong-potong menurut
panjang yang diinginkan,
dengan menggunakan pisau
yang sangat tajam. Selanjutnya
ditampung, dikumpulkan
menjadi bentuk sliver yang telah
sedikit mengalami peregangan
yang disebut top. Untuk
membuat benang, top ini
selanjutnya di proses pada
mesin drawing, roving dan
spinning.
- Proses dari tow langsung
menjadi benang (tow to
yarn system).
Dalam proses ini pengerjaan
benang filamen dari tow
langsung menjadi benang stapel
dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin Purlock.
Pada mesin ini serat-serat
filamen dari tow dilewatkan
pada suatu sistem peregangan
sehingga serat-serat filamen
putus menjadi serat stapel dan
kemudian dipintal menjadi
benang.
5.10.3 Benang Pintal (Spun
Yarn)
Benang pintal dapat dihasilkan
dengan menggunakan sistem
pemintalan konventional atau
sistem pemintalan langsung.
60
Sistem konventional,
umumnya dikenal sebagai
berikut :
Blowing – Carding – Combing –
– Drawing – Roving – Spinning–
– Winding
Sistem pemintalan langsung
Sistem ini dilaksanakan
dengan langsung
memotong-motong serat
filamen sebelum dipintal
menjadi benang.
5.11 Pembuatan Benang
Campuran
Dalam pembuatan benang yang
menggunakan bahan baku serat
stapel, dapat dibuat benang
dengan satu macam jenis serat
ataupun campuran dari
beberapa macam jenis serat.
Pencampuran serat-serat yang
tidak sejenis (blending) dapat
terdiri dari 2 jenis serat atau
lebih. Pada umumnya,
pencampuran yang banyak
dilakukan adalah pencampuran
dari 2 jenis serat misalnya
kapas dengan poliester,
poliester dengan rayon dan
sebagainya. Perbandingan
campuran serat, tergantung dari
sifat benang yang diinginkan,
misalnya pada pencampuran
poliester dengan kapas,
mempunyai perbandingan 65%
berbanding 35% diperhitungkan
dari berat bahan baku. Hal ini
dimaksudkan agar benang yang
dihasilkan akan mempunyai
sifat-sifat yang lebih baik, antara
lain ialah benang akan
mempunyai kekuatan yang
tinggi tanpa mengurangi sifat
daya serap air yang baik.
Proses pembuatan benang
campuran pada prinsipnya
adalah sama dengan proses
pembuatan benang kapas.
Sebagai contoh, diambill
campuran antara serat poliester
dengan serat kapas. Dalam
pelaksanaannya, blending dapat
dilakukan antara lain pada
mesin-mesin Blowing, Carding
dan Drawing.
Dari beberapa cara tersebut
yang banyak digunakan ialah
pencampuran yang dilakukan
pada mesin Drawing, tetapi
dalam beberapa hal,
pencampuran dapat dilakukan
juga pada mesin-mesin Blowing.
Pencampuran yang dilakukan
pada mesin Blowing mempunyai
kelemahan-kelemahan antara
lain karena adanya perbedaan
panjang serat, jumlah kotoran,
serat jenis, sifat-sifat fisik dan
mekanik antara serat poliester
dan serat kapas. Untuk panjang
serat dan kotoran yang
berbeda, diperlukan penyetelan
dan tingkat pembukaan yang
berbeda-beda.
Serat-serat yang berat jenisnya
lebih kecil, kemungkinan besar
pada proses akan terhisap lebih
dahulu dibandingkan dengan
serat-serat yang berat jenisnya
lebih besar, sehingga blending
61
yang diharapkan kemungkinan
tidak dapat tercapai. Demikian
pula terhadap sifat-sifat fisik dan
mekanik lainnya harus
diperhatikan pula.
Pencampuran pada mesin
Drawing biasanya dilakukan
dengan cara mengatur
perbandingan rangkapan dan
susunan sliver yang disuapkan
pada mesin Drawing. Dengan
cara tersebut, maka persentase
campuran yang diinginkan
dapat dicapai.
Perbandingan persentase
campuran yang lazim digunakan
adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1
Macam-macam Perbandingan Persentase Campuran
No. Macam campuran serat Perbandingan (%)
persentase campuran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Poliester/kapas
Poliester/rayon
Kapas/rayon
Poliakrilak/kapas
Poliester/wol
Kapas/kapas
65/35
65/35
80/20
55/45
55/45
Tidak tertentu
Agar diperoleh hasil yang baik, perlu pula diperhatikan faktor
penyetelan mesin dan kondisi ruangan (RH).
62
5.12 Proses di Mesin Blowing
Gambar 5.18
Unit Mesin-mesin Blowing
63
Serat yang sudah didiamkan
selama ± 24 jam diangkut ke
ruang Blowing dan disusun
disekeliling mesin Loftex
Changer.
Kemudian dari masing-masing
bal diambil segumpal demi
segumpal dengan tangan dan
disuapkan diatas lattice
penyuap.
Pengambilan kapas diatur
sedemikian rupa sehingga
dapat habis dalam waktu yang
bersamaan. Adapun maksud
dan tujuan pembukaan ini
adalah :
- Membantu pembukaan
kapas
- Menghindari kemungkinan
adanya potongan-potongan
besi, mur atau baut terbawa
serat masuk ke mesin.
- Melakukan pencampuran
serat dari beberapa bal yang
tersedia.
Gumpalan serat terus masuk
kedalam mesin-mesin Blowing
dan keluar berupa lap sebagai
hasil akhir mesin scutcher.
Tujuan proses di mesin Blowing
adalah :
Membuka gumpalan-gumpa
lan serat hingga menjadi
gumpalan yang lebih kecil
(terurai).
Membersihkan kotoran-koto
ran yang terdapat pada se
rat sewaktu serat mengalami
proses pembukaan.
Mencampur serat yang
berasal dari beberapa serat
yang disuapkan.
Membuat lap yang rata
sebagai hasil akhir
pengerjaan serat pada unit
mesin-mesin Blowing.
Agar tujuan tersebut dapat
tercapai, perlu diadakan
penyetelan-penyetelan yang
teliti pada mesin-mesin Blowing,
sesuai mutu serat yang
diproses.
Dibawah ini mesin-mesin
Blowing model baru, antara lain
:
5.12.1 Mesin Loftex Charger
Gambar 5.19
Skema Mesin Loftex Charger
Keterangan :
1. lembaran kapas
2. lattice
3. pawl penyuap (feed pawl) &
Rachet
4. eksentrik / modulator /
regulator
5.12.1.1 Proses di Mesin
Loftex Charger
Mesin ini merupakan peralatan
penyuap lembaran-lembaran
64
serat kapas (1), yang akan
diteruskan ke mesin Hopper.
Pada peralatan ini terdapat tiga
sekatan, sehingga dapat
digunakan untuk menempatkan
empat lembaran serat kapas
bersama-sama. Biasanya
sekatan ini diisi dengan
lembaran-lembaran serat kapas
yang berasal dari empat bal
serat.
Lattice (2) pada mesin ini
digerakkan oleh peralatan
penggerak yang sederhana
dengan kecepatan yang dapat
diubah-ubah, sehingga dapat
memeriksa dengan teliti jumlah
kapas yang terdapat pada
mesin Hopper. Dengan
demikian diperoleh penyuapan
yang rata.
5.12.2 Mesin Hopper Feeder
Gambar 5.20
Skema Mesin Hopper Feeder
Keterangan :
1. Gumpalan kapas
2. Pelat penahan
3. Apron/lattice
5.12.2.1 Proses di Mesin
Hopper Feeder
Gumpalan serat yang berasal
dari mesin Loftex Charger jatuh
pada lattice (3) dan diteruskan
ke depan. Mesin ini sama
dengan Loftex Charger yang
merupakan peralatan
penyuapan ke mesin berikutnya.
5.12.2.2 Mesin Hopper Feeder
Cleaner
Gambar 5.21
Skema Mesin Hopper Feeder
Cleaner
Keterangan :
1. Sisir kapas
2. Apron berpaku (spike lattice)
3. Rol pengambil
5.12.2.3 Proses di Mesin
Hopper Feeder
Cleaner
Mesin ini masih sama dengan
mesin Loftex Charger, yaitu
merupakan peralatan
penyuapan ke mesin berikutnya.
Kapas dibawa ke atas oleh
apron berpaku (2) dan diratakan
65
oleh sisir perata (1). Jarak
antara sisir perata (1) dengan
apron berpaku (2) diatur
sedemikian rupa sehingga
hanya gumpalan kapas yang
masih besar, akan jatuh ke
bawah oleh pukulan sisir
perata (1).
Gumpalan-gumpalan kapas
yang jatuh tersebut akan
mengalami proses seperti di
atas berulang kali sampai
gumpalan menjadi kecil,
sehingga dapat lewat melalui
jarak antara sisir perata (1)
dengan apron berpaku (2).
Kemudian kapas dipukul oleh
rol pengambil (3) dan jatuh pada
mesin Pre Opener Cleaner. Rol
pengambil (3) berbentuk silinder
dan dapat digunakan untuk
mengolah serat kapas atau
serat buatan.
5.12.2.4 Gerakan antara
Permukaan Berpaku
Gerakan-gerakan ini dijumpai
pada mesin-mesin pencabik bal
kapas (Hopper Bale Breaker),
pembuka bal kapas (Hopper
Bale Opener) dan mesin
penyuap (Hopper Feeder).
Prinsip bekerjanya mesin-mesin
tersebut pada hakekatnya
sama, hanya berbeda dalam hal
ukuran paku-paku pada lattice
dan Rol perata.
Apabila jarak Rol perata
terhadap lattice makin dekat,
maka gumpalan-gumpalan
kapas yang lewat diantaranya
makin kecil.
Dengan demikian tingkat
pembukaan kapas dapat diatur
oleh pengaturan jarak tersebut.
Makin dekat penyetelan
jaraknya, makin terbuka
kapasnya, tetapi produksi per
satuan waktu makin rendah. Hal
ini disebabkan karena sebagian
besar kapas akan dipukul dan
kembali jatuh. Akibat
dikembalikannya sebagian dari
gumpalan kapas tersebut, maka
terjadi proses pencampuran
yang lebih baik.
Untuk mendapatkan tingkat
pembukaan yang baik tanpa
mengurangi jumlah produksi,
dapat ditempuh dengan cara
mempercepat putaran lattice.
Mengenai kecepatan lattice ini
tidak ada pedoman tertentu,
yang pokok adalah jarak antara
lattice dan Rol peratanya.
Gambar 5.22
Alur Gerakan antara Permukaan
Berpaku
66
Pada dasarnya harus dijaga
supaya settingnya diusahakan
sedekat mungkin, hanya saja
perlu diperhatikan bahwa makin
dekat settingnya kemungkinan
timbul bahaya kebakaran makin
besar. Apabila kecepatan perata
dan pemukul tidak sebanding
peningkatannya, maka
gumpalan-gumpalan kapas
besar yang relatif belum terbuka
dapat lewat diantaranya
meskipun settingnya sudah
dekat. Hal ini dapat dijalankan
sebagai berikut :
Pada gambar 5.22 diatas
misalkan kecepatan permukaan
lattice berpaku dari suatu
pembuka kapas 6.000 cm/menit
dan kecepatan putaran rol
perata 250 rpm, sedangkan
jumlah paku pada rol perata ada
4, maka setiap menit akan ada
paku sebanyak 4 x 250 = 1.000
buah lewat titik R. Kecepatan
permukaan lattice antara titik P
dan Q ialah 6.000 cm/menit,
tetapi antara titik Q dan S
kecepatan ujung-ujung pakunya
± 9.000 cm/menit karena
adanya perubahan arah paku
yang menyebabkan jarak antar
ujung-ujung paku bertambah
besar. Kalau semula jarak antar
ujung paku antara titik P dan Q
sama dengan 1,25 cm, maka
antara titik Q dan S menurut
perhitungan, jarak tersebut
menjadi
12,5
20
x 11,25 cm = 18
cm. Apabila kecepatan ujungujung
paku antara titik Q dan S
dibagi dengan jumlah paku rol
perata yang lewat di titik R
(jumlah pukulan paku per menit)
akan didapat hasil :
1.000
9.000
= 9 cm/paku Rol perata
Ini berarti bahwa untuk setiap
kali paku rol perata melewati
titik R, maka ujung-ujung paku
pada lattice antara titik Q dan S
bergerak sejauh 9 cm. Jadi
setiap paku pada lattice akan
mengalami
9
18
= 2 kali pukulan
oleh paku Rol perata.
Tempat kedudukan pukulan
tersebut tidak tepat pada titik R,
dimana setting antar ujungujung
paku pada posisi paling
dekat, sehingga terjadi dua kali
pemukulan. Apabila kecepatan
lattice ditingkatkan dua kali
tanpa mempercepat kecepatan
rol perata, gumpalan-gumpalan
yang besar kapas akan
diteruskan melewatinya, sebab
perata hanya mempunyai
kesempatan memukul sekali
saja.
Usaha-usaha untuk
memperbaiki pembukaan tanpa
mempengaruhi jumlah produksi
tidak dapat dicapai hanya
dengan mempercepat lattice.
67
Mesin Pre Opener Cleaner
Gambar 5.23
Skema Mesin Pre Opener Cleaner
Keterangan :
1. Penggerak (driver)
2. Penahan (baffles)
3. Silinder pemukul berpaku
4. Pelat pembersih
5. Batang saringan (gridbars)
6. Peghisap (breather)
7. Saluran pneumatic
(pneumatic line)
8. Pelat penahan hisapan
(air gap dis)
5.12.2.5 Proses di Pre Opener
Cleaner
Kapas yang berasal dari mesin
Blending Feeder jatuh pada
permukaan silinder pemukul
yang berpaku (3) pada bagian
yang pertama dari susunan tiga
silinder. Kemudian kapas
diteruskan pada mesin Pre
Opener Cleaner pada ketiga
silinder pemukul berpaku (3).
Ketiga silinder tersebut
meneruskan kapas melalui pelat
pembersih (4) dan batang
saringan (5). Jarak batang
saringan dapat diatur
sedemikian rupa sesuai dengan
kapas yang diolah.
Udara dikeluarkan dari celah
sehingga dengan demikian
sebagian besar debu, seratserat
yang beterbangan,
dihisap, sedangkan pecahanpecahan
biji dan kotoran serta
limbah dapat ditampung di
bawah gridbars. Kemudian
kapas dikeluarkan melalui
silinder saluran pneumatis (7)
dan diteruskan ke mesin
berikutnya.
Mesin ini dapat juga digunakan
untuk mengolah serat buatan
yang biasanya dalam keadaan
yang sangat padat, tanpa
68
mengakibatkan kerusakan pada
seratnya.
5.12.2.6 Pemisahan Kotoran
di Mesin Pre Opener
Cleaner
Gumpalan serat yang jatuh ke
rol pemukul (1) akan langsung
mendapat pukulan sehingga
terjadi proses pembukaan serat
menjadi lebih terurai karena
berat jenis kotoran (biji, batang,
daun, pasir/logam) lebih berat
dari pada berat jenis serat,
maka cenderung akan jatuh ke
bawah membentur dindingdinding
batang saringan (2)
untuk masuk melalui celahcelah
batang jaringan (3) dan
bertumpuk di under cassing.
Gambar 5.24
Skema Rol Pemukul dan
Batang Saringan
Keterangan :
1. Rol Pemukul (Pined beater)
2. Batang Sarigan (Gridbars)
3. Celah Batang Saringan
5.12.2.7 Gerakan Pemukul
Gambar 5.25
Skema Rol Pemukul Mesin Pre Opener Cleaner
69
Keterangan :
1. Pelat pemisah
2. Rol pemukul
3. Batang saringan
Gumpalan serat yang jatuh ke
permukaan rol pemukul (2) A
langsung dipukul dan terlempar
ke rol pemukul (2) B karena ada
pelat pemisah maka gumpalan
serat kembali jatuh pada
permukaan antara rol pemukul
(2) A dan rol pemukul (2) B.
Dengan gambar diatas maka
ada 2 kali proses pembukaan di
daerah x dan y.
Agar gumpalan serat dapat
lebih terbuka ada yang
menggunakan 5 buah rol
pemukul, karena akan terjadi 4
kali proses pembukaan.
5.12.3 Mesin Condensor at
Cleaner
Gambar 5.26
Skema Mesin Condensor at
Cleaner
Keterangan :
1. Silinder penampung
(condensor)
2. Rol pemukul / pengambil
5.12.3.1 Proses di Mesin
Condensor at
Cleaner
Gumpalan serat yang jatuh ke
permukaan condensor (1) akan
terhisap oleh fan sehingga
kotoran dan serat pendek akan
terhisap oleh fan akan masuk
melalui celah-celah condensor
untuk ditampung pada air filter
condensor at cleaner.
Serat-serat panjang yang
menempel pada permukaan
condensor akan tergaruk oleh
rol pemukul/pengambil (karena
permukaan rol pemukul/
pengambil terbuat dari kulit)
untuk diteruskan ke mesin
opener cleaner.
5.12.3.2 Pemisahan Kotoran
di Mesin Condensor
at Cleaner
Gambar 5.27
Skema Pemisah Kotoran Mesin
Condensor at Cleaner
70
Keterangan :
1. Batang saringan
(Condensor)
2. Saluran fan penghisap
3. Fan penghisap
Proses di mesin Condensor at
Cleaner. Gumpalan serat akan
menempel pada permukaan
Condensor karena hisapan fan.
Kotoran-kotoran berupa biji,
batang daun, pasir atau logam
cenderung berada di bagian
bawah gumpalan serat dan
serat-serat pendek karena
hisapan fan juga cenderung
berada pada lapisan gumpalan
serat di atas permukaan
condensor.
Karena gerakan rol pengambil
akan membantu kotorankotoran
dan serat pendek
terhisap oleh fan melalui celahcelah
condensor dan saluran
fan untuk ditampung pada air
filter for Condensor at Cleaner.
5.12.4 Mesin Opener Cleaner
Gambar 5.28
Skema Mesin Opener Cleaner
Keterangan :
1. Gumpalan kapas
2. Penggerak
3. Penahan (baffles)
4. Pemukul (beater)
5. Batang saringan (gridbars)
6. Pintu pembersih
7. Penghisap (fan)
8. Saluran pneumatis
5.12.4.1 Proses di Mesin
Opener Cleaner
Karena putaran pemukul maka
gumpalan kapas akan masuk ke
depan secara bertahap.
Kotoran-kotoran akan
berjatuhan melalui celah-celah
batang saringan. Kapas yang
keluar dari mesin ini, kemudian
71
diteruskan ke mesin
Picker/Scutcher.
5.12.4.2 Pemisahan Kotoran
di Mesin Opener
Cleaner
Gambar 5.29
Skema Rol Pemukul dan
Batang Saringan
Keterangan :
1. Rol Pemukul (Pined beater)
2. Batang Saringan (Gridbars)
3. Celah Batang Saringan
5.12.5 Mesin Condensor at
Picker
Gambar 5.30
Skema Mesin Condensor at
Picker
Keterangan :
1. Saluran in let
2. Saluran out let
3. Condensor
4. Rol pemukul
5.12.5.1 Proses di Mesin
Condensor at Picker
Gumpalan kapas masuk melalui
saluran in let (1) karena hisapan
fan jatuh ke permukaan
condensor (3). Kotoran-kotoran
(batang, biji, daun, pasir, logam)
akan masuk ke lubang
condensor untuk ditampung
pada air filter for Condensor at
Picker melalui saluran out let
(2).
Sedang gumpalan kapas yang
masih menempel pada
permukaan Condensor akan
digaruk/diambil oleh rol pemukul
untuk disuapkan ke mesin
berikutnya.
5.12.5.2 Pemisahan Kotoran
di Mesin Condensor
at Picker
Gambar 5.31
Skema Pemisah Kotoran Mesin
Condensor at Picker
72
Keterangan :
1. Batang saringan
(Condensor)
2. Saluran fan penghisap
3. Fan penghisap
Proses di mesin Condensor at
Cleaner. Gumpalan serat akan
menempel pada permukaan
Condensor karena hisapan fan.
Kotoran-kotoran berupa biji,
batang daun, pasir atau logam
cenderung berada di bagian
bawah gumpalan serat dan
serat-serat pendek karena
hisapan fan juga cenderung
berada pada lapisan gumpalan
serat di atas permukaan
condensor.
Karena gerakan rol pengambil
akan membantu kotorankotoran
dan serat pendek
terhisap oleh fan melalui celahcelah
condensor dan saluran
fan untuk ditampung pada air
filter for Condensor at Cleaner.
5.12.6 Mesin Micro Even Feeder
Gambar 5.32
Skema Mesin Micro Even Feeder
Keterangan :
1. Condensor
2. Rol pemukul
3. Gumpalan kapas
4. Rol pemukul
5. Pintu pengontrol isi
6. Apron berpaku
7. Rol pengontrol
8. Kick rol
73
5.12.6.1 Proses di Mesin
Micro Even Feeder
Gumpalan serat (3) yang
diambil rol pemukul (2) dari
Condensor (1) akan jatuh ke
pasangan rol pemukul (4) untuk
mendapatkan pukulan (proses
pembukaan) yang selanjutnya
akan dibawa ke atas oleh apron
berpaku (6) dan akan diambil
oleh rol pengambil (7) untuk
diteruskan ke mesin berikutnya.
Sedangkan volume kapas
dikendalikan oleh kick rol (8)
dan pintu berayun (5) yang akan
menghentikan mesin bila penuh
dan menjalankan mesin kembali
secara otomatis.
5.12.7 Mesin Scutcher
Gambar 5.33
Skema Mesin Scutcher
Keterangan :
1. Silinder penampung
(condensor)
2. Saluran penyuap
3. Pemukul (beater)
4. Pelat penaha (buffle rack)
5. Apron berpaku (spike lattice)
6. Pembersih (stripper)
7. Saluran penyuap
8. Pemukul (beater)
9. Penghisap (fan)
10. Rol pembersih (stripping
rolls)
11. Rol penggilas (calender
rolls)
12. Gulungan lap
13. Batang penggulung (lap
arbor)
74
5.12.7.1 Proses di Mesin
Scutcher
Dibandingkan dengan mesin
Scutcher model lama, maka
mesin Scutcher model baru ini
konstruksinya lebih kuat. Mesin
ini dapat digunakan untuk
mengolah kapas atau seratserat
buatan dengan produksi
yang tinggi.
Bahan yang akan diolah ditarik
mesin Scutcher oleh silinder
penampung (1). Penghisapnya
terpisah dan motornya dapat
digunakan untuk melayani dua
atau lebih silinder penampung,
apabila digunakan mesin
Scutcher yang lebih dari satu
untuk pembukaan dan
pembersihan. Penyuapannya
diatur secara otomatis.
Silinder penampung bertugas
menampung kapas untuk
penyuapan dengan
menggunakan pelat penahan
yang bekerja pengatur
penyuapan kepada pre opener
beater.
Pre opener beater menyuapkan
kapas yang sudah benar-benar
terbuka pada suatu daerah
penyuapan yang dilengkapi
dengan pelat penahan yang
bekerja dengan baik.
Kapas dinaikkan ke atas
dengan perantaraan apron
berpaku (5) untuk memperoleh
hasil pencampuran yang baik.
Serat-serat yang sudah rata
sekali kemudian disuapkan ke
daerah pemukul yang terakhir.
Selanjutnya akan dihasilkan
gulungan lap seperti mesin
Scutcher model lama.
5.12.7.2 Gerakan Pengaturan
Penyuapan
Penyuapan mesin scutcher ini
biasanya dilakukan oleh mesin
penyuap yang ditempatkan
sebelumnya.
Gambar 5.34
Pengatur Penyuapan
Keterangan :
1. Kapas
2. Lattice penyuap
3. Rol penekan
4. Pedal penekan
5. Rol penyuap
6. Daerah pemukulan
Bagian-bagian yang mengatur
penyuapan pada scutcher
seperti terlihat pada gambar
5.34 dan biasanya terdiri dari
lattice penyuap (2), rol penekan
(3) yang gunanya untuk
memadatkan kapas, pedal
penyuap (4) yang dapat
bergerak sesuai dengan tebal
tipisnya kapas yang disuapkan
dan rol penyuap (5) yang
menyuapkan dan menjepit
kapas yang disuapkan.
75
Prinsip bekerjanya peralatan
tersebut dapat diikuti pada
uraian dan gambar.
Cara Bekerjanya Alat
Pengatur Penyuapan
Apabila keadaan lap yang
dihasilkan itu normal maka belt
yang menghubungkan kedua
Cone drum kedudukannya
harus ada ditengah-tengah dan
tebal kapas yang terjepit oleh rol
penyuap dan pedal juga
tertentu.
Bila kapas yang masuk antara
rol penyuap dan pedal
mempunyai tebal yang
berlainan dengan tebal kapas
pada waktu kedudukan belt ada
ditengah-tengah, maka pedal
yang dapat bergerak seperti
timbangan itu akan bergerak
keatas atau kebawah.
Gambar 5.35
Pengatur Penyuapan (Feed Regulator)
Gerakan ini diteruskan melalui
b, c1, c 2 , c 3 , d, o dan f
sehingga menyebabkan
terjadinya penggeseran belt
pada cone drum sehingga rol
penyuap akan berputar lebih
lambat atau lebih cepat.
Kalau penyuapan kapas terlalu
tebal, maka kapas akan
menekan ujung pedal (a)
kebawah sehingga ujung pedal
yang lain (b) bergerak keatas
dan gerakan ini akan menarik
keatas berturut-turut c1 , c 2 , c 3 ,
d dan dengan perantaraan
poros (e), batang (f) akan
menggeserkan belt ke kiri
sehingga cone drum (g2 )
76
berputar lebih lambat.
Perputaran dari cone drum atas
akan diteruskan ke rol penyuap
(h) melalui roda-roda gigi S, T1,
T 2 , dan T 3 , sehingga putaran
dari rol penyuap juga menjadi
lambat.
Dengan demikian maka
penyuapan kapas oleh rol
penyuap juga menjadi lebih
lambat. Demikian pula akan
terjadi sebaliknya apabila kapas
yang disuapkan terlalu tipis.
Pergerakan Pedal dan
Perpindahan Belt
Perpisahan kedudukan atau
letak belt terjadi langsung dan
sebanding dengan terbukanya
atau tertutupnya gerakan pedal.
Gambar 5.36
Pergerakan Pedal dan Perpindahan Belt
Keterangan :
1. Kapas
2. Lattice penyuap
3. Pedal
4. Roda gigi
5. Rol penyuap
6. Roda gigi
7. Daerah pemukulan
8. Cone drum atas (pasif)
9. Belt
10. Cone drum bawah (aktif)
Sebagai contoh misalkan
perbandingan tebal tipisnya
kapas yang masuk diantara rol
penyuap dan pedal sama
dengan t = 1, maka untuk
lapisan kapas yang lebih tebal
dari pada lapisan kapas yang
dikehendaki, harga t lebih besar
dari 1 dan untuk lapisan kapas
yang lebih tipis, harga t harus
kurang dari 1 (gambar). Kalau
untuk lapisan kapas yang paling
tipis harga t = 0,5 dan untuk
77
lapisan kapas yang paling tebal
harga t = 1,5 dan panjang cone
drum masing-masing = 25 cm,
maka untuk lapisan kapas yang
dikehendaki = 1, kedudukan belt
pada cone drum kira-kira
ditengah dan berada pada
diameter cone drum bawah
D = 20 cm dan pada diameter
cone drum atau d = 25 cm.
Untuk setiap kedudukan belt
pada cone drum agar belt selalu
tegang maka (D + d) harus
selalu tetap. Dan setiap
perubahan putaran cone drum
atas (
d
D
) akan berubah-ubah
berbanding terbalik dengan
tebal tipisnya lapisan kapas t,
sehingga
d
D
. t = tetap. Jadi
kalau harga t kecil maka harga
d
D
besar dan kalau harga t
besar maka harga
d
D
kecil.
Untuk harga t = 1, maka
d
D
. t =
25
20
. 1 = 0,8 dan harga ini tetap
dan berlaku untuk harga-harga
yang lainnya dari t = 0,5 sampai
t = 1,5.
D + d = 20 + 25 = 45 cm
d
D
x t = 0,8 atau
d
D
=
t
0,8
D + d =
d
d x D
+ d
= d (
d
D
+ 1) = 45 cm
d =
d
1 D
45
=
t
1 0,8
45
=
0,8
45
t
t
cm
D = 45 – d
Dari uraian diatas, maka dapat
dicari hubungan antara tebal
kapas dengan putaran cone
drum seperti tercantum pada
tabel 5.2.
78
Tabel 5.2
Hubungan Antara Tebal Kapas dengan Putaran Cone Drum
t d =
0,8
45
t
t
D = 45 – d
Ppm cone drum atas
apabila putaran cone
drum bawah = 1000 ppm
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
1,1
1,2
1,3
1,4
1,5
17,3 cm
16,3 cm
21,0 cm
22,5 cm
23,8 cm
25,0 cm *)
25,2 cm
27,0 cm
27,9 cm
28,6 cm
29,3 cm
27,7 cm
25,7 cm
24,0 cm
22,5 cm
21,2 cm
20,0 cm
18,8 cm
18,0 cm
17,1 cm
16,4 cm
15,7 cm
1.600 ppm
1.330 ppm
1.142 ppm
1.000 ppm
893 ppm
800 ppm
720 ppm
667 ppm
613 ppm
573 ppm
537 ppm
*) = Kedudukan belt ada ditengah-tengah cone drum
5.12.8.3 Proses Pembukaan
dan Pemukulan Serat
di Mesin Scutcher
Untuk mendapatkan hasil
pembukaan dan pemisahan
kotoran yang terdapat pada
kapas, maka jumlah pukulan
oleh pemukul (beater) terhadap
serat sangat menentukan.
Makin banyak pukulan batang
pemukul terhadap serat, makin
baik pula pembukaan dan
pemisahan serat.
Jumlah pukulan terhadap serat,
dapat mempengaruhi kerusakan
serat serta limbah yang terjadi.
Jadi harus ada optimasi antara
jumlah pukulan dan kerusakan
serat.
Pukulan terhadap serat dapat
dihitung berdasarkan pukulan
untuk panjang gumpalan serat
yang disuapkan, misalnya
panjang 1 inch.
Dalam penentuan jumlah
pukulan beater per inch serat,
faktor-faktor yang harus
diketahui adalah :
- kecepatan putaran dari
pemukul
- jumlah lengan pemukul
- kecepatan penyuapan
79
Kecepatan putaran dari
pemukul dapat dihitung melalui
susunan roda gigi Scutcher, bila
diketahui RPM motornya.
Jumlah lengan pemukul
bergantung dari jenis pemukul
(beater) yang digunakan.
Umumnya mesin Scutcher
menggunakan pemukul yang
mempunyai tiga lengan
pemukul.
Kecepatan penyuapan dapat
dihitung melalui susunan roda
gigi dimulai dari RPM motor,
akan didapat RPM dari rol
penyuap. Sedangkan kecepatan
penyuapan adalah sama
dengan kecepatan permukaan
dari rol penyuapan.
Misalkan putaran dari pemukul
per menit setelah dihitung
melalui susunan roda gigi
adalah = n.
Jumlah lengan pemukul yang
digunakan = z.
Kecepatan penyuapan per
menit = 1 inch.
Maka jumlah pukulan per inch
=
1
z ·n
Untuk menentukan jumlah
pukulan per serat, selain faktorfaktor
pada pukulan per inch,
harus diketahui pula panjang
serat dan jarak antara titik jepit
rol penyuap dengan ujung
pemukul.
Pada gambar 5.37 terlihat
bahwa panjang serat = f dan
jarak antara titik jepit rol
penyuap dengan ujung pemukul
= a.
Serat yang dipukul oleh lengan
pemukul tidaklah seluruhnya,
tetapi hanya bagian (f – a),
karena setelah ujung serat yang
terjepit oleh rol penyuap lepas,
maka serat akan segera
terlemparkan akibat dari
pukulan dari lengan pemukul.
Bila jumlah pukulan per inch =
1
z ·n
, maka untuk bagian serat
sepanjang (f – a) inch, akan
mendapat pukulan sebanyak
(f – a) .
1
z ·n
Bila jumlah pukulan per serat
dinyatakan dengan P, maka :
P = (f – a) ·
1
z ·n
P = jumlah pukulan per serat
f = panjang serat dalam
inch
a = jarak antara titik jepit rol
penyuap dengan ujung
pemukul dalam inch
z = jumlah lengan pemukul
n = putaran pemukul per
menit
1 = kecepatan penyuapan
per menit dalam inch
80
Gambar 5.37
Bagian Penyuapan Mesin
Scutcher
Keterangan :
1. Apron penyuapan
2. Gumpalan kapas
3. Pedal
4. Rol penyuap
5. Pemukul (Beater)
6. Batang saringan (Grid Bars)
7. Silinder penampung
(screen)
Contoh :
Kapas yang diolah di mesin
Scutcher mempunyai panjang
staple (f) = 1 8
3 inch. Jarak
antara titik jepit rol penyuap
dengan ujung pemukul (a) = 0,6
inch.
Kecepatan penyuapan oleh rol
penyuap per menit (1) = 60 inch.
Putaran pemukul per menit (n)
= 900.
Jumlah lengan pemukul (z) = 3.
Maka jumlah pukulan per serat
(P) dapat dihitung sebagai
berikut :
P = (f – a) ·
1
z ·n
24 = (1,375 – a) ·
60
3·900
24 = (1,375 – a) · 45
a =
45
(45 x1,375) 24
= 1,37 inch
5.12.8.4 Pemisahan Kotoran di Mesin Scutcher
Gambar 5.38
Terpisahnya Kotoran dari Serat
81
Keterangan :
1. Lattice
2. Pedal pengantar kerataan
3. Rol penyuap
4. Batang saringan
5. Pemukul
6. Silinder penampung
Seperti telah diterangkan
dimuka bahwa kapas yang
keluar dari rol penyuap terus
mengalami pukulan pemukul
sehingga kapas menjadi
terbuka dan kotoran terlepas
dari kapas kemudian keluar
melalui celah-celah batang
saringan dan kapasnya
terlemparkan oleh pemukul dan
oleh adanya hisapan angin dari
kipas yang ada dibawah silinder
saringan, maka kapas akan
tertampung menempel pada
permukaan silinder saringan.
Mekanisme terjadinya
pemisahan kotoran dari kapas
kemudian jatuh melalui celahcelah
batang saringan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Misalkan :
K = gaya centrifugal
r = jari-jari pemukul
M = massa, massa =
volume x berat jenis
V = kecepatan keliling
pemukul
n = putaran per menit dari
pemukul
Z = jumlah lengan pemukul
d = diameter pemukul
Mkp = massa kapal
Mkt = massa kotoran
K kp = gaya centrifugal yang
diderita kapas
K kt = gaya centrifugal yang
diderita kotoran
BD = berat jenis
BD kp = berat jenis kapas
BD kt = berat jenis kotoran
Pada waktu pemukul berputar,
maka akan timbul gaya
centrifugal pada pemukul
besarnya.
K =
r
M xV 2
Gaya centrifugal yang diderita
kapas :
Kkp =
r
M xV kp
2
Gaya centrifugal yang diderita
kotoran :
Kkt =
r
M xV kt
2
Oleh karena BD kt > BDkp ,
maka K kt > K kp
Agar supaya kotoran dapat
jatuh melalui celah-celah batang
saringan dan kapasnya tidak
turut terbawa, maka K kt > K angin
> K kp .
Dengan demikian besarnya
aliran angin harus diatur lebih
82
kecil dari gaya centrifugal
kotoran, tetapi lebih besar dari
gaya centrifugal kapas.
5.12.8.5 Tekanan Rol
Penggilas
Tekanan rol penggilas pada
kapas terjadi oleh adanya
pemberat V, batang (x), batang
penghubung y dan berat dari
rol-rol penggilas itu sendiri
seperti terlihat pada gambar.
Besarnya tekanan rol penggilas
pada kapas dapat dihitung
sebagai berikut : Apabila berat
batang (x), berat batang
penghubung (y) dan berat rol-rol
penggilas diabaikan, berat
pemberat = B, jarak antara titik
putar F dengan pemberat B
adalah a, jarak antara titik putar
e dengan titik purar F adalah b
dan tegangan pada batang
penghubung Q1 = tekanan P1,
maka dalam keadaan
seimbang, jumlah momen yang
terdapat pada titik putar F = 0.
B . a - Q1 . b = 0
B . a = Q1 . b
Q1 =
b
a
. B atau P1 =
b
a
. B
Apabila berat batang (x) dan
batang penghubung (y)
diperhitungkan dan beratnya = g
dan letak titik beratnya ada
pada jarak c dari titik putar F
dan tegangan pada batang
penghubung sekarang Q2 =
tekanan P 2 , maka dalam
keadaan seimbang, jumlah
momen pada titik F juga sama
dengan nol.
g . c = Q 2 . b
g . c = Q 2 . b
Q2 =
b
c
. g atau P 2 =
b
c
. g
Tegangan-tegangan yang
terdapat pada batang-batang
penghubung ini sama dengan
tekanan yang diberikan pada rol
penggilas I.
Q1 + Q 2 = P1 + P 2
Q = P =
b
a
. B +
b
c
. g
P =
b
a.B c. g
83
Gambar 5.39
Tekanan Rol Penggilas pada Kapas
Kalau jumlah tegangan pada
batang-batang penghubung
besarnya Q = Q1 + Q 2 dan
tekanan pada rol penggilas
besarnya P = P1 + P 2 , maka :
P =
b
a
. B +
d
c
. g atau
P =
b
a.B c. g
Sistem pemberat ini diberikan
disebelah kiri kanan mesin,
sehingga tekanan P terdapat
disebelah kiri kanan rol
penggilas I.
Jadi tekanan pada calender rol I
adalah :
2 P = 2 .
b
a.B c. g
Kita ingat bahwa rol penggilas
itu mempunyai berat juga,
misalkan :
- berat rol penggilas I = W1
- berat rol penggilas II = W2
- berat rol penggilas III = W3
W1 + W 2 + W 3 = W
84
Maka jumlah tekanan yang
diberikan pada kapas yang
melalui antara rol penggilas III
dan rol penggilas IV adalah
sebesar.
T = 2 P + W
T = W + 2 .
b
a.B c. g
5.12.8.6 Tekanan Batang
Penggulung Lap
Tekanan pada kapas disini
dilakukan oleh pemberat B,
batang 1, penahan m, puli S1,
roda-roda gigi, batang
pengulung lap dan penahan lap.
Besarnya tekanan batang
penggulung pada kapas dapat
diperhitungkan sebagai berikut :
Apabila berat pemberat = B,
berat batang m diabaikan, jarak
antara titik putar T ke pemberat
= X, diameter puli S1 , jumlah
gigi-gigi perantara adalah b, a
dan S 2 , Coefisien gesekan
antara penahan m dan puli S 1 =
u, maka jumlah momen pada
titik putar T adalah sama
dengan nol.
Gambar 5.40
Tekanan Batang Penggulung Lap
85
B . X = Q . Y
Q =
Y
X
. B
Kalau G adalah tenaga yang
timbul karena adanya
perputaran puli S1 dan penahan
m, K1 adalah usaha yang timbul
karena adanya gaya Q dan K 2
adalah usaha yang disebabkan
gaya P pada S 2 maka :
G = u . Q
G . S1 = K1 . b
K1 =
b
G S1 .
atau
K1 =
b
u Q S1 . .
K1 . a = K 2 . S 2
K 2 = K1
2 S
a
atau
K2 = u .
b
a
.
2
1
S
S
. Q
Atau P = u .
b
a
.
2
1
S
S
. B
Kalau berat penahan lap = R,
maka tekanan pada salah satu
ujung dari batang penggulung =
P + R. Karena tekanan pada
batang penggulung terdapat
pada kedua belah ujungnya,
maka jumlah tekanannya
menjadi 2(P + R). Kalau berat
batang penggulung lap itu
sendiri juga perlu
diperhitungkan dan misalnya
= L, maka dengan demikian
jumlah tekanan batang
penggulung lap pada kapas (F)
= 2 (P + R) + L.
Tekanan pada kapas seberat F
ini dilakukan sepanjang batang
penggulung lap, sehingga
tekanan kapas/cm = F/panjang
batang penggulung lap dalam
cm.
Contoh :
Bila diketahui berat batang
penggulung = 20 kg.
Berat sebuah penahan lap
= 15 kg.
Berat pemberat B = 15 kg.
Coefisien gesekan u = 0,25.
Roda gigi a = 120 gigi dan
b = 40 gigi.
diameter brake pulley S1
= 45 cm dan
diameter S 2 = 9 cm
Jarak titik putar T ke pemberat
B = 54 cm
Jarak titik putar T ke titik
gesekan Q = 6 cm
Maka :
P = u .
b
a
.
y
x
.
2
1
S
S
. B
= 0,25 .
40
120
.
6
54
.
9
45
. 15
= 506,25 kg
F = 2(P + R) + L
= 2 . (506,25 + 15) + 20
= 1062,5 kg
Bila panjang batang penggulung
= 90 cm, maka tekanan batang
86
penggulung per cm kapas
=
90
1062,5
= 11,8 kg atau
tekanan per inch kapas = 11,8 x
2,54 = 29,97 kg. Gesekangesekan
yang terdapat antara
roda-roda gigi dan sebagainya
adalah merupakan tenaga
penahan, yang berarti
menambah tekanan P. Misalkan
efisiensi kerja dari hubungan
roda-roda gigi dan puli ini
= 90%, maka besarnya
F = 2
100
90
. 506,25 +15) + 20
= 961,25 kg.
Tekanan per cm kapas
=
90
961,25
= 10,7 kg atau
tekanan per inch kapas
= 10,7 . 2,54 = 27,2 kg.
Tekanan batang penggulung lap
pada rol penggulung lap.
Semenjak lap itu digulung pada
batang penggulung dan ditahan
oleh dua penahan lap, maka
tekanan besi penggulung F
akan terbagi dua, dengan
tekanan yang sama besar pada
tiap-tiap rol penggulung lap.
Apabila tekanan batang
penggulung F tetap, maka
tekanan pada rol penggulung
akan berubah-ubah sebanding
dengan membesarnya gulungan
lap.
Pada gambar 5.41a
menunjukkan gulungan lap
masih kecil dan pada gambar
5.41b menunjukkan gulungan
lapnya yang sudah besar.
Gambar 5.41
Tekanan Batang Penggulung Pada Rol Penggulung Lap
F = tekanan dari batang
penggulung
f1 ; f 2 = tekanan pada rol
penggulung lap pada
waktu gulungan lap
kecil
F1 ; F 2 = tekanan pada rol
penggulung lap pada
waktu gulungan lap
besar
87
F untuk kedua-duanya adalah
sama. Gulungan lap makin
besar berarti bahwa sudut
makin kecil atau sudut makin
besar.
Pada gambar 5.41a, tekanan F
juga terbagi dua sama besar
yaitu f1 dan f 2 , dan pada
gambar 5.30b tekanan F juga
terbagi dua sama besar yaitu
F1 ; F 2 .
Sin
2
1 =
2
F
: f1
f1 =
2
2.sin 1
F
Dari gambar 5.41 terlihat bahwa
makin besar gulungan lap,
sudut makin besar pula.
Kalau makin besar, berarti
harga sin
2
1 makin besar
pula sehingga harga f1 makin
kecil. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan, bahwa
makin besar gulungan lap makin
kecil tekanan pada rol
penggulung lapnya, begitu juga
keadaan sebaliknya.
5.12.9 Pengujian Mutu Hasil
Gulungan lap hasil mesin
Blowing perlu diuji mutunya
yang terdiri dari uji : Nomor,
Kerataan dan % Limbah.
5.12.9.1 Penimbangan Berat
Lap
Pengetesan berat tiap gulung
lap, dilakukan dengan
menimbang lap-lap yang
dihasilkan dan bila ternyata
menyimpang dari standard, lap
dikembalikan kepada Feeder.
Tes ini dilakukan pada setiap
hasil doffing ditimbang dan
dicatat dalam tabel.
Biasanya setiap gulungna lap
diberi toleransi ± 150 gram
untuk batas atas dan batas
bawah.
5.12.9.2 Pengujian Nomor Lap
Pengetesan ini dilakukan pada
setiap gulungan untuk dicari
Nomornya dari hasil
perbandingan panjang
pemberat.
Biasanya panjang gulungan lap
untuk setiap kali doffing telah
ditetapkan panjangnya.
5.12.9.3 Pengujian Kerataan
Lap
Pengetesan ini dilakukan untuk
mengetahui kerataan lap
caranya dengan memotongmotong
1 gulung lap menjadi
potongan-potongan 1 yard dan
menimbangnya. Dari angkaangka
berat per yard dapat
diketahui rata atau tidaknya lap
yang dihasilkan.
Tes ini dilakukan 1 lap setiap
hari.
88
5.12.9.4 Pengujian Persen
Limbah
Pengetesan ini untuk
mengontrol besarnya limbah
yang terjadi pada mesin
Blowing.
Tes ini dilakukan pada setiap
ada pergantian bahan-bahan.
5.12.10 Perhitungan
Regangan
5.12.10.1 Susunan Roda Gigi
Mesin Scutcher
Pada susunan mesin Blowing,
perhitungan-perhitungan yang
dilakukan terutama pada mesin
Scutcher karena mesin ini
menghasilkan lap yang
merupakan akhir dari susunan
mesin Blowing.
Gerakan-gerakan yang
terdapat pada Mesin
Scutcher
Sebagai contoh diambil mesin
Scutcher type Sacco Lowell
seperti terlihat pada gambar
5.42. Susunan Roda Gigi
(Gambar 5.42) gerakannya
berasal dari motor listrik yang
mempunyai kekuatan ± 7 PK
dengan putaran antara
1200 – 1400 putaran per menit.
Gerakan ini diteruskan dengan
perantaraan puli-puli dan rodaroda
gigi ke bagian-bagian
mesin yang lain.
Pergerakan-pergerakan yang
ada hubungannya dengan
perhitungan-perhitungan pada
mesin Scutcher antara lain
adalah :
- Pergerakan rol penyuap
- Pergerakan rol penggulung
lap (lap-roll)
- Pergerakan rol penggilas
(calender-roll)
Mesin Scutcher tidak semuanya
mempunyai satu sumber
gerakan yang menggerakkan
ketiga pergerakan diatas.
Ada pula yang mempunyai dua
sumber gerakan.
Sumber gerakan yang pertama
menggerakkan rol-rol penggilas
dan rol-rol lap, sedang sumber
gerakan yang kedua
menggerakkan rol penyuap
berikut lattice penyuapnya.
Pergerakan Rol Renyuap
Gerakan dimulai dari motor
yang mempunyai puli sebagai
sumber gerakan.
Puli A dihubungan dengan puli
B dengan perantaraan belt.
Satu poros dengan puli B
terdapat puli C yang
menggerakkan puli D dengan
perantaraan V – blet. Pada
poros D terdapat cone-drum C B
sebagai pemutar dan conedrum
ini.
89
Gambar 5.42
Susunan Roda Gigi Mesin Scutcher dengan Satu Sumber Gerakan
90
Keterangan :
puli A = Ø 5 inch
puli B = Ø 15 inch
puli C = Ø 6 inch
puli D = Ø 8 inch
puli E = Ø 10 inch
puli F = Ø 24 inch
Roda gigi R1 = 78 inch
Roda gigi R 2 = 20 inch
Roda gigi R 3 = 55 inch
Roda gigi R 4 = 14 inch
Roda gigi R 5 = 88 inch
Roda gigi R 6 = 33 inch
Roda gigi R 7 = 31 inch
Roda gigi R 8 = 47 inch
Roda gigi R 9 = 19 inch
Roda gigi R10 = 20 inch
Roda gigi R11 = 91 inch
Roda gigi R12 = 16 inch
Roda gigi R13 = 14 inch
Roda gigi R14 = 29 inch
Roda gigi R15 = 9 inch
Roda gigi R16 = 68 inch
Roda gigi R17 = 180 inch
dihubungkan dengan cone-drum
C A yang diputarkan dengan
perantaraan cone belt. Cone
belt ini dapat bergeser.
Satu poros dengan cone-drum
C A terdapat roda gigi R 2 yang
berhubungan dengan roda gigi
R3 . Pada roda gigi R 3 dipasang
pula rol penyuap.
Secara singkat gerakan rol
penyuap terjadi sebagai
berikut :
Puli A (motor); Puli B; Puli C;
Puli D; Cone-drum C B . Conedrum
C A . Roda gigi cacing R C ;
Roda gigi cacing R1 ; Roda gigi
R2 ; Roda gigi R 3 ; dan akhirnya
rol penyuap berputar.
Pergerakan Rol
Penggulung Lap (Lap Roll)
Puli motor A menggerakkan
puli B.
Poros puli B merupakan poros
beater dari mesin Scutcher.
Pada bagian lain dari poros ini
terdapat puli E yang
berhubungan dengan puli F
dengan perantaraan belt.
Puli F terdiri dari kopling yang
dapat memisahkan gerakan
antara keduanya.
Apabila kopling tidak bekerja
maka puli F berputar tanpa
memutarkan porosnya.
Sebaliknya, bila kopling bekerja,
maka poros puli ikut berputar.
Pada poros F terdapat roda gigi
R4 yang berhubungan dengan
roda gigi R 5 . Satu poros
dengan R 5 , terdapat roda gigi
R6 yang berhubungan dengan
roda gigi R8 dengan
perantaraan roda gigi perantara
R7 .
91
Seporos degan R 8 terdapat rol
penggulung lap.
Secara singkat, pergerakan rol
penggulung lap terjadi sebagai
berikut :
Puli A (motor); Puli B; Puli E;
Puli F; Roda gigi R 4 ; Roda gigi
R5 ; Roda gigi R 6 ; Roda gigi
R7 ; Roda gigi R 8 ; dan akhirnya
lap roll.
Pergerakan Rol Penggilas
(Calender-Roll)
Puli motor A berhubungan
dengan puli B.
Seporos dengan puli B terdapat
puli E yang berhubungan
dengan puli F yang dilengkapi
kopling pada porosnya.
Pada poros puli F terdapat roda
gigi R 4 yang berhubungan
dengan roda gigi R 5 . Satu
poros dengan R 5 terdapat roda
gigi R10 yang berhubungan
dengan roda gigi R11 .
Pada poros R11 terdapat rol
penggilas yang saling
berhubungan dengan rol
penggilas lainnya dengan
perantaraan roda-roda gigi.
Dari rol penggilas, dapat pula
diikuti pergerakan screen
(silinder saringan).
Salah satu poros rol penggilas
pada bagian lain terdapat roda
gigi R12 yang berhubungan
dengan roda gigi R14 dengan
perantaraan roda gigi R13.
Seporos dengan roda gigi R14
terdapat roda gigi R16 yang
berhubungan dengan roda gigi
R17 . Satu poros dengan R17
terdapat screen (silinder
saringan) yang berhubungan
dengan screen yang lain
dengan perantaraan roda gigi.
Secara singkat pergerakan rolrol
penggilas dapat diikuti
sebagai berikut :
Puli motor A. Puli B; Puli E; Puli
F; Roda gigi R 4 ; Roda gigi R 5 ;
Roda gigi R10 ; Roda gigi R11 ;
Rol penggilas; Roda gigi R12 ;
Roda gigi R13 ; Roda gigi R14 ;
Roda gigi R16 ; Roda gigi R17 ;
dan akhirnya silinder saringan
(screen).
5.12.10.2 Sistem Hidrolik pada
mesin Blowing
Sistem hidrolik pada mesin
Blowing digunakan pada unit
mesin Scutcher, yaitu pada
pengaturan tekanan terhadap
lap oleh calender roll maupun
pengaturan tekanan terhadap
lap arbour untuk mengatur
kekerasan gulungan lap. Kerja
kopling pada mesin ini juga
diatur dengan menggunakan
tekanan udara.
92
5.12.10.3 Perhitungan
Regangan
Regangan dapat dihitung
berdasarkan gambar susunan
roda gigi mesin Scutcher.
Dengan membandingkan antara
kecepatan keliling rol
pengeluaran dan kecepatan
keliling rol pemasukan, didapat
suatu angka yang disebut
Regangan Mekanik. (RM) atau
Mechanical Draft (MD).
Pada mesin Scutcher, yang
dimaksud dengan rol
pengeluaran disini adalah rol
penggulung lap (lap-roll),
sedang yang dimaksud dengan
rol pemasukan ialah rol
penyuap (feed-roll). Regangan
dapat pula dihitung berdasarkan
perbandingan berat bahan yang
masuk per satuan panjang
tertentu dengan berat bahan
yang keluar per satuan waktu
yang sama.
Dalam hal ini satuan berat
maupun satuan panjang bahan
yang keluar dan bahan yang
masuk harus sama.
Atau berdasarkan nomor bahan
yang keluar dan nomor bahan
yang masuk.
Regangan dengan cara ini
disebut Regangan Nyata (RN)
atau Actual Draft (AD).
Tetapan Regangan (TR)
atau Draft Constant (DC)
Susunan roda-roda gigi pada
mesin Scutcher, umumnya tidak
berubah, baik letak maupun
jumlah giginya. Hanya beberapa
roda gigi yang dapat digantiganti.
Untuk regangan, ada satu
roda gigi pengganti, sehingga
dapat mengubah besarnya
Regangan Mekanik.
Apabila roda gigi pengganti
Regangan ini dimisalkan sama
dengan satu, maka akan
didapatkan suatu angka yang
disebut Tetapan Regangan (TR)
atau Draft Constant (DC).
Menurut susunan roda gigi
(gambar 5.31) maka Regangan
Mekanik dapat dihitung sebagai
berikut :
Kecepatan permukaan rol
penggulung lap = RPM lap-roll x
x diameter rol penggulung
lap.
Kecepatan permukaan rol
penyuap = RPM rol penyuap x
x diameter rol penyuap.
Dimisalkan bahwa rol penyuap
berputar satu kali, maka
kecepatan permukaan rol
penyuap = 1 x x diameter rol
penyuap.
Melalui gambar susunan roda
gigi di atas dapat dihitung
putaran rol penggulung lap, bila
RM =
kecepatan permukaan rol penyuap
kecepatan permukaan rol penggulung lap
93
rol penyuap berputar satu putaran yaitu :
1 x
2
3
R
R
x
C R
R1 x
b
a
C
C
x
C
D
x
F
E
x
5
4
R
R
x
7
6
R
R
x
8
7
R
R
Maka :
1 x
2
3
R
R
x
C R
R1 x
b
a
C
C
x
C
D
x
F
E
x
5
4
R
R
x
8
6
R
R
x diameter rol
penggulung lap
RM =
1 x x diameter rol penyuap
Dengan memasukkan harga pada gambar 5.42 didapat :
RM =
1 3
9
47
33
88
14
24
10
6
8
1
1
3
55 78
x x
x x x x x x x x
RPR
=
RPR
266,22
Bila dimisalkan besarnya RPR =
1, maka :
RM =
1
266,22
= 266,22 Angka
RM dengan RPR = 1 tersebut,
sehingga angkanya disebut
Tetapan Regangan (TR).
Jadi TR = 266,22.
Regangan Mekanik (RM) atau Mechanical Draft (MD)
Kalau rol penggulung lap berputar satu kali, maka rol penyuap akan
berputar :
= 1 ·
33
47
·
14
88
·
10
24
·
8
6
·
1
1
·
78
3
·
55
2 R
· Putaran
Dengan demikian maka :
RM =
kecepatan permukaan rol penyuap
kecepatan permukaan rol penggulung lap
94
RM =
diameter rol penyuap
R
diameter rol penggulung lap
78 55
3
1
1
8
6
10
24
14
88
33
1 47
1 . .
2
RM =
1 47 88 24 6 1 3 3
1 33 14 10 8 1 78 55 9
2
R
Kalau besarnya Regangan
Mekanik (RM) akan diubah
karena ada perubahan nomor
benang yang akan dibuat,
biasanya roda gigi yang diubah
adalah roda gigi R 2 yaitu yang
biasanya disebut Roda Gigi
Pengganti Regangan (RPR)
atau Draft Change Wheel
(DCW).
Jadi kalau Roda Gigi R 2 diganti
dengan RPR, maka :
RM =
1 47 88 24 6 1 3 3
1 33 14 10 8 1 78 55 9
RPR
=
47 88 24 6 1 3 3
1 33 14 10 8 1 78 55 9
RPR
=
RPR
1
. 266,22
=
RPR
266,22
· Angka 266,22 merupakan Tetapan Regangan (TR)
RM =
RPR
TR
atau MD =
DCW
DC
Persamaan di atas dapat pula
ditulis sebagai berikut :
RPR =
RM
TR
atau DCW =
MD
DC
Kalau RPR = 20, maka
besarnya :
RM =
RPR
TR
=
20
266,22
= 13,331
Kalau RPR = 25, maka
besarnya :
RM =
RPR
TR
=
25
266,22
= 10,50
Berdasarkan uraian di atas,
terlihat bahwa RPR sebagai
95
penyebut sehingga kalau RPR
diperkecil, maka Regangan
Mekanik menjadi besar dan
sebaliknya bila RPR diperbesar,
maka Regangan Mekanik akan
menjadi kecil.
Regangan Nyata (RN) atau
Actual Draft (AD)
Seperti telah diketahui bahwa
tujuan pengerjaan kapas pada
mesin Scutcher tidak hanya
untuk membuat lap saja, tetapi
juga pembersihan yaitu
pemisahan kotoran-kotoran dari
kapas.
Pada pemisahan kotoran,
terdapat pula kapas-kapas yang
terbuang dan merupakan limbah
(waste).
Banyaknya limbah yang terjadi
bergantung dari grade kapas
yang diolah dan besarnya
berkisar antara 2 – 5%.
Dengan adanya limbah
tersebut, maka berat lap yang
dihasilkan akan lebih kecil dari
pada berat lap yang didapat dari
perhitungan berdasarkan
susunan roda gigi.
Misalkan limbah yang terjadi
selama proses pembentukan
lap adalah sebesar 4%, maka :
Regangan Nyata (RN)
=
(100 4)
100
· RM
Regangan Nyata dapat pula
dihitung berdasarkan
perbandingan antara berat
bahan yang disuapkan dengan
berat bahan yang dihasilkan
dalam satuan panjang yang
sama.
Jadi Regangan Nyata dapat
dihitung sebagai berikut :
Satuan berat dan panjang untuk
bahan masuk maupun bahan
keluar harus sama.
Kalau berat kapas yang
disuapkan pada mesin Scutcher
= 97,50 Oz/yard sedangkan
berat lap yang dihasilkan adalah
14 Oz/yard, maka :
RN =
14
97,50Oz / yard
= 6,96
Bila limbah yang terjadi selama
proses pada mesin-mesin
Blowing adalah sebesar 4%,
maka :
RM =
100
(100 4)
x RN
=
100
96
x 6,96
= 6,68
RN =
Berat bahan keluar per satuan panjang
Berat bahan masuk per satuan panjang
96
5.12.11 Perhitungan
Produksi
Produksi lap pada mesin
Scutcher, umumnya dinyatakan
dalam satuan berat per satuan
waktu.
5.12.11.1 Produksi Teoritis
Produksi teoritis dapat dihitung
berdasarkan susunan roda gigi
mesin Scutcher.
Bila mesin Scutcher mempunyai
susunan roda gigi seperti
terlihat pada gambar 5.31, di
mana :
- RPM Motor = 800
- Berat lap = 14 Oz/yard
Maka untuk menghitung
produksi teoritis mesin Scutcher
dapat dilakukan sebagai
berikut :
RPM rol penggulung lap =
RPM Motor ·
B
A
·
F
E
·
5
4
R
R
·
7
6
R
R
= 800 ·
15
5
·
24
10
·
88
14
·
47
33
= 12,4
Produksi mesin per menit :
= RPM lap rol · · diameter
rol penggulung lap
= 12,4 · 3,14 · 9 inch
= 12,4 · 3,14 · 9 ·
36
1
yds
Produksi mesin per jam :
Kalau Efisiensi mesin = 85%,
maka produksi mesin per jam :
= 0,85 · 12,4 · 3,14 ·
36
9
· 60
yds
= 0,85 · 12,4 · 3,14 ·
36
9
· 60 ·
14 oz
= 0,85 · 12,4 · 3,14 ·
36
9
· 60 ·
16
14
lbs
= 434,4 lbs
= 434,4 x 0,4536 kg
= 197,04 kg
5.12.11.2 Produksi Nyata
Hasil produksi mesin Scutcher
adalah berupa lap.
Biasanya tiap gulungan lap
mempunyai panjang tertentu.
Setelah gulungan lap mencapai
panjang tertentu, kemudian lap
tersebut diambil dengan cara
tertentu (doffing).
Umumnya setiap kali
menyelesaikan satu gulung lap
memerlukan waktu ± 5 menit,
tergantung dari standar dari lap
yang digunakan.
Untuk menghitung produksi
nyata rata-rata per jam dari
mesin Scutcher, diambil data
hasil produksi nyata selama
periode waktu tertentu, misalnya
dalam satu minggu. Kemudian
dihitung jumlah jam jalan efektif
dari mesin tersebut.
Jumlah jam jalan efektif dapat
diperoleh dari jumlah jam kerja
97
per minggu dikurangi jumlah
jam berhenti dari mesin itu.
Jumlah jam berhenti didapat
dari jam yang diperlukan antara
lain untuk revisi mesin,
perawatan, gangguangangguan
serta waktu yang
diperlukan untuk pembentukan
gulungan lap yang baru.
Misalkan dalam satu minggu,
menurut jadwal kerja, mesin
berjalan dalam waktu 156 jam.
Menurut pengamatan bahwa
mesin berhenti untuk keperluankeperluan
seperti tersebut di
atas = 48 jam.
Menurut data hasil pencatatan
jumlah dan penimbangan lap
ternyata dalam satu minggu
tercatat = 18.090 kg.
Perhitungan produksi nyata
dapat dilakukan sebagai
berikut :
Menurut jadwal waktu,jumlah jam kerja selama seminggu = 156 jam
Jumlah jam mesin berhenti = 48 jam
Jumlah jam mesin jalan efektif = 108 jam
Produksi nyata yang dicapai
selama satu minggu
= 18.090 kg
Produksi nyata rata-rata per jam
=
108
18.090
= 167,5 kg
5.12.11.3 Efisiensi
Perhitungan efisiensi mesin
Blowing dapat dilakukan dengan
membandingkan produksi nyata
dan produksi teoritis yang
dinyatakan dalam persen. Pada
perhitungan produksi teoritis,
mesin dianggap berjalan terus,
sedangkan dalam kenyataannya
mesin seringkali mendapat
gangguan-gangguan dan
sebagainya. Sehingga akan ada
perbedaan antara produksi
nyata dan produksi teoritis
menurut perhitungan.
Berdasarkan uraian-uraian di
atas, produksi teoritis per jam
= 197,04 kg. Sedangkan
produksi nyata rata-rata per jam
= 167,5 kg.
Maka efisiensi mesin Blowing
=
197,04
167,5
x 100% = 85%
5.12.11.4 Pemeliharaan mesin
Blowing
Pemeliharaan pada mesin
Blowing, meliputi :
1. Pembersihan dan pelumasan
feed roll setiap 1 bulan
2. Pembersihan dan pelumasan
calender roll setiap 6
bulan.
3. Pelumasan bearing cone
drum dan silinder setiap 6
bulan.
4. Pelumasan piano regulator
setiap 1 bulan.
5. Pembersihan dan
pelumasan conveyor setiap
3 bulan.
98
6. Pembersihan dan
pelumasan bearing setiap 3
bulan.
7. Pelumasan pada gear end
setiap 1 tahun
8. Pembersihan ruang fan dan
retrum duct setiap 1 hari.
9. Setting gride bars dan
silinder setiap 3 bulan.
10. Setting botom latice dan
spike setiap 6 bulan.
5.13 Proses di Mesin Carding
Mesin Carding adalah mesin
yang mengubah bentuk lap
menjadi sliver. Mesin Carding
yang biasa digunakan untuk
mengolah kapas disebut
Revolving Flatt Carding.
Lap hasil mesin Blowing masih
berupa gumpalan-gumpalan
kapas yang masih mengandung
serat-serat pendek dan kotoran.
Gumpalan-gumpalan kapas
tersebut masih perlu dibuka dan
dibersihkan lebih lanjut pada
mesin Carding. Dengan
demikian tujuan penggunaan
mesin Carding antara lain :
- Membuka gumpalangumpalan
kapas lebih lanjut
sehingga serat-seratnya
terurai satu sama dengan
lainnya.
- Membersihkan kotorankotoran
yang masih terdapat
didalam gumpalan kapas
sebersih mungkin.
- Memisahkan serat-serat
yang sangat pendek dari
serat-serat panjang.
- Membentuk serat-serat
menjadi bentuk sliver
dengan arah serat ke sumbu
sliver.
Untuk mencapai tujuan tersebut
di atas, maka gumpalangumpalan
kapas yang berupa
lap harus dikerjakan pada mesin
Carding.
99
Gambar 5.43
Mesin Carding
100
Keterangan :
1. Gulungan lap
2. Lap rol
3. Pelat penyuap
4. Rol penyuap
5. Rol pengambil (Taker-in /
Licker-in)
6. Pelat belakang
7. Silinder
8. Flat
9. Sisir flat
10. Pelat depan
11. Doffer
12. Sisir Doffer
13. Terompet
14. Rol penggilas
15. Sliver
16. Terompet
17. Rol penggilas
18. Coiler
19. Can
20. Landasan berputar
21. Tutup bawah
22. Saringan kotoran
23. Pisau pembersih
Proses Bekerjanya Mesin
Gulungan lap diletakkan di atas
lap rol. Melalui pelat penyuap,
lap tersebut disuapkan ke rol
penyuap. Karena perputaran rol
penyuap, maka lapisan kapas
bergerak ke depan. Lapisan
kapas yang terjepit oleh rol
penyuap, dipukul oleh rol
pengambil.
Karena pukulan ini, maka
gumpalan-gumpalan kapas
menjadi terbuka dan kotorankotorannya
terpisah oleh
adanya dua pisau pembersih.
Kotoran-kotoran ini akan melalui
sela-sela batang saringan yang
terdapat di bawah rol
pengambil. Kapas yang terbawa
oleh rol pengambil, kemudian
dibawa ke depan sampai
bertemu dengan permukaan
silinder yang bergerak lebih
cepat. Karena arah jarum-jarum
pada permukaan silinder searah
dengan jarum-jarum dari rol
pengambil yang bergerak lebih
lambat, maka serat-serat yang
berada di permukaan rol
pengambil akan dipindahkan ke
permukaan silinder dan terus
dibawa ke atas. Kecepatan
silinder jauh lebih besar
daripada kecepatan flat dan
kedudukannya saling
berhadapan. Hal ini
mengakibatkan lapisan kapas
yang terdapat di antara kedua
permukaan tersebut akan
tergaruk dan terurai. Serat-serat
pendek beserta kotorankotorannya
akan menempel
pada jarum-jarum flat. Oleh sisir
flat, lapisan kapas digaruk
hingga lepas dari jarum-jarum
flat. Serat kapas yang
menempel pada jarum-jarum
pada permukaan silinder terus
dibawa ke bawah sampai titik
singgung dengan permukaan
doffer. Karena kecepatan doffer
lebih kecil dari kecepatan
silinder, maka lapisan kapas
akan menumpuk pada
permukaan doffer, sehingga
merupakan lapisan kapas yang
cukup tebal. Lapisan ini oleh
doffer kemudian dibawa ke arah
sisir doffer yang mempunyai
gerakan berayun ke atas dan ke
bawah.
101
Sisir doffer mengelupas lapisan
serat kapas yang sangat tipis
yang disebut web. Web yang
menggantung bebas kemudian
dengan tangan dimasukkan ke
terompet. Dari terompet masuk
ke rol penggilas dan keluar
dengan bentuk yang disebut
sliver. Sliver tersebut dengan
tangan dimasukkan ke
terompet, kemudian masuk ke
rol penggilas, ke coiler dan
ditumpuk di dalam can.
Selain coiler yang berputar, can
juga berputar di atas landasan
can yang berputar pula,
sehingga sliver yang masuk ke
dalam can dapat tersusun dan
tertumpuk dengan rapih.
5.13.1 Bagian Penyuapan
Bagian penyuapan bertujuan
untuk :
- Membuka gulungan lap
- Menyuapkan lap
- Melakukan pembukaan
pendahuluan terhadap
lapisan kapas
- Menipiskan lapisan kapas
supaya mudah diuraikan
- Memisahkan kotoran dari
serat
- Memindahkan kapas secara
merata ke permukaan
silinder
Bagian penyuapan lapisan
kapas ini terdiri dari sebuah lap
rol yang permukaannya beralur,
dengan diameter kurang lebih 6
inch dan panjangnya selebar
mesin carding.
Agar putaran gulungan lap
dapat diatur dan tidak miring
atau slip, maka di kanan kiri lap
rol dipasang tiang (lap stand)
yang memiliki celah-celah
dimana lap roll ditempatkan.
Bagian atas dari tiang ini
mempunyai lekukan yang
dipakai untuk meletakkan
cadangan gulungan lap.
Gambar 5.44
Gulungan Lap
Gambar 5.45
Lap Roll
Gambar 5.46
Lap Stand
102
Gambar 5.47
Lap Cadangan
5.13.1.1 Pelat Penyuap
Pelat penyuap ini berfungsi
sebagai penghubung antara lap
rol dengan rol penyuap yang
ada didepan.
Pelat ini mempunyai permukaan
atas yang rata serta licin dan
dibuat dari besi tuang yang
ujung depannya melengkung
sedikit keatas sesuai dengan
ukuran dari rol penyuapnya,
serta mempunyai hidung yang
disesuaikan dengan rol
pengambilnya.
Bentuk hidung pelat penyuap ini
macam-macam tergantung
kepada serat yang akan
dikerjakannya, namun pada
umumnya mempunyai bentuk
seperti pada gambar 5.48.
Gambar 5.48
Pelat Penyuap
5.13.1.2 Rol Penyuap (Feed
Roller)
Rol penyuap dibuat dari besi
dengan diameter antara 2¼ - 3
inch, serta mempunyai
permukaan yang teratur.
Panjang rol penyuap ini sama
dengan lebar dari pelat
penyuapnya dan dimaksudkan
untuk memegang sementara
serat yang disuapkannya.
Bentuk alur pada
permukaannya relatif lebih
dalam dan lebih tajam daripada
rol penyuap lapisan kapas,
sehingga dapat menjepit /
memegang serat dengan
kencang. Rol penyuap ini
terletak diatas ujung depan dari
pelat penyuap yang
melengkung keatas, dengan
jarak antaranya yang makin
merapat dibagian depannya.
Dengan adanya pembebanan
yang cukup, maka serat yang
melaluinya seakan-akan
dipegang / dijepit oleh rol dan
pelat penyuapnya. Sistem
pembebanannya dapat
menggunakan per atau bandul,
namun sistem bandul lebih
lazim digunakan, sebab tidak
akan berubah-ubah tekanannya,
tidak seperti yang
menggunakan per, dimana daya
pegas dari per lama kelamaan
makin kurang.
Fungsi dari pelat dan rol
penyuap ini ialah untuk
menyuapkan lapisan kapas
kedepan dengan kecepatan
tetap serta menjepitkannya
103
selagi rol pengambil (taker-in)
menjalankan pembukaan.
Kecepatan dari rol penyuap ini
dapat diubah-ubah dengan
mengganti roda gigi pengganti,
sesuai dengan regangan (draft)
yang dikehendakinya.
5.13.1.3 Rol Pengambil
(Taker-in / Licker-in)
Rol pengambil ini adalah suatu
silinder yang mempunyai
diameter kurang lebih 9 inch
dengan panjang selebar mesin
cardingnya (40 – 45 inch).
Permukaan silinder ini ditutup
dengan gigi yang tajam seperti
halnya gigi gergaji yang
berbentuk segi tiga dan dikenal
dengan nama Garnet Wire.
Bentuk dan banyaknya gigi
gergaji ini disesuaikan dengan
jenis dan sifat-sifat dari serat
yang diolahnya.
Bentuk dari gigi gergaji yang
tajam pada rol pengambil dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 5.49
Bentuk dari Gigi-gigi pada
Taker-in
Pada umumnya untuk serat
kapas banyaknya gigi per feet
adalah antara 4000 – 5000 gigi
atau kurang lebih 5 gigi/cm².
Poros rol pengambil mempunyai
landasan (bearing) yang dapat
digeser mendekati atau
menjauhi silinder, sehingga
jarak antara rol pengambil dan
silinder dapat diatur.
Bagian yang tajam dari gigi
gergaji yang dipakai untuk
membuka serat, kurang lebih
membuat sudut sebesar 80°
dengan alasnya. Sedang arah
kawat parut pada permukaan
silinder mempunyai sudut
sebesar 75° sehingga dengan
demikian dapat menyapu
bagian punggung dari gigi
gergaji tersebut pada jarak yang
dekat dan memungkinkan untuk
mengelupas dan membawa
serat yang ada di rol pengambil.
Seperti terlihat pada gambar
5.39 arah putarannya
sedemikian, sehingga gigi-gigi
gergaji yang tajam mengarah
kebawah pada waktu memukul
dan membuka serat yang
disiapkan oleh rol penyuap yang
relatif sangat lambat (kurang
dari 1 rpm), maka serat yang
disuapkan tersebut mengalami
pukulan-pukulan beberapa kali,
sehingga sekaligus dapat
dibuka. Namun karena jarak
antara titik jepit rol penyuap dan
gigi gergaji tersebut sering lebih
panjang dari panjang seratnya
sendiri, maka pencabutan serat
dalam bentuk gumpalangumpalan
kecil kadang-kadang
tidak dapat dihindari. Untuk
menghindari hal ini maka bentuk
hidung dari pelat penyuap perlu
disesuaikan dengan panjang
dari seratnya.
Bagian atas dari rol pengambil
ditutup dengan pelat yang
104
melengkung untuk menahan
kemungkinan terlepasnya seratserat
yang ada dipermukaan rol
pengambil.
Gambar 5.50
Rol Pengambil dan Silinder
5.13.1.4 Pisau Pembersih
(Mote Knife) dan
Saringan Bawah
(Under Grid)
Untuk membersihkan serat
(kapas) dari patahan batang
daun yang kering, debu dan
kotoran-kotoran lain yang masih
terbawa dalam kapas,
dipasanglah dua buah pisau
pembersih dibawah taker-in.
Jumlah kotoran-kotoran yang
masih terbawa dalam lap
diperkirakan antara seperempat
dan setengahnya yang ada di
kapas mentahnya dan berada
ditengah-tengah gumpalangumpalan
yang kecil dari serat
kapas yang ada dalam lap,
sehingga untuk membersihkan
secara cermat diperlukan
tingkat pembukaan dan
pembersihan yang lebih teliti
lagi daripada yang dikerjakan di
mesin pembuka (blowing).
Pisau pembersih ini biasanya
dua buah, dengan mata yang
tajam menghadap ke
permukaan taker-in.
Panjang pisau-pisau ini sama
dengan panjang taker-in yaitu ;
40 – 45” dan lebar 2
8
3"
, dengan
jarak antara keduanya
sedemikian sehingga kotoran
yang dibersihkan dapat jatuh
melewati celah diantaranya.
105
Bagian yang tajam ini dapat
disetel mendekati atau menjauhi
permukaan taker-in, demikian
pula sudut ataupun miringnya
pisau-pisau tadi terhadap
permukaan taker-in. Pisau-pisau
ini letaknya hampir vertikal atau
membuat sudut sebesar 30º
dengan garis vertikal.
Pada waktu kapas disuapkan
oelh rol penyuap dengan
kecepatan 1 ft/menit dan
mendapatkan pukulan / cabitan
dari gigi-gigi yang tajam dari
taker-in, dengan kecepatan
permukaannya kurang lebih
1000 ft/menit, maka pembukaan
yang sempurna diharapkan
telah terjadi, sehingga kotorankotoran
yang ada dalam kapas
telah terbuka. Dengan adanya
pisau pembersih yang letaknya
dekat dengan permukaan takerin,
maka kotoran-kotoran
tersebut akan tertahan dan
terlepas dari serat kapasnya.
Untuk membantu agar seratserat
kapas yang panjang
jangan turut terpisahkan oleh
pisau-pisau pembersih dan
jatuh kebawah taker-in, maka
dibelakang pisau pembersih dan
dibawah permukaan taker-in
dipasang semacam saringan
untuk menjaga jangan sampai
terlalu banyak serat yang jatuh
kebawah. Saringan bawah ini
biasanya terdiri dari beberapa
batang yang dipasang dibawah
taker-in dengan celah-celah
diantaranya, serta lembaran
mental yang berlubang-lubang
yang diletakkan dibelakangnya
dan menutupi permukaan
bawah dari taker-in. Dengan
adanya saringan ini, maka
serat-serat panjang yang
terbawa oleh taker-in tetap
tertahan, namun kotorankotoran
serta serat-serat yang
pendek dapat jatuh kebawah.
Jarak antara saringan dengan
permukaan taker-in ini dapat
pula diatur sesuai dengan
tingkat kebersihan dari
kapasnya dan biasanya dekat
pisau pembersih agak longgar
dan makin rapat kebelakang.
Dibawah taker-in terdapat
sekatan, sehingga limbah yang
berasal dari pisau pembersih
yang biasanya terdiri dari
kotoran-kotoran, pecahanpecahan
batang dan daun
kapas jatuh kebawah
dibelakang sekatan, sedang
limbah yang berasal dari
saringan yang lebih banyak
mengandung serat-serat kapas
akan jatuh kebawah didepan
sekatan.
106
Gambar 5.51
Rol Pengambil, Pisau Pembersih dan Saringan
5.13.1.5 Tekanan Pada Rol
Penyuap
Agar serat yang disuapkan ke
rol pengambil tidak mudah
dicabut pada waktu kena
pukulan / pembukaan dari rol
pengambil, maka serat yang
disuapkan tersebut harus
dipegang / dijepit antara rol
penyuap dan pelat penyuap.
Jepitan ini diperoleh dengan
memberikan tekanan atau
beban rol penyuap. Sistem
pembebasan yang sederhana
pada rol penyuap ini dapat
mempergunakan bandul seperti
terlihat pada gambar 5.52.
Gambar 5.52
Sistem Pembebanan dengan Bandul pada Rol Penyuap
107
Seperti terlihat pada gambar
5.52, karena adanya beban dari
bandul W dan ujung lengan
sebelah kanan tertahan oleh
penahan, penekan akan
memberikan tekanan pada rol
penyuap di A. Besar tekanan ini
dapat diatur dengan mengubahubah
letak bandul dan dapat
dihitung sebagai berikut :
Kalau misalkan besarnya
tekanan akibat bandul W
tersebut pada rol penyuap
sebesar P, jarak gaya tekan P
terhadap penahan dititik B sama
dengan b sedangkan jarak
bandul terhadap titik B sama
dengan a, berat rol penyuap
sama dengan N dan sudut
antara N dan P = , maka
kalau kita ambil momen
terhadap titik B, akan didapat :
W.a – p b = atau P =
b
a
W.
Jadi kalau W = 20 lbs
a = 10,75 inch
b = 1,25 inch
maka P =
1,25
10,75
x 20
= 172 lbs
Karena beban tersebut
dikenakan pada kedua ujung
dari rol penyuap maka besar
pembebanan atau tekanan pada
rol penyuap tersebut sebesar
2 x P.
Kalau berat rol penyuap sendiri
= N maka jumlah tekanan yang
dikenakan kepada serat yang
dijepitnya menjadi 2 P + N cos
.
Dalam praktiknya besar
antara 35º dan 45º dan L
panjang rol penyuap antara 40 –
45 inch, sehingga jepitan yang
dikenakan kepada setiap lebar 1
inch dari lapisan serat adalah :
Jepitan / inch =
L
2 P N cos
5.13.1.6 Mekanisme
Pemisahan Kotoran
dari Serat pada
Taker-in
Sebagaimana yang telah
dikemukakan terdahulu, taker-in
mempunyai putaran yang cukup
tinggi dan karena adanya
saringan dan tutup diantaranya
maka terjadilah semacam aliran
udara pada permukaannya.
Karena jarak saringan bawah
yang makin merapat
kebelakang, maka dapat
dimengerti kalau tekanan udara
didepan lebih besar daripada
dibelakang (daerah rol penyuap)
108
Gambar 5.53
Bagian dari Rol Pengambil
Terjadinya pemisahan kotoran
dari serat pada taker-in dapat
diterangkan sebagai berikut :
Kalau pada jarak yang sama (D)
dari pusat taker-in, terdapat
kotoran dan kapas, maka gaya
centrifugal yang bekerja
padanya, masing-masing ialah :
K = M
2
R
V
Kt =
g
bt 2 R Kp =
g
bk 2 R
Dimana :
Kt = gaya centrifugal pada
kotoran
Kp = gaya centrifugal pada
kapas
bt = berat kotoran
bk = berat kapas
m = massa
V = kecepatan permukaan
= kecepatan sudut
R = jarak dari titik pusat
taker-in
G = gaya tarikan bumi
Karena berat jenis kotoran pada
umumnya lebih besar dari berat
jenis kapas, maka bt > bk
sehingga Kt > Kp.
Agar kotoran dapat jatuh
kebawah dan serat tetap
terbawa oleh taker-in, maka
diatur sedemikian agar
Kt > T > Kp dimana T = Ti – To
Dengan demikian, kalau kedua
gaya yang bekerja pada kotoran
dan kapas kita jumlahkan, maka
resultantenya masing-masing
seperti pada gambar 5.54.
109
Gambar 5.54
Gaya-gaya yang Bekerja pada
Kotoran dan Kapas
Keterangan :
o = kotoran
a = kapas
R = Ti – To = aliran udara
M = pisau pembersih
Rp = resultante pada kapas
Rt = resultante gaya pada
kotoran
Dimana Rt > Rp
Karena Kt > R > Kp, maka Rt >
Rp dan arah Rt lebih cenderung
kebawah, sehingga kotoran
terlempar kearah bawah.
Karena terlemparnya kotoran
kebawah ini serta posisi dari
pisau pembersih, maka kotoran
akan tertahan dan jatuh
kebawah dan karena Rp
nampak searah dengan R,
maka akan terus terbawa oleh
putaran taker-in.
5.13.2 Bagian Penguraian
Bagian ini merupakan bagian
utama dari mesin Carding,
dimana terjadi penguraian
gumpalan-gumpalan serat
menjadi serat-serat yang
terpisah satu sama lainnya.
Bagian ini terdiri dari :
- silinder utama
- pelat depan dan pelat
belakang
- flat
- saringan silinder (silinder
screen)
5.13.2.1 Silinder Utama
Silinder utama dari mesin
Carding merupakan jantung dari
semua kegiatan pada mesin
Carding, sedang semua bagianbagian
lainnya dipasang
disekelilingnya dan secara
langsung atau tidak langsung
disesuaikan dengannya.
Silinder ini dibuat dari besi
tuang yang berbentuk seperti
drum dengan garis tengah
kurang lebih 50 inch serta lebar
40 atau 45 inch. Permukaan
dalam dari silinder ini diperkuat
dengan besi.
Pada kedua penampang sisi kiri
kanannya dipasang kerangka,
seperti halnya jari-jari pada roda
dan ditengahnya dipasang
poros.
Diantara jari-jari pada
penampang tersebut ditutup
dengan pelat besi, untuk
menghindari kemungkinankemungkinan
timbulnya aliran
udara yang tidak dikehendaki.
Poros tersebut merupakan
sumbu putar dari permukaan
silinder dan diletakkan diatas
suatu kerangka dengan
menggunakan landasan
(bearing) pada kedua ujungnya.
110
Kerangka dimana poros
tersebut diletakkan terdiri dari
dua pasang kerangka panjang
yang dihubungkan dibagian
depan dan belakang dengan
kerangka penguat. Untuk
mencegah terjadinya getarangetaran
yang tidak dikehendaki,
silinder tersebut dibuat
seimbang (dynamically
balanced) serta permukaannya
dibuat konsentrik terhadap titik
pusatnya.
Untuk keperluan memasang
flexible-wire clothing, pada
permukaannya dibuat lubanglubang
kearah melintang dari
putarannya sebanyak empat
sampai enam baris dan lubang
tersebut kemudian ditutup rapat
dengan kayu sehingga rata
dengan permukaannya.
Dalam hal menggunakan
metalic-wire, lubang tersebut
tidak perlu dibuat.
Permukaan dari silinder tersebut
kemudian ditutup dengan card
clothing, sehingga menyerupai
permukaan parut. Pemasangan
card clothing ini harus dilakukan
secara khusus supaya
permukaannya dapat rata,
terutama pada awal dan akhir
dari pemasangannya.
Pada umumnya card clothing
yang dipakai mempunyai ujung
yang tajam seperti kawat parut,
sebanyak 400 sampai 650 buah
setiap inch persegi (90 s/d 130
counts) atau kurang lebih
sebanyak : 3.000.000 buah
pada permukaan silindernya
yang mempunyai garis tengah
50 inch serta lebar 40 inch.
Ujung-ujung kawat yang tajam
pada permukaan silinder
tersebut menghadap kearah
putaran silindernya dan berputar
dengan kecepatan 2200
ft/menit. Kecepatan putaran
silinder pada mesin card
biasanya berkisar antara 155
sampai 170 putaran per menit,
tergantung kepada serat yang
diolahnya. Pada umumnya
makin panjang seratnya, makin
rendah putarannya.
Kalau kita perhatikan hubungan
antara taker-in dengan silinder,
seperti yang terlihat pada
gambar 5.54, maka arah gigigigi
yang tajam pada taker-in
juga menghadap kearah
putaran taker-in dan keduanya
(taker-in dan silinder) bergerak
kearah pada titik singgungnya,
namun karena kecepatan
permukaan taker-in kurang lebih
hanya setengah kecepatan
permukaan silinder, maka
ujung-ujung yang tajam dari
bawah atau gigi-gigi pada
permukaan silinder akan
menyapu punggung gigi gergaji
pada taker-in dititik singgung
antara keduanya. Karena jarak
antara kedua permukaan
tersebut sangat dekat (0,007
inch), maka serat-serat yang
ada dipermukaan taker-in akan
terkelupas dan terbawa ke
permukaan silinder ialah seperti
dipindahkan ke permukaan
silinder.
Pada kedua sisi silinder tersebut
terdapat kerangka dengan
enam penyangga untuk
111
menempatkan card flat dan
peralatannya.
Penyangga ini dapat disetel naik
atau turun dengan memutar
skrupnya, sehingga jarak antara
permukaan-permukaan flat dan
silinder dapat diatur sesuai
dengan keperluannya. Pada
kedua sisi kerangka tersebut
juga ditempatkan pelat-pelat
yang melengkung dan
konsentris dengan silindernya,
untuk menahan serat-serat yang
mungkin beterbangan pada
waktu penguraian atau
penggarukan.
5.13.2.2 Pelat Depan dan
Pelat Belakang
Bagian depan silinder antara flat
dan doffer ditutup dengan pelatpelat
yang melengkung seperti
permukaan silindernya,
demikian pula bagian belakang
silinder antara flat dan taker-in.
Penutupan permukaan silinder
pada bagian-bagian tersebut
dimaksudkan agar serat-serat
yang ada di permukaan silinder
tidak beterbangan kemanamana,
meskipun terjadi aliran
udara selama proses.
5.13.2.3 Top Flat
Top flat pada mesin carding
dibuat dari batang besi yang
mempunyai penampang seperti
huruf T. Panjang top flat ini
selebar mesin cardingnya dan
permukaan atas yang datar dari
flat tersebut lebarnya kurang
lebih 1 3/8 inch (± 35 mm).
Pada permukaan yang datar ini
ditutup dengan Card clothing,
sehingga permukaannya
menyerupai parut. Bentuk
penampang yang seperti huruf
T tersebut dimaksudkan untuk
memperkuat permukaan flat,
sehingga tidak mudah
melengkung pada waktu
penggarukan.
Gambar 5.55
Penampang Melintang dan
Memanjang dari Flat Carding
Pada umumnya jumlah flat
untuk sebuah mesin Carding
kurang lebih 110 buah dan
masing-masing dipasang pada
mata rantai, sehingga
membentuk semacam
conveyor. Dari 110 flat tersebut
hanya sebanyak 45 buah saja
yang menghadap kebawah
kearah permukaan silinder dan
berjalan kedepan dalam posisi
kerjanya (working position),
sedang flat-flat yang lain berada
diatasnya dan bergerak
kebelakang dalam keadaan
tidak bekerja. Dalam posisi
bekerja, ujung dari flat yang
tidak tertutup dengan Card
clothing, diletakkan dan
menyelusur kedepan diatas
flexible benda yang ada disisi
112
silinder. Letak flat-flat pada
rantainya adalah sedemikian,
sehingga pada waktu flat
tersebut menyelusur kedepan
diatas flexible bend dalam posisi
kerjanya, menutup rapat
permukaan silinder.
Selama flat tersebut bergerak
kebelakang dalam posisi tidak
bekerja, flat tersebut dilalukan
melalui piringan-piringan,
sedang bergeraknya flat
tersebut disebabkan karena
perputaran roda gigi sprocket
yang terpasang di bagian
depan.
5.13.2.4 Saringan Silinder
(Cylinder Screen)
Saringan silinder ini merupakan
penutup atau saringan dari
bagian bawah silinder.
Fungsinya adalah sebagai
berikut :
- menahan kapas yang ada
dipermukaan silinder supaya
tidak jatuh kebawah.
- membiarkan kotorankotoran,
debu dan seratserat
pendek jatuh melalui
celah-celah saringan.
Saringan tersebut dapat dilihat
pada gambar dan terdiri dari :
- pelat logam sepanjang 13
inch di bagian belakang.
- batang-batang saringan
sejumlah 52 buah yang
merentang sepanjang 36
inch.
- pelat logam sepanjang 11
inch di bagian depan.
Gambar 5.56 Saringan Silinder
(Cylinder Screen)
Pemasangan saringan silinder
di bagian depan disetel 0,18
inch dari permukaan silinder.
Bagian tengah tepat dibawah
poros silinder disetel 0,058 inch.
Bagian belakang yang dekat
dengan taker-in disetel 0,029
inch.
Perlu diperhatikan bahwa
penyetelan tersebut mula-mula
renggang pada waktu kapas
mulai masuk di bagian bawah
dan makin lama makin rapat.
Dengan cara demikian, kapas
yang tidak terambil oleh doffer
akan terbawa ke bawah oleh
putaran silinder. Dan oleh
perputaran silinder tersebut
kapas akan terlempar keluar
oleh adanya gaya centrifugal,
tetapi kapas tersebut tertahan
oleh pelat saringan bagian
depan. Karena jarak antara
saringan dengan permukaan
silinder disetel makin
kebelakang makin rapat, maka
kapas dipaksa merapat ke
permukaan silinder lagi. Prinsip
penyetelan yang demikian
berlaku pula untuk saringan
taker-in hanya bedanya disini
makin kedepan makin rapat.
113
Saringan silinder tidak banyak
memerlukan pemeliharaan,
hanya pada waktu-waktu
tertentu harus dibersihkan,
diperiksa serta diluruskan dan
disetel kembali. Limbah yang
ada dibawah saringan ini
seharusnya terdiri dari seratserat
pendek saja yang
bercampur dengan kotoran /
debu. Warnanya harus kecoklatcoklatan
atau abu-abu. Apabila
warnanya keputih-putihan,
menandakan bahwa banyak
serat-serat panjang yang
terbuang. Untuk
membetulkannya, penyetelan
perlu dirapatkan.
5.13.2.5 Gerakan
Pengelupasan
(Stripping Action)
Stripping action adalah suatu
kegiatan yang diperlukan untuk
mengelupas / memindahkan
serat yang sudah berupa
lapisan. Stripping action terjadi
apabila arah bagian jarum yang
tajam pada kedua permukaan
sama. Kecepatan kedua
permukaan adalah sedemikian
rupa sehingga bagian yang
tajam dari jarum pada
permukaan yang bergerak
cepat, seakan-akan menyapu
bagian yang tumpul dari jarum
pada permukaan yang
dilaluinya.
Gambar 5.57
Stripping Action
5.13.2.6 Gerakan Penguraian
(Carding Action)
Carding action adalah suatu
kegiatan yang digunakan untuk
membuka dan menguraikan
serat yang masih berupa
gumpalan-gumpalan. Carding
action terjadi apabila arah
bagian jarum yang tajam pada
kedua permukaan yang
bergerak berlawanan arah.
Kecepatan kedua permukaan
tersebut adalah sedemikian
rupa sehingga bagian yang
tajam dari jarum pada
permukaan yang bergerak lebih
cepat, seakan-akan beradu
dengan bagian yang tajam dari
jarum pada permukaan yang
dilaluinya.
Gambar 5.58
Carding Action
5.13.2.7 Pemisahan Serat
Pendek dari Serat
Panjang
114
Proses ini terjadi pada saat
lapisan kapas yang berada
antara permukaan silinder dan
permukaan top flat (yang aktif)
tergaruk dan terurai. Serat
pendek yang mempunyai ikatan
dengan jarum silinder relatif
lebih kecil dibanding serat
panjang akan terlepas ikatannya
dengan jarum-jarum silinder dan
menempel pada jarum-jarum
top flat. Berpindahnya serat
pendek dari permukaan silinder
ke permukaan top flat juga
dibantu oleh adanya gaya
centrifugal yang ditimbulkan
akibat dari putaran silinder itu
sendiri.
Serat pendek yang menempel
pada jarum-jarum top flat
selanjutnya dibawa top flat
untuk dikupas dan dibuang.
5.13.3 Bagian Pembentukan
dan Penampungan
Sliver
Bagian ini merupakan bagian
yang terakhir dari mesin
Carding dan dimaksudkan untuk
membentuk serat-serat yang
telah diurai dan dibersihkan
sebelum menjadi sliver dan
kemudian ditampung kedalam
can.
Bagian ini terdiri dari :
- Doffer
- Sisir doffer (doffer comb)
- Rol penggilas (calender roll)
- Coiler
Pada gerakan penguraian
(Carding action), selain seratserat
terurai satu sama lainnya,
sebagian dari serat ternyata
pindah dari permukaan yang
bergerak lebih cepat (silinder)
ke permukaan yang bergerak
lebih lambat (flat). Makin cepat
bergeraknya flat tersebut, makin
banyaklah serat yang
dipindahkannya.
Prinsip pemindahan ini dipakai
untuk memindahkan serat-serat
yang ada dipermukaan silinder
dengan menggunakan silinder
yang lebih kecil yang
ditempatkan di depan silinder,
silinder yang lebih kecil ini
disebut Doffer dan
permukaannya ditutup dengan
card clothing yang arah jarumjarum
yang tajam berlawanan
dengan yang ada di silinder,
sehingga terjadi gerakan
Carding.
Pada titik singgungnya, silinder
dan doffer bergerak dengan
arah yang sama, kebawah dan
karena kecepatan permukaan
doffer relatif lebih lambat dari
kecepatan permukaan silinder
(kurang lebih seperdua
puluhnya), maka serat-serat
yang ada di permukaan silinder
akan pindah ke permukaan
doffer dan dibawa ke depan.
Lapisan tipis dari serat-serat
yang ada di permukaan doffer
ini disebut web dan jumlahnya
cukup untuk dibuat menjadi
sliver.
Bagaimana terjadinya
pemindahan yang hampir
secara keseluruhan dari silinder
ke doffer ini, sampai sekarang
masih belum di mengerti benarbenar
walaupun diperkirakan
115
adanya beberapa faktor yang
membantu sebagai berikut :
- Permukaan doffer yang
bersinggungan dengan
silinder selalu bersih dari
serat.
- Card clothing yang dipakai
pada doffer selalu lebih
halus dari yang dipakai pada
silinder. Karena nomornya
biasanya 10 nomor lebih
halus, berarti jumlah jarum
persatuan luas lebih banyak,
demikian pula daya
sangkutnya.
- Karena keduanya berbentuk
lingkaran, silinder dan doffer
bertemu pada suatu titik
singgungnya saja dan
segera berpisah setelah
serat berpindah dari silinder
ke doffer sehingga
kesempatan untuk
berpindah lagi ke silinder
hampir tidak ada.
- Adanya gaya centrifugal
yang berasal dari putaran
silinder yang cepat,
cenderung membantu seratserat
yang ada di
permukaannya dilemparkan
ke doffer dan karena
putaran doffer jauh lebih
lambat, perpindahan dari
doffer ke silinder tidak
terjadi.
- Adanya aliran udara antara
kedua permukaan tersebut
diduga membantu
pemindahan serat-serat.
Serat-serat yang ada di
permukaan doffer ini setelah
dibawa ke depan dikelupas oleh
sisir doffer (doffer comb) dan
berbentuk lapisan tipis dari serat
yang disebut web, sehingga
permukaan yang bersinggungan
dengan silinder selalu bersih
dan siap untuk menampung
serat-serat dari permukaan
silinder lagi. Berat web ini telah
disesuaikan dengan berat sliver
yang diinginkan, sehingga untuk
mengubah web menjadi sliver,
web tersebut cukup
dikumpulkan menjadi satu dan
dilakukan melalui suatu
terompet. Serat-serat tersebut
menggabung menjadi satu dan
kemudian digilas antara
sepasang rol penggilas untuk
lebih merapatkan serat-serat
dalam sliver tersebut. Sliver
tersebut kemudian ditampung
dalam suatu can dan cara
meletakkannya diatur
sedemikian, sehingga susunan
sliver dalam can tersebut
berbentuk seperti kumparan
(coil).
5.13.3.1 Doffer
Pada prinsipnya bentuk dan
konstruksi dari doffer tidak
banyak berbeda dengan
silinder. Perbedaan antara
keduanya terletak antara lain
dalam hal-hal sebagai berikut :
- Kalau diameter silinder
biasanya kurang lebih 50
inch, diameter doffer ini
biasanya hanya sekitar 27
inch.
- Card clothing yang dipakai
untuk menutup permukaan
doffer, biasanya 10 nomor
116
lebih halus daripada yang
dipakai untuk menutup
silinder. Jadi kalau
silindernya menggunakan
card clothing nomor 110
maka doffernya
menggunakan card clothing
nomor 120.
- Bearing (landasan) pada
silinder tetap pada
kerangkanya, sedang
bearing atau landasan untuk
doffer ini prinsipnya dapat
diatur, sehingga jarak antara
permukaan silinder dan
doffer dapat diatur sesuai
dengan keperluannya. Jarak
ini biasanya sekitar : 0,007
inch dan sangat penting
artinya kalau kita
menginginkan hasil yang
baik.
- Kalau arah dari jarum yang
tajam pada silinder dititik
singgung antara silinder dan
doffer menghadap kebawah,
pada doffer mengarah
keatas dan keduanya
bergerak kearah yang sama
ialah kebawah. Tetapi
karena kecepatan
permukaan silinder jauh
lebih besar dari daripada
kecepatan permukaan doffer
(20 – 30 kalinya), maka
terjadi carding action.
Gerakan antara silinder dan
doffer ini sering dikelirukan
dengan gerakan stripping,
berhubung kenyataannya
serat-serat yang ada di
permukaan silinder
dipindahkan ke permukaan
doffer. Meskipun demikian
ditinjau dari gerakannya
adalah gerakan carding dan
mengenai terjadinya
perpindahan serat tersebut
telah diterangkan dimuka.
Jadi fungsi dari doffer ini
antara lain untuk
mengumpulkan serat-serat
dari permukaan silinder dan
memindahkannya menjadi
lapisan serat yang tipis dan
rata ke permukaannya dan
kemudian membawanya ke
depan dalam bentuk lapisan
tipis secara kontinyu,
sehingga dapat mudah
dikelupas oleh sisir doffer
dan dibentuk menjadi sliver.
Karena silinder yang di
depannya mempunyai fungsi
tiada lain ialah untuk doffing
(mengambil atau
memindahkan), maka
dinamakan doffer.
Kalau kita perhatikan,
bahwa kecepatan
permukaan silinder 20 – 30
kali kecepatan permukaan
doffer, maka dapat kita
harapkan bahwa setiap inch
dari permukaan doffer
sebenarnya menampung
serat-serat dari permukaan
silinder sepanjang 20 – 30
inch. Kalau kita pernah
melihat web dari doffer,
maka kita dapat
membayangkan, betapa
tipisnya lapisan serat yang
ada dipermukaan silinder.
Sehingga untuk
mengelupasnya menjadi
web yang kontinyu, lapisan
yang sangat tipis di
117
permukaan silinder tersebut
perlu dikumpulkan terlebih
dahulu, sehingga seratseratnya
mempunyai cukup
geseran satu sama lainnya
dan mudah untuk
dipindahkan dan dibentuk
menjadi sliver.
Untuk sekedar memberikan
gambaran mengenai
penyebaran serat di permukaan
card clothing kiranya ada
manfaatnya kalau diketahui
bahwa untuk ukuran sliver 60
grains per yard yang dihasilkan
dan kehalusan card clothing
nomor 120 dan kecepatan
produksi yang wajar, maka
setiap inch persegi dari
permukaan doffer akan terdapat
kurang lebih 700 serat. Karena
untuk nomor 120 terdapat 600
jarum per inch 2 maka rataratanya
1,2 serat per jarum
(pembuktian ini dapat dicoba
sendiri oleh pembaca sebagai
latihan perhitungan di carding).
Kalau kita perhatikan betul-betul
posisi dan kondisi serat-serat
yang ada di web dari doffer,
maka akan kelihatan bahwa
keadaan serat-serat tersebut
tidaklah lurus dan posisinya
juga tidak searah, tetapi banyak
mempunyai lekukan serta
letaknya banyak yang
bersilangan.
Karena keadaan tersebut, maka
tujuan dari carding tidak
mencakup pelurusan serat dan
kalau terjadi pelurusan sifatnya
hanya sementara saja.
Disamping itu keadaan yang
demikian memungkinkan web
yang dihasilkan dapat
mempunyai kekuatan. Kalau
keadaan serat-seratnya lurus
dan searah, web yang tipis
tersebut sangat sulit untuk
dilepas dan dibentuk menjadi
sliver secara kontinyu.
5.13.3.2 Sisir Doffer (Doffer
Comb)
Serat-serat yang telah berada di
permukaan doffer tersebut
kemudian dibawa berputar
bersama-sama putaran doffer,
mula-mula kebawah dan
kemudian keatas. Selama
dibawa kebawah oleh doffer
tersebut serat-serat tidak diapaapakan,
sehingga perlu dijaga
agar tidak terjadi kerusakan
pada webnya. Karena adanya
aliran udara, dapat
menimbulkan perubahan pada
susunan serat di webnya, maka
bagian bawah dan samping dari
doffer tersebut juga tertutup.
Sekeluarnya dari bagian bawah
doffer yang tertutup tersebut,
serat-serat yang ada di
permukaan doffer dibawa
keatas ke bagian depan dari
mesin Carding. Di bagian depan
ini, web pada doffer kemudian
dikelupas oleh sisir doffer tanpa
mengalami kerusakan atau
perubahan-perubahan. Sisir
doffer tersebut dibuat dari pelat
baja yang lurus dengan lebar
kurang lebih 1 inch dan di
bagian bawahnya bergigi dan
biasanya 16 gigi per inchnya.
Sisir tersebut dipasang pada
118
poros sisir doffer (diameter ± 1,5
inch) dengan perantaraan 4 – 6
jari penguat, sedemikian
sehingga posisinya horisontal
terhadap poros sisir doffer.
Pemasangan sisir doffer
tersebut harus dilakukan
dengan teliti, agar sisirnya tetap
lurus dan berjarak sama ke
permukaan doffernya (0,010 –
0,20 inch) salah satu ujung dari
poros sisir doffer tersebut
digoyangkan oleh eksentrik
(Reciprocated) pada sumbunya,
sedemikian sehingga sisirnya
bergerak bolak-balik keataskebawah
kurang lebih pada
jarak 1 - 1¼ inch dengan tepat.
Kecepatan goyangan ini
berkisar antara 1200 – 1600
goyangan per menit. Karena
arah jarum pada permukaan
doffer dibagian depan tersebut
kebawah, maka pada waktu
sisir bergerak kebawah akan
menyapu punggung dari jarumjarumnya
yang bergerak keatas.
Dengan demikian gerakan
antara doffer dan sisir doffer
tersebut adalah gerakan
stripping, sehingga web yang
ada di permukaan doffer
terkelupas.
Gerakan keatas dari sisir doffer
tersebut tidak menghasilkan
apa-apa, demikian pula
sebagian dari gerakan
kebawahnya. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Kalau putaran doffernya 10 rpm
dan kecepatan goyangnya dari
sisirnya 1200 goyangan per
menit, maka setiap menitnya
kecepatan permukaan doffer
ialah :
10 x x d = 10 x
7
22
x 27
= 900 inch
Sedang kalau jarak goyangan 1
inch, maka panjang permukaan
yang disapunya selama satu
menit oleh sisir doffer ialah1200
inch.
Hal ini berarti jarak 900 inch
disapu oleh sapuan sepanjang
1200 inch atau dengan kata lain
hanya
1200
900
x 100% = 75% saja
yang dimanfaatkan. Kalau
doffernya berputar lebih lambat,
makin kecil pula
pemanfaatannya. Dengan
demikian maka perlu adanya
penyesuaian antara kecepatan
doffer dan sisir doffernya, makin
besar putaran doffernya, harus
makin besar pula kecepatan
sisirnya.
Gerakan sisir doffer ini, pada
prinsipnya berasal dari putaran
silinder utama yang
dihubungkan ke suatu gerakan
eksentrik, dimana poros dari
sisir tersebut ditempatkan.
Dengan demikian setiap putaran
dari eksentrik akan
mengakibatkan sisir doffer
bergerak bolak-balik keataskebawah
satu kali.
Untuk putaran silinder 165 rpm
dengan pulley sebesar 18”
maka kalau goyangan sisir
doffer 1200 goyangan per
menit, besar pulley diporos
119
eksentrik kira-kira harus 2 inch.
Karena ukuran ini terlalu kecil
dalam prakteknya maka
hubungan dari silinder ke
eksentrik tidak langsung, tetapi
melalui pulley perantara yang
ditempatkan antara silinder dan
doffer. Jadi dari silinder
dihubungkan ke pulley
perantara yang diametenya
antara 6 – 9 inch dahulu,
kemudian dari pulley yang
diameternya 9 – 14 inch yang
seporos dengan pulley
perantara tersebut, baru ke
pulley eksentrik yang
berdiameter 3 – 4 inch. Dengan
demikian kecepatan goyangan
eksentrik akan sebesar
165 x
6
8
x
5
12
= 1260 ppm.
Gambar 5.59 Doffer Comb
5.13.3.3 Rol Penggilas
Web yang telah dikelupas dari
doffer tersebut, kemudian
dikumpulkan dan dipadatkan
menjadi sliver dengan jalan
menarik dan melakukan lewat
suatu terompet dan kemudian
digilas oleh rol penggilas. Rol
penggilas ini dibuat dari besi
tuang dengan diameter antara
3 – 4 inch dan panjang 6 inch.
Permukaannya dipolis sehingga
licin, agar serat yang melaluinya
tidak tersangkut. Letak rol
penggilas ini di kerangka bagian
depan dan berada ditengahtengah
kerangka, sedikit lebih
rendah dari sisiri doffer. Poros
rol penggilas yang bawah
dihubungkan ke doffer. Sedang
ujung poros yang lain
dihubungkan ke rol atas dan
coiler dengan perantaraan rodaroda
gigi. Dengan demikian
maka kecepatan putaran rol
penggilas selalu mengikuti
kecepatan putaran doffernya
dan putaran rol penggilas
bawah adalah positif.
Berhubung web dari doffer
tersebut sangat tipis dan lemah,
maka untuk memudahkan
penampungannya perlu diubah
dahulu menjadi bentuk yang
lebih padat dan kuat, yang
dinamakan sliver. Untuk ini,
maka web tersebut dikumpulkan
dahulu dengan melakukan lewat
pengantar web yang mengubah
lapisan tipis web menjadi bentuk
yang penampangnya bulat dan
kemudian memadatkannya
melalui suatu terompet dengan
lubang yang berdiameter sekitar
¼ inch.
Agar rol penggilas dapat
menarik dan memadatkan sliver
tersebut lebih lanjut, perlu
adanya tekanan antara
120
pasangan rol penggilas.
Tekanan ini diperoleh selain
karena beratnya rol atas sendiri
dan biasanya sekitar 20 lbs,
juga karena adanya tekanan
antara rol atas dan bawah
dengan perantaraan penekan.
Gambar 5.60
Rol Penggilas (Calender Roll)
Karena permukaan rol
penggilas tersebut licin, maka
kalau tekanannya tidak sesuai
dan pada web ada bagian yang
sedikit lebih tebal dari
semestinya, sehingga
mengalami sedikit kelambatan
dalam terompet, maka dapat
terjadi slip. Hal ini dapat
mengakibatkan web yang ada
diantara doffer dan rol penggilas
mengendor dan menumpuk di
depan doffer dan menjadi
limbah.
Untuk menghindari kejadian
yang demikian, maka besarnya
tekanan pada rol penggilas
harus cukup dan lubang
terompetnya harus sesuai
dengan ukuran dari slivernya.
5.13.3.4 Coiler
Sekeluarnya sliver dari rol
penggilas, sliver tersebut terus
dibawa keatas coiler, sebelum
ditampung kecalam can.
Adapun fungsi dari coiler ialah
untuk menempatkan dan
mengatur sliver kedalam can
sedemikian, sehingga letak dan
bentuk didalam can tersebut
121
seperti kumparan-kumparan
dengan diameter sedikit lebih
kecil dari jari-jari can dan
masing-masing lingkaran dari
kumparan sliver tersebut berada
disekeliling sumbu can. Dengan
penempatan sliver yang
demikian tersebut sliver
kemudian dapat ditarik keluar
dari can tanpa mengalami
keruwetan.
Gambar 5.61
Letak Sliver didalam Can
Adapun coiler terdiri dari :
- Terompet
- Sepasang rol penarik
- Pengantar sliver (tube
wheel)
- Alas can yang berputar (turn
table)
- Can
Terompet ini bentuknya sama
saja dengan terompet yang ada
di belakang rol penggilas, hanya
ukurannya sedikit lebih kecil dan
disesuaikan dengan ukuran dari
sliver yang dihasilkan.
Suatu rumus yang sering
digunakan untuk menentukan
ukuran lubang dari terompet
mesin carding adalah sebagai
berikut :
Diameter lubang = multiplier
berat sliver (grain) / yard (inch)
Biasanya multiplier untuk
carding kapas = 0,022.
Sebagai contoh, ukuran lubang
untuk sliver yang beratnya 56
grains per yard, maka diameter
terompet yang sesuai : 0,022 x
56 = 0,165 inch.
Dibawah ini diberikan pedoman
untuk menentukan besarnya
lubang untuk bermacam-macam
ukuran dari sliver yang
dikeluarkan oleh salah satu
pembuat mesin.
Tabel 5.3 :
Diameter Terompet yang sesuai untuk Ukuran Sliver
Berat sliver dalam
grains per yard
Diameter terompet dalam inch
Menurut pabrik Menurut rumus
40
45
50
55
60
65
70
0,140
0,150
0,160
0,167
0,175
0,182
0,190
0,139
0,148
0,156
0,163
0,171
0,177
0,184
122
Dari terompet, sliver tersebut
ditarik oleh sepasang rol
penggilas yang konstruksinya
menyerupai rol penggilas
sebelumnya, hanya ukurannya
lebih kecil (diameter = 2 inch).
Kemudian sliver dimasukkan
kedalam coiler tube dan melalui
perantaraan roda gigi, maka
coiler tube akan berputar.
Gambar 5.62
Penampungan Sliver dalam Can
Karena coiler ini letaknya
serong, maka sliver yang keluar
dari coiler tube berputar dengan
titik pusat roda gigi coiler.
Disekeliling roda gigi coiler ada
pelat coiler yang tidak berputar,
yang gunanya untuk menekan
sliver yang ada didalam can.
Sliver yang keluar dari coiler
tube kemudian ditampung
kedalam suatu can, yang
diletakkan diatas suatu alas can
yang berputar dengan titik putar
yang tidak sama dengan titik
putar coiler tubenya.
Karena alas can berputar lebih
lambat dari putaran coiler
tubenya, maka coiler tube akan
meletakkan slivernya dalam
bentuk lingkaran-lingkaran kecil,
yang berada antara tepi can
sampai titik pusat can dan
setiap lingkaran sliver
berikutnya selalu berada diatas
lingkaran yang dibentuk
sebelumnya dengan titik pusat
yang tidak sama. Dengan
demikian kalau sliver ditarik
keluar untuk disuapkan ke
proses berikutnya, tidak akan
mengalami kerusakankerusakan
dan geseran-geseran
yang berarti, meskipun sliver
tersebut sebenarnya tidak
mempunyai twist, kecuali sedikit
twist yang diakibatkan karena
putaran coiler.
Can yang dipakai untuk
menampung sliver, didalamnya
mempunyai alas yang ditahan
dengan per yang gunanya
untuk :
1. Menekan sliver yang ada
didalam can ke permukaan
pelat coiler sehingga
menjadi agak padat
tumpukannya.
2. Kalau sliver disuapkan ke
proses berikutnya dan
jumlahnya tinggal sedikit,
maka sliver yang ada
didalam can dengan
sendirinya akan terangkat
keatas, sehingga dapat
mengurangi jarak antara titik
tarik dan alas sliver. Kalau
jarak ini terlalu jauh dapat
mengakibatkan terjadinya
regangan.
123
5.13.4 Pengujian Mutu Hasil
Untuk menghasilkan benang
dengan mutu yang baik, perlu
dilakukan pengawasan terhadap
mutu bahan sebelum menjadi
benang.
Terhadap hasil produksi mesin
Carding perlu dilakukan
pengawasan-pengawasan yang
meliputi :
- pengujian nomor sliver
Carding
- pengujian kerataan sliver
Carding
- pengujian Persentase waste
Pengujian dilaksanakan pada
atmosfir yang standar dengan
suhu 70º F dan kelembaban
relatif 65%.
5.13.4.1 Pengujian Nomor
Sliver Carding
Pengujian nomor dilakukan
dengan cara :
- menyiapkan alat pengukur
panjang sliver yang disebut
Wrap Block
- menyiapkan alat pengukur
berat yang disebut Neraca
Analitik
- mengukur sliver sepanjang 6
yard atau 6 meter sebanyak
4 kali atau bisa lebih
- menimbang sliver yang telah
diukur panjangnya
- menghitung nomor sliver
dengan cara penomoran
tertentu.
Gambar 5.63
Warp Block
Gambar 5.64
Neraca Analitik
5.13.4.2 Pengujian Kerataan
Sliver Carding
Pengujian kerataan dilakukan
dengan cara :
- menyiapkan alat pengukur
kerataan sliver yang disebut
Uster evenes tester, lengkap
dengan condensator
pengukur ketidakrataan
yang dilengkapi dengan 8
slot
124
- recorder, alat untuk
mencatat grafik
ketidakrataan bahan (sliver
carding)
- integrator, alat yang
mencatat langsung harga
ketidakrataan u% dan cv%
- spectograph dan
recordernya, alat yang
mencatat periodisity dari
bahan yang diuji (sliver
Carding)
- menyiapkan sliver sebanyak
kurang lebih ditengah can
- memasang sliver pada
Condensator dengan
melewatkan ujung sliver
pada slot.
- melewatkan sliver pada alat
pemegang dan pengantar
bahan
- menjalankan Condensator
selama waktu yang
ditentukan
- hasil ketidakrataan dapat
dibaca langsung pada
Integrator
5.13.4.3 Pengujian
Persentase Waste
Pengujian Persentase waste
pada mesin Carding dilakukan
dengan cara :
- menimbang can yang akan
digunakan untuk
menampung sliver Carding
- menyiapkan lap yang
standar pada lap stand
- menghentikan penyuapan
- mematikan mesin hingga
bagian-bagian yang berputar
berhenti
- membersihkan semua waste
yang ada di mesin
- menutup cerobong fan
penghisap dan blower
- menurunkan lap yang telah
disiapkan ke lap roll
- menjalankan mesin untuk
memproses lap hingga habis
- menghentikan mesin setelah
proses berakhir
- mengambil semua waste
yang ada di mesin
- menimbang sliver yang
dihasilkan
- menimbang seluruh waste
- menghitung Persentase
waste :
Persentase waste =
berat sliver berat waste
berat waste
x 100%
5.13.5 Setting Pada Mesin
Carding
Penyetelan antar jarak
permukaan yang berhadapan
perlu diperhatikan betul, agar
penguraian serta pembersihan
dapat dilakukan tanpa
menimbulkan kerusakan pada
serat yang diolahnya maupun
terjadinya waste yang
berlebihan.
Pada umumnya, makin panjang
seratnya akan makin besar
perbedaan kecepatan relatifnya,
makin longgarlah
penyetelannya. Dan makin
pendek seratnya atau makin
kecil perbedaan kecepatan
relatifnya, makin dekatnya jarak
penyetelannya.
125
Berikut ini diberikan pedoman
jarak-jarak penyetelan pada
mesin Carding serta bagianbagian
yang umumnya harus
disetel, (gambar 5.65). Jarak ini
hanya digunakan pada awal
penyetelan, sedangkan bila
bahan (serat) yang diolah
mengalami perubahan maka
jarak penyetelan dapat
disesuaikan dengan perubahan
bahan (serat) tadi.
Gambar 5.65
Daerah Setting Mesin Carding
Contoh berikut diambil dari Sacco Lowell Service Manual.
Tabel 5.4
Setting Mesin Carding
Urutan
setting Daerah penyetelan Jarak penyetelan
per 100 inci
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Dish Pelate dengan Taker in
Silinder dengan Taker in
Silinder dengan Doffer
Silinder dengan Top Pelate I
Silinder dengan Top Pelate II
Silinder dengan Top Pelate III
Silinder dengan Top Pelate IV
Silinder dengan Front Sheet (Upper)
Silinder dengan Front Sheet (Under)
Silinder dengan Back Sheet (Upper)
Silinder dengan Back Sheet (Under)
Doffer dengan Front Sheet (Upper)
Doffer dengan Front Sheet (Under)
Doffer dengan Doffer Comb
9
7
4
9
9
9
9
27
34
12
12
34
15
12
126
Untuk keperluan penyetelan,
biasanya digunakan gauge
likmen yaitu leaf gauge.
Gambar 5.66 Leaf Gauge
Gambar 5.67
Leaf Gauge Khusus Top Flat
5.13.6 Pemeliharaan mesin
Carding
Pemeliharaan pada mesin
Carding meliputi :
1. Pembersihan bagian coiller
dan doffer setiap 6 bulan.
2. Pelumasan bagian coiller
dan doffer setiap 6 bulan.
3. Pembersihan callender roll
dan tube setiap 1 bulan.
4. Pelumasan bearing doffer
dan silinder setiap 1 tahun.
5. Pembersihan jarum doffer,
silinder, top flat setiap 15
hari.
6. Pembersihan dan
pelumasan comb bar setiap
6 bulan.
7. Pembersihan under casing
setiap 3 hari.
8. Pembersihan feed roll dan
rantai setiap 15 hari.
9. Setting doffer setiap 3 bulan.
10. Setting top flat setiap 1
tahun.
11. Setting taker in setiap 6
bulan.
12. Penggerindaan jarum
silinder, doffer, dan top flat
setiap 6 bulan.
13. Balancing cylinder setiap 5
tahun.
5.13.7 Perhitungan Regangan
Seperti halnya pada mesin
Blowing, maka regangan yang
terjadi pada mesin Carding
dapat dihitung berdasarkan
kecepatan permukaan rol
penggilas pada coiler dengan
rol lap.
Regangan yang demikian
dikenal dengan sebutan
Regangan Mekanik (RM).
Selain itu dapat pula dihitung
dari bahan yang masuk (lap)
dan bahan keluar (sliver).
Regangan ini disebut Regangan
Nyata (RN).
15.13.7.1 Putaran Lap Roll
Puli motor A berhubungan
dengan puli B dengan
perantaraan belt. Seporos
dengan puli B terdapat silinder
dan pada bagian lainnya
terdapat puli C. Puli C
dihubungkan dengan puli D
melalui belt yang dipasang
127
silang. Seporos dengan puli D
terdapat taker-in.
Disebelah puli D terdapat roda
gigi R1 yang berhubungan
tegak lurus dengan roda gigi
R2 .
Poros R 2 memanjang ke arah
panjang mesin dan pada bagian
lainnya terdapat roda gigi R 3 .
Roda gigi R 3 berhubungan
tegak lurus dengan roda gigi
R4 .
Roda gigi R 4 mempunyai poros
memanjang ke arah lebar mesin
dan pada bagian lainnya
terdapat roda gigi R 5 .
Roda gigi R5 berhubungan
dengan roda gigi R 7 melalui
roda gigi perantara R 6 . Seporos
dengan R 7 terdapat roda gigi
R8 yang berhubungan dengan
roda gigi R 9 . Seporos dengan
R9 terdapat doffer, sedang
pada bagian lain terdapat roda
gigi R10 .
128
Gambar 5.68
Susunan Roda Gigi Mesin Carding
Rpm = 220
129
Keterangan :
A = puli, Ø 109 mm
B = puli, Ø 460 mm
C = puli, Ø 428 mm
D = puli, Ø 280 mm
Roda gigi R1 = 29 gigi
Roda gigi R 2 = 15 gigi
Roda gigi R 3 = 8 gigi
Roda gigi R 4 = 85 gigi
Roda gigi R 5 = 24 gigi
Roda gigi R 6 = 30 gigi
Roda gigi R 7 = 40 gigi
Roda gigi R 8 = 15 gigi
Roda gigi R 9 = 71 gigi
Roda gigi R10 = 11 gigi
Roda gigi R11 = 30 gigi
Roda gigi R12 = 34 gigi
Roda gigi R13 = 12 – 24 (RPR)
Roda gigi R14 = 20 gigi
Roda gigi R15 = 12 gigi
Roda gigi R16 = 58 gigi
Roda gigi R17 = 32 gigi
Roda gigi R18 = 15 gigi
Roda gigi R19 = 15 gigi
Roda gigi R 20 = 50 gigi
Roda gigi R 21 = 30 gigi
Roda gigi R 22 = 30 gigi
Roda gigi R 23 = 21 gigi
Roda gigi R 24 = 28 gigi
Roda gigi R 25 = 23 gigi
R10 berhubungan dengan roda
gigi R12 melalui roda gigi
perantara R11 . Sedangkan
dengan R12 terdapat roda gigi
payung R13 . R13 berhubungan
dengan roda gigi payung R14 .
Poros R14 memanjang ke arah
panjang mesin dan pada bagian
lain terdapat roda gigi R15 .
Roda gigi R15 berhubungan
tegak lurus dengan roda gigi
R16 . Pada poros R16 terdapat
rol lap.
5.13.7.2 Putaran Rol
Penggilas pada
Coiler
Puli motor A berhubungan
dengan puli B.
Seporos dengan puli B terdapat
puli C yang berhubungan
dengan puli D. Seporos dengan
puli D terdapat roda gigi R1
yang berhubungan tegak lurus
dengan roda gigi R 2 . Seporos
dengan R 2 terdapat roda gigi
R3 yang berhubungan tegak
lurus dengan roda gigi R4 . Satu
poros dengan R 4 terdapat roda
gigi R 5 yang berhubungan
dengan roda gigi R17 melalui
roda gigi R6 dan R 7 . Satu
poros dengan R17 terdapat roda
gigi R18 yang berhubungan
dengan roda gigi 19 . Satu poros
dengan R19 terdapat roda gigi
130
R20 yang berhubungan
dengan roda gigi R 21 . Satu
poros dengan R 21 terdapat roda
gigi payung 22 yang
berhubungan dengan roda gigi
payung R 23 . Satu poros dengan
R23 pada bagian lain terdapat
roda gigi payung R 24 yang
berhubungan dengan roda gigi
payung R 25 . Satu poros dengan
R25 terdapat rol penggilas pada
coiler.
Secara singkat urutan gerakan
dari pusat gerakan ke rol
penggilas pada coiler dapat
diikuti sebagai berikut :
Puli motor A; Puli B; Puli C; Puli
D; Roda gigi R1 ; Roda gigi R 2 ;
Roda gigi R 3 ; Roda gigi R 4 ;
Roda gigi R5 ; Roda gigi R 6 ;
Roda gigi R 7 ; Roda gigi R 8 ;
Roda gigi R9 ; Roda gigi R10 ;
Roda gigi R11 ; Roda gigi R12 ;
Roda gigi R13 ; Roda gigi R14 ;
Roda gigi R15 ; Roda gigi R16 ;
Roda gigi R17 ; Roda gigi R18 ;
Roda gigi R19 ; Roda gigi R 20 ;
Roda gigi R21 ; Roda gigi R 22;
Roda gigi R 23 ; Roda gigi R 24 ;
Roda gigi R25 ; Rol penggilas
pada coiler.
5.13.7.3 Tetapan Regangan
(TR) atau Draft Constant (DC)
Perhitungan Tetapan Regangan
dilakukan dengan menghitung
Regangan Mekanik (RM) dari
gambar 5.68 susunan roda gigi
mesin Carding dengan
memisalkan Roda gigi
Pengganti Regangan (RPR) = 1.
Bila rol lap berputar 1 (satu)
putaran, maka putaran rol
penggilas pada coiler :
= 1 x
15
16
R
R
x
13
14
R
R
x
10
12
R
R
x
8
9
R
R
x
17
7
R
R
x
19
18
R
R
x
21
20
R
R
x
23
22
R
R
x
25
24
R
R
Bila R13 adalah RPR
memasukkan harga dalam
Gambar 5.68 didapat putaran
Rol penggilas pada Coiler :
= 1 x
12
58
x
RPR
20
x
11
34
x
15
71
x
32
40
x
15
15
x
30
50
x
21
30
x
23
28
putaran
Pada gambar 5.68 susunan
roda gigi mesin Carding,
diameter rol penggilas pada
coiler = 58 mm dan diameter rollap
= 164 mm. Maka :
131
RM =
1 164
58
23
28
21
30
30
50
15
15
32
40
15
71
11
12 34
12
58
x x
x x x x x x x x x
RPR
x
RM =
RPR
2416,2
Tetapan Regangan (TR) atau
Draft Constant (DC) = 2416,2.
5.13.7.4 Regangan Mekanik
(RM)
Dari perhitungan di atas telah
didapat :
RM =
RPR
Tetapan Regangan
=
RPR
2416,2
Bila dipasang RPR yang
mempunyai gigi sebanyak 20
gigi, maka :
RM =
20
2416,2
= 120,81
Bila dipasang RPR yang
mempunyai gigi sebanyak 21
gigi, maka :
RM =
21
2416,2
= 115,05
Dari perhitungan di atas, maka
bila akan memperbesar
regangan pada mesin Carding
untuk jenis seperti pada gambar
5.68, maka harus digunakan
Roda gigi Pengganti Regangan
(RPR) yang mempunyai jumlah
gigi sedikit. Sebaliknya untuk
memperkecil regangan,
digunakan RPR yang
mempunyai jumlah gigi banyak.
5.13.7.5 Regangan Nyata (RN)
Regangan nyata dapat dihitung
dengan membandingkan berat
bahan yang masuk (lap) dan
berat bahan yang keluar (sliver)
dalam satuan panjang yang
sama.
Atau dengan membandingkan
nomor keluar (sliver) dengan
nomor masuk (lap).
Bila mesin Carding ini
menggunakan lap yang
mempunyai panjang 40 yards
dan beratnya = 16,45 kg,
sedangkan sliver yang
dihasilkan adalah Ne1 = 0,149,
maka RN dapat dihitung
sebagai berikut :
16,45 kg lap = 40 yads
1 lb lap =
( 16,45 1000 )
453,6
x
x
840
40
hank = 0,00131 hank
Jadi nomor lap = 0,00131 (Ne1)
132
Regangan Nyata (RN)
=
Nomor masuk
Nomor keluar
=
0,00131
0,149
= 113,74
Dari Regangan Nyata, dapat
dihitung Regangan Mekaniknya.
Bila mesin Carding mempunyai
limbar sebesar 5 %, maka :
RM =
100
( 100 %limbah )
x RN
=
100
(100 5 )
x 113,74
= 108,05
5.13.8 Perhitungan Produksi
Produksi mesin Carding
biasanya dinyatakan dalam
satuan berat per satuan waktu
tertentu.
Perhitungan produksi
berdasarkan susunan roda gigi,
adalah produksi teoritis.
Sedangkan produksi
berdasarkan hasil penimbangan
sliver, adalah produksi nyata.
5.13.8.1 Produksi Teoritis
Produksi teoritis mesin Carding
dapat dihitung berdasarkan
susunan roda gigi (gambar
5.68), dapat dihitung kecepatan
permukaan dari rol penggilas
pada coiler dan nomor sliver
yang dihasilkan.
Bila silinder berputar sebanyak
220 putaran per menit, nomor
sliver yang dibuat adalah Ne1
0,149.
Maka produksi mesin Carding
dapat dihitung sebagai berikut :
RPM rol penggilas pada coiler :
= 220 .
D
C
.
2
1
R
R
.
4
3
R
R
.
17
5
R
R
.
19
18
R
R
.
21
20
R
R
.
23
22
R
R
.
25
24
R
R
= 220 .
280
428
.
15
29
.
85
8
.
32
24
.
15
15
.
30
50
.
21
30
.
23
28
= 133,02 putaran
Bila mesin Carding mempunyai
efisiensi = 85 %, maka :
Produksi teoritis per jam
= 0,85 . n . . d . 60 cm.
di mana n = RPM rol penggilas
coiler
= 3,14
d = diameter rol penggilas
coiler (cm).
Produksi teoritis per jam
= 0,85 . 133,02 . 3,14 . 5,8 . 60
cm = 123550 cm = 123,550 m.
Ne1 0,149 Nm = 1,693 x
0,149 = 0,25
Nm = 0,25 Berat 1 gram
sliver mempuyai panjang
= 0,25 m
133
Produksi teoritis per jam
=
0,25
1235,50
gram = 4942 gram
= 4,942 kg
5.13.8.2 Produksi Nyata
Produksi nyata mesin Carding
adalah berupa sliver, yang
didapat dari penimbangan sliver
dalam satuan waktu tertentu.
Untuk mendapatkan jumlah
produksi rata-rata per jam dari
mesin Carding, diambil datadata
hasil produksi nyata
selama periode waktu tertentu,
misalnya satu minggu.
Kemudian dihitung jumlah jam
efektif dari mesin tersebut.
Jumlah jam efektif didapat dari
jumlah jam kerja dalam
seminggu dikurangi jumlah jam
berhenti dari mesin. Jadi jumlah
produksi nyata rata-rata per jam
adalah jumlah produksi nyata
per minggu dibagi jumlah jam
efektif per minggu. Misalkan
dalam satu minggu menurut
jadwal kerja, jumlah jam jalan
mesin = 4410 jam untuk 30
mesin Carding.
Hasil penimbangan lap dalam
seminggu, menurut laporan
adalah = 16.051,50 kg. Untuk
perawatan mesin-mesin
Carding, diperlukan waktu 720
jam mesin. Dengan data-data di
atas, dapat dihitung produksi
nyata rata-rata per jam untuk
tiap mesin sebagai berikut :
KJ = 4.410 jam mesin
JJB = 720 jam mesin
JJE = 3.690 jam mesin
Jadi produksi nyata rata-rata
jam per mesin =
3,690
16.051,50
= 4,35 kg
Keterangan :
KJ : Kecepatan jam
JJB : Jumlah jam berhenti
JJE : Jumlah jam efektif
5.13.8.3 Efisiensi
Efisiensi mesin Carding dapat
dihitung dengan
membandingkan produksi nyata
dan produksi teoritis per satuan
waktu yang dinyatakan dalam
proses.
Pada waktu berproduksi, terjadi
waktu-waktu yang tidak
menghasilkan produksi, di mana
mesin harus berhenti yang
disebabkan antara lain : waktu
yang diperlukan untuk
pembersihan, pelumasan dan
perbaikan mesin.
Berdasarkan uraian di atas,
jumlah teoritis / jam / mesin
= 4,942 kg. Sedangkan jumlah
produksi nyata / jam / mesin
= 4.35 kg.
Jadi efisiensi mesin Carding
=
4,942
4,35
x 100 % = 88,02 %
134
5.13.9 Pergantian Roda Gigi
Pada mesin Carding terdapat
roda gigi yang dapat digantiganti.
Hal ini dimaksudkan bila
akan mengubah nilai regangan
maupun produksi, sesuai
dengan ketentuan yang
diinginkan.
Untuk mengubah nilai
regangan, roda gigi yang perlu
diganti adalah roda gigi
pengganti regangan (RPR).
Bila produksi yang akan diubah
perlu dilakukan penggantian
Roda gigi Pengganti Produksi
(RPP).
5.13.9.1 Roda Gigi Penggan
ti Regangan
Telah dijelaskan di atas bahwa :
Regangan Mekanik
=
RPR
Tetapan Regangan
Tetapan Regangan mesin
Carding menurut gambar
susunan roda gigi (gambar
5.68)
= 2416,2.
R13 adalah roda gigi pengganti
regangan.
Bila pada mesin Carding
tersebut diperlukan regangan
sebesar 110, maka kita dapat
mengganti roda gigi pengganti
regangan yang sesuai dengan
nilai regangan yang diinginkan,
tanpa mengubah roda-roda gigi
lainnya.
RM =
RPR
Tetapan Regangan
RPR =
RM
Tetapan Regangan
RPR =
110
2416,2
= 21,96
Karena tidak ada roda gigi yang
jumlah giginya pecahan, maka
angka tersebut dibulatkan
menjadi 22.
5.13.9.2 Roda Gigi Pengganti
Produksi
Sama halnya dengan regangan,
maka produksi mesin Carding
dapat diubah pula. Untuk
mengubah produksi mesin
Carding, dapat dilakukan
dengan mengganti roda gigi
pengganti produksi. Pada
gambar susunan roda gigi
(gambar 5.68), R 2 adalah
merupakan roda gigi pengganti
produksi (RPR).
Seperti pada perhitungan
produksi teoritis yang telah
dibahas di muka, maka :
RPM rol penggilas coiler :
= 220 .
D
C
.
2
1
R
R
.
4
3
R
R
.
17
5
R
R
.
19
18
R
R
.
21
20
R
R
.
23
22
R
R
.
25
24
R
R
= 220 .
280
428
.
RPP
29
.
85
8
.
32
24
.
15
15
.
30
50
.
21
30
.
23
28
=
RPP
1995,3
putaran
135
Putaran rol penggilas coiler per
jam =
RPP
1995,3
. 60 putaran
Diameter rol penggilas coiler
= 5,8 cm
Panjang sliver yang dihasilkan
selama 1 jam =
RPP
1995,3
. 60 .
3,14 . 5,8 cm =
RPP
21803
m
Bila RPP = 1, maka Tetapan
Produksi =
1
21803
= 21803 (m)
Bila digunakan RPP = 15 gigi
maka produksi teoritis mesin
Carding per jam =
15
21803
= 1453,53 m.
5.14 Proses di Mesin
Drawing
Proses pada mesin Drawing
merupakan langkah yang
sangat penting dalam tahap
pembuatan benang dan
dilakukan setelah proses pada
mesin Carding, apabila
pembuatan benang tersebut
tidak menggunakan mesin
Combing.
Seperti yang telah dijelaskan
bahwa fungsi mesin Carding
ialah untuk menguraikan seratserat
menjadi serat-serat
individu serta sekaligus
membersihkan kotoran-kotoran
yang ada di dalam gumpalan
kapas, dengan cara pemukulanpemukulan
dan penarikan,
dengan menggunakan jarumjarum
atau gigi-gigi yang tajam.
Akibat adanya pukulan-pukulan
dan penarikan-penarikan
tersebut serta sifat elastis dari
serat, maka ujung-ujung serat
cenderung untuk membentuk
tekukan (hook), sehingga seratserat
yang ada dalam sliver
carding, tidaklah lurus dan
sejajar kearah sumbu dari
slivernya.
Hasil penelitian dengan
menggunakan tracer fiber
technique yang dilakukan oleh
beberapa peneliti menunjukkan
bahwa :
Sebagian besar dari seratserat
mempunyai tekukan
pada salah satu atau kedua
ujungnya.
Hampir setengah dari jumlah
serat-serat, ujung
belakangnya mempunyai
tekukan-tekukan, sedang
ujung depan yang
mempunyai tekukan hanya
merupakan seper-enamnya
saja.
Secara keseluruhannya,
derajat kelurusan serat yang
merupakan perbandingan
antara panjang serat dalam
keadaan tertekuk (extent)
dengan panjang serat dalam
keadaan lurus, pada sliver
carding ini hanya 50 %.
Dengan demikian, proses
berikutnya setelah carding pada
umumnya dimaksudkan untuk
meluruskan dan mensejajarkan
serat terlebih dahulu kearah
136
sumbu sliver, sebagai persiapan
sebelum serat-serat tersebut
akan diregangkan dan dibuat
menjadi benang di mesin pintal.
Pelurusan dan pensejajaran
serat-serat tersebut dilakukan di
mesin drawing, dimana
beberapa sliver dilalukan
bersama-sama melalui
beberapa pasangan rol penarik,
yang mempunyai jarak tertentu,
dengan kecepatan
permukaannya makin depan
makin cepat. Dengan demikian,
apabila sliver disuapkan ke
pasangan-pasangan rol penarik,
maka serat-serat dalam sliver
tersebut akan mengalami
peregangan-peregangan
sampai ke tingkat tertentu, yang
besarnya tergantung kepada
perbandingan kecepatan
pasangan-pasangan rol
tersebut. Dan sebagai akibatnya
serat-serat yang mempunyai
tekukan-tekukan akan
diluruskan, karena mendapat
gesekan-gesekan dari seratserat
disekelilingnya.
Penyuapan beberapa sliver
bersama-sama ke mesin
drawing tersebut disebut
perangkapan (doubling) dan
dimaksudkan untuk melakukan
pencampuran agar kerataan
dari sliver yang dihasilkan lebih
baik. Dengan jalan
perangkapan, maka
ketidakrataan dalam berat per
satuan panjang juga dapat
dikurangi. Dengan demikian
maka tujuan dari mesin drawing
dapat diterangkan sebagai
berikut :
Meluruskan dan
mensejajarkan serat-serat
dalam sliver ke arah sumbu
dari sliver.
Memperbaiki kerataan berat
per satuan panjang,
campuran atau sifat-sifat
lainnya dengan jalan
perangkapan.
Menyesuaikan berat sliver
per satuan panjang dengan
keperluan pada proses
berikutnya.
Dari ketiga tujuan tersebut,
pelurusan serat dan perataan
dari hasilnya adalah hal yang
sangat penting dalam
peregangan di mesin drawing.
Kerataan dari hasilnya jelas
sangat penting, karena hal ini
tidak saja diperlukan untuk
dapat menghasilkan benang
dengan mutu yang baik, tetapi
juga untuk menghindari
kemungkinan-kemungkinan
kesulitan yang dapat timbul
dalam proses-proses sebelum
dipintal. Pelurusan serat dalam
sliver sebelum dipintal perlu
sekali, karena derajat kelurusan
dari serat-serat dalam sliver
akan menentukan sifat-sifatnya
selama peregangan. Serat-serat
dalam sliver yang sangat lurus
akan memudahkan
peregangannya, sedangkan
serat-serat yang tidak teratur
letaknya akan menghasilkan
sliver yang kurang baik.
137
Prinsip Bekerjanya Mesin
Drawing
Untuk meluruskan dan
mensejajarkan serat-serat yang
terdapat pada sliver hasil sliver
mesin carding, maka sliver
tersebut dikerjakan di mesin
drawing. Pada garis besarnya
mesin drawing terdiri dari
bagian-bagian penyuapan,
peregangan dan menampung.
Gambar 5.69
Skema Mesin Drawing
Can penyuap (1) yang berisi
sliver ditempatkan di bagian
belakang mesin. Jumlah can
umumnya sebanyak 6 atau 8
buah.
Dari can penyuap (1) sliver
ditarik ke atas, dilewatkan pada
pengantar sliver (2), kemudian
ke rol penyuap (3) dan tumbler
stop motion (4). Di sini apabila
ada sliver yang putus, maka
mesin akan berhenti.
Selanjutnya ke 6 atau 8 sliver
tersebut bersama-sama
disuapkan pada keempat
pasang rol peregang (6,7,8,9)
melalui pengantar sliver (5)
yang dapat bergerak ke kanan
dan ke kiri. Rol-rol peregang
diletakkan di atas penyangga rol
(10) yang melalui kedudukan
horizontal, karena adanya
proses peregangan dan
pembebanan pada rol-rol
tersebut.
Karena kecepatan rol-rol
peregang berturut-turut dari
belakang ke depan makin tinggi,
maka sliver akan mengalami
proses penarikan dan
peregangan. Pada umumnya
peregangan berkisar antara 6
sampai 8 kali.
Dengan demikian maka
sebagian besar serat-serat
menjadi lurus dan sejajar ke
arah sumbu sliver.
Sliver yang keluar dari rol
peregang (9), menjadi
berbentuk seperti pita dan
138
berukuran lebih kurang sama
dengan sliver yang disuapkan.
Pita-pita tadi kemudian
dilewatkan melalui front stop
motion (11), sehingga kalau ada
sliver yang putus, maka
hasilnya tidak akan menumpuk.
Kemudian melalui terompet
(12), ke rol penggilas (13), ke
coiler (14). Akhirnya sliver
ditampung di dalam can
penampung (15) yang berputar
di atas landasan can.
5.14.1 Bagian Penyuapan
Bagian penyuapan mesin
Drawing terdiri dari :
5.14.1.1 Can Penyuap
Can penyuap yang berjumlah 6
atau 8 berisi sliver hasil mesin
carding untuk setiap delivery.
Jumlah sliver didalam can
supaya diatur sedemikian rupa,
sehingga tidak akan habis
dalam waktu yang bersamaan.
Gambar 5.70 Can
5.14.1.2 Pengantar Sliver
Pengantar sliver yang gunanya
untuk menjaga agar bagianbagian
sliver yang tebal atau
rusak dapat tertahan.
Gambar 5.71
Pengantar Sliver
5.14.1.3 Rol Penyuap
Pasangan rol penyuap gunanya
untuk menarik sliver yang
disuapkan.
5.14.1.4 Traverse Guide
Pengantar sliver yang bergerak
ke kanan dan ke kiri (traverse
guide) untuk menghindarkan
agar jalannya sliver tidak
setempat, sehingga rol atas
terhindar dari keausan.
Gambar 5.72 Traverse Guide
Untuk penyuapan mesin
drawing passage kedua,
diperlukan 6 atau 8 buah can
139
penyuap yang berisi sliver hasil
mesin drawing passage
pertama dan masing-masing
can penyuap hendaknya
diusahakan dari delivery yang
berbeda.
5.14.2 Bagian Peregangan
Daerah peregangan ini terdiri
dari :
5.14.2.1 Pasangan Rol-rol
Penarik
Pasangan rol-rol penarik yang
terdiri dari rol-rol bawah dan rolrol
atas seperti terlihat pada
gambar 5.63.
Ia, IIa, IIIa, IVa = rol atas
Ib, IIb, IIIb, IVb = rol bawah
J1 = jarak antara titik jepit
Ib – IIb
J 2 = jarak antara titik jepit
IIb – IIIb
J 3 = jarak antara titik jepit
IIIb – IVb
Gambar 5.73
Pasangan Rol-Rol Penarik
5.14.2.2 Rol Bawah
Rol bawah dibuat dari baja yang
dikeraskan pada seluruh
permukaannya dan beralur
halus pada bagian tempat
jalannya serat-serat. Jarak dari
alur-alur tersebut dibuat
sedemikian rupa, sehingga garis
titik jepit terhadap rol atas tidak
selalu pada tempat yang sama.
Fungsi dari alur ialah untuk
mengurangi terjadinya slip
dengan rol atas pada saat
terjadinya peregangan. Setiap
delivery terdapat tempat
dudukan untuk menyangga rolrol
bawah dan selalu mendapat
pelumasan agar rol-rol tersebut
dapat berputar lancar.
Diameter rol bawah dibuat tidak
sama dengan diameter rol atas,
dengan maksud agar jangan
sampai terjadi keausan
setempat pada rol atasnya.
Diameter rol bawah yang
140
terdepan harus diambil sebesarbesarnya,
sedang rol bawah
yang kedua dibuat lebih kecil
dari pada rol bawah terdepan.
Rol bawah yang ketiga dan
yang paling belakang,
diameternya sama dengan
diameter rol bawah yang
terdepan. Rol bawah yang
kedua diameternya dibuat lebih
kecil dari pada diameter yang
lain dengan maksud agar titik
jepit antara rol bawah yang
terdepan dengan rol bawah
yang kedua dapat disetel lebih
dekat disesuaikan dengan
panjang serat yang diolah serta
besarnya regangan dibagian
tersebut.
Rol bawah yang terdepan
biasanya tidak dapat digesergeser,
tetapi dipasang tetap
pada dudukan legernya, sedang
untuk keperluan penyetelan titik
jepit antar rol dapat diatur
dengan jalan menggesergeserkan
rol bawah yang
kedua, ketiga dan yang paling
belakang.
5.14.2.3 Rol Atas
Rol atas dibuat dari besi tuang
dan dilapisi dengan kain flanel
dan kulit atau dari karet sintetis.
Diameter rol atas sedikit lebih
besar dari ada diameter rol
bawah.
Rol atas menurut konstruksinya
dikenal dua jenis, yaitu rol
masip (solid, loose bosh roller)
dimana pada kedua ujungnya
terdapat pelat dari logam lunak
(bushing) tempat dudukan
kaitan beban dan rol berongga
(shell roller type) yang
mempunyai arbour C pada
bagian tengahnya serta rongga
pada bagian luarnya D (gambar
5.74).
Gambar 5.74
Rol Atas
141
Rol atas ini baik jenis masip
maupun jenis berongga dilapisi
dengan bahan kulit, gabus atau
dari sintetis sepanjang alur pada
rol bawah sebagai bantalan
dimana serat-serat melaluinya.
Lapisan kulit memerlukan
ketelitian yang sempurna dalam
pemilihan kwalitas, harus yang
halus tak berlubang-lubang atau
cacat serta mempunyai tebal
yang rata.
Dewasa ini rol atas dibuat
sedikit lebih besar atau lebih
kecil dari pada rol bawah. Hal ini
gunanya untuk menghindari
terjadinya keausan setempat
sebagai akibat gesekan dengan
rol bawah. Disamping rol-rol
sebagaimana diutarakan diatas
juga ada rol yang dari logam
(metalic roller).
Rol atas maupun rol bawahnya
beralur lebih dalam dari pada rol
bawah pada jenis rol biasa.
Irisan alurnya berpegangan
seperti roda gigi. Agar tidak
terlalu berhimpitan, pada kedua
ujungnya terdapat roller,
sehingga garis titik jepit kedua
pasangan rol terhadap serat
terletak pada sisi kaki alur
(gambar 5.75).
Gambar 5.75
Alur pada Penampang Rol Atas
dan Rol Bawah dari Logam
Hingga terjadi lekukan (crimp)
mengikuti garis jepit alur.
Dengan demikian produksi
panjang yang dihasilkannya,
akan lebih panjang dari pada rol
biasa dengan diameter yang
sama.
5.14.2.4 Pembebanan pada
Rol Atas
Untuk mencegah agar seratserat
tidak tergelincir pada
waktu proses peregangan
berlangsung serta untuk
memperlancar tekanan rol atas
pada rol bawah, maka rol-rol
peregang diberi tekanan.
5.14.2.4.1 Pembebanan
Sendiri (Self
Weighting)
Pada pembebanan sendiri
digunakan rol-rol yang besar
yang mempunyai berat cukup
untuk memberi tekanan pada
serat.
Gambar 5.76
Pembebanan Sendiri
Keterangan :
Tekanan = Berat rol atas
P = G
142
5.14.2.4.2 Pembebanan Mati /
Bandul (Dead
Weighting)
Pada cara ini rol atau diberi
tekanan bandul. Bandul
dikaitkan pada rol atas dengan
dudukan melalui sebuah kaitan
yang dibuat dari besi tuang.
Gambar 5.77
Pembebanan Mati/Bandul
Keterangan :
Tekanan = Berat bandul
P = W
5.14.2.4.3 Pembebanan
Pelana (Saddle
Weighting)
Tekanan P1 =
a b
b
x W
Tekanan P 2 =
a b
a
x W
Gambar 5.78
Pembebanan Pelana
5.14.2.4.4 Pembebanan
dengan Tuas (Lever
Weighting)
Gambar 5.79
Pembebanan dengan Tuas
Gambar 5.80
Pembebanan dengan Per
5.14.2.4.5 Pembebanan
dengan Per (Spring
Pressure)
Pembebanan dibuat sedemikian
rupa sehingga memudahkan
pemasangan dan
pelepasannya. Pada waktu
mesin berhenti dalam jangka
waktu yang agak lama, bebanbeban
perlu dilepaskan supaya
rol-rol tidak cepat aus.
143
5.14.2.5 Peralatan
Pembersih
Peralatan pembersih berfungsi
untuk menjaga kebersihan rolrol
penarik dari kotoran-kotoran,
serat-serat pendek yang
beterbangan dan lain-lain agar
tidak terbawa masuk bersama
sliver.
Gambar 5.81
Peralatan Pembersih Rol Bawah
Gambar 5.82
Peralatan Pembersih Rol Atas
Peralatan pembersihan rol
bawah pada gambar diatas
terbuat dari sebilah papan tipis
yang terbungkus dengan flanel,
menekan rol bawah dari bawah.
Peralatan pembersih rol atas,
gambar bisa disebut Ermen’s
clearer. Peralatan pembersih ini
terbuat dari flanel D yang
terpasang diantara dua buah rol
T dan S. Gerakan D akan
memutarkan gigi Rachet N pada
T, sehingga D turut berputar.
Penggaruk G bergerak maju
mundur, sejalan dengan
gerakan batang penyetop B,
yang berfungsi mengumpulkan
kotoran-kotoran yang melekat
pada D. Pusat gerakan T ada
juga berasal dari rol belakang
melalui sebuah perantara.
144
5.14.2.6 Proses Peregangan
Sebelum mempelajari lebih
lanjut mengenai pelurusan dan
penyejajaran serat-serat dalam
sliver pada mesin drawing
dengan cara peregangan,
kiranya perlu dibahas terlebih
dahulu mengenai prinsip-prinsip
yang mendasari peregangan.
Dalam semua tahap pembuatan
benang dari pembukaan sampai
dengan pemintalan, masalah
peregangan ini selalui dijumpai
dan menjadi dasar dari teori
pembuatan benang, dimana
gumpalan-gumpalan serat yang
mula-mula mempunyai ukuran
dengan berat per satuan
panjang yang besar, secara
berangsur-angsur diubah
menjadi benang dengan berat
per satuan panjang yang sangat
kecil.
Peregangan tersebut pada
mesin drawing biasanya
dilakukan dengan
menggunakan pasanganpasangan
rol yang berputar
dengan kecepatan permukaan
yang berbeda, ialah makin
kedepan makin cepat. Dengan
adanya kecepatan permukaan
yang berbeda tersebut, maka
setibanya serat-serat
dipasangkan rol yang berikutnya
seolah-olah akan seperti ditarik
dan bergerak lebih cepat. Hal
yang demikian akan
mengakibatkan bahwa seratserat
akan dicabut secara terusmenerus
dan sedikit demi
sedikit dari kelompoknya
sehingga bergeser posisinya.
Akibatnya berat per satuan
panjang dari bahan yang
dihasilkan akan lebih kecil,
tetapi menjadi lebih panjang.
Untuk mempermudah mengikuti
uraian diatas, baiklah melihat
gambar 5.72.
Gambar 5.83
Pasangan-pasangan Rol pada Proses Peregangan
Keterangan :
Bs = berat bahan yang
disuapkan per satuan
panjang
Bh = berat bahan yang
dihasilkan per satuan
panjang
145
Ns = nomor bahan yang
disuapkan dalam
sistem Ne1
Nh = nomor bahan yang
dihasilkan dalam
sistem Ne1
Rba = rol belakang yang atas
Rbb = rol belakang yang
bawah
Rta = rol tengah yang atas
Rtb = rol tengah yang bawah
Rda = rol depan yang atas
Rdb = rol depan yang bawah
Db = daerah peregangan
belakang
Dd = daerah peregangan
depan
Untuk menyederhanakan
persoalannya, maka untuk
sementara pasangan rol tengah
ditiadakan dahulu, sehingga
susunannya sebagai berikut
(gambar 5.84) :
Gambar 5.84
Dua Pasang Rol pada Proses
Peregangan
Kalau misalkan kecepatan
permukaan rol depan dan rol
belakang berturut-turut ialah Vd
dan Vb, sedangkan selama
pereganan tidak terjadi limbah,
maka jumlah bahan yang
dihasilkan harus sama dengan
bahan yang disuapkan.
Vb . Bs = Vd . Bh atau
Vb
Vd
=
Bh
Bs
=
Ns
Nh
Jadi kalau besar peregangan
atau draft sama dengan enam,
maka permukaan rol depan
harus enam kali kecepatan
permukaan rol belakang dan
berat persatuan panjang bahan
yang dihasilkan menjadi
seperenam dari berat bahan
yagn disuapkan, untuk satuan
panjang yang sama.
Distribusi Regangan Pada
Mesin Drawing
Untuk mendapatkan hasil
drawing yang baik dengan nilai
ketidakrataan yang rendah,
maka besar regangan pada
masing-masing daerah
peregangan perlu diatur, agar
serat-serat yang bergerak
dalam daerah peregangan
(drafting zone) dapat dikontrol
sejauh mungkin. Pengontrolan
serat-serat tersebut sebenarnya
tergantung pada sifat seratnya
sendiri, kecepatan putaran dari
rol, pembebanan pada rol dan
besarnya regangan pada
masing-masing daerah
regangan.
Walaupun demikian,
berdasarkan pengalama, Saco-
Lowell memberikan pedoman
untuk menentukan besarnya
regangan pada masing-masing
daerah peregangan,
berdasarkan atas penyusutan
146
yang sama atas bahan yang
mengalami peregangan. Untuk
lebih jelasnya dapat diikuti pada
contoh berikut :
Contoh 1 :
Misalkan saja kita mengerjakan
sliver pada mesin drawing yang
mempunyai 4 daerah
peregangan.
Gambar 5.85
Empat Daerah Peregangan
Berat bahan yang disuapkan
860 grain/yard, sedang sliver
yang diinginkan ialah 56
grain/yard
Caranya ialah sebagai berikut :
Besar draft keseluruhannya
=
56
860
= 15,35
Selanjutnya kurangi berat bahan
yang masuk dengan yang
keluar, hasilnya akan
merupakan penyusutan
berat/yard.
dari keseluruhan regangan
860 – 56 = 804.
Kemudian bagilah angka ini
dengan banyaknya daerah
peregangan
4
804
= 201
Angka ini merupakan selisih
berat dari bahan ketika masuk
dan keluar dari daerah
peregangan.
Untuk mencari besarnya
regangan dari masing-masing
daerah peregangan adalah
sebagai berikut :
Daerah peregangan 1 :
860 201
860
=
659
860
= 1,305
Daerah peregangan 2 :
659 201
659
=
458
659
= 1,439
Daerah peregangan 3 :
458 201
458
=
257
458
= 1,782
Daerah peregangan 4 :
257 201
257
=
56
257
= 4,588
Bukti = 1,305 x 1,439 x 1,782 x
4,588 = 15,35
Contoh 2 :
Gambar 5.86
Tiga Daerah Peregangan
Dengan cara yang sama diatas,
maka regangan keseluruhan
=
57
6 x 56
= 5,895
Penyusutan keseluruhan
= 6 x 56 – 57 = 336 – 57 = 279
Penyusutan setiap daerah
=
3
279
= 93
147
Maka perhitungan selanjutnya :
Daerah peregangan 1 :
336 93
336
=
243
336
= 1,382
Daerah peregangan 2 :
243 93
243
=
150
243
= 1,62
Daerah peregangan 3 :
150 93
150
=
57
150
= 2,633
Bukti = 1,382 x 1,62 x 2,633
= 5,89
Dibandingkan dengan
pelaksanaannya, mungkin
regangan didaerah peregangan
depan sedikit lebih besar,
namun sebagai pedoman dapat
dicoba.
5.14.2.7 Penyetelan Jarak
antar Pasangan Rol
Peregang
Penyetelan jarak yang paling
penting pada mesin Drawing
lainnya. Penyetelan hanya
dilakukan terhadap rol bawah
(bottom-roll). Hal ini dilakukan
karena rol bawah adalah
berputar aktif dan langsung
berhubungan dengan roda-roda
gigi yang berhubungan dengan
sumber gerakan. Sedangkan rol
atas hanya berputar karena
gesekan dari rol bawah.
Penyetelan jarak yang terlalu
dekat maupun terlalu jauh akan
meningkatkan ketidakrataan
dari hasil slivernya. Hal ini dapat
terlihat pada gambar 5.87, yang
menunjukkan hubungan antara
jarak rol dengan ketidakrataan
dari hasil slivernya.
Gambar 5.87
Pengaruh Jarak antar Rol
dengan Ketidakrataan dari
Sliver yang dihasilkan
Karena serat kapas mempunyai
variasi panjang yang tidak tetap,
maka kemungkinan untuk dapat
menentukan jarak antar rol pada
masing-masing daerah
peregangan sangatlah sulit.
Walaupun demikian Shirley
Institute, telah mengembangkan
suatu rumus empiris, yang
dapat dipakai sebagai pedoman
penyetelan rol, sehingga untuk
mendapatkan jarak antar rol
yang tepat, masih perlu
diadakan sedikit penyesuaian.
Penyetelan yang sangat penting
sebenarnya didaerah
peregangan depan (front zone)
dimana regangan yang
dikenakan ialah yang terbesar,
sedang didaerah lainnya
regangannya kecil, sehingga
ketelitian jarak antar rol kurang
dirasakan.
148
Berikut ini diberikan pedoman
penyetelan oleh Shirley Institute
untuk pengolahan serat kapas,
yang didasarkan antar titik jepit
pasangan rol.
Daerah peregangan depan =
Effective Length (panjang
efektif) +
16
3
s/d
4
1
inch.
Daerah peregangan tengah =
Effective Length +
8
3
s/d
16
7
inch.
Daerah peregangan belakang =
Effective Length +
8
5
s/d
16
11
”
Dengan diketahuinya diameter
rol, maka kita dapat
menentukan jarak antar rol
dengan mudah.
J.C. Boel memberikan pedoman
penyetelan rol sebagai berikut :
Daerah peregangan depan
= Effective length + 3 mm
Daerah peregangan tengah
= Effective length + 6 mm
Daerah peregangan belakang
= Effective length + 9 mm
Penyetelan tersebut
dimaksudkan untuk
mendapatkan jarak permukaan
rol (roller gauge) antara dua
pasangan rol untuk setiap jarak
titik jepit yang ditentukan. Jarak
titik jepit adalah jarak antara
garis singgung dua pasangan
rol dimana serat-serat tepat
terpegang oleh titik jepitan.
Biasanya jarak ini merupakan
jarak antara titik tengah rol-rol
yang bersangkutan.
Dalam praktik cara untuk
mengukur jarak permukaan rol
(roller gauge) digunakan alat
pengukur jarak (setting gauge)
yang diletakkan diantara kedua
permukaan rol pada bagian
yang dilalui serat.
Hubungan antara besarnya nilai
jarak permukaan rol (roller
gauge) dengan jarak titik jepit
diperlihatkan seperti rumus
sebagai berikut :
Gambar 5.88
Roller Gauge
dimana :
e = jarak permukaan rol
L = jarak titik tengah rol
d1 . d 2 = diameter masingmasing
rol
Contoh :
Diketahui : Diameter rol depan
= 1
4
1
inch
Diameter rol ke-2 = 1 inch
Ditanyakan :
Besarnya jarak permukaan
(gauge) yang diperlukan untuk
setting 1 16
5 inch
Jawab :
e = L -
2
1 2 d d
149
= 1 16
5 -
2
( 1 14 1 )
5
= 16
3 inch
5.14.2.8 Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Penyetelan Jarak
antar Rol Peregang
Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyetelan jarak
susunan rol peregang adalah
sebagai berikut :
Panjang Serat yang diolah
Sebagaimana diketahui serat
yang terdapat pada bal-bal
kapas yang diolah memiliki
variasi panjang yang berbeda.
Serat-serat pendek biasanya
dipisahkan pada proses Carding
dan Combing, sedangkan seratserat
panjang diteruskan dalam
proses selanjutnya.
Biasanya serat-serat pada saat
sampai mesin drawing
panjangnya berkurang 5 – 10
persen dari pada panjang serat
kapas aslinya sebelum diolah.
Hal ini disebabkan oleh prosesproses
sebelumnya dimana
serat-serat mengalami
permukulan (misalnya pada
cleaning point) sehigga
menimbulkan banyak serat
putus.
Pada proses mesin drawing,
untuk menghindari
kemungkinan terjadinya banyak
serat-serat putus atau jatuh
diantara pasangan rol
peregang, maka penyetelan
jarak antar rol penarik
dilaksanakan sedemikian rupa,
sehingga tidak terlalu sempit
atau terlalu longgar. Jika
penyetelan terlalu sempit akan
terjadi banyak serat putus atau
keriting (cracking fiber) dan jika
terlalu lebar akan terjadi banyak
serat yang mengambang
diantara dua pasangan rol
(floating fibers) sehingga
menimbulkan ketidakrataan
hasil slivernya.
Gambar 5.89 menunjukkan
kemungkinan kedudukan seratserat
pada saat melalui dua
pasangan rol penarik.
Gambar 5.89
Kedudukan Serat antara Dua
Pasangan Rol Penarik
Va = kecepatan permukaan
rol A
Vb = kecepatan permukaan
rol B
Keterangan :
- Serat a yang dijepit oleh
pasangan rol A akan
bergerak dengan kecepatan
Va
- Serat b yang dijepit oleh
pasangan rol B akan
150
bergerak dengan kecepatan
Vb
- Serat c yang mengambang
diantara kedua pasangan
rol A dan rol B kemungkinan
akan jatuh diantaranya.
- Serat d ujung belakang
bergerak lambat, ujung
depannya bergerak lebih
cepat, akibatnya depan
putus apabila jepitannya
cukup kuat atau rusak kalau
tercabut dengan paksa.
Tebal Tipisnya Sliver yang
diolah
Bila sliver yang melalui
pasangan rol, diameternya lebih
besar, maka rol atas
mempunyai kecenderungan
untuk bergeser naik atau lebih
renggang terhadap rol
bawahnya. Ini berarti bahwa
tekanan pembebanan terhadap
serat bertambah besar serta titik
atau garis jepitnya bertambah
lebar pula.
Gambar 5.90 menunjukkan
bahwa makin tebal slivernya,
makin panjang daerah
jepitannya, sehingga kalau
penyetelan jarak antar rolnya
tetap, maka sebenarnya relatif
akan lebih pendek.
Gambar 5.90
Sliver yang melalui Rol dengan Ukuran yang Berbeda
Jadi untuk sliver yang lebih
berat atau diameternya besar
diperlukan penyetelan rol yang
lebih lebar. Hal ini untuk
menghindari serat-serat terjepit
oleh dua buah pasangan rol.
Karena itu penyetelan jarak rol
pada bagian penyuapan atau rol
belakang dengan rol ke-3 dibuat
longgar, rol ke-3 dengan ke-2
sedang, rol ke-2 dengan rol
depan sempit. Ini diakibatkan
adanya pengurangan berat
karena terjadinya proses
peregangan.
Proses Sebelumnya
Meskipun serat-serat pada
sliver Carding sedikit banyak
sudah mengalami pelurusan,
namun belum dapat dikatakan
lurus sebagaimana serat-serat
pada sliver Combing. Karena itu
penyetelan rol pada mesin
Drawing untuk pengolahan
sliver Carding lebih sempit dari
pada untuk pengolahan sliver
combing.
151
Sifat Serat yang diolah
Serat yang kasar dan kaku lebih
sulit terkontrolnya pada saat
terjadinya penarikan dari pada
serat-serat halus. Karena itu
untuk serat yang kasar
penyetelan lebih sempit.
Jenis Rol Peregang
Rol logam memerlukan
penyetelan yang lebih lebar dari
pada rol biasa karena titik
jepitnya bertambah lebar.
5.14.3 Bagian Penampungan
Bagian penampungan dari
mesin Drawing terdiri dari :
- pelat penampung
- terompet
- rol penggilas
- coiler
- can penampung sliver
5.14.3.1 Pelat Penampung
Pelat penampung dibuat dari
pelat besi yang membentuk
seperti trapesium dengan
bagian yang kecil menuju ke
terompet. Permukaan dari pelat
ini biasanya dipolis licin sekali
sehigga berfungsi sebagai
pengantar sliver yang keluar
dari rol depan seperti terlihat
pada gambar 5.91.
Gambar 5.91
Pelat Penampung Sliver
5.14.3.2 Terompet
Terompet ini dibuat dari besi
tuang (cast iron) atau bronce,
letaknya diantara rol depan dan
rol penggilas. Panjangnya
1” – 1,5”, diameter atasnya kirakira
1,5 inch dan bawahnya kirakira
0,25”. Ukuran diameter
lubang terompet tergantung
pada jenis dan ukuran sliver
yang diolah. Dibawah ini adalah
rumus yang biasa digunakan
untuk menentukan diameter
lubang terompet untuk jenis
sliver yang diolah seperti terlihat
pada gambar 5.91.
*) pada bagian ini mengecilnya
sedikit sekali
Gambar 5.92
Penampang Terompet
152
Diameter terompet (inch) = k x
berat sliver dalam grain/yard
dimana k adalah suatu angka
tetapan.
Untuk drawing passage pertama
k = 0,0172
Untuk drawing passage kedua
k = 0,0156
Untuk Combed drawing
k = 0,0141
5.14.3.3 Rol Penggilas
Fungsi dari rol penggilas ialah
untuk menggilas dan menarik
sliver yang keluar dari rol depan
melalui terompet menjadi
sebuah sliver dan
meneruskannya ke dalam coiler.
5.14.3.4 Coiler
Fungsi dari coiler ialah untuk
meletakkan sliver kedalam can
dengan teratur, sehingga
memudahkan penarikan
kembali dari dalam can pada
proses selanjutnya tanpa
mengalami perpanjangan atau
sering putus. Coiler ialah pelat
bergigi yang cukup besar dan
biasanya disebut tube gear,
letaknya datar tepat dibawah rol
penggilas. Permukaan
bawahnya licin dan bagian
atasnya merupakan tabung
dengan diameter lubangnya 1,5
inch membuat sudut tertentu
terlihat pada gambar 5.93.
Gambar 5.93 Coiler
Ujung atas dari tabung langsung
berada diatas titik pusat pelat
bergigi, kira-kira 4 inch
diatasnya dan 0,5 inch dibawah
rol penggilas.
5.14.3.5 Can Penampung
Sliver
Can penampung dibuat dari
bahan sintetik seperti karton
yang keras dan kuat atau dari
pelat logam dengan diameter
berkisar antara 10 sampai
dengan 40 inch dan tingginya ±
36 inch seperti halnya can pada
mesin carding, di dalamnya
terdapat alas yang ditahan oleh
per. Can ini diletakkan diatas
landasan besi bundar bergigi
(turn table) yang berputar
sangat lambat melalui susunan
roda-roda gigi. Perlu
diperhatikan disini bahwa titik
pusat coiler tidak terletak pada
satu garis vertikal dengan titik
pusat dari landasan can.
Dengan demikian maka
letaknya sliver dalam can dapat
tersusun rapi seperti terlihat
pada gambar 5.94.
153
Gambar 5.94
Letak Sliver Dalam Can
5.14.3.6 Pemeliharaan mesin
Drawing
Pemeliharaan pada mesin
Drawing meliputi
1. Pembersihan mesin Drawing
secara rutin setiap 1 bulan.
2. Pelumasan bearing top roll,
bottom roll setiap 1 minggu.
3. Pelumasan top roll setiap 1
bulan.
4. Pelumasan sub gear box,
gear box setiap 3 bulan.
5. Setting bottom roll setiap 4
bulan.
6. Pencucian top roll setiap 1
minggu
7. Penggerindaan top roll
setiap 2 bulan.
5.14.4 Pengujian Mutu Hasil
Mutu sliver hasil mesin Drawing
merupakan kunci dari mutu
benang yang akan dihasilkan,
mengingat pada proses
selanjutnya tidak lagi proses
perbaikan mutu bahan terutama
dalam perbaikan mutu kerataan
bahan.
Pengawasan terhadap mutu
sliver hasil mesin Drawing
meliputi :
- pengujian Nomor Sliver
Drawing
- pengujian kerataan Sliver
Drawing
5.14.4.1 Pengujian Nomor
Sliver Drawing
Pengujian nomor dilakukan
dengan cara :
- menyiapkan alat pengukur
panjang sliver yang disebut
Wrap Block
- menyiapkan alat pengukur
berat yang disebut Neraca
Analitik
- mengukur sliver sepanjang 6
yard atau 6 meter sebanyak
4 kali atau bisa lebih
- menimbang sliver yang telah
diukur panjangnya
- menghitung nomor sliver
dengan cara penomoran
tertentu.
5.14.4.2 Pengujian Kerataan
Sliver Drawing
- menyiapkan alat pengukur
kerataan sliver yang disebut
Uster evenes tester, lengkap
dengan condensator
pengukur
- recorder, alat untuk
mencatat grafik
ketidakrataan bahan (sliver
carding)
- integrator, alat yang
mencatat langsung harga
ketidakrataan u% dan cv%
154
- spectograph dan
recordernya, alat yang
mencatat periodisity dari
bahan yang diuji (sliver
Carding)
- menyiapkan sliver sebanyak
benang lebih ditengah can
- memasang sliver pada
Condensator dengan
melewatkan ujung sliver
pada slot.
- melewatkan sliver pada alat
pemegang dan pengantar
bahan
- menjalankan Condensator
selama waktu yang
ditentukan
- hasil ketidakrataan dapat
dibaca langsung pada
Integrator
5.14.5 Perhitungan Regangan
Perhitungan regangan
berdasarkan susunan roda gigi
mesin Drawing dapat dilakukan
dengan membandingkan
kecepatan permukaan dari rol
penggilas (Callender) dengan
kecepatan permukaan dari rol
penyuap. Hasil perhitungan ini
disebut regangan jumlah (total
draft). Pada mesin Drawing
biasanya diperlukan
perhitungan-perhitungan dari
tiap-tiap daerah regangan (draft
zone). Misalnya daerah
regangan antara rol belakang
(rol I) dan rol II. Daerah ini
adalah daerah regangan yang
diperlukan untuk membuka
antihan yang terdapat pada
sliver. Karena putaran dari coiler
yang mengatur penampungan
sliver pada can, maka pada
sliver ini terdapat antihan yang
tidak besar tapi dapat
memberikan kekuatan yang
cukup pada sliver. Regangan
untuk membuka antihan ini
disebut Break Draft.
Dengan mengalikan nilai-nilai
regangan yang terdapat pada
tiap-tiap daerah regangan
jumlah (total draft).
5.14.5.1 Putaran Rol Penyuap
Puli motor A memutarkan puli B
dengan perantaraan belt.
Satu poros dengan B terdapat
roda gigi R15 yang berhubungan
dengan roda gigi R14 . Satu
poros dengan R14 terdapat roda
gigi R13 yang berhubungan
dengan R12 . Seporos dengan
R12 tedapat roda gigi R 6 yang
berhubungan dengan roda gigi
R4 melalui roda gigi perantara
R5 .
Seporos dengan R 4 terdapat
roda gigi R 3 yang berhubungan
dengan roda gigi R1 melalui
roda gigi perantara R 2 . Pada
poros roda gigi R1 terdapat rol
penyuap.
155
Gambar 5.95
Susunan Roda Gigi Mesin Drawing
156
Keterangan :
A = puli Ø 112 mm
B = puli Ø 340 mm
Roda gigi R1 = 58 gigi
Roda gigi R 2 = 30 gigi
Roda gigi R 3 = 47 gigi
Roda gigi R 4 = 20 gigi
Roda gigi R 5 = 43 gigi
Roda gigi R 6 = 25 gigi
Roda gigi R 7 = 50 gigi
Roda gigi R 8 = 20 gigi
Roda gigi R 9 = 49 gigi
Roda gigi R10 = 40 gigi
Roda gigi R11 = 20 gigi
Roda gigi R12 = 50 gigi
Roda gigi R13 = 40-60 (RPR)gigi
Roda gigi R14 = 120 gigi
Roda gigi R15 = 30 gigi
Roda gigi R16 = 27 gigi
Roda gigi R17 = 70 gigi
Roda gigi R18 = 53 gigi
Roda gigi R19 = 25 gigi
Roda gigi R 20 = 25 gigi
Roda gigi R 21 = 35 gigi
Roda gigi R 22 = 38 gigi
Roda gigi R 23 = 24 gigi
Secara singkat, gerakan dari
sumber gerakan ke rol penyuap
dapat diikuti sebagai berikut :
Puli motor A puli B, roda gigi
R14 ; roda gigi R13 ; roda gigi
R12 ; roda gigi R 6 ; roda gigi R 5 ;
roda gigi R 5 ; roda gigi R 3 ; roda
gigi R 2 ; roda gigi R1; rol
penyuap.
5.14.5.2 Putaran Rol-rol
Peregang
Puli motor A berhubungan
dengan puli B. Satu poros
dengan B terdapat roda gigi
R15 , R16 dan rol peregang IV
yang merupakan rol depan dari
rol-rol peregang. Roda gigi R15
berhubungan dengan roda gigi
R14 . Seporos dengan roda gigi
R14 terdapat roda gigi R13 yang
berhubungan dengan roda gigi
R12 . Satu poros dengan R12
terdapat R 9, R6 dan rol
peregang I yang merupakan rol
peregang belakang dari rol-rol
peregang. Roda gigi R 6 ,
berhubungan dengan roda gigi
R8 melalui roda gigi perantara
R7 . Pada poros R 8 terdapat rol
peregang II. Roda gigi R9
berhubungan dengan roda gigi
R11 melalui roda gigi perantara
R10 . Pada poros R11 terdapat
rol peregang III.
Secara singkat, hubungan dari
sumber gerakan ke rol-rol
peregangan dapat diikuti
sebagai berikut :
Puli A; Puli B; rol peregang IV
(rol depan). Roda gigi R15 ; roda
157
gigi R14 ; roda gigi R13 ; roda gigi
R12 rol peregang I. Roda gigi
R6 ; roda gigi R 7 ; roda gigi R 8 ;
rol peregang II. Roda gigi R 9 ;
roda gigi R10 ; roda gigi R11 ; rol
peregang III.
5.14.5.3 Putaran Rol
Penggilas (Calender)
Puli motor A berhubungan
dengan puli B satu poros
dengan B terdapat roda gigi R16
yang berhubungan dengan roda
gigi R18 terdapat rol penggilas I
yang berhubungan dengan rol
penggilas II melalui roda gigi
R19 dan R 20 .
Secara singkat, hubungan
sumber gerakan ke rol
penggilas dapat diikuti sebagai
berikut :
Puli A; puli B; roda gigi R17 ,
roda gigi R18 ; rol penggilas.
5.14.5.4 Tetapan Regangan
Seperti pada mesin-mesin
sebelum mesin Drawing, maka
tetapan regangan dapat dihitung
dari perhitungan regangan
mekanik dengan memisalkan
roda gigi Pengganti Regangan
= 1.
RM =
Kecepatan permukaan rol penyuap
Kecepatan permukaan rol penggilas
Dimisalkan rol penyuap berputar 1 kali, maka rol penggilas akan
berputar.
= 1 ·
2
1
R
R
·
3
2
R
R
·
5
4
R
R
·
6
5
R
R
·
13
12
R
R
·
15
14
R
R
·
27
16
R
R
·
18
17
R
R
= 1 ·
30
58
·
47
30
·
43
20
·
25
43
·
RPR
50
·
30
120
·
70
27
·
53
70
putaran
RM =
30 · 47 · 43 · 25 · RPR · 30 · 70 · 53 · · 30
1 · 58 · 30 · 20 · 43 · 50 · 120 · 27 · 70 · · 75
=
RPR
271,56
Tetapan regangan = 271,56
5.14.5.5 Regangan Mekanik
Regangan mekanik dapat
dihitung dengan
membandingkan kecepatan
permukaan rol penggilas
dengan kecepatan permukaan
dari rol penyuap. Hasil
perhitungan disini adalah
158
merupakan regangan jumlah
dari mesin Drawing.
Menurut perhitungan di atas,
didapat :
RM =
RPR
271,56
Bila RPR yang digunakan,
mempunyai gigi sebanyak 45,
maka :
RM =
45
271,56
= 6,034
Regangan jumlah dapat pula
dihitung dari hasil perkalian dari
regangan masing-masing
bagian dari daerah Regangan.
a) Regangan antara rol
penyuap dan rol I.
RM =
Kec permk rol penyuap
Kec permk rolI
.
.
=
1 · · 30
· · 30
25
· 20
47
1 · 58
= 0,987
b) Regangan antara rol I dan
rol II
RM =
Kec permk rol I
Kec permk rol II
.
.
= 1,25
1 . 3,14 . 30
. 3,14 . 30
20
1 . 25
c) Regangan antara rol II dan
rol III
RM =
Kec permk rol II
Kec permk rol III
.
.
= 1,63
1. 3,14. 30
. 3,14. 25
20
.49
25
1. 20
d) Regangan antara rol III dan
rol IV
RM =
Kec permk rol III
Kec permk rol IV
.
.
=
1. 3,14. 25
. 3,14. 30
30
. 120
45
. 50
49
1. 20
= 2,18
e) Regangan antara rol IV dan
rol penggilas
RM =
Kec permk rol IV
Kec permk rol penggilas
.
.
= 1,27
1 . 3,14. 30
. 3,14. 75
53
1 . 27
Regangan jumlah antara rol
penyuap dan rol penggilas
= 0,987 x 1,25 x 1,63 x 2,18 x
1,27
= 5,57
159
5.14.5.6 Regangan Nyata
Regangan nyata dapat dihitung
dengan membandingkan berat
bahan masuk persatuan
panjang tertentu dan berat
bahan keluar persatuan panjang
tertentu. Atau dapat pula
membandingkan antara nomor
bahan keluar dengan nomor
bahan masuk untuk sistem
nomor Ne1.
Misalkan mesin Drawing
mengolah sliver Carding yang
mempunyai Ne1 0,149 dan
disuapkan dengan 6 rangkapan.
Sedangkan hasilnya berupa
sliver yang mempunyai nomor
Ne1 0,145. Maka regangan
nyata dapat dihitung sebagai
berikut :
RN =
Nomor masuk
Rangkpn · No. keluar
=
0,145
6 x 0,149
= 6,16
Bila limbah yang dihasilkan
selama proses pada mesin
Drawing adalah sebesar 2%,
maka :
RM =
100
(100 2)
· RN
=
100
98
· 6,16
= 6,037
5.14.6 Perhitungan Produksi
Produksi mesin Drawing, pada
umumnya dinyatakan dalam
satuan berat per satuan waktu
tertentu.
5.14.6.1 Produksi Teoritis
Berdasarkan gambar susunan
roda gigi mesin Drawing
(gambar 5.95) kecepatan
permukaan dari rol penggilas
terlebih dahulu.
Kecepatan permukaan rol
penggilas
RPM motor ·
B
A
·
17
16
R
R
·
18
17
R
R
·
7
22
· 75 mm/menit
Bila mesin Drawing
menghasilkan sliver dengan
nomor Ne1 0,135 dan mesin ini
mempunyai 5 delivery, efisiensi
mesin = 90%, maka
produksi/jam/5 delivery :
= 0,9 · 990 ·
340
112
·
53
27
·
7
22
· 75 · 5 · 60 mm
=
340 · 53 · 7 · 1000
0,9 · 990 · 112 · 27 · 22 · 75 · 5 · 60
Nm = 1,693 · 0,135 = 0,229
160
Produksi/Jam/5 delivery
=
340 · 53 · 7 · 1000 · 0,229 · 1000
0,9 · 990 · 112 · 27 · 22 · 75 · 5 · 60
kg
= 46,17 kg
Produksi/Jam/del =
5
46,17
= 9,23 kg
5.14.6.2 Produksi Nyata
Produksi nyata mesin Drawing
dapat dilihat dari hasil pencatat
panjang sliver (hank-meter)
pada mesin tersebut. Hasil
pencatatan ini biasanya
dikumpulkan untuk suatu
periode tertentu misalnya satu
minggu.
Misalnya dalam satu minggu
tercatat dari hasil pengumpulan
data-data, menunjukkan = 330,6
hank/delivery.
Menurut jadwal produksi untuk
minggu ini, mesin harus berjalan
selama = 155,5 jam. Jumlah
mesin berhenti = 21,75 jam.
Jumlah jam mesin berjalan
efektif = 133,75 jam.
Produksi yang dicapai selama
satu minggu/delivery = 330,6
hank.
Nomor sliver = N m 0,229
Produksi/minggu/delivery
=
0,229
330,6 x 768
x
1000
1
kg
= 1.108,74 kg
Jadi produksi nyata rata-rata
= per jam/del =
133,75
1.108,74
= 8,29 kg
5.14.6.3 Efisiensi
Perhitungan efisiensi mesin
Drawing dapat dilakukan
dengan membandingkan
produksi teoritis dan produksi
nyata yang dinyatakan dalam
proses.
Menurut perhitungan di atas
produksi teoritis/jam/delivey
= 9,23 kg. Sedangkan produksi
nyata rata-rata per jam
= 8,29 kg maka efesiensi mesin
Drawing
9,23
8,29
x 100% = 90%
5.14.7 Penggantian Roda Gigi
Roda gigi yang terdapat pada
mesin Drawing, tidak semuanya
mengalami penggantian atau
perubahan jumlah gigi. Bila
akan dibuat perubahan macammacam
produksi dalam
pembuatan benang, roda gigi
yang mengalami perubahan
adalah :
5.14.7.1 Roda Gigi Pengganti
Regangan
Bila akan diadakan perubahan
nilai regangan pada mesin
161
Drawing, maka diadakan
penggantian roda gigi.
Roda gigi ini adalah Roda gigi
Pengganti Regangan (RPP).
Pada perhitungan di muka,
didapat :
RM =
RPR
271,56
RPR =
RM
271,56
Misalnya mesin Drawing
diperlukan untuk memproses
sliver yang memerlukan
regangan = 5,73.
Maka RPR yang diperlukan
adalah yang mempunyai jumlah
gigi :
5,73
271,56
= 47,2
Karena jumlah gigi tidak ada
pecahan, maka dibulatkan
menjadi 48.
5.14.7.2 Roda Gigi Pengganti
Produksi (RPP)
Pada mesin Drawing, bila akan
mengubah jumlah Produksi,
diadakan penggantian diameter
puli produksi. Puli ini disebut
puli pengganti produksi (PPP),
sedangkan untuk memperbesar
produksi, maka putaran rol
penggilas harus diperbesar
pula. Menurut gambar 5.95
susunan gigi mesin Drawing,
RPM rol penggilas =
RPMmotor =
B
A
·
17
16
R
R
·
18
17
R
R
RPMmotor =
B
A
·
18
16
R
R
Dalam hal ini, RPM motor, Puli
A, R16 dan R18 adalah tetap.
Maka bila B diperkecil, akan
didapat RPM rol penggilas
menjadi besar, yang berarti
produksi akan menjadi besar
pula. Sebaliknya bila puli B
diperbesar, maka RPM rol
penggilas akan menjadi kecil
dan produksi akan kecil pula.
5.15 Persiapan Combing
Tujuan dari proses persiapan
combing adalah untuk
meluruskan serat, memperbaiki
kerataan berat persatuan
panjang dan dan mengubah
sliver carding menjadi lap kecil
yang sesuai untuk penyuapan
mesin combing.
Pada mesin-mesin persiapan
combing model lama, beberapa
sliver carding disuapkan berjajar
satu sama lain pada mesin
sliver lap dan hasilnya berupa
lap kecil yang digulung pada
bobin.
Beberapa lap kecil tersebut
kemudian disuapkan ke mesin
ribbon lap dan hasilnya berupa
lap kecil yang lebih rata dan
lebih lurus serat-seratnya.
Karena penggulungan lap kecil
pada bobin di mesin sliver lap
162
tidak dapat memuat banyak,
maka bobin lekas penuh dan
segera harus dilakukan doffing
sehingga efisiensi mesin
menjadi rendah.
Apabila lap kecil pada mesin
ribbon lap, maka gulungan lap
kecil pada bobin juga cepat
habis, penggantian lap kecil
yang disuapkan harus sering
dilakukan, sehingga memer
lukan perhatian dan pelayanan
yang lebih banyak.
Untuk meningkatkan efisiensi
mesin-mesin persiapan combing
maka pada mesin model baru,
beberapa sliver carding yang
disuapkan dan telah mengalami
peregangan tidak digulung
dalam bentuk lap kecil
melainkan dikumpulkan menjadi
satu melalui terompet dan
ditampung dalam can besar.
Karena mesin tersebut tidak
menghasilkan lap kecil, maka
sesuai dengan tujuan mesin
tersebut, lazim disebut mesin
pre drawing. Beberapa sliver
hasil mesin pre drawing
kemudian disuapkan ke mesin
lap former (super lap) dan
hasilnya berupa lap kecil yang
sesuai untuk penyuapan mesin
combing. Karena sliver yang
disuapkan tersedia cukup
banyak dalam can, maka
penyuapan tidak cepat habis,
sehingga tidak banyak
memerlukan perhatian dan
pelayanan.
Secara singkat urutan proses
persiapan combing dapat
digambarkan sebagai berikut :
Model Lama Model Baru
Carding Carding
Sliver lap pre Drawing
Ribbon lap lap former
(super lap)
Combing Combing
Gambar 5.96
Urutan Proses Persiapan
Combing
Kalau kita perhatikan perkem
bangan proses persiapan
combing seperti terlihat pada
kedua urutan proses tersebut
diatas, pada hakekatnya tidak
ada penyingkatan proses, kecu
ali peningkatan efisiensi. Hal ini
disebabkan karena apabila satu
proses dihilangkan maka seba
gian besar dari serat-serat yang
mempunyai tekukan akan
disuapkan dalam arah yang
salah sehingga hasil pelurusan
serat selama penyisiran kurang
efektif.
Menurut teori Prof. Morton yang
didasarkan atas beberapa hasil
penyelidikannya, menunjukkan
bahwa serat-serat didalam sliver
hasil mesin carding sebagian
besar mempunyai ujung yang
tertekuk dibagian belakangnya.
Dengan adanya tekukan serat,
maka pelurusan dan penjajaran
serat pada mesin drawing tidak
163
akan sempurna. Untuk menghi
langkan / meluruskan tekukantekukan
serat tersebut, selain
mesin drawing juga mesin com
bing dapat melaksanakannya
dengan jalan penyisiran. Penyi
siran ini juga dapat berfungsi
meluruskan tekukan serat disam
ping serat ini terjadi bilamana
letak tekukan selama penyua
pan ada dibagian depan serat,
sedang bagian belakangnya
dalam keadaan dijepit.
Hal ini dapat terlihat jelas pada
gambar berikut ini.
(a)
(b)
Gambar 5.97
Arah Penyuapan Serat pada
Mesin Combing
Gambar 5.97a memperlihatkan
arah penyuapan tekukan serat
yang betul sehigga tekukan
serat dapat diluruskan selama
penyisiran. Sedang gambar
5.97b memperlihatkan arah
penyuapan tekukan serat yang
salah sehingga tekukan serat
tidak terluruskan pada waktu
penyisiran.
Berdasarkan uraian tersebut
diatas, maka pada urutan
proses persiapan combing baik
model lama maupun baru, harus
disusun sedemikian rupa
sehingga penyuapan serat pada
mesin combing, sebagian besar
tekukan serat berada dibagian
depan seperti yang terlihat pada
gambar 5.97a. Dengan
demikian sebagian besar
tekukan serat dengan mudah
dapat diluruskan oleh sisir-sisir
mesin combing.
Dengan cara model baru yaitu
dengan urutan mesin-mesin pre
drawing dan lap former, maka
selain mesin pre drawing
mengubah kedudukan tekukan
serat dari bagian belakang
(travelling hook) ke bagian
depat serat (leading hook),
maka mesin pre drawing juga
berfungsi sebagai mesin
drawing.
Gambar 5.98 menunjukkan
susunan mesin pada proses
persiapan combing dengan
keadaan tekukan seratseratnya.
Dengan memasang 1 atau 3
mesin drawing sebagai proses
pre drawing, yang kemudian
hasil slivernya disuapkan pada
lap former, maka serat-serat
dari lap hasil lap former yang
akan disuapkan ke dalam mesin
combing, akan mempunyai
tekukan yang terletak dibagian
depan (leading hook). Dengan
demikian sisir pada mesin
combing dapat menyisir serat
164
serta meluruskan tekukan, kare
na bagian belakang serat dalam
keadaan dijepit.
Pemakaian mesin lap former
dan mesin ribbon lap (gambar
5.98a), meskipun juga mengu
bah letak tekukan serat dari
bagian belakang (lap hasil lap
former) ke bagian depan (lap
hasil ribbon lap) yang kemudian
disuapkan ke mesin combing,
tetapi dengan cara ini perega
ngan (drafting) dan pelurusan
tekukan serat sebagai akibat
proses peregangan pada mesin
drawing kurang sempurna,
karena fungsi utama dari lap
former yaitu membuat lap
dengan memberikan peregang
an yang kecil. Dengan demikian
hasil proses berikutnya tidak
akan lebih baik dari cara seperti
pada gambar 5.98b, dimana
dengan cara ini lebih banyak
dilakukan peregangan dengan
mesin drawing, sehingga seratseratnya
makin terarah dan
sejajar.
Karena adanya kekurangan pa
da cara seperti gambar 5.98a,
maka cara yang konvensional
ini tidak lazim dipakai lagi, yang
berarti bahwa mesin sliver lap
juga sudah jarang sekali
dijumpai dalam urutan proses
persiapan combing pada proses
pemintalan model baru.
Gambar 5.98
Tekukan Serat yang disuapkan ke Mesin Combing
Keterangan :
C. mesin Carding
D. mesin Drawing
LF. Lap Former
Cb. Combing
SL. Sliver Lap
RL. Ribbon Lap
SL
165
Pada cara seperti gambar 5.98c
dimana urutan proses terdiri dari
pre drawing dan lap former,
merupakan suatu cara proses
persiapan combing yang lebih
baik dalam pembuatan benang
sisir.
Dengan banyaknya peregangan
(drafting) dalam urutan proses
tersebut, maka serat-serat juga
akan lebih sejajar, yang berarti
memudahkan dan menyempur
nakan penyisiran yang sesung
guhnya pada mesin combing.
Dengan makin lurus dan
sejajarnya serat, maka pada
waktu penyisiran kemungkinan
putusnya serat-serat sebagai
akibat dari penyisiran akan
berkurang, sehingga dapat
memperkecil terjadinya limbah.
5.15.1 Proses di Mesin Pre
Drawing
Mesin persiapan combing model
baru pada prinsipnya berfungsi
sama, yaitu membuat lap kecil
yang lebih rata sebagai bahan
penyuap combing. Mesin
persiapan combing model baru
banyak digunakan dewasa ini
adalah mesin Pre Drawing
dan mesin lap Former.
Mesin Pre Drawing ini
bekerjanya adalah sama
dengan mesin drawing biasa.
Sebagai bahan penyuapan
digunakan sliver hasil mesin
Carding. Biasanya 6 – 8 buah
sliver dirangkap menjadi satu,
kemudian setelah melalui
proses peregangan akan
dihasilkan sliver yang lebih rata,
letak serat-seratnya lebih sejajar
jika dibandingkan dengan sliver
hasil mesin Carding.
Penempatan can yang berisi
sliver hasil mesin Carding harus
diatur sedemikian rupa
sehingga slivernya tidak boleh
habis dalam waktu yang
bersamaan.
Gambar 5.99
Mesin Pre Drawing
166
Gambar 5.100
Alur Proses Mesin Pre Drawing
Keterangan :
1. Pengatur sliver
2. Pelat penampung
3. Pasangan rol peregang
4. Pembersih
5. Pelat pengantar
6. Terompet
7. Rol penggilas
8. Coiler
9. Penyangga can (can table)
10. Can
5.15.1.1 Bagian Penyuapan
Bagian penyuapan pada mesin
Pre Drawing terdiri dari :
1. Pengantar sliver (1)
berbentuk pelat yang diberi
lekukan atau berupa rol
(lifting roll).
2. Pelat penampung (colecting
bar) (2) berbentuk lekukan,
berguna untuk meluruskan
sliver yang disuapkan,
supaya tidak bertumpukan.
5.15.1.2 Bagian Peregangan
Bagian peregangan terdiri dari :
1. Rol peregang (3) yang terdiri
dari 4 pasangan rol atas dan
bawah.
Rol bawah dibuat dari baja
yang berbentuk silinder dan
beralur.
Rol atas dibuat dari baja
berbentuk silinder yang
dilapisi dengan bahan
sintetis.
2. Pembersih (4) yang dibuat
dari kain wol atau flanel.
5.15.1.3 Bagian
Penampungan
Bagian penampungan terdiri
dari :
1. Pelat pengantar (5) yang
dibuat dari pelat baja
dengan permukaan atas yang
licin untuk memperlancar
jalannya serat.
2. Terompet (6) dibuat dari
logam atau bahan lain yang
berbentuk seperti corong
dengan permukaan dalam
yang licin.
3. Rol penggilas (7) (calender
roll) terdiri dari sepasang
silinder besi dan berputar
aktif.
4. Coiler (8) terdiri dari dua rol
kecil berputar aktif untuk
menarik sliver dan
seterusnya sliver disalurkan
melewati poros corong dan
keluar pada bagian tepi.
5. Penyangga can (9) (can
table) berbentuk pelat
167
bundar bergigi yang
berputar aktif. Pada
penyangga ini diletakkan
can.
5.15.1.4 Prinsip Bekerjanya
Mesin Pre Drawing
Can berisi sliver carding
diletakkan secara teratur di
belakang mesin sebanyak 8
sampai 10 buah can. Ujung
sliver satu per satu dilalukan
melalui pengantar sliver (1).
Dari pengantar sliver diteruskan
ke pelat penampung (2) yang
biasanya terdapat sekat untuk
memisahkan sliver satu dengan
lainnya agar supaya penyuapan
dapat merata pada rol peregang
(3). Oleh rol peregang belakang
sliver ditangkap dan diteruskan
ke rol di depannya, dimana
kecepatan permukaan rol
peregang ini makin ke depan
semakin besar, sehingga sliver
lebih sejajar dan lurus dan
sekeluarnya dari rol depan terus
meluncur di atas pelat
pengantar (5) untuk diantarkan
ke coiler.
Selanjutnya kapas dilewatkan
melalui terompet (6) kemudian
digilas oleh rol penggilas (7) dan
hasilnya berupa sliver terus
masuk ke dalam can tersusun
rapih karena perputaran coiler.
Di atas rol peregang terdapat
pembersih (4) yang gunanya
untuk membersihkan serat
kapas yang menempel pada rol
peregang atas. Mesin ini
biasanya diperlengkapi dengan
peralatan otomatis yang dapat
menghentikan mesin apabila
terdapat sliver putus.
5.15.5 Pemeliharaan mesin
Pre Drawing
Pemeliharaan pada mesin Pre
Drawing meliputi :
1. Pembersihan mesin Pre
Drawing secara rutin setiap
1 bulan.
2. Pelumasan bearing top roll,
bottom roll setiap 1 minggu.
3. Pelumasan top roll setiap 1
bulan.
4. Pelumasan sub gear box,
gear box setiap 3 bulan.
5. Setting bottom roll setiap 4
bulan.
6. Pencucian top roll setiap 1
minggu
7. Penggerindaan top roll
setiap 2 bulan.
5.16 Proses di Mesin Lap
Former (Super Lap)
Seperti halnya pada mesin
persiapan combing lama, maka
pada akhir proses mesin
persiapan combing model
barupun berakhir dengan hasil
lap, yang dapat digunakan
sebagai bahan penyuap mesin
combing.
Sliver yang dihasilkan oleh
mesin pre drawing, dikerjakan
lebih lanjut pada mesin lap
former. Jadi tujuan dari proses
lap former adalah :
- Mengadakan perangkapan
beberapa sliver pre drawing
untuk disuapkan bersamasama
ke mesin lap former.
168
- Mengadakan peregangan
lebih lanjut untuk
mendapatkan kesejajaran
serat yang lebih baik dan
lebih lurus.
- Membuat lap dengan ukuran
kecil sebagai penyuap
mesin Combing.
Karena sebagai penyuap mesin
lap former berupa sliver hasil
pre drawing yang letak seratseratnya
sudah lurus dan
sejajar, maka dihasilkan lap
yang lebih rata dan letak seratseratnya
lebih sempurna. Di
samping membantu
mempermudah proses
penyisiran, kerusakan serat juga
berkurang.
Karena letak serat-seratnya
sudah teratur maka penyisiran
pada mesin combing akan
berlangsung lebih mudah,
sehingga kemungkinan dapat
mempercepat proses penyisiran
yang berarti kecepatan mesin
bertambah efisiensi mesin akan
lebih baik. Apabila hal ini dapat
terjadi maka biaya ongkos
produksi dapat lebih kecil.
Gambar 5.101
Mesin Lap Former
Gambar 5.102
Alur Proses Mesin Lap Former
Keterangan :
1. Rol pengantar
2. Pelat pengantar
3. Pasangan rol peregang
4. Pembersih
5a. Rol penekan
5b. Rol penggilas
6. Rol penggulungn lap
7. Penahan bobin
Nama-nama bagian yang
penting dari mesin lap former
5.16.1 Bagian Penyuapan
Bagian penyuapan pada mesin
Lap Former terdiri dari :
1. Rol pengantar (1) yang
dibuat dari besi atau baju.
2. Pelat pengantar (2) dibuat
dari pelat baja tipis saling
bertumpukan.
5.16.2 Bagian Peregangan
Bagian peregangan terdiri dari :
1. Rol peregang (3) yang terdiri
dari 3 pasangan rol atas dan
bawah.
Rol bawah tersebut terbuat
dari baja dan beralur dan rol
atas terbuat dari baja yang
169
dibalut dengan bahan
sintetis.
2. Pembersih (4) dibuat dari
kain flanel.
3. Rol penekan (5a) dibuat dari
besi.
4. Sepasang rol penggilas (5b)
besar kecilnya tekanan pada
rol penggilas dapat diatur.
5.16.3 Bagian Penggulungan
Bagian penggulungan terdiri
dari :
1. Rol penggulung lap (lap roll)
(6) terdiri dari dua buah
silinder baja yang beralur
untuk menahan agar yang
digulung tidak slip.
2. Penahan bobin (7) yang
terletak di sebelah kanan kiri
bobin.
5.16.4 Prinsip Bekerjanya
Mesin Lap Former
(Super Lap)
Bahan yang disuapkan berupa
sliver hasil mesin pre drawing,
yang kemudian dikerjakan lebih
lanjut pada mesin lap former.
Sliver dalam can hasil mesin pre
drawing diletakkan secara
teratur dibelakang mesin.
Pengaturan dilakukan
sedemikian rupa, sehingga
sliver dalam can tidak boleh
habis dalam waktu yang
bersamaan.
Selanjutnya ujung sliver
dilalukan pada pengatur (1)
pelat pengantar (2), rol penekan
(5a) rol peregang (3), rol
penggilas (5b) terus digulung
pada rol penggulung (6).
Sliver yang melewati pengantar
(2) terkumpul berjajar selebar
rol peregang. Di sini kapas akan
mengalami proses peregangan
dan peregangan ini terjadi
karena adanya perbedaan
kecepatan permukaan rol
peregang yang satu terhadap
rol peregang yang lainnya.
Sekeluarnya dari rol peregang
terus diadakan peregangan
pada rol penggilas untuk
memadatkannya.
Setelah kapas keluar dari rol
peregang kemudian digilas oleh
rol penggilas (5b) dan hasilnya
berupa lap yang cukup padat,
terus digulung pada bobin.
Besarnya tekanan rol penggilas
(5b) dapat diatur menurut
tebalnya lap yang dihasilkan.
Agar supaya penggulungan lap
dapat berlangsung dengan baik,
maka bobin harus betul-betul
menempel pada rol penggulung.
Setelah penggulungan lap pada
bobin telah mencapai ukuran
yang diinginkan, kemudian
dilakukan doffing (pengambilan
lap). Dengan demikian maka lap
yang dihasilkan telah siap untuk
disuapkan ke mesin Combing.
5.16.5. Pemeliharaan mesin
Lap Former (Super
Lap).
Pemeliharaan pada mesin Lap
Former ( Super lap) meliputi :
1. Pembersihan mesin Lap
Former secara rutin setiap 1
bulan.
170
2. Pelumasan gear box setiap
1 tahun.
3. Pelumasan bearing top roll
setiap 4 bulan.
4. Pelumasan top roller cots
setiap 3 tahun.
5. Pencucian rantai motor
utama setiap 6 bulan.
6. Penggerindaan top roller
cots setiap 3 tahun.
7. Pemeriksaan break motor
dan magnetic cluth setiap 4
bulan.
5.16.6 Perhitungan Produksi
Mesin Lap Former
(Super Lap)
Sebelum serat-serat diproses di
mesin Combing, perlu adanya
persiapan-persiapan yang harus
dilakukan agar tidak terjadi
hambatan-hambatan. Proses
persiapan ini antara lain adalah
: membuat sliver agar seratseratnya
lebih sejajar dan rata
serta pembuatan lap dari
penggabungan beberapa sliver.
Untuk ini diperlukan mesinmesin
yang mengolah seratserat
tadi agar menghasilkan
bahan (lap) sebagai penyuap
mesin Combing.
Mesin-mesin persiapan
Combing ini adalah :
Mesin Pre Drawing
Pada prinsipnya, mesin pre
Drawing tidak berbeda dengan
mesin Drawing dalam hal caracara
perhitungan regangan
maupun produksinya.
Dengan demikian maka caracara
perhitungan ini, dapat
diikuti pada bab mengenai
Drawing.
Mesin Lap Former
- Gearing Diagram Mesin
Lap Former
Sumber gerakan dari mesin Lap
Former didapat dari sebuah
motor yang mempunyai
kekuatan ± 3 PK dengan
putaran 900 – 1000 putaran per
menit.
Gerakan-gerakan yang terdapat
pada mesin Lap Former antara
lain adalah :
a. Pergeseran rol penyuap dan
rol-rol peregang
b. Pergerakan rol lap
Gerakan-gerakan ini didapat
dari sumber gerakan melalui
puli dan roda-roda.
171
Gambar 5.103
Susunan Roda Gigi Mesin Lap Former
Keterangan :
A = puli Ø 110 mm
B = puli Ø 420 mm
Roda gigi R 1 = 22 gigi
Roda gigi R 2 = 44 gigi
Roda gigi R 3 = 26 gigi
Roda gigi R 4 = 98 gigi
Roda gigi R 5 = 32 gigi
Roda gigi R 6 = 98 gigi
Roda gigi R 7 = 26 gigi
Roda gigi R 8 = 59 gigi
Roda gigi R 9 = 39 gigi
Roda gigi R 10 = 54 gigi
Roda gigi R 11 = 25 gigi
Roda gigi R 12 = 25 gigi
Roda gigi R13 = 35 – 65 gigi
Roda gigi R14 = 30 gigi
Roda gigi R15 = 20 gigi
Roda gigi R16 = 40 gigi
Roda gigi R17 = 22 gigi
Roda gigi R18 = 18 gigi
Roda gigi R19 = 20 gigi
- Pergerakan Rol
Penyuapan dan Rol-rol
Peregang
Puli motor A berhubungan
dengan puli B dengan
perantaraan belt. Satu poros
dengan B terdapat roda gigi R1
172
yang berhubungan dengan R 2 /
Seporos dengan R 2 terdapat
roda gigi R 3 yang berhubungan
dengan roda gigi R 7 . Pada
poros R 7 terdapat rol penggilas
dan pada bagian lain terdapat
roda gigi R 8 yang berhubungan
dengan roda gigi R 9 .
Seporos dengan R 9 terdapat
roda gigi R10 yang berhubungan
dengan roda gigi R11 .
Pada poros R11 terdapat rol
depan dari pasangan rol
peregang. Roda gigi R11
berhubungan dengan roda gigi
R13 melalui roda gigi perantara
R12 .
Pada poros R11 terdapat rol
belakang dari pasangan rol
peregang dan roda gigi R14
yang berhubungan dengan roda
gigi R16 melalui roda gigi
perantara R15 . Pada poros roda
gigi R16 terdapat rol penyuap.
Secara singkat, urutan dari
sumber gerakan ke rol penyuap
dan rol peregang dapat diikuti
sebagai berikut :
Puli A; Puli B; Roda gigi R1;
Roda gigi R2; Roda gigi R3;
Roda gigi R7; Roda gigi R8;
Roda gigi R9; Roda gigi R10;
Roda gigi R11; (rol peregang
depan); Roda gigi R12; Roda gigi
R13; (rol peregang belakang);
Roda gigi R14; Roda gigi R15;
Roda gigi R16; rol-rol penyuap.
- Pergerakan Rol Lap
Puli motor A berhubungan
dengan puli B dengan
perantaraan belt. Seporos
dengan B terhadap roda gigi R1
yang berhubungan dengan roda
gigi R2.
Satu poros dengan Roda gigi R2
terdapat roda gigi R3 yang
berhubungan dengan roda gigi
R4. Pada poros R4 terdapat rol
penggulung lap.
Secara singkat hubungan dari
sumber gerakan ke rol
penggulung lap dapat diikuti
sebagai berikut :
Puli A; Puli B; Roda gigi R1;
Roda gigi R2; Roda gigi R3;
Roda gigi R4; rol penggulung lap
- Perhitungan Produksi
Produksi mesin Lap Former
adalah berbentuk lap dan
dinyatakan dalam satuan berat
per satuan waktu tertentu.
- Produksi Teoritis
Produksi teoritis mesin Lap
Former dapat dihitung
berdasarkan susunan roda gigi
(gambar 5.103). Putaran rol lap
yang didapat dari sumber
gerakan dalam satu waktu yang
173
tertentu menghasilkan panjang
lap yang digulung.
Pada gambar 5.103, putaran
motor = 900 RPM dan diameter
rol penggulung lap = 450 mm.
Panjang lap yang tergulung per
menit :
= mm
R
R
R
R
B
900 . A . . .3,14 . 450
4
3
2
1
= meter
1000
.3,14 . 450
98
. 26
44
. 22
420
900 . 110
Kalau efisiensi mesin = 90% dan nomor lap yang dihasilkan adalah
Ne1 0,0086. Maka produksi lap per jam :
= meter
1000
.3,14 . 450
98
. 26
44
. 22
420
.60 .900 . 110
100
95
Ne1 = 0,0086 Nm
= 1,693 . 0,0086
= 0,01456
Produksi per jam :
= gram
0,01456
. 1
1000
.3,14 . 450
98
. 26
44
. 22
420
.60 .900 . 110
100
95
= 172960 gram
= 172,96 kg
- Produksi Nyata
Produksi nyata dapat diketahui
dari hasil penimbangan selama
satu periode waktu tertentu,
misalnya satu minggu.
Sebagai contoh, satu mesin Lap
Former menurut pencatatan
penimbangan menghasilkan lap
seberat 19477,08 kg dalam
waktu seminggu. Menurut
jadwal kerja, mesin harus
berjalan dalam waktu 143,6 jam.
Jumlah jam mesin berhenti
untuk waktu perawatan,
gangguan-gangguan dan
doffing adalah sebanyak 23,8
jam.
Mesin Produksi mesin rata-rata
per jam dapat dihitung sebagai
berikut :
Jumlah jam mesin menurut
jadwal = 143,6
Jumlah jam berhenti = 23,8
Jumlah jam mesin jalan
sebenarnya = 119,8
Jadi produksi rata-rata per jam
= 162,58 kg
119,8
19.477,08
- Efisiensi
174
Menurut perhitungan di atas, di
dapat produksi teoritis mesin
Lap Former per jam = 172,96
kg. Sedangkan produksi ratarata
per jam = 162,58.
Jadi efisiensi
= 100% 94%
172,96
162,58
5.17 Proses di Mesin
Combing
Setelah hasil mesin Carding di
proses dalam mesin-mesin
persiapan Combing, maka
hasilnya berupa lap yang
digunakan sebagai bahan
penyuap mesin. Combing. Pada
mesin Combing ini akan terjadi
proses penyisiran.
Proses penyisiran tersebut pada
hakekatnya terdiri dari beberapa
gerakan secara bergantian
dengan urutan sebagai berikut :
- Lap yang disuapkan oleh
sepasang penjepit ke arah
lebar lap.
- Ujung-ujung serat yang
keluar dari jepitan kemudian
disisir oleh pasangan
beberapa sisir.
- Ujung-ujung serat yang
panjang kemudian dicabut
oleh pasangan rol melalui
sisir atas.
Gambar 5.104
Skema Mesin Combing
Keterangan :
1. Lap hasil mesin super lap
2. Rol pemutar lap
3. Pelat penyuap lap
4. Rol penyuap lap
5. Sisir atas
175
6. Landasan penjepit
7. Pisau penjepit
8. Rol pencabut
9. Sisir utama
10. Sikat pembersih
11. Silinder penyaring
12. Pelat penampung
Dengan cara demikian maka
serat-serat pendek, kotorankotoran
akan dipisahkan dan
serat-seratnya menjadi lurus
dan sejajar. Serat-serat pendek
tersebut harus dipisahkan kare
na dapat mengurangi kerataan
benang yang dihasilkannya.
Tujuan dari proses penyisiran
pada mesin Combing ialah
untuk :
- memisahkan serat-serat pen
dek.
- memisahkan / membuang
kotoran-kotoran yang ada
pada kapas
- meluruskan serat-serat se
hingga letak serat-seratnya
sejajar satu sama lain.
Pada umumnya kapas yang
dikerjakan melalui proses
Combing adalah kapas yang
serat-seratnya panjang dan
biasanya lebih dari 1 16
1 inch.
Misalnya :
- kapas Sea Island panjang
seratnya 1 - 2 inch
- kapas Amerika Egypton pan
jang seratnya 1 - 1 inch
Biasanya kapas yang dikerjakan
melalui proses Combing untuk
pembuatan benang nomor halus
(Ne1 50 ke atas) dan benang
tersebut disebut benang sisir
(Combed Yarn).
Disamping untuk pembuatan
benang halus, benang-benang
rajut dan benang jahit juga
dibuat melalui proses Combing.
Selain itu dalam pembuatan
benang campuran kapas rayon,
benang campuran kapas
poliester misalnya, sebelum
diblending serat kapasnya juga
harus diproses melalui mesin
Combing.
Untuk kapas yang panjang
seratnya kurang dari 1 8
1 inch
biasanya tidak dikerjakan
melalui proses Combing dan
biasanya digunakan untuk
pembuatan benang nomor
sedang (Ne1 20 kebawah).
Benang-benang yang terakhir
ini biasanya disebut benang
garu (Carded Yarn).
Nama-nama bagian yang
penting dari mesin Combing
ialah :
1. Bagian penyuapan
2. Bagian penyisiran
3. Bagian penampungan serat
panjang
4. Bagian penampung limbah
5. Bagian perangkapan,
peregangan dan
penampungan sliver
Bagian Peyuapan
176
Gambar 5.105
Skema Bagian Penyuapan
Mesin Combing
Keterangan :
1. Lap hasil mesin super lap
2. Rol pemutar lap (lap roll)
3. Pelat penyuap
4. Rol penyuap lap
5. Landasan penjepit (Coshion
Pelate)
6. Pisau penjepit (Nipper knife)
Bagian penyuapan terdiri dari :
Gambar 5.106 Gulungan Lap
Lap hasil mesin lap former
(1) atau hasil mesin super
lap atau hasil mesin hi lap.
Gambar 5.107
Rol Pemutar Lap
Rol pemutar lap (lap roll) (2)
terdiri dari dua buah rol yang
dibuat dari alumunium
beralur besar. Kedua rol ini
berputar secara aktif untuk
membantu pembukaan lap
pada waktu penyuapan
sedang berlangsung untuk
menjaga agar lap tidak
bergerak ke kiri dan ke
kanan maka disebelah kiri
kanan lap dipasang pelat
penahan.
Gambar 5.108 Pelat Penyuap
Pelat penyuap (3) yang
dibuat dari baja dengan
permukaan yang licin untuk
memperlancar jalannya lap.
Gambar 5.109 Rol Penyuap
Rol penyuap lap (4) yang
dibuat dari baja yang beralur
untuk memberikan
penyuapan lap sesuai
dengan kebutuhan setiap
penyisiran.
177
Gambar 5.110
Landasan Penjepit
Landasan penjepit (Coshion
pelate) (5) yang dibuat dari
pelat baja yang agak tebal,
bagian ujung depan
landasan ini dibuat sedikit
menonjol ke atas
memudahkan penjepitan
ujung lap.
Gambar 5.111 Pisau Penjepit
Pisau penjepit (Nipper knife)
(6) yang dibuat dari pelat
baja yang agak tebal dan
bagian bawahnya dibuat
lekukan sesuai dengan
benjolan dari landasan
penjepit. Dengan bentuk
landasan penjepit yang
demikian, dimaksudkna
untuk memperoleh
penjepitan yang baik
terhadap lap yang
disuapkan.
Prinsip bekerja bagian
penyuapan.
Sebagai bahan untuk
penyuapan mesin Combing
adalah berupa lap berukuran
kecil yang dihasilkan oleh mesin
super lap. Lap-lap (1) tersebut
diletakkan pada setiap rol
pemutar lap (2) yang berputar
searah secara periodik. Rol (2)
berputar secara aktif dan
panjang setiap penyuapan
diatur sesuai dengan keperluan.
Ujung lap dilakukan pada pelat
penyuap (3) untuk diteruskan
kepada rol penyuap (4). Disini
lap dijepit oleh landasan
penjepit (6) dan pisau penjepit
(7) yang bentuknya demikian
rupa sehingga dapat menjepit
dengan baik.
Rol penyuap (4) berputar secara
periodik disesuaikan dengan
putaran rol pemutar lap (2),
yang kemudian diteruskan
kepada penjepit yang terdiri dari
landasan penjepit (6) dan pisau
penjepit (7). Pada waktu
penyuapan dilakukan, keadaan
penjepit tersebut dalam posisi
terbuka (lihat gambar 5.112)
Gambar 5.112
Awal Penyuapan Lap
dan setelah lap maju karena
putaran periodik dari rol
penyuap (4) pisau penjepit (7)
bergerak turun untuk melakukan
penjepitan bersama-sama
dengan landasan penjepit (lihat
gambar 5.113)
178
Gambar 5.113
Penjepitan Lap
Karena bentuk ujung landasan
penjepit (6) dan ujung pisau
penjepit (7) dibuat lekukan
sedemikian rupa, maka ujung
lap dapat menyerupai rumbairumbai.
Pada saat ini sisir
utama (9) mengenai pada
bagian yang rata. (lihat gambar
5.114)
Gambar 5.114
Posisi Sisir Utama pada saat
Penjepitan Lap
Karena sisir utama berputar
secara terus menerus, maka
pada suatu saat rumbai-rumbai
lap akan terkena bagian sisir
mulai dari bagian depan terus
sampai yang belakang.
5.17.2 Bagian Penyisiran
.
Gambar 5.115
Skema Bagian Penyisiran Mesin
Combing
Keterangan :
5. Sisir atas (top comb)
8. Rol pencabut (detaching roll)
9. Sisir utama (cylinder comb)
Nama-nama peralatan yang
penting dari bagian penyisiran
Sisir utama (9) yang
berbentuk silinder dimana
sebelah dari permukaannya
dipasang deretan sisir yang
jumlahnya berkisar antara
15 sampai 24 sisir. Ada dua
jenis silinder utama yang
ada yaitu Uni Comb dan Hi
Comb. Perbedaannya jenis
Uni Comb nomor sisir yang
dipakai dari depan ke
belakang sama sedang
pada jenis Hi Comb makin
ke belakang nomor sisirnya
semakin kecil (halus).
179
Gambar 5.116
Sisir Utama
Sebelah permukaan lainnya
terdiri dari silinder besi yang
halus, untuk permukaan sisir
berjarak sama dari poros
silinder dan sisir tersebut dari
deretan depan ke belakang
kehalusannya berbeda dari
yang kasar menjadi semakin
halus. Pada sisir yang terdepan
kedudukannya agak condong
dengan kehalusan 22 jarum per
inchi dengan bentuk yang besar
dan kasar, sedang makin ke
belakang sisirnya 84 jarum per
inchi dengan kedudukan yang
lebih tegak.
Gambar 5.117 Rol Pencabut
Rol pencabut (detaching roll)
(8) yang terdiri dari dua
pasang rol. Rol bawah
dibuat dari baja dengan alur
yang halus sedang rol
atasnya dibuat dari baja
yang dibalut dengan bahan
sentetis (acotex cots) untuk
memudahkan penjepitan
terhadap kapas.
Gambar 5.118 Sisir Atas
Sisir atas (top comb) (5)
yang dibuat dari pelat baja
yang tebal dengan ujung
bawahnya dipasang sisir
yang sedikit melengkung ke
belakang dan fungsinya
untuk mengadakan
penyisiran pada ujung
belakang serat.
- Prinsip Bekerjanya Bagian
Penyisiran
Karena sisir utama (9) berputar
secara terus menerus maka
pada suatu saat rumbai-rumbai
lap akan terkena bagian sisir
mulai dari bagian depan terus
sampai yang belakang. Karena
kehalusan sisir bertingkat, maka
serat akan terkena penyisiran
juga secara bertingkat, dari sisir
yang jarumnya besar dan jarang
sampai sisir yang jarumnya
halus dan rapat. Jadi pada awal
penyisiran yang tersangkut
pada sisir hanya kotoran yang
besar dan seterusnya sampai
penyisiran terakhir kotoran yang
kecil dan semua serat yang
tidak terjepit oleh landasan
penjepit akan tersangkut pada
sisir selanjutnya.
Untuk lebih jelasnya maka
berikut ini diberikan gambaran
mengenai tahap-tahap
terjadinya proses penyisiran
seperti gambar dibawah ini.
180
Gambar 5.119
Penyuapan Lap
Gambar 5.119 menunjukkan
bahwa penyuapan lap sedang
berlangsung, pisau penjepit (7)
mulai bergerak turun dan
landasan penjepit (6) bergerak
maju sedang sisir utama (9)
belum mulai menyisir.
Gambar 5.120
Penyisiran Sedang Berlangsung
Gambar 5.120 menunjukkan
bahwa proses penyisiran
sedang berlangsung, rol
penyuap (4) dalam keadaan
berhenti, lap yang disuapkan
dalam keadaan terjepit oleh
pisau penjepit (7) dan landasan
penjepit (6), sedang sisir atas
(5) sedang bergerak turun.
Penjepit bersam-sama lap
bergerak kedepan perlahanlahan.
Gambar 5.121
Penyisiran Telah Selesai
Gambar 5.121 menunjukkan
bahwa proses penyisiran telah
selesai. Rol penyuap (4)
memberikan penyuapan lap
sedikit kedepan, sehingga lap
yang sudah tersisir lebih maju
kedepan. Pisau penjepit (7)
sudah bergerak keatas dan sisir
atas (5) masih bergerak turun.
Kedua pasangan rol pencabut
(8) berputar kearah ke belakang
dan rol pencabut atas (8) yang
sebelah belakang menggeser
pada permukaan rol pencabut
bawah, sehingga ujung lap
sebelah belakang yang sudah
tersisir keluar ke belakang
menempel pada permukaan rol
pencabut bawah.
Penyambungan dan
Pencabutan Serat
- Prinsip dan Cara Kerjanya
Setelah penyisiran oleh sisir
utama (9) selesai dilakukan,
181
maka serat yang telah disisir
dan masih terjepit akan dibawa
kedepan sampai mencapai
posisi paling depan. Pada waktu
penyisiran berlangsung, penjepit
(6 dan 7) juga bergerak
kedepan secara perlahan-lahan.
Pada waktu serat terbawa
kedepan, maka rol-rol pencabut
(8) berputar ke belakang
(gambar 5.120). Dengan
demikian maka ujung depan
serat yang masih terjepit
tersebut akan bertemu dan
berimpitan dengan ujung
belakang dari serat pada rol
pencabut (gambar 5.121),
sehingga dapat terjepit oleh
pasangan rol pencabut
belakang (8) pada waktu rol
pencabut ini berputar kedepan
lagi.
Bersamaan dengan berputarnya
kembali rol pencabut (8)
kedepan, maka penjepit atas (7)
bergerak keatas, serta melepas
serat dari jepitannya dan
sebaliknya sisir atas (5) akan
turun kebawah dan menembus
serat yang sedang dicabut
(gambar 5.122).
Akibat pencabutan serat-serat
melalui sisir atas (5) tersebut,
maka serat-serat akan tersisir
kembali dan menjadi lurus, serta
kotoran, nep dan serat-serat
pendek yang mungkin masih
tertinggal dapat ditahan oleh
sisir atas (5) dan terpisahkan
dari serat-serat yang panjang.
Gambar 5.122
Pencabutan Serat
Gambar 5.122 menunjukkan
terjadinya proses pencabutan.
Kedua pasangan rol pencabut
(8) berputar kearah depan, rol
pencabut atas (8) bagian
belakang menggeser kedepan,
kedua ujung lap yang sudah
tersisir menempel tersambung
menjadi satu dan bersamasama
terjepit oleh pasangan rol
pencabut belakang (8). Karena
perputaran dari rol pencabut
maka lap yang sudah tersisir
akan tercabut dan terbawa
kedepan. Sisir atas (5) pada
kedudukan terbawah, sehingga
pada saat lap tercabut dan
terbawa kedepan, sisa-sisa
serat pendek yang tidak tersisir
oleh sisir utama (9) akan tersisir
oleh sisir atas (5).
Landasan penjepit (6) bergerak
ke belakang, penyuapan lap
berlangsung kembali.
Penampungan Limbah
182
Gambar 5.123 Skema Bagian
Penampungan Limbah
Keterangan :
9. Sisir utama
10. Sikat pembersih
11. Silinder penyaring
13. Fan (penghisap)
14. Rol penekan
15. Gulungan limbah
Disamping sisir utama (9)
seperti yang telah diuraikan
diatas dibagian penyisiran ini
terdapat pula beberapa bagian
lain yang fungsinya untuk
membersihkan serat-serat
pendek yang tersisir dan berada
dipermukaan sisir utama.
Bagian-bagian tersebut terdiri
dari :
Gambar 5.124
Silinder Penyaring
Silinder penyaring (screen)
(11) yang terdiri pelat
silinder yang pada
permukaannya terdapat
lubang-lubang kecil.
Gambar 5.125 Kipas
Kipas (fan) (13) untuk
memberikan hisapan pada
silinder penyaring (1).
Gambar 5.126 Rol Penekan
Rol penekan (14) yang
terdiri rol besi untuk
menekan serat-serat pendek
yang terserap oleh silinder
penyaring (9).
- Prinsip Kerja
Penampungan Limbah
Sebagaimana telah diterangkan
diatas, akibat penyisiran
terhadap serat yang disuapkan,
maka serat-serat pendek yang
tidak terjepit akan terbawa oleh
sisir utama (9) dan memenuhi
permukaannya, sehingga
kemungkinan besar dapat
mengganggu proses penyisiran
berikutnya.
Agar penyisiran berikutnya
dapat lebih efektif, maka seratserat
pendek yang berada
dipermukaan sisir utama (9)
perlu dibersihkan dahulu.
Pembersihan serat-serat
pendek pada permukaan sisir
utama (9) dilakukan oleh sikat
pembersih (10) pada waktu
183
kedudukan sisir utama (9) ada
dibagian bawah dari silinder.
Pada posisi ini, kecepatan
keliling jarum-jarum pada sisir
utama (9) relatif adalah lebih
lambat daripada kedudukan
sebelumnya, sehingga
pembersihan serat-serat pendek
dari permukaannya lebih efektif
dilakukan oleh sikat pembersih
(10) yang berputar dengan
kecepatan yang cepat dan
tetap. Selanjutnya serat-serat
pendek yang telah dibersihkan
oleh sikat pembersih tersebut
dikumpulkan melalui pipa
penghisap oleh adanya hisapan
udara yang ditimbulkan oleh fan
(13).
Pada ujung pipa penghisap
terdapat suatu silinder
penyaring (11), yang berfungsi
untuk menahan serat yang
dihisap pada permukaannya.
Pada bagian dalam dari silinder
saringan (11) ini terdapat suatu
pelat penahan hisapan yang
letaknya konsentris terhadap
silinder penyaring (11) tersebut.
Pelat penahan hisapan ini
bentuknya seperti silinder juga,
tetapi permukaannya tidak
berlubang-lubang, hanya
diameternya sedikit lebih kecil
serta tidak berputar.
Pada bagian yang berhadapan
dengan pipa penghisap,
permukaan silinder penyaring
(11) yang berlubang-lubang
tersebut tidak tertutup oleh pelat
penahan hisapan, sehingga
udara yang dihisap dapat
melaluinya. Karena silinder
penyaring (11) ini berputar
secara periodik, maka bagian
permukaan yang tidak tertutup
oleh pelat penahan hisapan
akan menghisap serat-serat
pendek oleh adanya hisapan
udara dari fan (13). Serat-serat
pendek tersebut akan tertahan
pada permukaan silinder
penyaring (11) dan karena
perputarannya maka serat-serat
pendek yang telah terkumpul
pada permukaan silinder
penyaring (11) tersebut
kemudian dibawa berputar dan
bebas dari hisapan udara
karena terhalang oleh adanya
pelat penahan hisapan. Dengan
demikian serat-serat pendek
yang telah bebentuk seperti lap
tersebut mudah untuk
dipindahkan dari permukaan
silinder penyaring (11).
Dibagian atas dari silinder
penyaring (11) terdapat suatu
rol penekan (14) yang berfungsi
untuk memadatkan lapisan
serat-serat pendek yang ada
dipermukaan silinder penyaring
(11), sehingga lebih mudah
untuk dipindahkan dan digulung
pada penggulung limbah (15).
5.17.3 Bagian Penampungan
Serat Panjang (web)
184
Gambar 5.127
Skema Bagian Penampungan
Web
Keterangan :
8. Rol pencabut
12. Pelat penampung web
13. Terompet
14. Rol penggilas
15. Pembelok sliver
16. Pelat penyalur sliver
Serat-serat panjang yang telah
disisir dan dicabut oleh rol
pencabut (8) tersebut masih
dalam bentuk web tipis yang
mempunyai bekas-bekas
cabutan atau sambungan pada
waktu pencabutan sehingga
tidak rata. Untuk dapat diproses
lebih lanjut dengan baik serat
mempunyai kekuatan terhadap
tarikan dan sebagainya, maka
web ini, seperti halnya pada
mesin drawing, perlu diubah
bentuknya terlebih dahulu
menjadi sliver yang lebih padat.
Bagian penampung web terdiri
dari :
Gambar 5.128
Pelat Penampung Web
Pelat penampang web (12)
yang dibuat dari pelat baja
yang permukaannya licin
berbentuk melengkung tidak
simetris.
Gambar 5.129 Terompet
Terompet (13) yang dibuat
dari baja atau yang
berbentuk corong dengan
permukaan bagian dalam
yang licin, untuk
menyatukan web yang
ditampung oleh pelat
penampung.
Gambar 5.130
Rol Penggilas
Rol penggilas (14) yang
terdiri dari sepasang silinder
yang dibuat dari baja
dengan permukaan licin
untuk memadatkan seratserat
hasil penyisiran
sehingga menjadi sliver.
185
Gambar 5.131
Pelat Pembelok
Pelat pembelok (15) yang
dibuat dari pelat besi tebal
berbentuk setengah
lingkaran. Permukaan
luarnya dibuat licin dengan
arah pembelokan 90º, untuk
penyuapan rangkapan sliver
kepada rol peregang.
Gambar 5.132
Pelat Penyalur Silver
Pelat penyalur sliver (16)
yang dibuat dari pelat baja
yang permukaannya licin
untuk menyalurkan
penyuapan rangkapan sliver
kepada rol peregang.
- Prinsip dan Cara Kerjanya
Setelah proses penyisiran serat
selesai dilakukan oleh sisir
utama (9) dan sisir atas (5),
maka dapat dicabut oleh rol-rol
pencabut (8) dan serat yang
berupa web itu disalurkan
melalui pelat penampung web
(12). Kemudian serat dalam
bentuk web ditampung melalui
terompet (13) menjadi sliver dan
kemudian ditarik oleh rol
penggilas (14). Karena tarikan
rol penggilas dan penyuapan
web yang ditarik, maka sliver
yang melalui terompet seolaholah
akan menggerak-gerakan
terompet yang berhubungan
dengan stop motion. Apabila
sliver putus, misalnya karena
web yang terdapat pada pelat
penampung web (12) berlebihan
hingga penyumbatan pada
terompet terjadi, maka akan
mengakibatkan berhentinya
gerakan terompet dan sebagai
akibatnya stop motion akan
mulai bekerja untuk
menghentikan jalannya mesin
Combing. Untuk dapat
menjalankan mesin kembali
maka sliver perlu disambung
dahulu dan banyaknya web
dalam pelat penampung (12)
perlu disesuaikan dengan
ukuran semestinya agar tidak
menyumbat lubang terompet
atau mengganggu lancarnya
penarikan sliver.
Setelah sliver-sliver dari setiap
tempat proses penyisiran ditarik
rol penggilas (14), maka
masing-masing sliver akan
dibelokkan jalannya 90º oleh
pembelok sliver (15) pada pelat
penyalur sliver (16). Setelah
masing-masing sliver
mengalami pembelokan 90º
pada pelat penyalur sliver (16)
maka masing-masing sliver
akan bergerak sejajar dan
berdampingan menuju ke
bagian peregangan dari mesin
Combing.
186
5.17.4 Bagian Perangkapan, Peregangan dan Penampungan
Sliver
Gambar 5.133
Skema Bagian Perangkapan, Peregangan dan Penampungan
Sliver
Keterangan :
16. Pelat penyalur sliver
17. Rol peregang
18. Terompet
19. Rol penggilas
20. Coiler
21. Can
Sebagaimana telah diutarakan
diatas bahwa setiap selesai
penyisiran kemudian terjadi
proses penyambungan web
oleh pasangan rol pencabut
belakang, sehingga sliver yang
keluar dari rol penggilas (14)
belum rata. Untuk mendapatkan
hasil sliver Combing yang rata
maka perlu dilakukan
perangkapan sliver. Biasanya
pada mesin Combing terdapat
6 – 8 unit penyisiran, sehingga
disini terdapat 6 – 8 buah sliver
187
yang keluar dari rol pengilas
(14). Sliver-sliver tersebut
masing-masing dibelokkan
melalui pembelok (15) terus
bertemu bersama-sama pada
meja penyalur (16). Biasanya
6 – 8 buah sliver tersebut dibagi
menjadi dua dan sekarang
masing-masing bagian terdiri
dari 3 – 4 sliver yang dirangkap
menjadi satu. Dari meja
penyalur (16) masing-masing
rangkapan sliver manuju ke
pasangan rol peregang (17).
Disini rangkapan sliver tersebut
mengalami proses peregangan
sebesar kurang lebih 3 – 4 kaki.
Dengan adanya proses
perangkapan dan peregangan
tersebut diharapkan hasil
slivernya menjadi lebih rata.
Sliver yang keluar dari
pasangan rol peregang (17)
kemudian melalui terompet (18),
pasangan rol penggilas (19)
terus melalui coiler (20) masuk
ke dalam can (21).
Bagian perangkapan,
peregangan dan penampungan
sliver terdapat peralatanperalatan
yang penting :
Gambar 5.134
Rol Peregang
Rol peregang (17) yang
terdiri dari dua pasang rol
silinder yang masing-masing
terdiri dari rol bawah dan rol
atas. Rol bawah dibuat dari
silinder baja beralur kecil,
sedang rol atas terbuat dari
silinder baja yang dilapisi
dengan bahan sintetis.
Gambar 5.135
Terompet
Terompet (18) yang bentuk
dan bahannya seperti yang
telah diterangkan diatas.
Gambar 5.136
Rol Penggilas
Rol penggilas (callender roll)
(19) yang terdiri dari
sepasang rol silinder
permukaannya licin.
Besarannya tekanan rol
penggilas sedemikian untuk
mendapatkan kepadatan
sliver Combing yang
dihasilkan.
188
Gambar 5.137
Coiler
Coiler (20) yang dibuat dari
baja yang tebal dengan
lubang pemasukan berupa
pipa pada poros lingkaran
dan pengelurannya pada
bagian tapi lingkaran, untuk
mengatur penempatan sliver
pada can.
Gambar 5.138 Can
Can (21) yang dibuat dari
bahan semacam karton
sintetis yang tahan terhadap
minyak lumas berbentuk
silinder yang besar,
dilengkapi dengan per dan
pelat pada bagian atas
sebagai tempat menampung
sliver.
- Prinsip dan Cara Kerjanya
Mengenai prinsip bekerjanya
dari masing-masing peralatan
bagian perangkapan,
peregangan dan penampungan
mesin Combing tersebut adalah
sama seperti halnya peralatan
yang terdapat pada mesin
Drawing, dengan pengecualian
bahwa pada mesin Combing
lazimnya menggunakan sistem
bi-coiler, yaitu dengan memakai
dua coiler yang masing-masing
dilewati oleh sebuah sliver.
189
Tabel 5.5
Penyetelan Jarak dan Pengaturan Waktu
5.17.5 Penyetelan Jarak dan Pengaturan Waktu
Bagian yang disetel Bentuk peralatan yang
dipakai Cara penyetelan
1. Jarak antara sisir utama
dengan rol pencabut
bawah.
2. Jarak antara landasan
pencabut dengan rol
pencabut bawah, dengan
menggunakan step
gauge.
190
Bagian yang disetel Bentuk peralatan yang
dipakai Cara penyetelan
3. Kesejajaran dan jarak
antara rol-rol pencabut
dengan menggunakan
trowel gauge
4. Jarak antara ujung jarum
sisir utama dengan ujung
pisau penjepit, dengan
menggunakan trowel
gauge.
191
Bagian yang disetel Bentuk peralatan yang
dipakai Cara penyetelan
5. Jarak antara posisi
terendah ujung jarum sisir
atas terhadap rol-rol
pencabut atas.
6. Pengukuran besarnya
sudut dari posisi sisir atas
dengan menggunakan
angle-setting.
192
Bagian yang disetel Bentuk peralatan yang
dipakai Cara penyetelan
7. Jarak antara poros sisir
utama dengan poros sikat
pembersih.
8. Jarak antara ujung jarum
sisir atas dengan rol-rol
pencabut bawah.
Periksa no. 4
193
5.17.6 Pemeliharaan Mesin
Combing
Pemeliharaan pada mesin
Combing meliputi :
1. Pembersihan mesin
Combing secara rutin setiap
1 bulan.
2. Pelumasan gear box setiap
8 bulan.
3. Pembersihan dan pelumas
an bearing star gear, rachet
feed roll dan roller weight
setiap 3 bulan.
4. Pembersihan dan pelumas
an cam ball dan bearing
roller setiap 4 bulan.
5. Pembersihan detaching roll
setiap 1 bulan.
6. Pembersihan dan peluma
san bearing calender roll
dan nipper shaft setiap 6
bulan.
7. Pembersihan dan nipper seti
ap 1 bulan.
8. Setting top comb setiap 1
bulan.
9. Pembersihan dan peluma
san top detaching roll setiap
1 bulan.
5.17.7 Menentukan Doffing
Mesin ini doffingnya tidak
otomatis seperti pada lap
former, melainkan di doffing
dengan tenaga manusia.
Untuk menentukan kapan harus
di doffing diukur dengan
counter. Bila counter yang
ditentukan sudah dicapai, maka
lampu doffing (biasanya warna
putih) akan menyala dan mesin
berhenti.
Pada saat tersebut mesin harus
di doffing. Dengan demikian
panjang sliver pada setiap
doffing selalu tetap, sesuai
dengan rencana. Keseragaman
panjang sliver pada setiap
doffing ini sangat penting untuk
can yang direncanakan atau
dipersiapkan pada proses
berikutnya nanti yaitu pada
mesin Drawing.
5.17.8 Pengendalian Mutu
Test yang dilakukan untuk
mesin Combing meliputi :
Berat Sliver
Hal ini dilakukan dengan
menimbang sliver tiap 4 yard
dan kemudian
membandingkan dengan
standarnya
Ketidakrataan Sliver
Combing
Untuk ini digunakan alat
“User Evernness Tester”,
dengan alat ini langsung
dapat diketahui angka
ketidakrataannya.
Combing Noil
Tes ini dimaksudkan untuk
mengontrol terhadap
persentase noil yang terjadi
serta kerataannya. Untuk ini
biasanya dilakukan
penimbangan untuk waktu
tertentu proses, misalnya 20
menit.
194
Tapi cara yang baik,
dilakukan dengan bagianbagian
waktu. Misalnya tiap
30 detik noilnya ditimbang,
sehingga dapat diketahui
pula ketidakrataannya.
Gambar 5.139
Susunan Roda Gigi Mesin Combing
Keterangan :
Puli A : Ø 100 mm
Puli B : Ø 420 mm
Roda gigi R1 : 24 gigi
Roda gigi R2 : 92 gigi
Roda gigi R3 : 35 gigi
Roda gigi R4 : 35 gigi
Roda gigi R5 : 35 gigi
Roda gigi R6 : 35 gigi
Roda gigi R7 : 37 gigi
Roda gigi R8 : 37 gigi
Roda gigi R9 : 37 gigi
Roda gigi R10 : 37 gigi
Roda gigi R11 : 25 gigi
Roda gigi R12 : 25 gigi
Roda gigi R13 : 40 gigi
Roda gigi R14 : 68 gigi
Roda gigi R15 : 62 gigi
Roda gigi R16 : 20 gigi
Roda gigi R17 : 20 gigi
Roda gigi R18 : 20 gigi
Roda gigi R19 : 20 gigi
Roda gigi R20 : 74 gigi
Roda gigi R21 : 42 gigi
Roda gigi R22 : 75 gigi
Roda gigi R23 : 32 gigi
Roda gigi R24 : 44 gigi
Roda gigi R25 : 44 gigi
195
5.17.9 Perhitungan
Penyisiran
Apabila motor berputar 1400
RPM, maka putaran sisir utama
dapat dihitung sebagai berikut :
Putaran sisir utama
= RPM motor x
B
A
x
2
1
R
R
x
4
3
R
R
x
6
5
R
R
= 1400 x
420
100
x
92
24
x
35
35
x
35
35
= 87
Untuk setiap putaran sisir
utama, terjadi satu kali
penyisiran. Dengan demikian
maka jumlah penyisiran per
menit = 87 kali.
5.17.10 Perhitungan
Penyuapan
Seperti telah diterangkan
dimuka, bahwa roda gigi Rachet
(Rc) digerakkan oleh batang
berayun. Setiap ayunan dari
batang berayun roda gigi
Rachet dapat diputarkan
sebanyak 4, 5 atau 6 gigi
tergantung dari keperluan.
Kecepatan penyuapan lap
adalah sama dengan kecepatan
permukaan dari rol penyuap.
Banyaknya penyuapan lap per
penyisiran :
20
( )
R
putaran roda gigi Rachet Rc
x
22
21
R
R
x
7
22
x 75 mm
Bila roda gigi Rachet berputar 5
gigi setiap ayunan dan R 23
yang merupakan roda gigi ganti
mempunyai jumlah gigi = 42
gigi, maka jumlah penyuapan
lap per penyisiran :
=
74
5
x
75
42
x
44
32
x
7
22
x
75 mm
= 6,486 mm
5.17.11 Perhitungan
Produksi
Produksi mesin Combing adalah
berupa gulungan lap yang
dinyatakan dalam satuan berat
per satuan waktu tertentu (lihat
gambar 5.139)
Produksi Teoritis
Menurut perhitungan
penyisiran dan penyuapan,
untuk penyisiran 87 kali,
sedangkan putaran roda gigi
Rachet adalah 5 gigi dan
roda gigi ganti R23 = 42 gigi,
maka besarnya produksi
mesin Combing per menit :
= 87 x 6,486 mm
= 564,28 mm
Apabila berat lap yang
disuapkan mempunyai berat
44 gram per meter maka
besarnya produksi mesin
Combing per menit :
=
1000
564,28 x 44
gram
= 24,83 gram
196
Kalau satu mesin Combing
mempunyai 6 unit
penyisiran, efisiensi mesin =
94 % dan pemisahan serat
pendek = 14 %, maka
produksi mesin Combing per
jam :
= 24,83 x 60 x 6 x
100
86
x
100
94
= 7226,13 gram
= 7,226 kg
Produksi Nyata
Produksi nyata mesin
Combing didapat dari hasil
penimbangan sliver per satu
periode tertentu misalnya
seminggu.
Misalnya dalam satu
minggu, hasil pencatan
penimbangan sliver adalah
seberat = 722,99 kg.
Jumlah jam mesin jalan
menurut jadwal yang ada
adalah 145,6 jam.
Sedangkan jumlah jam
mesin berhenti untuk
perawatan, gangguangangguan
dan penggantian
shift adalah 23,7 jam.
Dengan demikian rata-rata
per jam dari mesin Combing
dapat dihitung sebagai
berikut :
JJJMJ = 145,6 jam
JJB = 23,7 jam
JJJE = 121,9 jam
Jadi produksi rata-rata per
jam =
121,9
722,99
= 5,931 kg
Keterangan :
JJJMJ = Jumlah jam jalan
menurut jadwal
JJB = Jumlah jam berhenti
JJJE = Jumlah jam jalan
efisien
Efisiensi
Menurut perhitungan
dimuka, produksi teoritis per
jam = 7,226 kg.
Produksi nyata rata-rata per
jam = 5,931 kg
Maka efisiensi =
7,226
5,931
x
100 % = 82,08 %
5.18 Proses di Mesin Flyer
Seperti telah diketahui bahwa
hasil dari mesin drawing berupa
sliver yang lebih rata dan letak
serat-seratnya sudah sejajar
satu sama lain. Walaupun dari
bentuk sliver dapat juga
langsung dibuat menjadi
benang. Namun untuk
memperoleh hasil benang yang
baik, maka sliver tersebut perlu
diperkecil tahap demi tahap
melalui proses peregangan di
mesin flyer. Akibat pengecilan,
sliver tersebut akan menjadi
lelah dan untuk memperkuatnya
perlu diberikan sedikit antihan
(twist) sebelum digulung pada
bobin.
197
Karena roving tersebut nantinya
masih akan dikerjakan lebih
lanjut pada mesin Ring
Spinning. Maka pemberian
antihan hanya secukupnya saja
sekedar untuk mendapatkan
kekuatan saat digulung pada
bobin. Apabila antihannya
terlalu tinggi, dalam proses
selanjutnya akan mengalami
banyak kesulitan pada waktu
peregangan di mesin Ring
Spinning. Sebaliknya apabila
pemberian antihan terlalu
rendah, hal tersebut akan
menyebabkan roving tidak
mempunyai kekuatan yang
cukup sehingga roving mudah
putus pada saat proses
penggulungan berlangsung.
Kedua hal tersebut di atas
menyebabkan proses
pembuatan benang menjadi
kurang lancar, benang sering
putus sehingga dapat
menyebabkan menurunnya
efisiensi mesin Ring Spinning.
Fungsi mesin flyer secara
umum seperti telah diuraikan di
atas, ialah untuk membuat
roving sebagai bahan penyuap
mesin Ring Spining. Untuk
pembuatan roving tersebut pada
mesin flyer terdapat tiga proses
utama yaitu proses peregangan,
pengantihan (twist) dan
pergantihan penggulungan.
Proses Peregangan
Proses peregangan pada mesin
flyer, dilakukan oleh tiga atau
empat pasangan rol peregang,
dimana kecepatan putaran
permukaan dari masing-masing
pasangan rol tersebut makin
kedepan semakin besar.
Dengan makin besarnya
kecepatan permukaan rol
peregang depan, maka kapas
yang disuapkan makin kedepan
menjadi semakin kecil karena
terjadinya proses peregangan
setelah keluar dari rol depan
kemudian diberi antihan dan
digulung pada bobin sudah
berupa roving sesuai dengan
yang dibutuhkan.
Gambar 5.140
Proses Peregangan
Proses Pengantihan
Setelah kapas mengalami
proses peregangan, bentuknya
menjadi lebih kecil. Untuk
mendapatkan kekuatan, maka
roving perlu diberi antihan dan
antihan tidak boleh terlalu besar
maupun terlalu kecil tetapi
hanya secukupnya saja untuk
dapat digulung pada bobin.
Pemberian antihan dilakukan
oleh sayap (flyer) yang
bentuknya sedemikian rupa
seperti terlihat pada gambar
5.149.
Kapas yang keluar dari rol
depan terus masuk pada flyer
198
dari atas secara axial dan
seterusnya kapas keluar dari
arah samping secara radial.
Karena sayap tersebut
bertumpu pada spindel yang
berputar cepat, maka sayap
juga turut berputar sehingga
terjadi pengantihan pada kapas
dan terjadilah roving yang telah
cukup mempunyai kekuatan
untuk digulung pada bobin.
Karena putaran sayap sangat
cepat maka pengantihan tidak
hanya terjadi pada sayap saja,
tetapi diteruskan sampai rol
depan pada saat kapas keluar.
Gambar 5.141
Proses Pengantihan
Proses Penggulungan
Setelah kapas mengalami
proses peregangan dan anthan
kemudian digulung pada bobin.
Proses penggulungan ini terjadi
karena adanya perbedaan
banyaknya putara bobin dengan
putaran spindel per menit.
Untuk pembentukan gulungan
roving pada bobin dilakukan
oleh suatu peralatan yang
disebut Trick Box. Gambar 5.142
Proses Penggulungan
199
Gambar 5.143
Skema Mesin Flyer
Keterangan :
1. Rol pengantar
1a. Can
2. Terompet (pengantar sliver)
3. Tiga pasang rol peregang
4. Penampung (colektor)
5. Pembersih
6. Sayap (flyer)
7. Spindel
8. Bobin
9. Gulungan roving pada bobin
10. Penyekat (separator)
11. Cradle
- Prinsip Bekerjanya Mesin
Flyer
Sliver drawing dari pengerjaan
terakhir (passage akhir) sebagai
bahan untuk disuapkan ke
mesin flyer diletakkan secara
teratur di belakang mesin.
Ujung-ujung dari sliver yang
terdapat pada can (1a)
dilakukan pada rol pengantar
(1), sliver-sliver terpisahkan oleh
penyekatannya sehingga tidak
bersilang satu sama lain.
Dengan demikian sliver tersebut
200
tidak saling bergesekan yang
dapat merusak slver dan
penyuapan dapat tepat pada
daerah peregangan. Rol
pengantar ini berputar aktif
maksudnya untuk membantu
penyuapan sliver dan
menghindarkan terjadinya
penarikan (false draft) karena
beratnya sliver sendiri. Setelah
disuapkan oleh pengantar rol
(1), sliver melewati terompet
pengantar (2) yang dapat
bergerak ke kiri dan ke kanan
pada daerah peregangan
secara aktif.
Tujuan gerakan tersebut ialah
menghindari keausan setempat
dari rol peregang. Dengan
adanya terompet pengantar ini,
penyuapan sliver dapat
terarahkan pada daerah
peregangan saja. Setelah sliver
melewati terompet pengantar
sliver (2), sliver masuk daerah
peregangan dan diterima oleh
sepasang rol belakang. Dengan
putaran yang lambat sliver
diantarkan kepada rol tengah
yang kecepatan permukaannya
lebih cepat, sehingga terjadi
peregangan.
Dari rol tengah serat-serat
diteruskan ke pasangan rol
depan yang kecepatan
permukaannya lebih tinggi dari
rol tengah, sehingga terjadi
peregangan yang berikutnya.
Akibat proses peregangan maka
letak serat-seratnya menjadi
lebih lurus dan lebih sejajar
letaknya satu sama lain. Supaya
serat-serat tidak bertebaran
maka diantara rol-rol tersebut
dipasang penampung (4).
Kapas yang melalui pasangan
rol peregang tersebut akan
mendapatkan jepitan dan
penjepitnya tidak boleh terlalu
kuat dapat mengakibatkan serat
banyak yang rusak dan kalau
terlalu lemah serat akan banyak
slip pada waktu proses
peregangan.
Jarak titik jepit antara pasangan
rol peregang yang satu
terhadap pasangan rol
peregang yang lain harus diatur
demikian rupa, tidak boleh
terlalu jauh dan tidak boleh
terlalu dekat disesuaikan
dengan panjang serat yang
diolah. Kalau jarak antar titik
jepit terlalu jauh akan terjadi
banyak serat yang
mengembang (flooting fibre)
dan kalau jaraknya terlalu dekat
akan timbul serat yang putus
atau bergelombang (cracking
fibre).
Setelah kapas keluar dari
pasangan rol depan terus
masuk lubang sayap bagian
atas terus ke sayap (6a),
selanjutnya dibelitkan pada
lengan sayap (6b) lalu digulung
pada bobin (8). Karena putaran
dari sayap berikut lengan
sayapnya, maka terjadi antihan
pada rovingnya.
Antihan yang terdapat pada
roving tidak boleh terlalu besar
201
dan tidak boleh terlalu kecil
tetapi secukupnya saja asal
rovingnya sudah cukup kuat
untuk digulung pada bobin.
Kalau antihan pada roving
terlalu tinggi, mungkin dapat
mengakibatkan banyaknya
benang yang putus pada proses
dispinning dan sebaliknya kalau
antihan terlalu rendah, roving
akan banyak putus pada waktu
penggulungan.
Proses penggulungan roving
pada bobin terjadi karena
adanya perbedaan kecepatan
putaran bobin dan putaran
sayapnya.
Nama-nama bagian yang
penting dari mesin flyer adalah :
1. Bagian penyuapan
2. Bagian peregangan
3. Bagian penampungan
5.18.1 Bagian Penyuapan
Gambar 5.144
Skema Bagian Penyuapan
Mesin Flyer
Nama-nama peralatan penting
dari bagian penyuapan adalah :
5.18.1.1 Can
Gambar 5.145
Can
Can (12) yang dibuat dari bahan
semacam karton sintetis yang
tahan terhadap minyak pelumas
berbentuk silinder yang besar
dilengkapi dengan per dan pelat
pada bagian atas sebagai
tempat menampung sliver hasil
mesin drawing.
5.18.1.2 Rol Pengantar
Gambar 5.146
Rol Pengantar
Rol pengantar (1), biasanya
terdiri dari dua buah silinder
besi berbentuk pipa, panjang rol
202
pengantar ini sepanjang mesin
dan diberi sekat yang dibuat
dari bahan alumunium atau
ebonit sebagai pemisah sliver
untuk memudahkan pengaturan
penyuapan.
5.18.1.3 Terompet Pengantar
Sliver
Gambar 5.147
Terompet Pengantar Sliver
Terompet pengantar sliver
(traverse guide) (2) yang dibuat
dari bahan porselin atau ebonit,
dipasang pada batang besi
yang dapat bergerak ke kiri dan
ke kanan dibelakang rol
peregang.
5.18.1.4 Penyekat (Separator)
Gambar 5.148
Penyekat
Penyekat (separator) (10) dibuat
dari ebonite, gunanya untuk
membatasi / memisahkan sliver
yang disuapkan supaya tidak
saling terkena satu sama lain
sehingga dapat mengakibatkan
sliver rangkap dan putus.
5.18.2 Bagian Peregangan
Gambar 5.149
Skema Bagian Peregangan Mesin Flyer
203
Nama-nama peralatan penting
dari bagian peregangan adalah :
5.18.2.1 Rol Peregang
Gambar 5.150
Rol Peregang
Rol peregang yang terdiri dari 3
pasang rol besi baja (3). Pada
tempat-tempat terjadinya
regangan, rol bawah dibuat
beralur memanjang, sedang rol
atas dibuat dari besi baja yang
bagian luarnya dilapisi karet
sintetis. Rol atas diberi beban
untuk mendapatkan tekanan
yang baik terhadap rol bawah
guna menjepit serat kapas yang
melaluinya.
5.18.2.2 Penampung
(Colektor) (4)
Gambar 5.151
Penampung
Penampung (kolektor) (4) dibuat
dari porselin atau ebonite yang
berbentuk seperti corong
terbuka, sebagai penyalur sliver
yang disuapkan, dipasangkan
pada batang besi.
5.18.2.3 Pembersih
Gambar 5.152
Pembersih
Pembersih rol atas (5) yang
dibuat dari bahan wool atau
planel.
5.18.2.4 Cradle
Gambar 5.153
Cradle
Cradle (11) yaitu suatu batang
yang konstruksinya sedemikian
rupa untuk memegang rol atas
dan dilengkapi dengan beban
penekan rol sistem per.
204
5.18.2.5 Penyetelan Jarak
antara Titik Jepit Rol
Salah satu faktor yang
menentukan mutu hasil roving,
terutama yang menimbulkan
ketidakrataan adalah
penyetelan jarak antara titik jepit
(setting) masing-masing
pasangan rol peregang.
Pedoman penyetelan jarak
antara titik jepit (setting) yang
disarankan oleh pabrik Suessen
WST untuk mesin flyer adalah :
a. Penyetelan jarak antara titik
jepit (setting) daerah
regangan utama pada mesin
roving sistem regangan 3
diatas 3 untuk proses serat
28 – 51 mm, dengan alat
setting gauge adalah
48 – 58 mm.
b. Sedangkan penyetelan jarak
antara titik jepit (setting)
pada daerah regangan
belakang minimal 50 mm.
Gambar 5.154
Penyetelan Jarak antara Titik
Jepit Rol Peregang
5.18.2.6 Pemeliharaan mesin
Flyer.
Pemeliharaan pada mesin Flyer
meliputi :
1. Pembersikan mesin Flyer
secara rutin setiap 1 bulan.
2. Pembersihan dan
pelumasan bearing bottom
roll, bobbin wheel, flyer
wheel setiap 2 bulan.
3. Pembersihandan pelumasan
bearing top roll, bearing
bobbin wheel, bearing flyer
wheel setiap 8 bulan.
4. Pembersihan dan
pelumasan main gear,draft
gear setiap 1 bulan.
5. Pembersihan top clearer
dan trick box setiap 1 bulan.
6. Pencucian dan pengerindaan
top roll setiap 2 bulan.
5.18.2.7 Pembebanan pada
Rol Atas
Maksud dan tujuan daripada
pembebanan adalah untuk
memperbesar tekanan rol atas
pada rol bawah sepanjang garis
jepit dan mengontrol serat-serat
agar tidak slip pada saat
peregangan berlangsung.
Pembebanan dilakukan
terhadap setiap pasangan rol
karena berat rol sendiri dapat
dikatakan belum cukup untuk
mendapatkan tenaga jepit serta
tekanan yang sempurna.
Dewasa ini pembebanan rol
peregangan pada mesin flyer
lebih banyak digunakan sistem
per daripada sistem bandul.
205
Berikut ini adalah gambar
konstruksi peralatan
pembebanan (pendulum
weighting arm)
Gambar 5.155
Pembebanan pada Rol Atas
Peralatan ini pada ujung
depannya diperlengkapi dengan
peralatan penunjuk pengatur
beban. Pengatur beban tersebut
mempunyai tanda warna untuk
setiap besarnya beban yang
digunakan. Dengan demikian
setiap saat dapat dengan
mudah dilihat berapa beban
yang diberikan. Penyetelan
besarnya beban dapat dengan
mudah dilaksanakan dengan
jalan memutar lubang sekrup ke
kiri dan ke kanan dengan
peralatan kunci yang khusus
disediakan untuk keperluan
tersebut (gambar (5.156)
Gambar 5.156
Penyetel dan Penunjuk Beban
Keuntungan-keuntungan
daripada pembebanan sistem
per, diantaranya adalah :
1. Konstruksinya sederhana
sehingga memudahkan
permasangan,
pembongkaran dan
pemeliharaannya.
2. Penyetelan besarnya beban
dapat disesuaikan dengan
nomor sliver yang
disuapkan.
3. Miringnya kedudukan rol
tidak banyak pengaruhnya
terhadap nilai beban.
5.18.3 Bagian Penggulungan
Gambar 5.157
Skema Bagian Penampungan
Mesin Flyer
Nama-nama peralatan penting
dari bagian penampungan
adalah :
206
5.18.3.1 Flyer
Gambar 5.158 Flyer
Sayap (flyer) (6) dibuat dari baja
yang berbentuk seperti jangkar
terbalik yang terdiri dari bagian
puncak, sayap yang masif dan
sayap yang berlubang dengan
lengannya lubang dari sayap ini
merupakan rongga dari pipa
sebagai tempat jalannya roving.
Selanjutnya roving dibelitkan
pada lengan sayap, kemudian
digulung pada bobin.
5.18.3.2 Bobin
Gambar 5.159 Bobin
Bobin (8) yang dibuat dari
karton, kayu atau dari plastik
berbentuk silinder yang bagian
atas dan bawahnya dibungkus
besi.
Ujung bawahnya diberi lekukan
sebagai tempat mengaitkan
bobin pada roda gigi pemutar
bobin.
5.18.3.3 Penggulungan
Roving pada Bobin
Pada waktu berlangsungnya
penggulungan roving pada
bobin, maka bobin bergerak
naik turun secara teratur
terbawa oleh gerakan kereta,
sehingga roving diletakkan pada
bobin sejajar merapat satu
sama lain.
Seperti kita ketahui bahwa
spindel berikut lengan sayap
dan pengantar roving tetap
berada pada tinggi yang
tertentu, maka tentunya harus
ada yang menggerakkan bobin
keatas dan kebawah untuk
pembentukan gulungan roving
pada bobin dan yang
menggerakkan bobin ini ialah
kereta.
Kalau misalnya :
Kecepatan kereta persatuan
waktu = Kk
Kapas yang keluar dari rol
depan = L”
Diameter bobin pada suatu
waktu = b”
Diameter roving = r “
Jumlah gulungan = g
207
Maka Kk = g x r”
=
b
L
x r
Kalau diameter bobin menjadi
besar, misalnya B,
maka Kk =
B
L
x r
Jadi kecepatan kereta akan
bertambah lambat seperti
halnya kecepatan bobin yang
makin lama makin lambat
sesuai dengan bertambah
besarnya diameter bobin.
Kereta digerakkan dari poros
utama melalui roda-roda gigi
R1 - R 3 , cone drum atas,
cone drum bawah, R 22 , R 23 ,
R24 , R 25 , poros VIII ke
bawah, R 26 , R 28 , poros VI,
R29 , R 30 , R 31 , R 32 , R 33 dan
setang-setang yang bergigi
pada balok kereta pada
gambar 5.160 kita jumpai R 27
dan R 28 yang berganti-ganti
berhubungan dengan R 26
yang menyebabkan
pembalikan gerakan kereta
dari atas kebawah dan dari
bawah keatas
208
Gambar 5.160
Susunan Roda Gigi Mesin Flyer
Setiap terjadinya lapisan
gulungan roving yang baru,
maka tinggi gulungan roving
pada bobin dikurangi dari atas
dan dari bawah dengan satu
diameter roving pada bobin
dibatasi oleh sebuah kerucut
yang terpotong.
Untuk pembentukan gulungan
roving pada bobin ada 3
gerakan yang diperlukan yaitu :
- Pembalikan kereta setelah
menyelesaikan satu lapisan
gulungan roving, yaitu dari
atas ke bawah atau
sebaliknya.
- Memperpendek setiap
lapisan gulungan roving
berikutnya dengan jalan
menurunkan dan menaikkan
gulungan kurang lebih
setebal diameter roving.
- Penggeseran belt pada
kedua cone drum untuk
mengurangi perputaran roda
gigi pengatur putaran dari
bobin serta pergerakan
kereta.
Ketiga pergerakan tersebut
dijalankan oleh peralatan yang
disebut Trick Box.
209
5.18.3.4 Trick Box
Gambar 5.161
Batang Penggeser
Pada gambar 5.161 terlihat
bahwa batang peluncur (2)
dipasang mati pada kereta
(bobin rail), sedang balok
peluncur (2a) dapat meluncur
dengan bebas ke kiri dan ke
kanan pada alur batang
peluncur. Balok peluncur (2a)
dihubungkan dengan stang
bergeser (2) yang dipegang
oleh batang bersayap (4).
Karena pergerakan kereta naik
atau turun maka stang bergigi
((2) sebelah kanan akan
terbawa bergerak naik turun.
Dengan terbawanya stang
bergigi (2) naik turun, maka
batang bersayap (4) akan
bergerak ke kanan dan ke kiri.
Karena pada batang bersayap
tersebut dipasangkan baut
berulir (5a) dan (5b) maka baut
juga akan turut bergerak turun
naik.
Sekarang perhatikan gambar
5.162.
210
Gambar 5.162
Peralatan Trick Box
Karena gerakan dari baut (5a)
dan (5b) maka hal ini akan
mempengaruhi tuil (6a) atau
(6b) tertekan turun secara
bergantian.
Apabila sekarang kereta
bergerak ke atas, maka batang
peluncur (1) juga terbawa ke
atas, stang bergeser (2)
bergerak dan memutarkan
batang bersayap (4) secara
perlahan-lahan arah ke kanan.
Dengan demikian maka baut
(5a) akan bergerak ke bawah,
yang pada suatu saat akan
menekan tuil (6a) yang sedang
menahan batang pemikul (7)
pada lekukan atas.
Karena adanya beban G yang
dipasang pada kanan dan kiri
pemikul, hal ini akan membantu
melepaskan batang pemikul (7)
oleh tuil (6a) karena gaya putar
ke kanan. Setelah baut (5a)
211
menyentuh tuil (6a) dan gerakan
masih terus berlangsung, lama
kelamaan penahan (6a) yang
menahan lekukan batang
pemikul (7) akan terlepas.
Beban G yang kiri akan
terangkat oleh batang yang
dipasang pada peluncur (1)
pada gambar tidak tampak,
sedang beban G yang kanan
tidak terangkat dan akan
menarik sayap pemikul (7a) ke
bawah. Dengan tergeraknya
sayap (7a) maka poros pun
pada ujung bawah dari batang
pemikul (7) berputar ke kanan
membawa batang (9) yang
sebelah atas juga ke kanan.
Batang (9) ini berhubungan
dengan pal penahan (8a) dan
(8b), sehingga pal 8b terlepas
dari roda gigi Rachet (11).
Untuk seterusnya perhatikan
gambar 5.163.
Gambar 5.163
Gaya Putar pada Trick Box
Pada ujung atas dari poros (14)
dipasang rantai (16) yang
ujungnya diberi beban (18).
Karena berat beban (18), maka
akan menimbukan gaya tarik ke
bawah, sehingga akan menarik
rantai ke arah kanan, karena
pangkal rantai tersebut
dibelitkan pada poros (14) maka
akan menimbulkan gaya putar
terhadap poros (14) sesuai
dengan arah panah.
Selagi pal (8b) masih menahan
roda gigi Rachet (11), maka
gaya tersebut tertahan dan
pada saat pal (8b) lepas dari
penahan terhadap roda gigi
Rachet (11). Kesempatan itu
digunakan oleh gaya putar
poros (14) untuk memutarkan
poros tersebut dengan melalui
perantaraan roda gigi panjang
(13) ke kanan (berlawanan
jarum jam), yang seterusnya
memutarkan roda gigi panjang
(12) juga ke arah kanan (searah
jarum jam). Roda gigi panjang
(12) ini seporos dengan roda
gigi Rachet (11), yang juga
berputar ke arah kanan sesuai
dengan arah anak panah dan
roda gigi Rachet (11) ini
seporos dengan roda gigi (3)
pada gambar 5.161.
Dengan berputarnya roda gigi
(15) karena terbawa oleh
putaran poros (14) maka batang
bergigi (17) akan bergerak ke
kiri sesuai dengan arah anak
panah. Karena kesempatan
berputar dari poros (14) sangat
singkat disebabkan pal (8a)
212
telah menahan roda gigi Rachet
(11) kembali, maka gerakan
batang bergigi (17) juga sangat
terbatas. Gerakan batang
bergigi (17) ini digunakan untuk
menggeser kedudukan ban
(belt) dari cone drum, sehingga
putaran dari cone drum bawah
yang berputar pasif menjadi
lebih lambat setiap kali ban
digeser kedudukannya.
Mengenai batang (9) selain
menggerakkan pal penahan
(8b) dan (8a), juga
menggerakkan batang (10) ke
arah kanan dimana batang (10)
ini dihubungkan dengan roda
gigi (19a) dan (19b) yang
giginya berhadapan.
Gambar 5.164
Roda Gigi Bauble
5.18.3.5 Kesalahan Bentuk
Gulungan Roving
Gambar 5.165
Macam Bentuk Gulungan
Roving pada Bobin
- Kesalahan Bentuk
Gulungan dan Cara
Mengatasinya
Memperlihatkan bentuk
gulungan roving yang
normal.
Menunjukkan bentuk
gulungan yang ujung
kerucut atas dan bawahnya
213
bersudut besar dan
gulungan yang curam.
Bentuk ini sebenarnya bukan
merupakan suatu kesalahan,
hanya mempunyai beberapa
kekurangan antara lain :
- Penggulungan roving pada
bobin cepat penuh,
sehingga sering melakukan
penggantian (doffing) dan
hal ini menyebabkan mesin
sering diberhentikan.
- Pemakian bentuk gulungan
yang demikian pada mesin
ring spinning akan lebih
cepat pula habisnya.
- Diperlukan persediaan bobin
kosong yang lebih banyak,
juga roving waste (reused
waste) menjadi bertambah
banyak.
Untuk perbaikan bentuk
gulungan yang demikian,
dilakukan dengan jalan
menggeser lebih ke kiri
kedudukan poros peluncur,
kalau dengan pengeseran ini
sudut gulungan terlalu kecil
(tumpul) maka dapat ditolong
dengan menurunkan baut
berulir (5)
Memperlihatkan bentuk
gulungan roving yang
bagian atas dan bawahnya
terlalu tumpul, ini adalah
kebalikan dari bentuk B.
Adapun kekurangan dari
bentuk gulungan yang
demikian antara lain :
Karena bentuk gulungan yang
sangat tumpul, maka bagian
bawah dari bentuk kerucut
sering merosot yang
mengakibatkan roving sering
putus pula pada creel (bobin
houlder) sewaktu disuapkan ke
mesin ring spinning, sehingga
menambah besarnya limbah.
Cara perbaikannya adalah
kebalikan dari bentuk B.
Bentuk gulungan bagian
atas datar dan bagian
bawah terlalu curam, untuk
mengatasi gulungan yang
demikian dapat dilakukan
dengan jalan :
- Menyetel kembali
kedudukan kereta, pada
waktu bobin kosong
diusahakan lengan sayap
berada ditengah-tengah
bobin dan kedudukan
batang bergigi (2) harus
datar (horizontal).
Baut berulir (5a) dan (5b)
disetel demikian rupa
sehingga pada waktu kereta
dijalankan dari bagia tengah
ke atas dan ke bawah
menempuh jarak yang
sama.
5.18.3.6 Mendoffing
Mendoffing adalah tugas
memungut bobin yang sudah
penuh dan menggantinya
dengan bobin kosong dan start
kembali.
Cara mendoffing adalah
sebagai berikut :
- Siapkan bobin kosong
disebelah spindel.
Meletakkan ini hendaknya
214
dilakukan dengan cermat,
agar tidak tersangkut oleh
gulungan roving yang masih
berputar.
- Berhentikan mesin dengan
mengendorkan belt, hingga
terjadi roving yang sebagian
tidak tergulung dan
kemudian tarik roving-roving
tersebut agar tidak
menyumbat pada lubang
flyer.
- Pegang bobin kosong
dengan tangan kiri, sambil
mengangkat bobin penuh
dengan tangan kanan dan
dan meletakkannya /
menempatkannya pada
kereta bobin penuh.
- Masukan bobin kosong pada
kedudukannya (bobin
pinion).
- Demikian dilakukan dari
spindel yang satu ke spindel
lainnya hingga selesai.
- Naikkan kereta sampai mata
flyer berada tepat ditengahtengah
bobin kosong.
- Selanjutnya belitkan roving
pada bobin kosong.
- Geser belt cone drum pada
kedudukan awal gulungan
dan atur tegangannya.
- Mesin siap untuk distart
kembali.
5.18.4 Pengendalian Mutu
Hasil dari mesin flyer adalah
roving. Roving ini harus selalu
dikontrol mutunya agar tidak
menyimpang dari standar yang
ditetapkan.
Ada 4 macam pengetesan mutu
produksi mesin flyer yaitu :
A. Test nomor roving
B. Test kerataan roving
C. Test antihan pada roving
5.18.4.1 Pengujian Nomor
Roving
Pengujian ini dilakukan dengan
menimbang roving tiap 20 yards
atau 30 yards. Penimbangan ini
dilakukan dengan gram balance
dengan satuan berat gram.
5.18.4.2 Pengujian Kerataan
Roving
Untuk ini dilakukan dengan alat
Uster Evernness Tester.
Dengan alat ini kita akan
mendapatkan angka persentase
ketidakrataan dari roving
dengan satuan U%.
5.18.4.3 Pengujian Kekuatan
Roving
Pada perkembangannya
pengendalian mutu belakangan
ini, roving juga dikontrol
kekuatannya. Hal ini dilakukan
dengan penarikan roving per
helai dengan satuan gram.
5.18.4.4 Pengujian Antihan
pada Roving
Untuk ini dilakukan dengan alat
Twist Tester dan jumlah
pengujiannya umumnya
dilakukan 15 kali pengujian.
215
5.18.5 Perhitungan Peregangan
Gambar 5.166
Susunan Roda Gigi Mesin Flyer
216
Keterangan :
Puli A = 5 inci
Puli B = 8 inci
Roda gigi C = 40 gigi
Roda gigi D = 44 gigi
Roda gigi E = 45 – 104 gigi
Roda gigi F = 34 gigi
Roda gigi G = 36 gigi
Roda gigi H = 40 gigi
Roda gigi I = 22 gigi
Roda gigi J = 20 – 70 gigi
Roda gigi K = 96 gigi
Roda gigi L = 32,40,48,56 gigi
Roda gigi M = 30 gigi
Roda gigi N = 62 gigi
Roda gigi O = 40 gigi
Roda gigi P = 80 gigi
Roda gigi Q = 14 – 36 gigi
Roda gigi R = 68 gigi
Roda gigi S = 44 gigi
Roda gigi T = 50 gigi
Roda gigi U = 59 gigi
Roda gigi V = 19 gigi
Roda gigi W = 34 gigi
Roda gigi X = 32 gigi
Roda gigi Y = 40 gigi
Roda gigi Z = 22 gigi
Roda gigi a = 32 gigi
Roda gigi b = 36/36 gigi
Roda gigi d = 36 gigi
Roda gigi e = 36 gigi
Roda gigi f = 12 – 36 gigi
Roda gigi g = 44 gigi
Roda gigi h = 22 gigi
Roda gigi j = 22 gigi
Roda gigi k = 18 gigi
Roda gigi l = 70 gigi
Roda gigi m = 70 gigi
Roda gigi n = 14,16,20 gigi
Roda gigi p = 80 gigi
Roda gigi q = 13 gigi
Roda gigi r = 57 gigi
Roda gigi t = 18 gigi
Batang bergigi u = 0,3491 pitch
Seperti terlihat pada gambar
gearing Diagram (gambar
5.166), rol peregang depan
diputar dengan kecepatan yang
tetap (konstan) sebesar n
putaran per menit (RPM).
Putaran ini didapat dari putaran
poros utama melalui roda gigi J
(TJW), roda gigi K, roda gigi L,
roda gigi M, roda gigi N, roda
gigi O dan akhirnya roda gigi P
yang terpasang pada rol depan.
Gambar 5.167 memperlihatkan
susunan roda gigi pada rol
peregang yang merupakan
bagan dari gambar 5.155.
Gambar 5.167
Susunan Roda Gigi dari 3 Pasangan Rol Peregang
217
Tetapan Regangan atau
Draft Constant (DC)
Seperti telah diuraikan pada bab
yang terdahulu, bahwa yang
dimaksud dengan draft constant
ialah draft yang didapat dengan
jalan menghitung besarnya
Mechanical Draft (MD) dari
suatu susunan roda gigi dengan
memasukkan besarnya roda
gigi pengganti regangan (RPR)
dimisalkan = 1.
Sedangkan Mechanical Draft
ialah besarnya regangan yang
dihitung berdasarkan atas
perbandingan antara kecepatan
permukaan dari rol pengeluaran
dan rol pemasukan.
Dengan demikian maka :
Mechanical Draft (MD)
=
KPR belakang
KPR depan
Keterangan :
KPR = Kecepatan permukaan
rol
Kalau :
diameter rol depan = d1
diameter rol belakang = b1
dan putaran rol depan = n
putaran per menit, maka :
MD =
· · b'
c
· RPR
a
· F
·. · d'
n
n
=
· · RPR · · b'
· a · c · · d'
n F
n
=
· RPR · b'
· c · d'
F
a
=
20
80
·
RPR
52
·
'
'
b
d
Angka-angka pada persamaan
diatas adalah tetap (konstan)
kecuali RPR (roda gigi
pengganti regangan) yang
sering diganti untuk membuat
perubahan regangan adalah
roda gigi RPR.
Bila roda gigi pengganti
regangan RPR dimisalkan - 1,
dan dimasukkan dalam
persamaan diatas, maka
persamaan tersebut akan
menjadi :
MD = 1
1
1 · 20 · b
52 · 80 · d
= 1
1
20 · b
52 · 80 · d
misalkan
= x1
Semua angka-angka diatas
adalah tetap (konstan), maka x1
diatas disebut angka tetapan
regangan (Draft Constant = DC)
Jadi DC = 1
1
20 · b
52 · 80 · d
Regangan Mekanik (RM)
atau Mechanical Draft
(MD)
RM =
KPR belakang
KPR depan
218
Keterangan :
KPR = Kecepatan permukaan
rol
Kalau rol depan berputar 1 kali,
maka rol belakang akan
berputar :
1 ·
80
20
·
c
RPR
putaran
Dengan demikian maka :
RM =
1
1
· · b
c
· RPR
80
1 · 20
1 · · d
RM = 1
1
1 · 20 · RPR · · b
1 · 80 · c · · d
Kalau besarnya regangan
mekanik akan diubah, biasanya
yang diubah adalah roda gigi
RPR yaitu yang biasanya
disebut Roda gigi pengganti
Draft atau draft change wheel
(DCW). maka :
RM = 1
1
1 · 20 · RPR · · b
1 · 80 · c · · d
atau
= 1
1
1 · 20 · · b
1 80 · c · · d
RPR
=
RPR
1
-
1
x1
x1 = Draft Constant
RM =
RPR
DC
atau MD =
RPR
DC
Dari persamaan diatas didapat :
DC = MD · RPR
RPR =
MD
DC
Pada umumnya diameter rol
depan adalah sama dengan
diameter rol belakang,
sehingga :
DC = 1
1
20 · b
c · 80 · d
=
20
c · 80
Seperti telah diterangkan diatas,
bahwa roda gigi C jarang
diganti, dan apabila jumlah gigi
roda gigi C= 50, maka besarnya
Draft Constant adalah :
DC =
20
50 · 80
DC = 200
Kalau RPR = 30, maka
besarnya
MD =
RPR
DC
MD =
30
200
MD = 6,67
Kalau RPR = 28, maka
besarnya
MD =
RPR
DC
219
MD =
28
200
MD = 7,14
Berdasarkan uraian diatas,
maka kalau RPR diperkecil,
Mechanical Draft menjadi besar
dan sebaliknya bila DCW
diperbesar, maka Mechanical
Draft akan menjadi kecil.
Selain sistem 3 – rol peregang,
ada pula mesin Flyer yang
menggunakan sistem 4 – rol
peregang. Gambar 5.168
menunjukkan susunan roda gigi
dari 4 pasang rol peregang.
Gambar 5.168
Susunan Roda Gigi dari 4 Pasangan Rol Peregang
Regangan yang terjadi antara
rol belakang dan rol ketiga
adalah sama dengan kecepatan
permukaan rol ketiga dibagi
dengan kecepatan permukaan
rol belakang.
RMs – r =
( )
( )
KPR belakang S
KPR ketiga R
Keterangan :
KPR = Kecepatan permukaan
rol
Kalau rol ketiga dimisalkan
berputar 1 putaran maka rol
belakang akan berputar
sebanyak :
1 ·
75
21 ·
D
C ·
G
H
putaran
Dengan demikian maka :
RMS R =
4
3
· · r
G
· H
D
· C
75
1 · 21
1 · · r
=
4
3
1 · 21 · C · H · · r
1 · 75 · D · G · · r
Regangan yang terjadi antara
rol ketiga dan rol kedua sama
dengan kecepatan permukaan
rol kedua dibagi dengan
kecepatan permukaan rol
ketiga.
220
RMR Q =
( )
( )
KPR ketiga R
KPR kedua Q
Keterangan :
KPR = Kecepatan permukaan
rol
Kalau rol kedua dimisalkan
berputar satu putaran, maka rol
ketiga akan berputar sebanyak :
1 ·
E
F
putaran
Dengan demikian maka :
RMR Q =
3
2
· · r
E
1 · F
1 · · r
=
3
2
1 · F · · r
1 · E · · r
Regangan yang terjadi antara
rol kedua dan rol depan adalah
sama dengan kecepatan
permukaan rol depan dibagi
kecepatan permukaaan rol
kedua.
RMq p =
( )
( )
KPR kedua Q
KPR depan P
Keterangan :
KPR = Kecepatan permukaan
rol
Kalau rol depan dimisalkan
berputar satu putaran, maka rol
kedua akan berputar sebanyak :
1 ·
80
20
·
B
A
·
F
E
putaran
RMq p =
2
1
· · r
F
· E
B
· A
80
1· 20
1· · r
=
2
1
1 · 20·A · E· · r
1 ·80·B · F· ·r
Regangan yang terjadi antara
rol belakang dengan rol depan
adalah sama dengan kecepatan
permukaan rol depan dibagi
dengan kecepatan rol belakang.
RMs p =
( )
( )
KPR belakang s
KPR depan p
Keterangan :
KPR = Kecepatan permukaan
rol
Kalau rol depan dimisalkan
berputar 1 putaran, maka rol
belakang akan berputar
sebanyak :
1 ·
80
20
·
B
A
·
75
21
·
D
C
·
G
H
putaran
Dengan demikian maka :
RMs p =
4
1
· · r
G
· H
D
· C
75
· 21
B
· A
80
1· 20
1· · r
=
1· 20 ·A· 21·C·H· · r
1·80·B· 75·D·G · · r
4
1
4
1
20 · A · 21 · C · · r
80 · B · 75 · D · G · r
H
atau
221
RMs p =
RMS P · RMr q · RM z p
=
1 · 20 · A
· 1 · 80 · B
1
· 1
1 · 21 · C · H
1 · 75 · D · G
=
4
1
21 · C · H · 20 · A · r
75 · D · G · 80 · B · r
Pada susunan roda gigi
sebagaimana terlihat pada
gambar 5.168, terdapat roda
gigi pengganti regangan A.
Untuk mencari besarnya
tetapan regangan dapat dihitung
dengan memisalkan roda gigi A
sama dengan satu.
Dengan demikian angka tetapan
regangan :
4
1
21 · C · H · 20 · A · r
75 · D · G · 80 · B · r
Regangan Nyata (RN) atau
Actual Draft (AD)
Dalam proses pembuatan
benang Roving pada mesin
Flyer, karena adanya prosesnya
peregangan maka kemungkinan
terdapat serat yang menempel
pada rol pembersih dan rol atas,
atau mungkin juga ada yang
jatuh atau beterbangan
walaupun sedikit.
Dengan demikian, tidak semua
sliver yang disuapkan pada
mesin Flyer akan menjadi
Roving, tetapi ada sebagian
serat yang menjadi limbah
(Waste).
Betapapun kecilnya, limbah
pasti ada dan limbah tersebut
perlu diperhitungkan dalam
mencari besarnya regangan dan
regangan ini disebut Regangan
Nyata (RN) atau Actual Draft
(AD).
Misalkan limbah yang terjadi
selama proses pembuatan
roving adalah sebesar 2%,
maka :
Regangan Nyata
=
(100 2)
100
· MD
Regangan Nyata dapat pula
dihitung berdasarkan nomor
bahan yang keluar dibagi
dengan nomor bahan yang
masuk.
Pada sistem penomoran kapas,
maka regangan nyata dapat
dihitung sebagai berikut :
Regangan Nyata
=
( )
( )
nomorMasuk NM
nomor Keluar NK
Kalau Roving yang dihasilkan
mesin Flyer nomornya Ne1 1,83
dan sliver yang disuapkan ke
mesin Flyer nomornya Ne1
0,15, maka :
222
Regangan Nyata
=
nomorMasuk
nomor Keluar
RN =
0,15
1,83
RN = 12,2 atau AD = 12,2
Bila limbah yang terjadi selama
proses pada mesin adalah
sebesar 2% maka :
RM = RM
100
(100 2)
RM =
100
98
· 12,2
RM = 12
5.18.6 Perhitungan Antihan
(Twist)
Bahan yang keluar dari rol
peregang depan masih
merupakan jajaran serat-serat
yang belum mempunyai
kekuatan.
Agar bahan tadi mempunyai
kekuatan, perlu diberi antihan
(Twist).
Makin besar antihan yang
diberikan pada bahan, makin
besar pula kekuatan yang
didapat. Tetapi biasanya
antihan yang diberikan hanya
secukupnya agar bahan
mempunyai cukup kekuatan
untuk digulung pada bobin.
Disini akan dibahas mengenai
perhitungan antihan
berdasarkan susunan roda gigi
mesin Flyer gambar 5.166.
Untuk mengetahui besarnya
antihan, biasanya dinyatakan
per satuan panjang (inch). Jadi
besarnya antihan dinyatakan
dalam antihan per inch atau
Twist per Inch (TPI).
TPI =
KPRPD menit
KS menit
/
/
Keterangan :
KS = Kecepatan spindel
KPRPD = Kecepatan
permukaan rol
peregang depan
Twist Per Inch
Dari susunan roda gigi pada
gambar 5.166 besarnya antihan
per inch dapat dihitung sebagai
berikut :
Apabila putaran poros utama
berputar n putaran per menit
maka :
- Spindel akan berputar :
n ·
G
F
·
I
H
putaran/ menit
- Rol depan akan berputar :
n ·
J
L
·
P
M
putaran/ menit
atau kecepatan permukaan
rol depan =
n ·
J
L
·
P
M
· · r1 inch per
menit
TPI =
KPRPD menit
KS menit
/
/
Keterangan :
KS = Kecepatan spindel
223
KPRPD = Kecepatan
permukaan rol
peregang depan
J = Roda gigi pengganti antihan
atau twist change wheel
(TCW).
TPI =
· · r1
P
· M
·
J
L
I
H
G
F
=
8
· 13
7
· 22
80
· 30
40
RPA
14
· 36
30
32
=
30 · 14 · TCW· 30 · 22 ·11
32 · 36 · 40 · 80 · 7 · 8
=
RPA
67 · 7
Angka 67,7 adalah angka yan
diperoleh darihasil perhitungan
susunan dan gigi dan diameter
rol depan. Susunan roda gigi
tersebut tidak berubah-ubah,
dan yang bisa diganti-ganti
hanya roda, gigi RPA yang
dalam perhitungan diatas RPA
tidak digunakan. Begitu juga
diameter rol peregang depan
juga tidak akan berubah.
Karena angka tersebut
diperoleh dalam rangka mencari
twist, dan nilainya tetap (tidak
berubah) maka angka tersebut
merupakan angka tetapan
antihan (TA) atau twist constant
(TC). Jadi TA pada perhitungan
diatas = 67,7.
Atau TPI =
RPA
67,7
atau
TPI =
RPA
TC
Tetapan Antihan (TA) atau
Twist Constant (TC)
Tetapan antihan ini perlu dicari
dan gunanya untuk
mempercepat perhitungan
apabila pada suatu ketika
diperlukan untuk mengganti
roda gigi RPA.
Roda gigi RPA perlu diganti
apabila diinginkan antihan per
inch pada Roving lebih besar
atau lebih kecil.
Sebagai contoh misalnya
apabila antihan per inch pada
Roving = 1, maka besarnya gigi
RPA dapat dihitung sebagai
berikut :
TPI =
RPA
TA
RPA =
TPI
TA
=
1
67,7
= 67,7
Jumlah gigi tidak ada yang
pecahan sehingga angka 67,7
harus dibulatkan menjadi
68 · gigi.
Apabila diinginkan TPI = 1,2
maka besarnya gigi RPA =
1,2
67,7
= 56,4 dan dibulatkan
menjadi 56 gigi.
224
Dari uraian diatas dapat
diperoleh rumus umum sebagai
berikut :
- Twist per inch =
Roda gigi pengganti antihan
Tetapan antihan
(TPI =
RPA
TA
)
- RPA =
TPI
TA
- RPA, TPI = TA
Dari ketiga uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa :
- Twist per inch berbanding
terbalik dengan delivery dari
front roller, jadi berbanding
terbalik dengan produksi.
- Twist per inch berbanding
terbalik dengan roda gigi
pengganti antihan (RPA).
- Twist Change Wheel
berbanding lurus dengan
produksi.
Berdasarkan uraian-uraian
diatas, maka untuk
mendapatkan produksi yang
sebesar-besarnya, diusahakan
pemakaian roda gigi pengganti
antihan (RPA) yang sebesarbesarnya
sehingga didapat
antihan yang sekecil-kecilnya.
Tetapi bila antihan terlalu kecil,
harus diingat bahwa
penggulungan roving pada
bobin memerlukan penarikan
pada roving. Dengan demikian
diperlukan adanya kekuatan
antihan yang cukup pada
roving, sehingga pada waktu
terjadi proses penggulungan
pada bobin, roving tidak
mengalami regangan palsu
(false draft), atau roving akan
putus. Bila terjadi regangan
palsu dan roving tidak putus,
maka roving akan menjadi kecil,
roving menjadi kurang rata dan
nomor yang dihasilkan akan
tidak sesuai dengan nomor
yang direncanakan.
Disamping itu roving tersebut
harus mempunyai kekuatan
yang cukup untuk memutarkan
bobin pada crell pda waktu
pengerjaan di mesin Ring
Spinning tanpa terjadi regangan
palsu.
Sebaliknya kalau antihan pada
roving terlalu besar, maka akan
mengalami kesulitan paada
proses peregangan di mesin
Spinning.
Oleh karena itu pemberian
antihan pada roving tidak boleh
terlalu besar dan tidak boleh
terlalu kecil, tetapi secukupnya
saja kira-kira mampu untuk
digulung digulung pada bobin
sewaktu proses penggulungan
di mesin Flyer tanpa mengalami
banyak putus.
Koefisien Antihan atau
Twist Koefisien
225
Besar kecilnya antihan pada
Roving tergantung kepada
panjang serat kapas yang
diolah. Besarnya antihan per
inch dapat digunakan rumus :
TPI = Ne1
Dimana adalah merupakan
Koefisien antihan.
Harga dari Koefisien antihan
tergantung pada jenis serat dan
panjang serat yang akan diolah.
Tabel dibawah ini menggambarkan Koefisien antihan yang umum
digunakan pada mesin Flyer.
Tabel 5.6
Koefisien Antihan pada Mesin Flyer
KAPAS MESIN KOEFISIEN ANTIHAN
Kapas Mesir
Kapas Mesir
Kapas Mesir
Slubbing Frame
Intermediate Frame
Roving Frame
0,64
0,76
0,9
Kapas Amerika
Kapas Amerika
Kapas Amerika
Slubbing Frame
Intermediate Frame
Roving Frame
0,95
1,05
1,15
Kapas India
Kapas India
Kapas India
Slubbing Frame
Intermediate Frame
Roving Frame
1,3
1,4
1,5
Kapas pendek
Kapas pendek
Kapas pendek
Slubbing Frame
Intermediate Frame
Roving Frame
1,5
1,8
2,0
Dari tabel diatas dapat dilihat
bahwa makin panjang serat
yang diolah, makin kecil
Koefesien antihan dan berarti
makin kecil pula jumlah
antihannya.
226
5.18.7 Perhitungan Produksi
Biasanya produksi suatu mesin
pemintalan pada umumnya
dinyatakan dalam satuan berat
per satuan waktu yang tertentu.
Begitu pula untuk mesin Flyer,
produksinya dinyatakan dalam
satuan berat (kg) per satuan
waktu tertentu (jam).
Produksi Teoritis
Produksi Teoritis adalah
produksi yang dihitung
berdasarkan susunan Roda Gigi
dengan memperhatikan nomor
roving yang akan dibuat pada
mesin Flyer serta jenis kapas
yang diolah.
Produksi per spindel per menit
adalah :
Antihan Per Inch
Kecepatan Spindelmenit
Sedangkan TPI = 1 Ne
Produksi per spindel per menit :
1 Ne
Kecepatan spindel per menit
=
1 Ne
Nsp
Bila mesin Flyer :
- mempunyai jumlah spindel
= 132 buah
- koefisien antihan ( ) = 0,9
- nomor roving yang akan
dibuat = Ne1 · 1
- putaran spindel per menit
= 900
Maka produksi mesin Flyer
dapat dihitung sebagai berikut :
Produksi per spindel per menit
=
1 Ne
Nsp
inch
Produksi per spindel per jam
=
1
60
Ne
N x sp
inch
Kalau efisiensi mesin = 85%, maka produksi per mesin per jam
= inch
Ne
x x N x sp
1
0,85 132 60
= 0,85 · 132 ·
1 Ne
Nsp
· 60 ·
36
1
yards
= 0,85 · 132 ·
1 Ne
Nsp
· 60 ·
36
1
·
840
1
hanks
227
= 0,85 · 132 ·
1 Ne
Nsp
· 60 ·
36
1
·
840
1
·
1
1
Ne
lbs
= 0,85 · 132 ·
1 Ne
Nsp
· 60 ·
36
1
·
840
1
·
1
1
Ne
453,6 gram
= ,85 · 132 ·
1 Ne
Nsp
· 60 ·
36
1
·
840
1
·
1
1
Ne
·
1000
453,6
kg
= kg
0,9 1 · 36 · 840 ·1·1000
0,85 ·132 · 900 · 60 · 453,6
= 101 kg
Bila mesin Flyer yang
digunakan mempunyai susunan
roda gigi seperti terlihat pada
gambar 5.155, dimana :
- Rpm motor = 1200
- Nomor roving = Ne1 · 1,83
- Kapas Amerika jenis
sedang, = 1,15
Maka untuk menghitung
produksi teoritis mesin Flyer
dapat dilakukan sebagai
berikut :
Menurut susunan roda gigi Flyer
Nsp = Rpm motor ·
B
A
·
E
C
·
G
F
·
I
H
Nsp = 1200 ·
8
5
·
80
40
·
36
34
·
22
40
= 656,06
TPI = 1 Ne = 1,15 1,83
= 1,56
Produksi per spindel menit
=
1 Ne
Nsp
= 421,7 inch
1,15 1,83
656,06
Produksi teoritis per spindel per
menit = 421,7 inch
Produksi teoritis per jam per
mesin :
= 60 · 132 ·
1,15 1,83
656,06
·
36
1
·
840
1
·
1,83
1
·
1000
453,6
kg
= 27,4 kg
Produksi teoritis per spindel per
jam =
132
27,4
= 0,21 kg
Produksi Nyata
Produksi nyata adalah hasil
roving dari Flyer, yang didapat
dari hasil penimbangan Roving
dalam satuan waktu tertentu.
Biasanya untuk mengetahui
jumlah produksi nyata rata-rata
per jam dari mesin Flyer,
diambil data hasil produksi
nyata selama periode waktu
228
tertentu, misalnya satu minggu.
Kemudian dihitung jumlah jam
efektif dari mesin tersebut.
Jumlah jam efektif didapat dari
jumlah jam kerja dalam
seminggu dikurangi jumlah jam
berhenti dari mesin itu. Jadi
jumlah produksi nyata per jam
adalah : jumlah produksi nyata
per minggu dibagi jumlah efektif
per minggu.
Misalkan dalam satu minggu
menurut jadwal waktu kerja =
147 jam. Jumlah mesin Flyer
yang jalan 5 buah @ 132
spindel menurut pengamatan
selama satu minggu terdapat : 4
mesin yang diservis masingmasing
memerlukan waktu 7
jam. Menurut laporan ternyata
jumlah produksi hasil
penimbangan = 18.000 kg.
5.19 Proses Mesin Ring
Spinning
Mesin Ring Spinning adalah
kelanjutan daripada mesin
Flyer, dimana terjadi proses
perubahan Roving menjadi
benang dengan jalan
peregangan, pengantihan dan
penggulungan. Proses di mesin
spinning merupakan proses
terakhir dalam pembuatan
benang, sedang proses-proses
selanjutnya hanya merupakan
proses penyempurnaan. Pada
waktu roving dikerjakan di
mesin spinning terjadi proses
peregangan oleh pasangan rol
peregang. Peregangan terjadi
karena adanya perbedaan
kecepatan permukaan antara rol
peregang depan, rol peregang
tengah dan rol peregang
belakang.
Untuk dapat digulung pada
bobin benang harus cukup kuat
dan diperlukan pengantihan.
Kalau pemberian antihan pada
mesin flyer hanya secukupnya
saja, maka pemberian antihan
pada mesin ring spinning
didasarkan atas pemakaian
benang tersebut dan harus
cukup kuat untuk diproses lebih
lanjut.
Pada mesin flyer sayapnya
merupakan pengantar roving
sewaktu dilakukan
penggulungan dan sayap ini
tidak bergerak naik turun,
sedang pada mesin ring
spinning traveller yang dipasang
pada Ring merupakan
pengantar benang selama
penggulungan benang pada
bobin sambil bergerak naik
turun. Pada mesin flyer yang
membuat antihan pada roving
adalah putaran sayap, sedang
pada mesin ring spinning yang
membuat antihan pada benang
adalah putaran dari traveller.
Jadi pada mesin Ring Spinning
kapas yang keluar dari rol
depan masih sejajar, dan
dengan perantaraan pengantar
ekor babi (lappet) terus
melewati traveller ring yang
terputarkan spindel. Karena
adanya putaran traveller pada
ring mengelilingi spindel,
terbentuklah antihan pada
benang dan dengan demikian
benang mendapat kekuatan.
229
Pada umumnya terjadinya
penggulungan di mesin flyer
karena putaran sayap lebih
lambat dari putaran bobin. Pada
mesin spinning terjadinya
penggulungan benang pada
bobin karena traveller berputar
lebih lambat dari putaran bobin.
Lapisan gulungan roving di
mesin flyer sejajar poros bobin,
sedang lapisan gulungan
benang di mesin Ring Spinning
arahnya miring terhadap bobin.
Jadi perbedaan mesin Ring
Spinning dengan mesin flyer
antara lain :
Tabel 5.7
Perbedaan Mesin Ring Spinning dengan Mesin Flyer
Jenis Mesin Flyer Mesin Ring
Spinning
Putaran Spindel Aktif Aktif
Putaran bobin Aktif dan lebih
lambat dari putaran
spindel
Aktif dan berputar
bersama dengan
putaran spindel
Kecepatan putaran
bobin
Makin lama makin
lambat
Tetap
Terjadinya gulungan g = N sp - N sy g = N sp - Ntr
Lapisan Gulungan Tegak sejajar bobin Miring
Hasil akhir Roving Benang
Keterangan :
g = gulungan
N sp = putaran spindel per menit
N sy = putaran sayap per menit
Ntr = putaran traveller per menit
230
Prinsip bekerjanya mesin Ring Spinning :
Gambar 5.169
Skema Mesin Ring Spinning
231
Keterangan :
1. Rak bobin
2. Penggantung (bobin holder)
3. Pengantar
4. Terompet pengantar
(traverse guide)
5. Rol peregang
6. Cradle
7. Penghisap (pneumafil)
8. Ekor babi
9. Pengontrol baloning
10. Penyekat (separator)
11. Traveller
12. Ring
13. Spindel
14. Tin Roller
Sebagai bahan penyuap mesin
ring spinning adalah roving hasil
mesin flyer. Gulungan roving
pada bobin satu persatu
dipasang pada tempat
penggantung (2) dan diatur
supaya isi bobin tidak sama
sehingga habisnya tidak
bersamaan. Ujung-ujung roving
dilakukan pengantar (3) supaya
mudah ditarik dan tidak putus.
Pada saat penyuapan roving
sedang berlangsung. Gulungan
roving pada bobin turut berputar
untuk menghindarkan terjadinya
regangan palsu.
Dari pengantar (3) roving
dilalukan pada terompet
pengantar (4) yang bergerak ke
kiri dan ke kanan. Gerakan ini
masih terbatas pada daerah
peregangan dengan maksud
untuk mengarahkan penyuapan
supaya tidak terjadi pengausan
setempat pada rol peregang.
Dari terompet pengantar (4)
roving disuapkan ke daerah
peregangan (5) yang diterima
oleh pasangan rol belakang.
Dari peregangan rol belakang
roving diteruskan ke pegangan
rol tengah dengan kecepatan
permukaan yang lebih besar,
dan roving diregangkan pelanpelan
sehingga antihannya
terbuka kembali, dan seratseratnya
menjadi sejajar.
Peregangan yang terjadi antara
pasangan rol peregang
belakang dan rol peregang
tengah disebut break draft.
Selanjutnya oleh pasangan rol
tengah diteruskan ke pasangan
rol depan yang mempunyai
kecepatan permukaan yang
lebih besar daripada rol tengah,
sehingga terjadi proses
peregangan yang sebenarnya.
Peregangan yang terjadi di
daerah ini disebut mean draft.
Biasanya pada rol pasangan rol
tengah dipasang sepasang
apron, dan fungsinya antara lain
sebagai pengantar serat-serat
dan memperkecil jarak titik jepit
terhadap rol depan.
Di atas dan di bawah rol
peregang ini dipasang
pembersih (8), sehingga serat
dan debu yang menempel pada
rol dapat dicegah. Setelah
kapas keluar dari rol
peregangan depan akan
terhisap oleh pengisap (7). Bila
benang sudah disambung maka
serat yang keluar dari rol depan
langsung dilalukan ekor babi (9)
terus melalui traveller (10) yang
berputar pada ring sehingga
terbentuk antihan pada benang
dan benang telah cukup kuat
232
untuk digulung pada bobin.
Karena putaran spindel sangat
cepat, maka traveller juga
terbawa berputar dengan cepat
pada ring mengelilingi spindel
yang menimbulkan gaya
centrifugal yang besar.
Dibandingkan dengan berat
benang antara rol depan sampai
bobin, maka gaya centrifugal
dapat mengakibatkan timbulnya
bayangan benang berputar
seperti balon yang biasa disebut
baloning.
Untuk menjaga kebersihan dari
traveller, pada dekat ring
biasanya dipasang baja pelat
kecil disebut pisau, gunanya
untuk menahan serat-serat yang
terbawa dan menyangkut pada
traveller. Bilamana bobin yang
digunakan panjang (9”), maka
baloning yang terjadi sangat
besar. Untuk mencegah dan
membatasi besarnya baloning
biasa dibantu dengan antinode
ring.
Disamping antinode ring untuk
membersihkan pemisahan
antara baloning pada spindel
satu dengan spindel lainnya
juga diberi penyekat (14), sebab
apabila baloning bergesekan
dengan arah yang berlawanan
akan menimbulkan bulu benang
atau mungkin akan saling
menyangkut dan benang dapat
putus.
Setelah benang diberi antihan
benang terus digulung pada
bobin. Pada awal penggulungan
pada pangkal bobin, bentuk
gulungan benangnya harus
khusus dan untuk ini digunakan
suatu peralatan yang disebut
Cam Screw. Setelah
pembentukan pangkal gulungan
selesai, kemudian disusul
penggulungan yang sebenarnya
sehingga gulungan benang
pada bobin menjadi penuh.
Penggulungan benang pada
bobin ini berbeda dengan
penggulungan roving. Kalau
pada roving bobin penggulung
bergerak naik turun dan
sayapnya berputar ditempat,
sebagai pengantar roving pada
bobin dan gerakan naik
turunnya bobin hampir setinggi
bobinnya dan benang pada
bobin, spindel berikutnya
bobinnya berputar di tempat dan
traveller pada ring berikut ring
rail bergerak naik turun.
Gerakan naik dari ring rail lebih
lambat daripada gerakan turun,
dan pada waktu ring rail naik
terjadi penggulungan benang
yang sebenarnya, sedang pada
waktu ring rail turun terjadi
gulungan bersilang sebagai
pembatas lapisan gulungan
yang satu terhadap lapisan
gulungan yang berikutnya.
Pada hakikatnya mesin Ring
Spinning dapat dibagi menjadi
tiga bagian :
1. Bagian penyuapan
2. Bagian peregangan
3. Bagian penggulungan
5.19.1. Bagian Penyuapan
Bagian penyuapan terdiri dari
Rak (1) Penggantung (2) Topi
penutup (2a) Gulungan roving,
233
Pengantar (3) dan Pengantar
(traverse guide) (4).
Rak (1) berfungsi untuk
menempatkan penggantung
(bobin holder) (2) yang
jumlahnya sama dengan jumlah
spindel yang terdapat pada satu
frame. Pada setiap
penggantung (bobin holder)
dipasang gulungan roving hasil
mesin flyer, dan gulungan
roving tersebut dapat berputar
dengan mudah pada
penggantungnya pada saat
roving ditarik oleh pasangan rol
peregang. Setiap roving yang
akan disuapkan ke pasangan rol
peregang belakang harus
melalui pengantar (4) agar
penguluran roving dari
gulungannya dapat lancar.
Besarnya masing-masing
gulungan roving yang disuapkan
harus diatur sedemikian rupa
sehingga gulungan roving tidak
habis dalam waktu yang
bersamaan. Fungsi topi penutup
roving (2a) ialah untuk
mencegah menempelnya seratserat
yang beterbangan pada
roving, agar tidak menambah
ketidakrataan pada roving yang
disuapkan. Sedang pengantar
(traverse guide) (4) yang
bergerak ke kanan dan ke kiri
fungsinya untuk mengatur
penyuapan roving agar keausan
rol peregang merata.
Gambar 5.170
Skema Bagian Penyuapan Mesin Ring Spinning
234
Nama-nama peralatan penting
dari bagian penyuapan adalah :
5.19.1.1 Rak
Gambar 5.171 Rak
Rak (1), dibuat dari pipa besi
sebagai tempat untk
menyimpan bobin roving
persediaan penyuapan.
5.19.1.2 Penggantung Bobin
Gambar 5.172
Penggantung Bobin
(Bobin Holder)
Penggantung bobin (bobin
holder) (2), dibuat dari silinder
besi dengan konstruksi yang
dapat diputar pada poros yang
terpasang di rak untuk
menggantungkan bobin roving.
5.19.1.3 Pengantar
Gambar 5.173 Pengantar
Pengantar (3), yang berbentuk
pipa bulat kecil memanjang
gunanya untuk mempermudah
penarikan roving yang
disuapkan.
5.19.1.4 Terompet Pengantar
(Traverse Guide)
Gambar 5.174
Terompet Pengantar
Terompet pengantar (traverse
guide) (4), bentuknya seperti
corong kecil dari bahan
semacam ebonite yang
dipasang berangkai pada suatu
batang besi dan dapat bergerak
ke kanan dan ke kiri untuk
menghindarkan terjadinya aus.
5.19.2. Bagian Peregangan
Bagian peregangan ini terdiri
dari tiga pasangan rol peregang
(5) yang diperlengkapi dengan
per penekan yang fungsinya
untuk dapat memberikan
tekanan pada rol peregang atas
terhadap rol peregang bawah,
sehingga dperoleh garis jepit
yang diharapkan. Akibat adanya
tarikan-tarikan pasangan rol
peregang ada sebagian serat
yang putus menjadi serat-serat
pendek maka pada rol atas
dipasang pembersih yang
235
gunanya untuk membersihkan
serat-serat yang menempel
pada rol atas. Pada rol
peregang tengah dipasang
apron (6) yang fungsinya untuk
mengantarkan serat-serat ke
pasangan rol depan. Dengan
perantaraan apron tersebut,
maka kecepatan serat yang
pendek juga selalu mengikuti
kecepatan permukaan rol
tengah. Pada bagian
peregangan dilengkapi pula
dengan penghisap (pneumafil)
(7) yang fungsinya untuk
menghisap serat yang keluar
dari pasangan rol peregang
depan apabila ada benang yang
putus.
Gambar 5.175
Skema Bagian Peregangan Mesin Ring Spinning
Nama-nama peralatan penting
dari bagian peregangan adalah :
5.19.2.1 Rol peregang
Gambar 5.176
Rol Peregang
Rol Peregang (5) terdiri dari tiga
pasang rol atas dan rol bawah.
Rol bawah belakang dan rol
bawah depan mempunyai alur
kecil dan halus, mesin model
lama alurnya lurus ke arah
panjang, sedang untuk model
baru alurnya miring. Khusus rol
tengah alurnya saling miring
dan berpotongan untuk
memutarkan apron. Rol atasnya
dibuat dari besi yang
permukaannya dilapis bahan
sintetis. Rol bawah berputar
aktip dan rol atas berputar
236
secara pasip karena adanya
gesekan dengan rol bawah.
5.19.2.2 Cradle
Gambar 5.177
Cradle
Cradle (6) yaitu suatu batang
yang konstruksinya sedemikian
rupa untuk memegang rol atas,
dan dilengkapi dengan beban
penekan rol system per.
5.19.2.3 Penghisap
(Pneumafil)
Gambar 5.178
Penghisap (Pneumafil)
Penghisap (pneumafil) (7),
dibuat dari pipa aluminium atau
besi yang tipis dan pada
tempat-tempat tertentu dimana
benang dari rol depan keluar
terdapat lubang penghisap kecil.
Penghisap ini dihubungkan
dengan fan melalui pipa, fungsi
penghisap ini ialah untuk
menghisap kapas apabila ada
benang yang keluar dari rol
depan putus, dan juga untuk
mempermudah penyambungan
benang yang putus.
5.19.2.4 Penyetelan Jarak
antara Rol Peregang
Salah satu faktor yang
menentukan mutu hasil benang,
terutama yang menimbulkan
ketidakrataan adalah
penyetelan jarak masing-masing
pasangan rol peregang.
Penyetelan jarak antara rol
pada daerah utama ini
ditentukan oleh ukuran cradle
apron atas dan jaraknya tetap.
Sedangkan penyetelan jarak
pada daerah belakang
bervariasi tergantung pada
besarnya nilai regangan
pendahuluan dan bahan baku
yang diolah.
Bila regangan pendahuluan
rendah (low break draft) yaitu
mencapai 1,4 maka tidak
diperlukan untuk menyesuaikan
penyetelan terhadap panjang
staple. Sedangkan bila
regangan pendahuluan tinggi
(high break draft) yaitu lebih dari
2, maka penyetelan daerah
belakang harus disesuaikan
dengan panjang staple.
Berikut ini table penyetelan
yang disarankan oleh pabrik
Suessen WST.
237
Tabel 5.8
Penyetelan Staple Menurut Pabrik Suessen WST
Penyetelan
(mm)
Regangan rendah
(sampai 1,4)
Regangan tinggi
(lebih dari 2)
Cradle apron atas Untuk panjang staple
sampai
4,5 mm 60 mm 45 mm 60 mm
H
H’
V
V’
44
49
54
52
67
73
70
67
44
49
L + 2
L
67
73
L + 2
L
Keterangan :
L = panjang stapel + 2 mm
Gambar 5.179 Penyetelan Jarak
antar Rol Peregang
Contoh :
Diketahui panjang serat yang
diproses pada mesinRing
Spinning = 28,5 mm panjang
cradle apron = 51 mm dan
besarnya regangan
pendahuluan (break draft)
mesin ring spinning = 1,33.
Tentukan besarnya jarak antara
titik jepit pasangan rol peregang
depan dan pasangan rol
peregang belakang mesin Ring
Spinning tersebut.
Jawab :
- panjang serat (L) = 28,5 mm +
2 mm = 30,2 mm
- besar jarak antara titik jepit
pasangan rol depan :
h = panjang cradle apron +
1 mm
= 51 mm + 1 mm
= 52 mm
- besar jarak antara titik jepit
pasangan rol belakang
v = panjang staple (L) +
22,2 mm
= 30,2 mm + 22,2 mm
= 52,4 mm
238
5.19.2.5 Pembebanan pada
Rol Atas
Maksud dan tujuan daripada
pembebanan sebagaimana
diketahui yaitu untuk
mendapatkan tekanan
sepanjang garis jepit dan
mengontrol serta mencegah
terjadinya slip pada saat
peregangan berlangsung.
Dewasa ini pembebanan rol
peregang pada mesin ring
spinning lebih banyak
digunakan sistem per daripada
sistem bandul. Berikut ini adalah
gambar konstruksi peralatan
pembebanan (pendulum
weighting arm)
Gambar 5.180
Pembebanan pada Rol Atas
Peralatan ini pada ujung
depannya diperlengkapi dengan
peralatan penunjuk pengatur
beban. Pengatur beban tersebut
mempunyai tanda warna merah
untuk setiap besarnya beban
yang digunakan. Dengan
demikian setiap saat dapat
dengan mudah dilihat berapa
beban yang diberikan.
Penyetelan besarnya beban
dapat dengan mudah
dilaksanakan dengan jalan
memutar lubang sekrup ke kiri
dan ke kanan dengan peralatan
kunci yang khusus disediakan
untuk keperluan tersebut
(gambar 5.179)
Gambar 5.181
Kunci Penyetel Pembebanan
pada Rol Atas
Keuntungan-keuntungan
daripada pembebanan system
per, diantaranya adalah :
Konstruksinya sederhana
sehingga memudahkan
pemasangan,
pembongkaran dan
pemeliharaannya.
Penyetelan besarnya beban
dapat disesuaikan dengan
nomor roving yang
disuapkan.
miringnya kedudukan rol
tidak banyak pengaruhnya
terhadap nilai beban.
239
5.19.3. Bagian Penggulungan
Bagian penggulungan terdiri
bobin yang dipasang pada
spindel (13), spindel berikut
bobin diputarkan oleh tin roller
(14) dan traveller (11) yang
dipasang pada ring dan
fungsinya sebagai pengantar
benang, bergerak naik turun
pada saat penggulungan
benang sedang berlangsung.
Untuk mengurangi tegangan
benang dipasang pengontrol
baloning (9) yang fungsinya
untuk membatasi kemungkinan
membesarnya baloning, agar
benang yang dipintal tidak
saling berkaitan dipasang
penyekat (separator) (10)
diantara spindel, di atas spindel
dipasang ekor babi (8) yang
fungsinya agar bentuk balon
simetris terhadap spindel,
sehingga benang tidak
bergesekan dengan ujung
spindel.
240
Gambar 5.182
Skema Bagian Penggulungan Mesin Ring Spinning
Nama-nama peralatan penting
dari bagian penggulungan
adalah :
5.19.3.1 Ekor Babi (Lappet)
Gambar 5.183
Ekor Babi (Lappet)
Ekor babi (lappet) (8) dibuat dari
kawat baja yang dibengkokkan
menyerupai ekor babi dan
dipasang tepat di atas spindel,
gunanya untuk menyalurkan
benang supaya tepat pada
poros spindel.
5.19.3.2 Traveller
Gambar 5.184
Traveller
241
Traveller (11) dibuat dari baja
dan bentuknya seperti huruf C,
fungsinya sebagai pengantar
benang.
5.19.3.3 Ring
Gambar 5.185 Ring
Ring (12) dibuat dari baja dan
dipasang pada Ring Rail,
dimana traveller ditempatkan
5.19.3.4 Spindel
Gambar 5.186
Spindel
Spindel (13) dbuat dari baja
dimana bobin ditempatkan /
dipasang.
5.19.3.5 Pengontrol Baloning
(Antinode Ring)
Gambar 5.187
Pengontrol Baloning
(Antinode Ring)
Pengontrol baloning (antinode
ring) (9) dibuat dari kawat baja
yang melingkari spindel,
gunanya untuk menjaga agar
baloning tidak teralu besar.
5.19.3.6 Penyekat (separator)
Gambar 5.188
Penyekat (Separator)
Penyikat (separator) (10) dibuat
dari besi pelat, atau aluminium
yang tipis, dan dipasang
diantara spindel yang satu
terhadap spindel yang lain dan
gunanya untuk membatasi
baloning tidak saling terkena
satu sama lain, sehingga dapat
mengakibatkan benang putus.
242
5.19.3.7 Tin Roll
Gambar 5.189 Tin Roll
Tin rol (14) suatu silinder besi
sebagai poros utama mesin ring
spinning, dan juga untuk
memutarkan spindel dengan
perantaraan pita (spindel tape)
yang ditegangkan oleh
peregang jocky pulley.
5.19.3.8 Proses Pengantihan
(Twisting)
Yang dimaksud proses
pengantihan ialah penyusunan
serat-serat yang akan dibuat
benang agar menempati
kedudukan seperti spiral
sedemikian sehingga seratserat
tersebut saling mengikat
dan menampung serat-serat
yang masih terlepas satu sama
lainnya yang dalam bentuk pita
menjadi suatu massa yang
kompak sehingga memberikan
kekuatan pada benang yang
dibentuknya.
Pemberian antihan ini pada
prinsipnya dilakukan dengan
memutar satu ujung dari untaian
serat, sedang ujung yang
lainnya tetap diam. Pada proses
pemintalan pemberian antihan
dilakukan oleh spindel dan
traveller sebagai pemutar ujung
untaian serat yang keluar dari
rol peregang depan, sedangkan
ujung yang lainnya tetap
dipegang atau dijepit oleh rol
peregang depan.
Banyaknya antihan yang
diberikan pada benang
tergantung kepada
perbandingan banyaknya
putaran dari mata pintal dengan
panjangnya benang yang
dikeluarkan dari rol depan untuk
waktu yang sama.
Banyaknya antihan yang
diberikan pada benang
dirumuskan sebagai berikut :
TPI = C x 1 Ne
Dimana :
TPI = Twist per inch
C = konstanta antihan atau
twist multiplier
Ne1 = nomor dari benang
untuk sistem tidak
langsung
Hubungan antihan dengan
nomor benang seperti yang
dirumuskan di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Apabila suatu untaian dari seratserat
diputar mengelilingi sumbu
panjangnya, maka serat-serat
komponennya dapat dianggap
akan menempati kedudukan
sebagai spiral sempurna atau
tidak sempurna. Bentuk spiral
yang tidak sempurna tergantung
kepada kesamaan (uniformity)
serta keteraturan (regularity)
dari susunan serat-serat pada
243
untaian serat yang akan diberi
twist tersebut.
Apabila untaian tersebut akan
mengalami tegangan dan
perpanjangan (stretching),
seperti halnya kalau suatu per
ditarik, sepanjang tidak terjadi
pergeseran atau slip antara
serat. Apabila tegangan ini
menyebabkan adanya
perpanjangan atau mulur, maka
serat-serat yang menempati
kedudukan yang paling luar
akan mendesak kedalam,
sehingga mengakibatkan
penampang dari untaian serat
tersebut akan menciut/mengecil.
Hal yang demikian berarti
bahwa akibat dari adanya reaksi
dari tarikan tersebut, maka
timbul gaya menekan kearah
titik pusat untaian tersebut, yang
cenderung untuk mendorong
serat-serat individu makin
berdekatan dan berkelompok
menjadi satu dan bersamaan
dengan ini akan meningkatkan
gesekan antar serat atau daya
kohesinya (daya lekatnya).
Dengan demikian maka
sebenarnya timbul dua macam
gaya sebagai akibat adanya
tarikan tersebut, masing-masing
ialah gaya yang cenderung
untuk memisahkan serat-serat
dan satunya lagi ialah gayagaya
yang cenderung untuk
mengikat serat-serat menjadi
satu. Resultante dari gaya-gaya
ini tergantung dari besarnya
sudut dari spiralnya.
Apabila jumlah putaran per
satuan panjang sedikit, maka
sudut spiralnya kecil. Dalam hal
yang sedemikian, serat-serat
mudah tergeser satu dengan
yang lainnya dan untaian seratserat
tersebut akan putus,
apabila tarikan yang dikenakan
cukup besar.
Sebaliknya apabila putaran
yang diberikan pada untaian
serat persatuan panjangnya
diperbanyak, maka sudut
putarannya (spiralnya) akan
membesar, demikian pula
tekanan kedalam pada seratserat
akan meningkat dan
gesekan antara serat makin
kuat. Hal ini akan mengurangi
atau menghentikan pergeseranpergeseran
antara serat,
sehingga kekuatan benangnya
dapat ditingkatkan sampai
mencapai titik kekuatan
maksimumnya (titik kritis).
Apabila banyaknya putaran
ditambah lagi melebihi titik
kritisnya, maka serat-seratnya
akan harus mulur lebih banyak
karena adanya tegangan
tersebut, dan kalau batas
mulurnya dilampaui, maka serat
akan putus dan mengakibatkan
benangnya putus pula.
Andaikata serat-seratnya belum
putus, tetapi serat-serat tersebut
sebenarnya telah mengalami
tegangan yang cukup berat,
sehingga sisa kekuatan yang
masih ada pada serat akan
digunakan untuk mengatasi
beban dari luar, dan sisa
kekuatan ini akan berkurang.
Hal ini dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
244
Gambar 5.190
Hubungan antara TPI dan
Kekuatan Benang
Jadi, banyaknya antihan yang
harus diberikan pada benang
merupakan masalah yang harus
kita pertimbangkan, baik ditinjau
dari segi teknis (operasionil)
maupun ekonomi.
Arah Antihan
Arah antihan pada benang ada
dua macam tergantung dari
arah putaran spindelnya. Kedua
arah antihan tersebut disebut
arah Z (kanan) atau S (kiri),
seperti terlihat pada gambar
5.191.
Gambar 5.191
Arah Antihan
5.19.3.9 Proses
Penggulungan
Benang pada Bobin
Proses penggulungan benang
pada ring spinning akan jauh
berbeda bila dibandingkan
dengan proses penggulungan
roving di mesin flyer. Perbedaan
tersebut antara lain ialah :
- Pada mesin ring spinning
pengantar benang naik
turun, bobin berputar tetap
pada tempatnya, sedangkan
pada mesin flyer pengantar
benangnya tetap pada
tempatnya dan bobinnya
disamping berputar juga
bergerak naik turun.
- Pada mesin ring spinning
penggulungan terjadi karena
adanya perbedaan
kecepatan antara putaran
spindel (Nsp) dengan
putaran traveller (Ntr)
sehingga jumlah gulungan
benang g = Nsp – Ntr.
Pada mesin flyer
penggulungan terjadi karena
adanya perbedaan
kecepatan antara putaran
bobin (Nb) dengan putaran
spindel, sehingga jumlah
gulungan roving g = Nb – Nsp
- Sistem penggulungan
benang mesin ring spinning
adalah konis, dan
penggulungan roving pada
bobin di mesin flyer adalah
paralel.
- Bentuk gulungan benang
pada bobin di mesin ring
spinning dapat terlihat pada
gambar 5.192a. sedang
245
bentuk gulungan roving
pada bobin di mesin flyer
seperti terlihat pada gambar
5.192b.
Gambar 5.192
Bentuk Gulungan Benang dan Roving pada Bobin
Traveller merupakan pengantar
benang pada mesin ring
spinning yang dipasang pada
ring rail, turut bergerak naik
turun bersama-sama dengan
ring railnya. Sedang pada mesin
flyer, lengan flyer merupakan
pengantar roving yang tidak
dapat bergerak naik turun, tetapi
tetap pada tempatnya, sedang
yang bergerak naik turun adalah
bobin bersama-sama dengan
keretanya.
Gerakan naik turun dari ring rail.
Peralatan yang mengatur
gerakan naik turunnya ring
disebut builder motion, seperti
tampak pada gambar di bawah
ini :
Gambar 5.193
Peralatan Builder Motion
246
Keterangan :
1. Eksentrik
2. batang penyangga
3. Roda gigi Racet (Rachet
Wheel)
4. Pal
5. Pen
A. titik putar
B. Rantai
C. Rol C
Prinsip Bekerjanya Builder
Motion
Gambar di atas memperlihatkan
peralatan builder motion dengan
batang penyangga (2) yang
selalu menempel pada eksentrik
(1) yang berputar secara aktif.
Menempelnya batang
penyangga (2) tersebut
disebabkan oleh rantai (B) yang
dihubungkan dengan ring rail.
Karena berat penyangga (2)
selalu menempel pada eksentrik
(1). Batang penyangga sebelah
kiri mempunyai titik putar (A).
Bila bagian yang tinggi dari
eksentrik menempel pada
batang (2) maka batang
penyangga (2) berada pada
kedudukan yang terendah.
Begitu juga bagian yang rendah
menempel pada batang (2)
berada pada kedudukan teratas.
Naik turunnya batang (2) akan
selalu mengikuti gerakan
berputarnya eksentrik (1).
Gerakan Naik Turunnya /
Ring Rail
Stang rail (11) dipasang pada
suatu tabung yang mati pada
rangka mesin, sehingga
gerakan naik turunnya ring rail
dapat stabil. Setiap putaran
eksentrik (1), rail akan bergerak
naik dan turun satu kali yang
disebut satu gerakan penuh
atau satu traverse. Karena pada
waktu menggulung benang di
bobin dikehendaki suatu lapisan
pemisah antara gulungan yang
satu dengan gulungan
berikutnya, maka gerakan ring
rail waktu dan turun
kecepatannya dibuat tidak
sama. Pada waktu naik ring rail
bergerak lambat, sehingga
terjadi penggulungan yang
sejajar, sedang waktu turun ring
rail bergerak cepat sehingga
terjadi gulungan pemisah yang
tidak sejajar.
247
Gambar 5.194
Ring Rail
Sebagaimana telah diuraikan
dimuka bahwa setiap putaran
dari eksentrik satu kali
menyebabkan ring rail bergerak
naik dan turun satu kali, yang
disebut satu traverse dan
gerakan ini disebut gerakan
printer. Setelah ring rail
bergerak naik dan turun satu
kali, maka kedudukan ring rail
akan naik satu diameter benang
dan gerakan ini disebut gerakan
sekunder.
Kalau panjang rantai B tetap,
maka setiap putaran eksentrik
(1) akan mengakibatkan
gerakan naik turun dari ring rail
juga tetap. Tetapi apabila rantai
B diturunkan sedikit, maka hal
ini menyebabkan ring rail juga
naik sedikit. Turunnya rantai (B)
sedikit tersebut disebabkan
karena berputarnya rol (C)
sesuai arah anak panah. Rol C
berputar karena diputar oleh
roda gigi rachet (3) seperti pada
gambar 5.193. Pada gambar
5.194 terlihat rol (c) adalah
penggulung dari rantai (B) yang
terdapat pada ujung batang (2),
sehingga pada waktu eksentrik
berputar batang (2) terbawa
naik turun pula. Pen (5)
dipasangkan mati pada rangka
mesin, jadi tidak turun karena
gerakan naik turun dari batang
(2).
Pada waktu batang (2) bergerak
naik maka pal (4)
kedudukannya tergeser ke
kanan karena pen (5) diam di
tempat, dan pada waktu batang
(2) turun pal (4) akan
mendorong maju roda gigi
rachet (3).
Banyak sedkitnya gigi rachet
yang didorong akan
mempengaruhi perputaran
rahet, yang juga mempunyai
putaran rol (C) yang
mengggulung rantai (B).
Dengan tergulungnya rantai B
sedikit dari sedikit setiap
gerakan naik turun dari batang
248
(2), maka rantai B akan menjadi
semakin pendek. Karena
kedudukannya tetap dalam
batang (2) maka rol (D) akan
terputar ke kiri oleh rantai (B)
yang semakin pendek. Dengan
demikian rantai (7) juga tertarik
ke kiri oleh rol (B) yang terputar
oleh rol (D). Jadi kedudukan
rantai (7) makin lama makin
bergeser ke kiri, dan peralatan
(8) semakin condong ke kiri. Hal
ini akan menarik batang (9) ke
kiri dan (10a) bergerak ke kiri
pula yang akibatnya (10b)
bertambah naik yang diikuti
dengan naiknya stang ring rail
(11) beserta ring railnya (12).
Untuk membentuk gulungan
benang pada bobin di mesin
ring spnning terbagi dalam
tahap yaitu :
1. Pembentukan gulungan
benang pada pangkal bobin
2. Pembentukan gulungan
benang setelah gulungan
pangkal bobin
Gambar 5.195
Cam Screw dan Gulungan Benang pada Pangkal Bobin
Pembentukan Gulungan
Benang pada Pangkal
Bobin
Kalau pada gambar 5.195 cam
screw tidak dipasang pada rol
D, maka waktu rol C turun
sebentar a cm, rol D juga akan
berputar oleh rantai (8) sebesar
busur yang sama dengan a cm.
Kalau sekarang pada rol D
dipasang cam screw (6) dan
rantai (8) juga dipasang melalui
cam screw terus ke rol C, maka
pada waktu rol C turun sebesar
a cm, maka rol D tidak akan
berputar sebesar busur yang
lebih kecil dari a cm, tetapi
mengulurnya rantai (8) sebesar
a cm, hal ini terjadi karena
rantai (8) dilalukan cam screw,
sehingga dengan demikian
walaupun rol C turun sebesar a
cm, rol D akan berputar sedikit
249
dan hal ini akan menyebabkan
naiknya ring rail juga sedikit.
Karena rol C selalu menggulung
rantai (8) untuk setiap gerakan
batang (2) naik turun, maka
kedudukan cam screw makin
lama makin ke bawah, sehingga
akhirnya rantai (8) tidak melalui
cam screw lagi, tetapi langsung
rol D terus ke rol C. Pada saat
yang demikian ini cam screw
tidak menyinggung rantai (8)
lagi, sehingga pada waktu rol C
turun sebesar a cm, rol D juga
diputar oleh rantai (8) sebesar
busur a cm dan rol E juga
berputar sebesar busur a cm,
dan hal ini menyebabkan
naiknya ring rail sebesar a cm
juga.
Pada saat cam screw tidak
menyinggung rantai (8) lagi,
maka gerakan naik rai ring rail
sudah tidak dipengaruhi lagi
oleh screw, dan dengan
demikian pembentukan
gulungan benang pada pangkal
bobin telah selesai.
Pembentukan Gulungan
Benang setelah
Penggulungan Benang
pada Pangkal Bobin
Setelah pembentukan gulungan
benang pada pangkal bobin
selesai, kemudian diteruskan
dengan penggulungan benang
berikutnya. Sebagaimana telah
diuraikan di muka pada waktu
ring rail turun terjadi
penggulungan benang yang
sejajar dan pada waktu ring rail
turun dengan kecepatan yang
lebih besar daripada kecepatan
pada waktu naik, sehingga
terjadi penggulungan benang
yang tidak sejajar.
Gulungan benang yang tidak
sejajar tersebut merupakan
lapisan pemisah antara
gulungan benang yang satu
terhadap lapisan gulungan
benang yang berikutnya.
Demikian penggulungan benang
berlangsung terus hingga
gulungan benang pada bobin
penuh seperti terlihat pada
gambar 5.195.
250
5.19.3.10 Bentuk Gulungan Benang pada Bobin
Gambar 5.196
Bentuk Gulungan Benang pada Bobin
Didalam praktik sering terjadi
bentuk gulungan yang tidak
normal, hal ini mungkin terjadi
kesalahan dala melakukan
penggulungan benang.
Kesalahan tersebut dapat
disebabkan oleh pengaruh
mesin atau kesalahan operator
dalam melayani mesin.
Kesalahan yang disebabkan
pengaruh mesin mungkin
karena penyetelan yang kurang
betul, sedangkan kesalahan
yang disebabkan oleh operator
karena terlambat menyambung.
Pada gambar 5.196 terlihat
macam bentuk gulungan
benang pada bobin.
a. Bentuk gulungan yang
normal. Isi gulungan
tergantung panjang bobin
dan diameter ring. Gulungan
tidak mudah rusak dan tidak
sulit sewaktu dikelos di
mesin kelos (winder).
b. Bentuk gulungan benang
yang tidak normal karena
dalam proses benang sering
putus dan
penyambungannya sering
terlambat.
c. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
bawahnya besar.
d. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
atasnya besar.
e. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena terlalu
kurus.
f. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena terlalu
gemuk.
g. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
atas membesar.
h. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
bawah membesar.
251
i. Bentuk gulungan benang
normal, tetapi tidak penuh.
j. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
bawahnya kosong.
k. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
tengah ada benang yang
tidak tergulung.
5.19.3.11 Proses Doffing
a. Tentukan mesin yang akan
di doffing, cara menentukan
doffing yang baik adalah
berpedoman pada hank
meter yang ada pada mesin.
Bila angka yang ditentukan
sudah dicapai maka saatnya
mesin harus didoffing.
b. Siapkan alat-alat doffing
yaitu kereta doffing lengkap
dengan bobin kosong dan
box benang.
c. Pada mesin-mesin yang
modern, saat doffing sudah
tertentu dan diatur dengan
otomatis, yaitu ring rail akan
turun bila saatnya doffing
tiba. Bahkan pada mesinmesin
yang lebih modern
doffingnyapun telah
dilakukan secara otomatis
pula.
Untuk mesin-mesin yang
konvensional doffingnya
dilakukan sebagai berikut :
- matikan mesin dengan
menekan tombol OFF,
sambil menurunkan ring rail.
5.19.4 Pengendalian Mutu
Karena hasil mesin ring
spinning ini sudah berupa
benang, maka control mutu
dilakukan pada semua factor
yang turut menentukan mutu
benang antara lain :
5.19.4.1 Nomor benang
Pengujian nomor benang ini
dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu :
a. Dengan menimbang benang
sepanjang 1 lea atau 120
yards. Alat yang dipakai
adalah Grain Balance,
dengan bantuan tabel atau
perhitungan dapat
ditentukan nomornya.
b. Dengan menggunakan
Kwadrant Scale, dengan alat
ini dapat dibaca langsung
nomornya, sampel
benangnya juga berupa
benangnya sepanjang 1 lea
atau 120 yards.
5.19.4.2 Kekuatan Benang
Untuk menguji kekuatan
benangpun biasa dilakukan
dengan dua cara yaitu :
a. Kekuatan benang per
bundel, alat yang dipakai
Lea Tester yaitu dengan
menarik benang sepanjang
1 lea, yang telah dibentuk
bundel yang terdiri dari 80
rangkap. Kekuatan benang
ini lazim dipakai dengan
satuan Lbs/Lea.
252
b. Kekuatan benang per helai,
alat yang dipakai ada
bermacam-macam yang
pada prinsipnya menarik
selembar benang dengan
jarak/panjang tertentu.
Biasanya 50 cm, alat ini
umumnya mempunyai
satuan dalam gram. Alat ini
selain mencatat
kekuatannya juga mencatat
mulurnya dalam persen.
5.19.4.3 Twist per Inch (TPI)
Ini dimaksudkan untuk menguji
jumlah puntiran benang setiap
inchnya, alat yang dipakai
adalah Twist Tester. Pada
prinsipnya alat ini dipakai untuk
melepaskan puntiran benang
dan atau memberikan puntiran
kembali dengan arah
berlawanan.
Dengan menghitung jumlah
putaran tersebut dapat pula
ditentukan berapa jumlah
puntiran tersebut dapat pula
ditentukan berapa jumlah
puntiran untuk panjang 1 inch
atau twist per inch. Biasanya
pengujian ini dilakukan pada
panjang benang 5 inch atau 10
inch.
5.19.4.4 Ketidakrataan
Benang
Ketidakrataan benang diperiksa
dengan peralatan Uster
Evenness Tester. Dengan alat
ini akan diketahui Persentase
ketidakrataan dalam U % atau
CV %. Alat ini kadang-kadang
dilengkapi juga dengan IP.1
yang dapat mengetahui jumlah
bagian-bagian yang mengecil,
menggembung dan neps.
5.19.4.5 Putus Benang
Putus benang selama proses
perlu pula diperiksa karena
putus benang selain
mempengaruhi mutu benang
juga berpengaruh besar
terhadap effisiensi produksi.
Putus benang biasanya
diperiksa untuk tiap 100 spindel
dalam waktu 1 jam.
5.19.4.6 Grade Benang
Hal ini dimaksudkan menguji
mutu benang dari segi
kenampakannya. Untuk itu
benang disusun pada sebuah
papan dan dibandingkan
dengan standarnya.
Faktor-faktor yang
dipertimbangkan aalah :
a. warna
b. kebersihan
c. neps
d. bulu-bulu benang
e. kerataannya
253
5.19.5 Susunan Roda Gigi Mesin Ring Spinning
Gambar 5.197
Susunan Roda Gigi Mesin Ring Spinning
254
Keterangan :
Puli A = 20 cm
Puli A = 32 cm
Roda gigi C = 61 gigi
Roda gigi D = 160 gigi
Roda gigi E = 48 gigi
Roda gigi F = 170 gigi
Roda gigi G = 84 gigi
Roda gigi H = 15 gigi
Roda gigi I = 135 gigi
Roda gigi K = 30 – 40 gigi
Roda gigi L = 40 gigi
Roda gigi M = 40 gigi
Roda gigi N = 20 gigi
Roda gigi O = 22 gigi
Roda gigi P = 44 gigi
Roda gigi Q = 56 gigi
Roda gigi R = 30 gigi
Roda gigi S = 20 gigi
Roda gigi T = 71 gigi
Roda gigi U = 24 gigi
Roda gigi V = 63 gigi
Roda gigi W = 38 gigi
Roda gigi X = 20 gigi
Roda gigi Y = 20 gigi
Roda gigi Z = roda gigi cacing
Selain roda gigi M berhubungan
dengan roda gigi P. satu poros
dengan P terdapat roa gigi Q
yang berhubungan dengan roda
gigi R. Pada poros roda gigi R
terdapat rol peregang belakang.
Secara singkat, hubungan dari
sumber gerakan (motor) ke
pasangan rol-rol peregang pada
gambar susunan roda gigi
mesin Ring Spinning dapat
diikuti sebagai berikut :
Motor (puli A); puli B; roda gigi
C; roda gigi D; roda gigi E; roda
gigi F; roda gigi G dan rol
peregang depan, roda gigi R,
roda gigi I; roda gigi K; roda gigi
L; roda gigi M; roda gigi N; roda
gigi O dan rol peregang tengah.
Dari roda gigi M; roda gigi P,
roda gigi Q, roda gigi R dan rol
peregang belakang.
Pergerakan Spindel /
Bobin
Pergerakan spindel / bobin
merupakan pergerakan yang
terpendek dibandingkan dengan
pergerakan rol-rol peregangan
an pergerakan kereta/ring rail.
Gerakan dimulai dari puli motor
A ke puli B, yang langsung
memutarkan Tin rol. Gerakan
spindel/bobin didapat dari
putaran Tin-Rol, melalui spindel
tape.
Pergerakan Kereta / Ring
Rail
Gerakan kereta/ring rail dimulai
dari puli motor A ke puli B. satu
poros dengan puli B terdapat rol
an roda gigi C. Roda gigi C
berhubungan dengan roda gigi
D.
Seporos dengan D terdapat
roda gigi E yang berhubungan
dengan roda gigi F. seporos
dengan roda gigi F terdapat
roda gigi S yang berhubungan
dengan roda gigi U melalui roa
gigi perantara T. Seporos
dengan U, terdapat roda gigi V
yang berhubungan dengan roda
gigi W. Satu poros dengan roda
gigi W terdapat roda gigi payung
X yang berhubungan dengan
roda gigi payung Y. Roda
payung Y pada bagian lainnya
255
terdapat roda gigi cacing Rc
yang berhubungan dengan roda
gigi Z. Satu poros dengan roda
gigi Z terdapat cam yang
berbentuk eksentrik. Karena
perputaran dari eksentrik
tersebut maka dengan peralatan
yang lain dapat menaikkan an
menurunkan kereta/ring rail.
Gerakan naik turun ini dilakukan
oleh peralatan yang dinamakan
Builder Motion. Secara singkat
pergerakan kereta/ring rail apat
diikuti sebagai berikut :
Motor (puli A); roda gigi C; roda
gigi D; roda gigi E; roda gigi F;
roda gigi S; roda gigi T; roda
gigi U; roda gigi V; roda gigi W;
roda gigi X; roda gigi Y; roda
gigi Rc; roda gigi Z (terpasang
Cam untuk peralatan Builder
motion)
5.19.6 Pemeliharaan mesin
Ring Spinning
Pemeliharaan mesin Ring
Spinning meliputi :
1. Pembersihan rutin mesin
dan penggantian traveller
setiah hari.
2. Pelumasan gear end dan
out end setiap 2 minggu.
3. Pelumasan spindel setiap 6
bulan.
4. Pelumasan bearing tin roll
setiap 6 bulan.
5. Pelumasan bearing bottom
roll setiap 3 bulan.
6. Centering lappet, antinode
ring dan spidelsetiap 1
tahun.
7. Setting bottom roll dan top
roll setiap 1 tahun.
8. Pelumasan bearing gear
end setia 4 tahun.
9. Kontrol jockey pulley setiap
2 tahun.
10. Kontrol lifting shaft dan rante
gear end setiap 4 tahun.
11. Penggantian rubber cots
setiap 4 tahun.
12. Pelumasan dan penggerin
daan top roll setiap 1 tahun.
13. Pembersihan apron band
dan pengobatan top roll
setiap 6 bulan.
5.19.7 Perhitungan Regangan
Pada dasarnya cara
perhitungan regangan yang
terdapat pada mesin ring
spinning adalah sama dengan
mesin sebelumnya yaitu seperti
pada mesin roving.
Perbedaannya hanya terdapat
pada besarnya atau kecilnya
regangan. Pada susunan rol-rol
peregang yang menggunakan
sistem 3 pasang rol peregang,
digunakan apron pada rol
tengah.
Pada susunan roda gigi
(gambar 5.197) menunjukkan
rol-rol peregang dengan
susunan 3 pasang rol peregang.
Tetapan Regangan (TR)
atau Draft Constant (DC)
Tetapan regangan didapat
dengan jalan menghitung
besarnya Regangan Mekanik
(RM) atau Mechanical Draft
(MD) dari susunan roda gigi
dengan memasukkan besarnya
Roda gigi Pengganti Regangan
256
(RPR) dimisalkan 1 (satu).
Regangan mekanik ialah
besarnya regangan yang
dihitung berdasarkan
perbandingan kecepatan
permukaan dari rol pengeluaran
an rol pemasukan.
Kecepatan permukaan rol
depan D
Regangan Mekanik
=
KPR belakang B
KPR depan D
Keterangan :
KPR = Kecepatan Permukaan
Rol
Kecepatan permukaan rol
belakang B
Bila :
Diameter rol depan = 1 inch
Diameter rol belakang = 1 inch
Regangan mekanik = RM
Putaran rol depan
= n putaran per menit
Maka
RM =
1
1
R
Q
P
M
L
K
I
n H
n
RM =
1
30
56
44
20
135 40
15
1
n RPR
n
RM =
15 20 56
135 40 44 30
RPR
RM =
RPR
424,29
TR = 424,29
Regangan Mekanik (RM)
atau Mechanical Draft
(MD)
Dari perhitungan di atas
didapat :
RM
=
1
1
R
Q
P
M
L
K
I
n H
n
RM
=
1
30
56
44
20
135 40
15
1
n RPR
n
257
RM =
RPR
424,29
Apabila dipasang Roda gigi
Pengganti Regangan (RPR)
dengan Roda gigi 35, maka
besarnya Regangan Mekanik
adalah :
RM =
35
424,29
= 12,12
Bila RPR = 40, maka :
RM =
40
424,29
= 10,61
Dari uraian di atas, maka
apabila RPR diperbesar, maka
MD akan menjadi kecil dan
sebaliknya, bila RPR kecil,
maka MD akan menjadi besar.
Untuk membuka atau
menghilangkan antihan yang
terdapat pada roving yang
disuapkan, maka antara rol
tengah dan rol belakang
terdapat regangan yang tidak
boleh terlalu besar. Regangan
ini disebut Break Draft.
Sedangkan regangan utamanya
terjadi antara rol tengah dan rol
depan.
Besarnya Break Draft menurut
gambar susunan Roda gigi
Mesin Ring Spinning di atas
adalah :
Break Draft =
KKR belakang B
KKR tengah T
=
1
1
R
Q
P
M
L
K
I
n H
n
=
1
30
56
44
22
1
n
n
= 1,07
56
30
22
44
Keterangan :
KKR = Kecepatan Keliling Rol
Regangan Nyata (RN) atau
Actual Draft (AD)
Adanya peregangan pada
proses pembuatan benang di
mesin ring spinning, akan
mengakibatkan timbulnya
limbah (waste) seperti pada
mesin roving. Dengan adanya
limbah, maka tidak semua
roving yang disuapkan pada
mesin ring spinning menjadi
benang seluruhnya. Dengan
demikian maka regangan yang
diberikan pada bahan, bukanlah
sebesar yang dinyatakan dalam
perhitungan berdasarkan
Regangan Mekanik (RM). Bila
limbah yang terjadi pada proses
di mesin Ring spinning misalnya
= 1 % maka :
Regangan Nyata (RN)
= RM
100 1
100
Regangan Nyata dapat pula
dihitung dari nomor bahan
masuk roving dan nomor bahan
keluar (benang).
258
Karena bahan yang diolah
adalah bahan kapas, maka
Regangan Nyata dapat dihitung
sebagai berikut :
Regangan Nyata (RN)
=
( )
( )
NomorMasuk NM
Nomor Keluar NK
Contoh :
Mesin Ring Spinning digunakan
untuk membuat benang kapas
nomr Ne120. mesin tersebut
mempergunakan roving nomor
Ne1 1,78.
Contoh :
Mesin Ring Spinning digunakan
untuk membuat benang kapas
nomor Ne1 20. Mesin tersebut
mempergunakan roving nomor
Ne1 1,78.
Regangan Nyata (RN)
=
( )
( )
NomorMasuk NM
Nomor Keluar NK
RN =
1,78
20
= 11,24
Jadi regangan nyata = 11,24
Bila limbah yang terjadi selama
proses pada mesin adalah
sebesar 1%, maka :
RM = RN
100
(100 1)
RM = 11,24
100
(100 1)
RM = 11,13
5.19.8 Perhitungan Antihan
(Twist)
Antihan diberikan terhadap
benang yang baru keluar dari rol
depan agar benang menjadi
cukup kuat. Besar kecilnya
antihan sangat mempengaruhi
kekuatan benang. Makin besar
antihan makin kuat benang
yang dihasilkan. Tetapi
pemberian antihan yang terlalu
besar tidak menjamin kualitas
benang. Agar benang yang
dihasilkan memenuhi syaratsyarat
yang diinginkan, maka
antihan diberikan secukupnya
hingga benang mempunyai
kekuatan yang optimum.
Jumlah antihan yang diberikan
pada benang biasanya
dinyatakan per satuan panjang.
Satuan panjang dapat diambil
dalam inch atau meter.
Bila diambil satuan panjang
inch, maka antihannya adalah
Twist Per Inch (TPI). Bila
satuannya diambil dalam meter,
maka antihannya adalah
Antihan Per Meter (APM).
Tetapan Antihan (TA) atau
Twist Constant (TC)
TPI =
L inch menit
N menit sp
/
/
Keterangan :
Nsp = Kec. Putaran spindel
L = Panjang bahan yang
dikeluarkan
259
Apabila tin rol berputar n
putaran per menit, maka spindel
akan berputar :
diameter spindle
N n diameter tin rol sp .
Kalau Diameter Tin-Rol
= 250 mm dan diameter spindel
= 25 mm, maka :
Nsp = n · put menit
mm
mm /
25
250
= n . 10 putaran per menit
Benang yang keluar dari rol
depan apabila Tin rol berputar n
ppm adalah :
L= rol depan
G
E
D
n . C . . .
= inch n RPA . 1
7
. 22
84
.
160
. 61
Jadi Twist Per Inch (TPI) =
L
Nsp
TPI =
. 1
7
. 22
84
.
160
. 61
. 10
n RPA
n
=
. 61 . . 22 . 1
. 10 . 160 . 84 . 7
n RPA
n
TPI =
RPA
701,4
Semua angka-angka di atas
adalah tetap kecuali RPA. Bila
RPA dimisalkan = 1, dan
dimasukkan dalam persamaan
di atas, maka akan didapat
Tetapan Antihan (TA) atau Twist
Contact (TC)
Tetapan Antihan (TA)
TA = 701,04
1
701,04
TPI =
TCW
atau TPI TC
RPA
TA
Antihan Per Inch (API)
Pada persamaan dimuka :
RPA RPA
TPI TA 701,04
dimana angka 701,04 adalah
tetapan antihan.
Apabila pada mesin Ring
Spinning ini digunakan roda gigi
pengganti antihan (RPA) = 40
gigi, maka akan didapat :
40
TPI 701,04
TPI = 17,53
Seperti halnya pada mesin
Flyer, maka pada mesin Ring
Spinning terdapat pula
persamaan-persamaan sebagai
berikut :
1. Antihan per Inch
= atau
RPA
Tetapan Antihan
TCW
Twist per inch Twist Contact
260
2.
TPI
RPA TA
3. RPA x TPI TA
dimuka telah dikemukakan
bahwa :
RPA
dan TPI TA
L
TPI Nsp
Dari persamaan di atas dapat
dikemukakan pula bahwa :
14. Twist Per Inch berbanding
terbalik dengan delivery dari
front roller, jadi berbanding
terbalik dengan produksi.
15. Twist Per Inch berbanding
terbalik dengan besarnya
Roda gigi Pengganti Antihan
(RPA).
16. Roda gigi Pengganti Antihan
(RPA) berbanding lurus
dengan produksi.
Berdasarkan uraian di atas,
maka harus diingat bahwa
pemakaian RPA harus
disesuaikan dengan API untuk
mendapatkan kekuatan benang
yang optimum. API bergantung
pula pada nomor benang yang
akan dibuat.
Twist Multiplier atau
Koefisien Antihan ()
Dalam proses pembuatan
benang, untuk mendapatkan
kekuatan benang yang optimum
dengan jumlah antihan per inch
kecil, sangat bergantung dari
panjang serat yang digunakan.
Panjang serat ini akan
mempengaruhi besarnya
TPI = 1 Ne
Keterangan :
TPI = Twist Per Inch
= Koefisien antihan atau
Twist Multiplier
Ne1 = nomor benang yang
dibuat
Harga bergantung pada jenis
dan panjang serat yang diolah.
Berikut ini diberikan suatu
contoh besarnya yang
digunakan pada mesin Ring
Spinning Type M-1.
Tabel 5.9
Twist Multiplier
Jenis Kapas Twist Multiplier *)
Lusi Pakan
Kapas Pendek
Kapas Amerika (pendek)
Kapas Amerika (baik)
Kapas Mesir dan Sea Island
4,50
4,25
4,00
3,60
3,85 – 4,00
3,65
3,50
3,20
Mengkeret Antihan (MA)
atau Twist Contraction
261
Mengkeretnya benang sebagai
akibat dari pemberian antihan,
disebut mengkeret antihan atau
Twist Contraction. Pengurangan
panjang benang biasanya
terjadi antara rol depan dan
bobin. Pengurangan panjang ini
biasa dinyatakan dalam
persen (%).
Dengan adanya pengurangan
atau perubahan panjang
benang yang dihasilkan, maka
akan ada perubahan nomor
benang yang dihasilkan oleh
mesin.
Misalnya benang kapas
mempunyai nomor Ne1 20, ini
berarti bahwa benang tersbut
tiap berat 1 (Satu) pound
mempunyai panjang 20 hank.
Pada proses pembuatan
benang terjadi mengkeret
antihan misalnya sebesar 6 %.
Untuk membuat benang Ne1
20, dalam perhitungan
regangannya harus
menggunakan nomor benang
yang belum mendapatkan
antihan, yaitu benang yang baru
keluar dari rol depan.
Jadi benang yang
diperhitungkan adalah :
20 21,20
100
106 x
Agar mendapatkan bahan yang
keluar dari rol depan
mempunyai nomor Ne1 = 21,20
maka nilai regangan pada mesn
tersebut harus dinaikkan, yang
berarti bahwa regangan
dibesarkan atau nomor roving
dipertinggi.
5.19.9 Perhitungan Produksi
Seperti halnya pada mesin
roving, produksi mesin ring
spinning juga dinyatakan alam
berat per satuan waktu tertentu.
Produksi Teoritis
Produksi Teoritis didapat dari
perhitungan berdasarkan
Susunan Roda Gigi mesin Ring
Spinning. Dalam perhitungan ini
harus diperhatikan nomor
benang yang akan dibuat, serta
jenis kapas yang diolah
terutama mengenai panjangnya.
Hal ini perlu karena ada
hubungannya dengan jumlah
antihan yang akan diberikan
pada benang dan jumlah
antihan tersebut mempengaruhi
jumlah produksi yang
dihasilkan.
Produksi per spindel per menit
adalah :
Twist per Inch
KPS per menit
Keterangan :
KPS = Kecepatan putaran
spindel
Seperti telah diterangkan
dimuka bahwa :
TPI = 1 Ne
Produksi per spindel per menit
adalah :
Ne1
KPS per menit
262
inch
Ne
Nsp .
1
Keterangan :
KPS = Kecepatan putaran
spindel
Bila satu Mesin Ring Spinning
mempunyai jumlah mata pintal =
400 tiap frame, nomor benang
yang akan dibuat adalah Ne1
dan efisiensi mesin = 80%,
maka produksi mesin Ring
Spinning per menit adalah :
inch
Ne
Nsp .
1
. 400 .
100
80
Produksi mesin per jam adalah :
inch
Ne
Nsp .60.400. .
100
80
1
yards
Ne
Nsp
36
.60.400. . 1
100
80
1
= hanks
Ne
Nsp
840
. 1
36
.60.400. . 1
100
80
1
lbs
Ne Ne
Nsp
1 1
. 1
840
. 1
36
.60.400. . 1
100
80
gr
Ne Ne
N sp . 1 . 453 ,6
840
. 1
36
. 60 . 400 . . 1
100
80
1 1
kg
Ne Ne
N sp
1000
. 1 . 453 ,6
840
. 1
36
. 60 . 400 . . 1
100
80
1 1
Contoh perhitungan produksi
bila mesin Ring Spinning
mempunyai data sebagai
berikut :
- RPM Motor = 1400
- Nomor benang yang dibuat
= Ne1 20
- Kapas Amerika jenis pendek
= 4,25
- Efisiensi mesin = 90 %
Maka untuk menghitung
produksi teoritis mesin Ring
Spinning dapat dilakukan
sebagai berikut :
Dari susunan roda gigi mesin
Ring Spinning dapat dihitung
putaran spindel per menit.
D Spindle
D Tin Rol
B
N RPM Motor A sp .
. .
25
. 250
32
1400 . 20
= 8750 putaran/menit
TPI = 1 Ne
263
= 4,25 . 20
Produksi per spindel per menit
= inch
TPI
Nsp .
4,25 . 20
8750
Produksi per jam per mesin
= kg
Ne Ne
Efisiensi x jumlah spindle me x Nsp
1000
. 453,6
.
840
. 1
36
. 1
/ sin . 60
1 1
= kg
1000
. 453,6
20
. 1
840
. 1
36
. 1
4,25 . 20
. 400 . 8750 . 20
100
90
= 8,7 kg
Produksi per jam per spindel
= kg
400
8,7
= 0,02 kg
= 20 gram
264
Produksi Nyata
Untuk menghitung produksi
nyata dari mesin Ring Spinning
dapat dilakukan dengan
menghitung atau menimbang
jumlah benang yang dihasilkan.
Penghitungan dapat dilakukan
pada setiap kali doffing atau
dalam satu periode waktu
tertentu. Dalam pabrik
pemintalan biasanya diadakan
pencatatan besarnya produksi
untuk tiap-tiap shift dan dapat
dilihat pada catatan produksi
dalam satu minggu untuk tiap
mesin.
Sebagai misal, diambil data
realisasi produksi mesin Ring
Spinning untuk minggu ke-35
untuk suatu tahun produksi
sebagai berikut :
- Jumlah Produksi = 4.889,85 kg
- ketentuan jumlah jam kerja = 982,50 jam
- Jumlah jam mesin berhenti = 321,71 jam
Jumlah jam mesin berproduksi = 660,79 jam
Realiasasi produksi/jam/mesin =
kg 7,4 kg
660,79
4.889,85
Kalau jumlah spindel per mesin
= 400, maka produksi/spl/jam
= gram x
400
7,4 100
= 18,50 gram
400
7400
Efisiensi
Seperti halnya pada mesinmesin
sebelum Ring Spinning
maka untuk menghitung
efisiensi produksi mesin Ring
Spinning dilakukan dengan
membandingkan antara
produksi teoritis dengan
produksi nyata. Mesin kadangkadang
berhenti karena untuk
keperluan doffing dan terjadi
gangguan-gangguan selama
produksi. Dengan berhentinya
mesin, maka produksi akan
berkurang dan ini akan
mengurangi efisiensi produksi.
Untuk mendapatan efisiensi
produksi mesin Ring Spinning,
diambil data perhitungan
produksi teoritis dan
perhitungan produksi nyata.
Produksi teoritis/jam/spindel
= 20 gram
Produksi teoritis/jam/spindel
= 18,5 gram
Jadi efisiensi produksi mesin
Ring Spinning adalah :
265
100 % 92,5%
20
18,5 x
5.20 Proses di Mesin Ring
Twister
Yang dimaksud dengan
penggintiran benang ialah
proses merangkap beberapa
helai benang, yang kemudian
sekaligus diberi puntiran (twist)
yang tertentu untuk untuk setiap
panjang tertentu. Hasil dari
proses ini disebut benang gintir
(plied yarn). Ada dua cara
proses penangkapan, yaitu :
- Perangkapan langsung
dilaku kan diatas mesin
gintir
Pada cara ini setiap kelosan
benang single diletakkan pada
rak bobin diatas mesin.
Beberapa helai benang single
ditarik bersama-sama melalui
rol pengantar, ke delivery roll,
terus digintir dan digulung pada
bobin spindel dari mesin gintir.
Keuntungan cara ini ialah
bahwa prosesnya pendek, tidak
memerlukan mesin perangkap.
Kekurangannya ialah : tiap helai
benang sukar dikontrol keada
annya maupun tegangannya,
sehingga sering diperoleh hasil
gintiran yang kurang rata. Untuk
mesin yang tidak dilengkapi
dengan stop motion, pada
setiap pengantar benang single,
kemungkinan besar terjadi salah
gintir, umpamanya karena
beberapa helai benang putus
yang masih terus digintir.
- Cara tidak langsung
Beberapa helai benang single
dirangkap dulu pada mesin
rangkap. Keuntungan dari cara
ini yaitu antara lain :
- tegangan tiap-tiap benang
terkontrol
- tiap-tiap bobin telah terisi
benang rangkap, sehingga
pada waktu diproses
(ditarik) pada mesin gintir,
kemungkinan benang putus
kecil.
- kemungkinan akan
terjadinya salah gintir
(penggintiran tunggal) kecil.
- efisiensi produksi dapat
ditingkatkan, begitu pula
dengan mutu benang gintir
yang dihasilkan.
266
Gambar 5.198
Skema dan Cara Penulisan Benang Gintir
Macam-macam Mesin
Ruang Twister
Berdasarkan jalannya benang,
mesin gintir (ring twister) dapat
dibagi menjadi :
1. mesin gintir turun
2. mesin gintir naik
Penggintiran Turun (Down
Twister)
Pada sistem ini, jalannya
benang yang dikerjakan dari rak
kelosan sampai digulung pada
bobin dari atas kebawah (down
proses). Skema penggintiran
turun (down twist) ini dapat
dilihat pada gambar 5.199.
267
Gambar 5.199
Skema Penggitiran Turun (Down Twist)
Keterangan :
1. Rak benang (creel)
2. Pengantar
3. Rol penarik
4. Lappet
5. Bobin
6. Spindel
7. Tin roll
8. Pita (tape)
9. Ring
10. Traveller
Pada mesin gintir ini benangbenang
yang akan digintir
ditempatkan di atas. Dengan
menarik beberapa benang
tunggal, yang lalu digintir pada
spindel yang berada di bawah,
maka didapat benang gintir
yang tergulung pada spindel
bobin.
Jadi pada mesin ini jalannya
benang adalah dari atas
kebawah. Bagian-bagian dari
mesin gintir ini dapat dilihat
pada gambar 5.199 dan prinsip
kerjanya adalah sebagai
berikut :
Motor penggerak memutarkan
roda-roda gigi yang berada di
dalam gear box. Roda-roda gigi
ini diantaranya ada yang
berhubungan dengan roda gigi
yang menggerakkan rol penarik
268
(3). Karena perputaran rol
penarik (3) maka benangbenang
dari kelosan akan
tertarik rol penarik (3) ini
berfungsi juga sebagai pengatur
jumlah produksi. Benangbenang
yang keluar dari rol
penarik (3) dilakukan ke lappet
(4). Fungsi lappet (4) adalah
sebagai pengatur tegangan
benang yang akan dihasilkan.
Dari lappet (4) benang
dilakukan ke traveler (10) yang
berfungsi mengantarkan benang
yang akan digulung ke bobin.
Traveler (10) berjalan di atas
ring. Ring (9) ini ditempatkan
pada ring–bank yang
gerakannya naik turun. Gerakan
naik turun dari ring-bank
tersebut akan membentuk
traverse pada gulungan. Dari
traveller (10), benang digulung
pada spindel bobin (5). Bobin
(5) ini diterapkan pada spindel
(6) sehingga bobin (5) berputar
menurut putaran spindel (6)
karena perputaran bobin (5)
maka benang yang akan
digulung menarik traveller (10)
yang berputar mengelililngi ring
(9). Besarnya perputaran
traveller (10) ini akan
menentukan jumlah puntiran
pada benang yang akan digintir.
Penggulungan pada bobin (5)
terjadi karena adanya selisih
perputaran antara spindel (6)
(bobin) dengan traveller (10).
Putaran spindel (6) sangat
cepat yaitu berkisar antara 7000
sampai 9000 putaran per menit.
Karena spindel (6) ini banyak
jumlahnya dan memerlukan
putaran per menit yang tinggi,
maka sumber gerakan diperoleh
dari silinder panjang yang
disebut tin roll (7) yang
berdiameter jauh lebih besar
dari diameter spindel (6). Tin roll
(10) dihubungkan ke spindel
dengan pita (tape) (8). Pita-pita
(8) ini dapat diatur untuk
mengubah arah putaran dari
spindel agar sesuai dengan
arah puntiran yang dikehendaki,
sedangkan arah putaran silinder
adalah tetap, yaitu sesuai
dengan arah putaran motor
penggerak.
Penggintiran Naik
(Uptwister)
Berbeda dengan mesin gintir
dengan sistem down twisting,
pada mesin gintir naik jalannya
benang dari bawah keatas.
Skemanya tertera pada gambar
5.200.
269
Gambar 5.200
Skema Penggintiran Naik (Up Twister)
Keterangan :
1. Tin roll
2. Spindel tape
3. Spindel
4. Benang
5. Lapet
6. Pengantar
7. Bobin
Benang disuapkan dari bobin
(4) yang dipasang dan diputar
oleh spindel (3) yang digerakan
oleh tin roll (1), dengan
perantaraan spindel tape (2).
Benang dari bobin (4) dilalukan
melalui lappet (5) terus ke garpu
pengantar/pengatur jalannya
benang untuk digulung pada
bobin (7) yang diputar oleh
drum friksi. Dilihat sepintas lalu
proses penggintiran ini lebih
sederhana daripada
penggintiran turun, malahan
pada mesin-mesin uptwister
modern tidak lagi menggunakan
tin roll untuk memutar spindel,
tetapi cukup dengan sepasang
roda yang dipasang pada
masing-masing di ujung rangka
mesin dan pada roda tersebut
dipasang ban kulit yang tak
berujung dan menggeser
pangkal-pangkal spindel yang
ada di kedua sisi rangka mesin.
Keistimewaan daripada mesin
ini adalah bahwa benang yang
digulung pada bobin (penyuap)
harus sudah dirangkap, karena
tiap-tiap spindel khusus
melayani satu bobin
penggulungan. Secara teoritis
besarnya twist (gintiran) adalah
sama dengan banyaknya
putaran spindel (3) dibagi oleh
270
kecepatan penggulungan bobin
(7) untuk waktu yang sama.
Contoh :
Putaran spindel (rpm) = 10.000
Diameter drum penggulung (D)
= 2 inci
Putaran drum (rpm) = 100
Menurut rumus :
Twist per Inci (TPI)
=
kecepatan keliling bobin
rpm spindle
Maka : Twist per Inci (TPI)
=
. D . n
10.000
=
3,14 2 100
10.000
x x
=
628
10.000
= 16
Twist per inch tersebut adalah
perhitungan secara teori, tetapi
dalam kenyataannya tentu
berbeda yaitu lebih kecil, hal ini
disebabkan adanya slip.
Perubahan TPI dapat
dilaksanakan dengan jalan
mengubah rangkaian roda-roda
gigi yang menghubungkan drum
friksi (7). Berlainan dengan
mesin gintir biasa, mesin ini
tidak menggunakan ring dan
traveler, karena fungsi bobin (4)
tidak menggulung benang,
bahkan melepasnya; jadi juga
tidak membutuhkan lifter
(builder motion).
Perlu diperhatikan bahwa
putaran spindel (3) (=arah twist)
yang dikehendaki harus searah
dengan arah gulungan benang
pada bobin penggulung.
Mengingat konstruksinya, mesin
ini sangat cocok untuk
mengerjakan benang-benang
filament dan benang yang tidak
tahan gesekan (berbulu)
5.20.1 Bagian Penyuapan
Gambar 5.201
Skema Bagian Penyuapan
271
Nama-nama peralatan yang
penting dari bagian penyuapan
mesin gintir (mesin ring twister )
adalah :
5.20.1.1 Rak Kelos (Creel)
Gambar 5.202
Rak Kelos
Rak kelos (creel) (1) yang
berbentuk pipa besi bulat kecil
panjang tertentu tertentu,
gunanya untuk tempat
kedudukan bobin-bobin
gulungan benang tunggal atau
benang rangkap.
5.20.1.2 Pengantar Benang
Gambar 5.203
Pengantar Benang
Pengantar benang (2), yang
berebentuk pipa bulat kecil
memanjang gunanya untuk
mempermudah penarikan
benang yang akan digintir.
5.20.1.3 Rol Penarik
Gambar 5.204 Rol Penarik
Rol penarik (3), rol atasnya
dibuat dari besi yang
permukaannya dilapisi bahan
sintetis, rol bawahnya berputar
aktif dan rol atasnya berputar
secara pasif karena adanya
gesekan dengan rol bawah,
gunanya untuk menarik benang
dari rak kelos, dan seterusnya
diberikan kepada spindel untuk
diberi antihan (twist).
272
5.20.2 Bagian Penggulungan
Gambar 5.205
Skema Bagian Penggulungan
Nama-nama peralatan yang
penting dari bagian
penggulungan mesin gintir
(mesin ring twister) adalah :
5.20.2.1 Ekor Babi (Lappet)
Gambar 5.206
Ekor Babi (Lappet)
Ekor babi (lappet) (8) dibuat dari
kawat baja yang dibengkokkan
menyerupai ekor babi dan
dipasang tepat di atas spindel,
gunanya untuk menyalurkan
benang supaya tepat pada
poros spindel.
5.20.2.2 Pengontrol Baloning
(Antinode Ring)
Gambar 5.207
Pengontrol Baloning
(Antinode Ring)
Pengontrol baloning (antinode
ring) (9) dibuat dari kawat baja
yang melingkari spindel,
gunanya untuk menjaga agar
baloning tidak teralu besar.
273
5.20.2.3 Penyekat (Separator)
Gambar 5.208
Penyekat (Separator)
Penyikat (separator) (10) dibuat
dari besi pelat, atau aluminium
yang tipis, dan dipasang
diantara spindel yang satu
terhadap spindel yang lain dan
gunanya untuk membatasi
baloning tidak saling terkena
satu sama lain, sehingga dapat
mengakibatkan benang putus.
5.20.2.4 Spindel
Gambar 5.209 Spindel
Spindel (13) dbuat dari baja
dimana bobin ditempatkan /
dipasang.
5.20.2.5 Ring
Gambar 5.210 Ring
Ring (12) dibuat dari baja dan
dipasang pada Ring Rail,
dimana traveller ditempatkan.
5.20.2.6 Traveller
Gambar 5.211 Traveller
Traveller (11) dibuat dari baja
dan bentuknya seperti huruf C,
fungsinya sebagai pengantar
benang.
5.20.2.7 Tin Roll
Gambar 5.212 Tin Roll
274
Tin rol (14) suatu silinder besi
sebagai poros utama mesin ring
spinning, dan juga untuk
memutarkan spindel dengan
perantaraan pita (spindel tape)
yang ditegangkan oleh
peregang jocky pulley.
5.20.2.8 Proses Pengantihan
(Twisting)
Yang dimaksud proses
pengantihan ialah penyusunan
serat-serat yang akan dibuat
benang agar menempati
kedudukan seperti spiral
sedemikian sehingga seratserat
tersebut saling mengikat
dan menampung serat-serat
yang masih terlepas satu sama
lainnya yang dalam bentuk pita
menjadi suatu massa yang
kompak sehingga memberikan
kekuatan pada benang yang
dibentuknya.
Pemberian antihan ini pada
prinsipnya dilakukan dengan
memutar satu ujung dari untaian
serat, sedang ujung yang
lainnya tetap diam. Pada proses
pemintalan pemberian antihan
dilakukan oleh spindel dan
traveller sebagai pemutar ujung
untaian serat yang keluar dari
rol peregang depan, sedangkan
ujung yang lainnya tetap
dipegang atau dijepit oleh rol
peregang depan.
Banyaknya antihan yang
diberikan pada benang
tergantung kepada
perbandingan banyaknya
putaran dari mata pintal dengan
panjangnya benang yang
dikeluarkan dari rol depan untuk
waktu yang sama.
Banyaknya antihan yang
diberikan pada benang
dirumuskan sebagai berikut :
TPI = C x 1 Ne
Dimana :
TPI = Twist per inch
C = konstanta antihan atau
twist multiplier
Ne1 = nomor dari benang
untuk sistem tidak
langsung
Hubungan antihan dengan
nomor benang seperti yang
dirumuskan di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Apabila suatu untaian dari seratserat
diputar mengelilingi sumbu
panjangnya, maka serat-serat
komponennya dapat dianggap
akan menempati kedudukan
sebagai spiral sempurna atau
tidak sempurna. Bentuk spiral
yang tidak sempurna tergantung
kepada kesamaan (uniformity)
serta keteraturan (regularity)
dari susunan serat-serat pada
untaian serat yang akan diberi
twist tersebut.
Apabila untaian tersebut akan
mengalami tegangan dan
perpanjangan (stretching),
seperti halnya kalau suatu per
ditarik, sepanjang tidak terjadi
pergeseran atau slip antara
serat. Apabila tegangan ini
menyebabkan adanya
perpanjangan atau mulur, maka
275
serat-serat yang menempati
kedudukan yang paling luar
akan mendesak kedalam,
sehingga mengakibatkan
penampang dari untaian serat
tersebut akan menciut/mengecil.
Hal yang demikian berarti
bahwa akibat dari adanya reaksi
dari tarikan tersebut, maka
timbul gaya menekan kearah
titik pusat untaian tersebut, yang
cenderung untuk mendorong
serat-serat individu makin
berdekatan dan berkelompok
menjadi satu dan bersamaan
dengan ini akan meningkatkan
gesekan antar serat atau daya
kohesinya (daya lekatnya).
Dengan demikian maka
sebenarnya timbul dua macam
gaya sebagai akibat adanya
tarikan tersebut, masing-masing
ialah gaya yang cenderung
untuk memisahkan serat-serat
dan satunya lagi ialah gayagaya
yang cenderung untuk
mengikat serat-serat menjadi
satu. Resultante dari gaya-gaya
ini tergantung dari besarnya
sudut dari spiralnya.
Apabila jumlah putaran per
satuan panjang sedikit, maka
sudut spiralnya kecil. Dalam hal
yang sedemikian, serat-serat
mudah tergeser satu dengan
yang lainnya dan untaian seratserat
tersebut akan putus,
apabila tarikan yang dikenakan
cukup besar.
Sebaliknya apabila putaran
yang diberikan pada untaian
serat persatuan panjangnya
diperbanyak, maka sudut
putarannya (spiralnya) akan
membesar, demikian pula
tekanan kedalam pada seratserat
akan meningkat dan
gesekan antara serat makin
kuat. Hal ini akan mengurangi
atau menghentikan pergeseranpergeseran
antara serat,
sehingga kekuatan benangnya
dapat ditingkatkan sampai
mencapai titik kekuatan
maksimumnya (titik kritis).
Apabila banyaknya putaran
ditambah lagi melebihi titik
kritisnya, maka serat-seratnya
akan harus mulur lebih banyak
karena adanya tegangan
tersebut, dan kalau batas
mulurnya dilampaui, maka serat
akan putus dan mengakibatkan
benangnya putus pula.
Andaikata serat-seratnya belum
putus, tetapi serat-serat tersebut
sebenarnya telah mengalami
tegangan yang cukup berat,
sehingga sisa kekuatan yang
masih ada pada serat akan
digunakan untuk mengatasi
beban dari luar, dan sisa
kekuatan ini akan berkurang.
Hal ini dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 5.213
276
Hubungan antara TPI dan
Kekuatan Benang
Jadi, banyaknya antihan yang
harus diberikan pada benang
merupakan masalah yang harus
kita pertimbangkan, baik ditinjau
dari segi teknis (operasionil)
maupun ekonomi.
Arah Antihan
Arah antihan pada benang ada
dua macam tergantung dari
arah putaran spindelnya. Kedua
arah antihan tersebut disebut
arah Z (kanan) atau S (kiri),
seperti terlihat pada gambar
5.203.
Gambar 5.214
Arah Antihan
5.20.2.9 Proses
Penggulungan
Benang pada Bobin
Proses penggulungan benang
pada ring spinning akan jauh
berbeda bila dibandingkan
dengan proses penggulungan
roving di mesin flyer. Perbedaan
tersebut antara lain ialah :
- Pada mesin ring spinning
pengantar benang naik
turun, bobin berputar tetap
pada tempatnya, sedangkan
pada mesin flyer pengantar
benangnya tetap pada
tempatnya dan bobinnya
disamping berputar juga
bergerak naik turun.
- Pada mesin ring spinning
penggulungan terjadi karena
adanya perbedaan
kecepatan antara putaran
spindel (Nsp) dengan putaran
traveller (Ntr) sehingga
jumlah gulungan benang g =
Nsp – Ntr.
Pada mesin flyer
penggulungan terjadi karena
adanya perbedaan
kecepatan antara putaran
bobin (Nb) dengan putaran
spindel, sehingga jumlah
gulungan roving g = Nb – Nsp
- Sistem penggulungan
benang mesin ring spinning
adalah konis, dan
penggulungan roving pada
bobin di mesin flyer adalah
paralel.
- Bentuk gulungan benang
pada bobin di mesin ring
spinning dapat terlihat pada
gambar 5.215a. sedang
bentuk gulungan roving
pada bobin di mesin flyer
seperti terlihat pada gambar
5.215b.
277
Gambar 5.215
Bentuk Gulungan Benang dan Roving pada Bobin
Traveller merupakan pengantar
benang pada mesin ring
spinning yang dipasang pada
ring rail, turut bergerak naik
turun bersama-sama dengan
ring railnya. Sedang pada mesin
flyer, lengan flyer merupakan
pengantar roving yang tidak
dapat bergerak naik turun, tetapi
tetap pada tempatnya, sedang
yang bergerak naik turun adalah
bobin bersama-sama dengan
keretanya.
Gerakan naik turun dari ring rail.
Peralatan yang mengatur
gerakan naik turunnya ring
disebut builder motion, seperti
tampak pada gambar di bawah
ini :
Gambar 5.216
Peralatan Builder Motion
278
Keterangan :
6. Eksentrik
7. batang penyangga
8. Roda gigi Racet (Rachet
Wheel)
9. Pal
10. Pen
A = titik putar
B = Rantai
C = Rol C
Prinsip Bekerjanya Builder
Motion
Gambar di atas memperlihatkan
peralatan builder motion dengan
batang penyangga (2) yang
selalu menempel pada eksentrik
(1) yang berputar secara aktip.
Menempelnya batang
penyangga (2) tersebut
disebabkan oleh rantai (B) yang
dihubungkan dengan ring rail.
Karena berat penyangga (2)
selalu menempel pada eksentrik
(1). Batang penyangga sebelah
kiri mempunyai titik putar (A).
Bila bagian yang tinggi dari
eksentrik menempel pada
batang (2) maka batang
penyangga (2) berada pada
kedudukan yang terendah.
Begitu juga bagian yang rendah
menempel pada batang (2)
berada pada kedudukan teratas.
Naik turunnya batang (2) akan
selalu mengikuti gerakan
berputarnya eksentrik (1).
Gerakan Naik Turunnya /
Ring Rail
Stang rail (11) dipasang pada
suatu tabung yang mati pada
rangka mesin, sehingga
gerakan naik turunnya ring rail
dapat stabil. Setiap putaran
eksentrik (1), rail akan bergerak
naik dan turun satu kali yang
disebut satu gerakan penuh
atau satu traverse. Karena pada
waktu menggulung benang di
bobin dikehendaki suatu lapisan
pemisah antara gulungan yang
satu dengan gulungan
berikutnya, maka gerakan ring
rail waktu dan turun
kecepatannya dibuat tidak
sama. Pada waktu naik ring rail
bergerak lambat, sehingga
terjadi penggulungan yang
sejajar, sedang waktu turun ring
rail bergerak cepat sehingga
terjadi gulungan pemisah yang
tidak sejajar.
279
Gambar 5.217 Ring Rail
Sebagaimana telah diuraikan
dimuka bahwa setiap putaran
dari eksentrik satu kali
menyebabkan ring rail bergerak
naik dan turun satu kali, yang
disebut satu traverse dan
gerakan ini disebut gerakan
printer. Setelah ring rail
bergerak naik dan turun satu
kali, maka kedudukan ring rail
akan naik satu diameter benang
dan gerakan ini disebut gerakan
sekunder.
Kalau panjang rantai B tetap,
maka setiap putaran eksentrik
(1) akan mengakibatkan
gerakan naik turun dari ring rail
juga tetap. Tetapi apabila rantai
B diturunkan sedikit, maka hal
ini menyebabkan ring rail juga
naik sedikit. Turunnya rantai (B)
sedikit tersebut disebabkan
karena berputarnya rol (C)
sesuai arah anak panah. Rol C
berputar karena diputar oleh
roda gigi rachet (3) seperti pada
gambar 5.216. Pada gambar
5.217 terlihat rol (c) adalah
penggulung dari rantai (B) yang
terdapat pada ujung batang (2),
sehingga pada waktu eksentrik
berputar batang (2) terbawa
naik turun pula. Pen (5)
dipasangkan mati pada rangka
mesin, jadi tidak turun karena
gerakan naik turun dari batang
(2).
Pada waktu batang (2) bergerak
naik maka pal (4)
kedudukannya tergeser ke
kanan karena pen (5) diam di
tempat, dan pada waktu batang
(2) turun pal (4) akan
mendorong maju roda gigi
rachet (3).
Banyak sedkitnya gigi rachet
yang didorong akan
mempengaruhi perputaran
rahet, yang juga mempunyai
putaran rol (C) yang
mengggulung rantai (B).
Dengan tergulungnya rantai B
sedikit dari sedikit setiap
gerakan naik turun dari batang
(2), maka rantai B akan menjadi
semakin pendek. Karena
kedudukannya tetap dalam
batang (2) maka rol (D) akan
280
terputar ke kiri oleh rantai (B)
yang semakin pendek. Dengan
demikian rantai (7) juga tertarik
ke kiri oleh rol (B) yang terputar
oleh rol (D). Jadi kedudukan
rantai (7) makin lama makin
bergeser ke kiri, dan peralatan
(8) semakin condong ke kiri. Hal
ini akan menarik batang (9) ke
kiri dan (10a) bergerak ke kiri
pula yang akibatnya (10b)
bertambah naik yang diikuti
dengan naiknya stang ring rail
(11) beserta ring railnya (12).
Untuk membentuk gulungan
benang pada bobin di mesin
ring spnning terbagi dalam
tahap yaitu :
1. Pembentukan gulungan
benang pada pangkal bobin
2. Pembentukan gulungan
benang setelah gulungan
pangkal bobin
Gambar 5.218
Cam Screw dan Gulungan Benang pada Pangkal Bobin
Pembentukan Gulungan
Benang pada Pangkal
Bobin
Kalau pada gambar 5.218 cam
screw tidak dipasang pada rol
D, maka waktu rol C turun
sebentar a cm, rol D juga akan
berputar oleh rantai (8) sebesar
busur yang sama dengan a cm.
Kalau sekarang pada rol D
dipasang cam screw (6) dan
rantai (8) juga dipasang melalui
cam screw terus ke rol C, maka
pada waktu rol C turun sebesar
a cm, maka rol D tidak akan
berputar sebesar busur yang
lebih kecil dari a cm, tetapi
mengulurnya rantai (8) sebesar
a cm, hal ini terjadi karena
rantai (8) dilalukan cam screw,
sehingga dengan demikian
walaupun rol C turun sebesar a
cm, rol D akan berputar sedikit
dan hal ini akan menyebabkan
naiknya ring rail juga sedikit.
Karena rol C selalu menggulung
rantai (8) untuk setiap gerakan
281
batang (2) naik turun, maka
kedudukan cam screw makin
lama makin ke bawah, sehingga
akhirnya rantai (8) tidak melalui
cam screw lagi, tetapi langsung
rol D terus ke rol C. Pada saat
yang demikian ini cam screw
tidak menyinggung rantai (8)
lagi, sehingga pada waktu rol C
turun sebesar a cm, rol D juga
diputar oleh rantai (8) sebesar
busur a cm dan rol E juga
berputar sebesar busur a cm,
dan hal ini menyebabkan
naiknya ring rail sebesar a cm
juga.
Pada saat cam screw tidak
menyinggung rantai (8) lagi,
maka gerakan naik rai ring rail
sudah tidak dipengaruhi lagi
oleh screw, dan dengan
demikian pembentukan
gulungan benang pada pangkal
bobin telah selesai.
Pembentukan Gulungan
Benang setelah
Penggulungan Benang
pada Pangkal Bobin
Setelah pembentukan gulungan
benang pada pangkal bobin
selesai, kemudian diteruskan
dengan penggulungan benang
berikutnya. Sebagaimana telah
diuraikan di muka pada waktu
ring rail turun terjadi
penggulungan benang yang
sejajar dan pada waktu ring rail
turun dengan kecepatan yang
lebih besar daripada kecepatan
pada waktu naik, sehingga
terjadi penggulungan benang
yang tidak sejajar.
Gulungan benang yang tidak
sejajar tersebut merupakan
lapisan pemisah antara
gulungan benang yang satu
terhadap lapisan gulungan
benang yang berikutnya.
Demikian penggulungan benang
berlangsung terus hingga
gulungan benang pada bobin
penuh seperti terlihat pada
gambar 5.218.
5.20.2.10 Proses Doffing
Untuk mesin gintir (ring
twister turun.
- Turunkan kereta (ring rail)
apabila angka counter (hank
meter) sudah mencapai
angka yang telah ditentukan
dengan melepas tuil pad gigi
Rachet.
- Matikan mesin dengan
menekan tombol STOP.
- Ganti bobin penuh dengan
bobin kosong dan masukan
bobin penuh ke box benang
pad kereta.
- Naikkan kedudukan ring rail
dengan mengetek kembali
kedudukan Rachet untuk
menentukan awal gulungan
benang pada bobin.
- Jalankan mesin dengan
menekan tombol START.
- Periksa benang dan
sambung benang-benang
yang putus.
Untuk mesin gintir (ring
twister) naik.
- Matikan mesin dengan
menekan tombol STOP
apabila angka counter (hank
282
meter) sudah mencapai
angka yang telah ditentukan.
- Lepaskan gulungan benang
dengan hati-hati dan cermat
agar tidak merusak
gulungan benang.
- Pasang cones kosong pada
dudukannya kemudian
gulung benang pada coner
untuk awal gulungan.
- Jalankan mesin dengan
menekan tombol START.
- Periksa benang dan
sambung benang-benang
yang putus.
5.20.2.11 Proses Steaming.
Steaming adalah proses
penguapan terhadap benang
gintir yang memiliki twist sangat
tinggi. Proses ini bertujuan
untuk mematikan twist yang
terjadi pada benang sehingga
tidak terjadi snarling.
Proses steaming dilakukan de
gan cara memasukkan benang
yang memiliki twist tinggi
kedalam tabung, kemudian
kedalam tabung dialirkan uap
dengan suhu 950C selama
kurang lebih 20 menit.
5.20.2.12 Pemeliharaan mesin
Ring Twister
Pemeliharaan mesin Ring
Twister meliputi :
1. Pembersihan rutin mesin
dan penggantian traveller
setiah hari.
2. Pelumasan gear end dan
out end setiap 2 minggu.
3. Pelumasan spindel setiap 6
bulan.
4. Pelumasan bearing tin roll
setiap 6 bulan.
5. Pelumasan bearing bottom
roll setiap 3 bulan.
6. Centering lappet, antinode
ring dan spidelsetiap 1
tahun.
7. Pelumasan bearing gear
end setia 4 tahun.
8. Kontrol jockey pulley setiap
2 tahun.
9. Kontrol lifting shaft dan rante
gear end setiap 4 tahun.
10. Penggantian rubber cots
setiap 4 tahun.
11.Pelumasan dan
penggerindaan top roll
setiap 1 tahun.
283
5.20.2.13 Bentuk Gulungan Benang pada Bobin
Gambar 5.219
Bentuk Gulungan Benang pada Bobin
Didalam praktik sering terjadi
bentuk gulungan yang tidak
normal, hal ini mungkin terjadi
kesalahan dala melakukan
penggulungan benang.
Kesalahan tersebut dapat
disebabkan oleh pengaruh
mesin atau kesalahan operator
dalam melayani mesin.
Kesalahan yang disebabkan
pengaruh mesin mungkin
karena penyetelan yang kurang
betul, sedangkan kesalahan
yang disebabkan oleh operator
karena terlambat menyambung.
Pada gambar 5.219 terlihat
macam bentuk gulungan
benang pada bobin.
a. Bentuk gulungan yang
normal. Isi gulungan
tergantung panjang bobin
dan diameter ring. Gulungan
tidak mudah rusak dan tidak
sulit sewaktu dikelos di
mesin kelos (winder).
b. Bentuk gulungan benang
yang tidak normal karena
dalam proses benang sering
putus dan
penyambungannya sering
terlambat.
c. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
bawahnya besar.
d. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
atasnya besar.
e. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena terlalu
kurus.
f. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena terlalu
gemuk.
g. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
atas membesar.
284
h. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
bawah membesar.
i. Bentuk gulungan benang
normal, tetapi tidak penuh.
j. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
bawahnya kosong.
k. Bentuk gulungan benang
tidak normal, karena bagian
tengah ada benang yang
tidak tergulung.
5.20.3 Pengendalian Mutu
Hasil mesin gintir (ring twister)
adalah benang gintir, maka test
yang dilakukan adalah
pengujian Twist per Inch (TPI).
Pengujian ini dimaksudkan
untuk menguji jumlah pintiran
benang setiap inchnya. Alat
yang dipakai adalah “Twist
tester”. Pada prinsipnya alat ini
dipakai untuk melepaskan
puntiran benang dan atau
memberikan puntiran kembali
dengan arah berlawanan.
Dengan menghitung jumlah
putaran tersebut dapat pula
ditentukan berapa jumlah
puntiran untuk panjang 1 inch
atau twist per inch. Biasanya
pengujian ini dilakukan pada
panjang benang 10 inch.
5.20.4 Perhitungan Antihan
(Twist)
Antihan diberikan terhadap
benang yang baru keluar dari rol
penarik agar benang gintir
menjadi cukup kuat.
Besar kecilnya antihan sangat
mempengaruhi kekuatan
benang gintir. Makin besar
antihan, makin kuat benang
gintir yang dihasilkan.
Agar benang gintir yang
dihasilkan memenuhi syaratsyarat
yang diinginkan, maka
antihan diberikan secukupnya
hingga benang mempunyai
kekuatan yang optimum.
Jumlah antihan yang diberikan
pada benang gintir biasanya
dinyatakan per satuan panjang.
Satuan panjang dapat diambil
dalam inch atau meter.
Bila diambil satuan panjang
inch, maka antihannya adalah
Twist per Inch (TPI).
Bila satuannya diambil dalam
meter, maka antihannya adalah
antihan per meter (APM).
285
Gambar 5.220
Susunan Roda Gigi Mesin Ring Twister
Antihan per Inch (API) atau Twist per Inch (TPI)
TPI =
Panj benang yg dikeluarkan dari rol penarik L inch menit
Kecepatan putaran spindel N menit sp
. ( ) /
( ) /
TPI =
L inch per menit
N per menit sp
286
Lihat gambar 5.220 Susunan
roda gigi mesin ring twister.
Nsp = 1430 x
25
200
230
180 x
= 8953 putaran per menit
L = 1430 x x x x
40
40
54
27
230
180
3,14
25,4
50
60
40
50
25
60
40 x x x x
= 768,6 inch
Jadi TPI =
L
Nsp
= 11,6
768,6
8953
5.20.5 Perhitungan Produksi
Seperti halnya pada mesin ring
spinning, produksi mesin ring
twister, juga dinyatakan dalam
berat per satuan waktu tertentu.
Produksi Teoritis
Produksi teoritis didapat dari
perhitungan berdasarkan
susunan roda gigi mesin ring
twister (lihat gambar 5.220).
Dalam perhitungan ini harus
diperhatikan nomor benang
tunggal yang akan digintir, dan
jumlah rangkapannya.
Hal ini perlu karena ada
hubungannya dengan nomor
benang yang dihasilkan, dan
jumlah antihan yang akan
diberikan pada benang gintir,
karena nomor benang gintir
yang dihasilkan dan jumlah
antihan tersebut mempengaruhi
jumlah produksi yang
dihasilkan.
Produksi per spindel per menit
adalah :
= inch
Twist per Inch TPI
KPS per menit
( )
=
11,6
8953
= 768,6 inch
Keterangan :
KPS = Kecepatan Permukaan
Spindel
Bila satu mesin ring twister
mempunyai jumlah mata pintal =
400 tiap frame, nomor benang
yang akan digintir adalah Ne1
40/2 (Ne1 20), dan efisiensi
mesin = 95%, maka produksi
mesin ring twister per menit
adalah :
= efisiensi mesin x jml spindel x
TPI
Nsp
=
11 ,6
400 8953
100
80 x x
= 246979,31 inch
Produksi mesin per jam adalah :
= x x
TPI
N
x x x sp
36
400 60 1
100
80
x kg
Ne
x
1000
1 453,6
840
1
1
= x x x x x
36
1
11,6
400 60 8953
100
80
287
x x kg
1000
453,6
20
1
840
1
= 11,14 kg
Produksi Nyata
Untuk menghitung produksi
nyata dari mesin ring twister
dapat dilakukan dengan
menghitung atau menimbang
jumlah benang gintir yang
dihasilkan.
Penghitungan atau
penimbangan dapat dilakukan
pada setiap kali doffing atau
dalam satu periode waktu
tertentu.
Sebagai misal, diambil data
realisasi produksi mesin ring
twister untuk satu kali doffing =
38 kg.
Waktu doffing yang diperlukan
untuk memproduksi benang
gintir Ne1 40/2 (Ne1 20) = 4 jam,
maka :
Realisasi produksi / jam / mesin
= 9,5kg
4
38
Efisiensi
Seperti halnya pada mesinmesin
sebelum ring twister,
maka untuk menghitung
efisiensi produksi mesin ring
twister dilakukan dengan
membandingkan antara
produksi teoritis dengan
produksi nyata.
Untuk menentukan efisiensi
produksi mesin ring twister,
diambil data perhitungan
produksi teoritis dan
perhitungan produksi nyata.
Produksi teoritis/mesin/jam
= 11,114 kg
Produksi nyata/mesin/jam
= 9,5 kg
Jadi efisiensi produksi mesin
ring twister adalah :
= 100%
/ sin/
. / sin/ x
Prod.teoritis me jam
Prod nyata me jam
= 100%
11,14
9,5 x
= 85,47 %
A1
PENUTUP
Buku ini diharapkan dapat membantu guru dan siswa dalam
mengadakan observasi pada mesin-mesin Pembuatan Benang dan
mesin-mesin Pembuatan Kain Tenun di dunia usaha dan dunia
industri.
Selain itu masih diperlukan juga pengembangan bahan ajaran
untuk ilmu pengetahuan dan teknologi Pembuatan Benang dan
Pembuatan Kain yang sudah ada di industri namun landasan
teorinya belum tercakup pada buku ini.
Masih diperlukan pengkajian tentang isi buku ini yang meliputi
kedalamanan dan keluasannya serta materi cara penyajiannya agar
lebih dapat dipahami oleh siswa maupun guru.
B1
DAFTAR PUSTAKA
1. Baba Sangyo Kikai Co LTD. Baba High Performance Sizing
Machine. Osaka,Japan
2. Baba Sangyo Kikai Co LTD. Universal Sectional Warp Sizing
Machine. Osaka,Japan
3. Baba Sangyo Kikai Co LTD. Baba High Speed Warping
Machine. Osaka,Japan
4. Elang, S.Teks dkk. 1982. Pedoman Praktikum Persiapan
Pertenunan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil.
5. Hamamatsu.1967.Haw To Handle Sakamoto’s SO Type Cop-
Change Automatic Loom. Japan.
6. John Wiley & Sons,Inc.1976. Modern Textiles.Toronto.
7. Liek Soeparlie,S.Teks dkk.1973.Teknologi Pertenunan.
Bandung. Institut Teknologi Tekstil.
8. Liek Soeparlie,S.Teks dkk.1974.Teknologi Persiapan
Pertenunan. Bandung. Institut Teknologi Tekstil.
9. Nagoya International Training Center. 1976. Weaving Machine.
Japan. International Cooperation Agency.
10. Oldrich Talavasek / and Vladimir Svaty.1981.Shuttleless
Weaving Machines. New York. Elsever Scientific Publishing
Company.
11. Pawitro,S.Teks.dkk.1973. Teknologi Pemintalan Bagian
Pertama. Bandung. Institut Teknologi Tekstil.
12. Pawitro,S.Teks.dkk.1975. Teknologi Pemintalan Bagian Kedua.
Bandung. Institut Teknologi Tekstil.
13. R.E Dachlan,S.Teks dkk.1998.Teknologi Pertenunan Tanpa
Teropong. Bandung. Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
B2
14. Soji Muramatsu. Jacquard Weaving .Kyoto Japan.
Murata Textile Machine. CO.LTD.
15. Toyoda Automatic Loom Works LTD. 1990. Intruction Manual
For Ring Spinning Frame Model RY 5 4th Edition. Tokyo Japan.
16. Toyoda Automatic Loom Works LTD. 1990. Intruction Manual
For Roving FL 16. 9th Edition. Tokyo Japan.
17. To Do Seikusho. Information and Direction For Using Reaching
Machine.Osaka Japan.
18. Wibowo Moerdoko,S.Teks.dkk.1973.Evaluasi Tekstil Bagian
Fisika. Bandung. Institut Teknologi Tekstil.
C1
DAFTAR GAMBAR
Ganbar 2.1 Klasifikasi Serat Berdasarkan Asal Bahan. 5
Gambar 2.2 Hand Stapling............................................. 7
Gambar 2.3 Baer Sorter ................................................ 7
Gambar 2.4 Pinset Pencabut Serat ................................ 7
Gambar 2.5 Garpu Penekan Serat................................ 7
Gambar 2.6 Fraksi Serat Kapas diatas Beludru ............ 7
Gambar 2.7 Skema Single Fibre Strength Tester.......... 8
Gambar 2.8 Skema Pressley Cotton Fibre Strength
Tester........................................................ 9
Gambar 2.9 Vice (tempat mengencangkan klem) ......... 9
Gambar 2.10 Klem Serat dan Kunci Pas......................... 9
Gambar 2.11 Skema Micronaire...................................... 10
Gambar 3.1. Pemintalan secara Mekanik...................... 12
Gambar 3.2. Pemintalan secara Kimia........................... 12
Gambar 3.3. Benang Stapel ........................................... 13
Gambar 3.4. Benang Monofilamen................................. 14
Gambar 3.5. Benang Multifilamen .................................. 14
Gambar 3.6. Filamen Low .............................................. 14
Gambar 3.7. Benang Logam .......................................... 15
Gambar 3.8. Benang Tunggal ........................................ 15
Gambar 3.9. Benang Rangkap....................................... 15
Gambar 3.10 Benang Gintir............................................. 15
Gambar 3.11 Benang Tali ............................................... 15
Gambar 3.12 Benang Hias .............................................. .. 16
Gambar 3.13 Benang Jahit.............................................. .. 17
Gambar 4.1. Landasan Bal Kapas ................................. 27
Gambar 4.2. Bal Kapas dengan jumlah Pelat Besi 6...... 27
Gambar 4.3 Besi Pelepas Pelat Pembalut Kapas ......... 27
Gambar 4.4 Gunting Pemotong Pelat Pembalut Bal
Kapas........................................................ 27
Gambar 5.1 Sistem Pintal dengan Flyer........................ 33
Gambar 5.2 Sistem Pintal dengan Cap ......................... 34
Gambar 5.3 Sistem Pintal Ring ..................................... 35
Gambar 5.4 Sistem Pintal Open End............................. 36
Gambar 5.5 Urutan Proses Ordinary Draft System....... 37
Gambar 5.6 Urutan Proses High Draft System ............ 38
Gambar 5.7 Urutan Proses Super High Draft System 38
Gambar 5.8 Urutan Proses Hock System ..................... 39
Gambar 5.9 Urutan Proses Gombed Yarn.................... 40
C2
Gambar 5.10 Urutan Proses Pembuatan Benang
Tunggal dan Benang Gintir....................... 41
Gambar 5.11 Urutan Proses Pemintalan Benang
Wol Garu .................................................. 42
Gambar 5.12 Pengelompokan Serat Wol Berdasarkan
3 Kelas....................................................... 45
Gambar 5.13 Pengelompokan Serat Wol Berdasarkan
4 Kelas....................................................... 45
Gambar 5.14 Skema Proses Pemintalan Rami .............. 52
Gambar 5.15 Skema Reeling Sutera............................... 55
Gambar 5.16 Filamen Keriting......................................... 59
Gambar 5.17 Filamen Helix............................................. 59
Gambar 5.18 Unit Mesin Blowing .................................... 62
Gambar 5.19 Skema Mesin Loftex Charger .................... 63
Gambar 5.20 Skema Mesin Hopper Feeder.................... 64
Gambar 5.21 Skema Mesin Hopperv Feeder Cleaner .... 64
Gambar 5.22 Alur Gerakan antara Permukaan Berpaku. 65
Gambar 5.23 Skema Mesin Pre Opener Cleaner............ 67
Gambar 5.24 Skema rol pemukul dan batang saringan .. 68
Gambar 5.25 Skema rol pemukul mesin Pre Opener
Cleaner...................................................... 68
Gambar 5.26 Skema Mesin Condensor at Cleaner......... 69
Gambar 5.27 Skema pemisah kotoran mesin Condensor
at Cleanser ................................................ 69
Gambar 5.28 Skema Mesin Opener Cleaner .................. 70
Gambar 5.29 Skema Rol Pemukul dan Batang saringan 71
Gambar 5.30 Skema mesin Condensor at Picker ........... 71
Gambar 5.31 Skema Pemisah kotoran Mesin
Condensor at Cleaner ............................... 71
Gambar 5.32 Skema Mesin Micro Even Feeder.............. 72
Gambar 5.33 Skema Mesin Scutcher.............................. 73
Gambar 5.34 Pengatur Penyuapan................................. 74
Gambar 5.35 Pengatur Penyuapan (Feed Regulator)..... 75
Gambar 5.36 Pergerakan Pedal dan Perpindahan Belt .. 76
Gambar 5.37 Bagian penyuapan mesin Scutcher........... 80
Gambar 5.38 Terpisahnya kotoran dari serat.................. 80
Gambar 5.39 Tekanan Rol Penggilas pada Kapas ......... 83
Gambar 5.40 Tekanan Batang Penggulung Lap ............. 84
Gambar 5.41 Tekanan Batang Penggulung pada Rol
Penggulung Lop ........................................ 86
Gambar 5.42 Susunan Roda Gigi Mesin Scutcher
dengan satu sumber gerakan.................... 89
Gambar 5.43 Mesin Carding ........................................... 99
Gambar 5.44 Gulungan Lap ............................................ 101
C3
Gambar 5.45 Lap Roll ..................................................... 101
Gambar 5.46 Lap Stand .................................................. . 101
Gambar 5.47 Lap Cadangan ........................................... 102
Gambar 5.48 Pelat Penyuap ........................................... 102
Gambar 5.49 Bentuk dari Gigi-gigi pada Taker-in ........... 103
Gambar 5.50 Rol Pengambil dan Silinder ....................... 104
Gambar 5.51 Rol Pengambil, Pisau Pembersih dan
Saringan.................................................... 106
Gambar 5.52 Sistem Pembebanan dengan Bandul
pada Rol Penyuap ..................................... 106
Gambar 5.53 Bagian dari Rol Pengambil ........................ 108
Gambar 5.54 Gaya-gaya yang bekerja pada kotoran
dan kapas .................................................. 109
Gambar 5.55 Penampang Melintang dan memanjang
dari Flat Carding ........................................ 111
Gambar 5.56 Saringan Silinder (Cylinder Screen) .......... 112
Gambar 5.57 Stripping Action ......................................... 113
Gambar 5.58 Carding Action ........................................... 113
Gambar 5.59 Doffer Comb .............................................. 119
Gambar 5.60 Rol Penggilas (Calender Roll) ................... 120
Gambar 5.61. Letak Sliver didalam Can........................... 121
Gambar 5.62. Penampungan Sliver dalam Can............... 122
Gambar 5.63. Warp Block ................................................ 123
Gambar 5.64. Neraca Analitik .......................................... 123
Gambar 5.65. Daerah Setting Mesin Carding................... 125
Gambar 5.66. Leaf Gauge................................................ 126
Gambar 5.67. Leaf Gauge khusus Top Flat ..................... 126
Gambar 5.68. Susunan Roda Gigi Mesin Carding ........... 128
Gambar 5.69. Skema Mesin Drawing............................... 137
Gambar 5.70. Can ............................................................ 138
Gambar 5.71 Pengantar Sliver ........................................ 138
Gambar 5.72 Traverse Guide.......................................... 138
Gambar 5.73 Pasangan Rol-rol Penarik.......................... 139
Gambar 5.74 Rol Atas ..................................................... 140
Gambar 5.75 Alur pada penampang Rol Atas dan
Rol Bawah dari Logam .............................. 141
Gambar 5.76 Pembebanan Sendiri ................................ 141
Gambar 5.77 Pembebanan Mati/Bandul ......................... 142
Gambar 5.78 Pembebanan Pelana ................................. 142
Gambar 5.79 Pembebanan dengan Tuas ....................... 142
Gambar 5.80 Pembebanan dengan Per.......................... 142
Gambar 5.81 Peralatan Pembersih Rol Bawah............... 143
Gambar 5.82 Peralatan Pembersih Rol Atas................... 143
C4
Gambar 5.83 Pasangan-pasangan Rol pada Proses
Peregangan............................................... 144
Gambar 5.84 Dua Pasang Rol pada proses Peregangan 145
Gambar 5.85 Empat Daerah Peregangan....................... 146
Gambar 5.86 Tiga Daerah Peregangan .......................... 146
Gambar 5.87 Pengaruh jarak antar Rol dengan
ketidakrataan dari sliver yang dihasilkan ... 147
Gambar 5.88 Roller Gauge ............................................. 148
Gambar 5.89 Kedudukan Serat antara dua pasangan
rol penarik.................................................. 149
Gambar 5.90 Sliver yang melalui rol dengan ukuran
yang berbeda............................................. 150
Gambar 5.91 Pelat penampung Sliver ............................ 151
Gambar 5.92 Penampang Terompet............................... 151
Gambar 5.93 Coiler ......................................................... 152
Gambar 5.94 Letak Sliver dalam Can ............................. 153
Gambar 5.95 Susunan pada gigi mesin Drawing ............ 155
Gambar 5.96 Urutan Proses Persiapan Combing........... 162
Gambar 5.97 Arah Penyuapan pada Mesin Combing..... 163
Gambar 5.98 Tekukan serat yang diserapkan ke Mesin
Combing .................................................... 164
Gambar 5.99 Mesin Pre Drawing .................................... 165
Gambar 5.100 Alur Proses Mesin Pre Drawing................. 166
Gambar 5.101 Skema Mesin Lap Former ........................ 168
Gambar 5.102 Alur Proses Mesin Lap Former.................. 168
Gambar 5.103 Susunan Roda Gigi Mesin Lap Former ..... 171
Gambar 5.104 Skema Mesin Combing ............................. 174
Gambar 5.105 Skema Bagian Penyuapan mesin
Combing.................................................... 176
Gambar 5.106 Gulungan Lap ............................................ 176
Gambar 5.107 Rol Pemutar Lap........................................ 176
Gambar 5.108 Pelat Penyuap ........................................... 176
Gambar 5.109 Rol Penyuap .............................................. 176
Gambar 5.110 Landasan Penjepit..................................... 177
Gambar 5.111 Pisau Penjepit............................................ 177
Gambar 5.112 Awal Penyuapan Lap................................. 177
Gambar 5.113 Penjepitan Lap........................................... 178
Gambar 5.114 Posisi Sisir Utama pada saat penjepitan
lap.............................................................. 178
Gambar 5.115 Skema Bagian Penyisisran Mesin
Combing.................................................... 178
Gambar 5.116 Sisir Utama ................................................ 179
Gambar 5.117 Rol Pencabut ............................................. 179
Gambar 5.118 Sisir Atas ................................................... 179
C5
Gambar 5.119 Penyuapan Lap ......................................... 180
Gambar 5.120 Penyisiran sedang berlangsung ................ 180
Gambar 5.121 Penyisiran telah selesai............................. 180
Gambar 5.122 Pencabutan Serat...................................... 181
Gambar 5.123 Skema Bagian Penampungan Limbah ...... 182
Gambar 5.124 Silinder Pengering ..................................... 182
Gambar 5.125 Kipas.......................................................... 182
Gambar 5.126 Rol Penekan .............................................. 182
Gambar 5.127 Skema Bagian Penampungan Web........... 184
Gambar 5.128 Pelat Penampung Web.............................. 184
Gambar 5.129 Terompet .................................................. 184
Gambar 5.130 Rol Penggilas ............................................ 184
Gambar 5.131 Pelat Pembelok ......................................... 185
Gambar 5.132 Pelat Penyalur Sliver ................................. 185
Gambar 5.133 Skema Bagian Perangkapan Peregangan
dan penampungan Sliver........................... 186
Gambar 5.134 Rol Peregang............................................. 187
Gambar 5.135 Terompet ................................................... 187
Gambar 5.136 Rol Penggilas ............................................ 187
Gambar 5.137 Coiler ......................................................... 188
Gambar 5.138 Can ............................................................ 188
Gambar 5.139 Susunan Roda gigi mesin Combing .......... 194
Gambar 5.140 Proses Peregangan................................... 197
Gambar 5.141 Proses Pengantihan .................................. 198
Gambar 5.142 Proses Penggulungan ............................... 198
Gambar 5.143 Skema Mesin Flyer.................................... 199
Gambar 5.144 Skema Bagian Penyuapan Mesin Flyer..... 201
Gambar 5.145 Can ............................................................ 201
Gambar 5.146 Rol Pengantar............................................ 201
Gambar 5.147 Terompet Pengantar Sliver........................ 202
Gambar 5.148 Penyekat.................................................... 202
Gambar 5.149 Skema Bagian Peregangan mesin Flyer ... 202
Gambar 5.150 Rol Peregang............................................. 203
Gambar 5.151 Penampung ............................................... 203
Gambar 5.152 Pembersih ................................................. 203
Gambar 5.153 Cradle ........................................................ 203
Gambar 5.154 Penyetelan Jarak antara titik jepit
rol peregang .............................................. 204
Gambar 5.155 Pembebanan pada Rol Atas...................... 205
Gambar 5.156 Penyetelan dan Penunjuk beban............... 205
Gambar 5.157 Skema Bagian penampungan mesin flyer… 205
Gambar 5.158 Flyer........................................................... 207
Gambar 5.159 Bobin ......................................................... 207
Gambar 5.160 Susunan Roda Gigi mesin Flyer................ 209
C6
Gambar 5.161 Batang Penggeser..................................... 210
Gambar 5.162 Peralatan Trick Box ................................... 211
Gambar 5.163 Gaya Putar pada Trick Box........................ 212
Gambar 5.164 Roda Gigi Bauble ...................................... 213
Gambar 5.165 Macam Bentuk gulungan Roving pada
Bobin......................................................... 213
Gambar 5.166 Susunan Roda Gigi Mesin Flyer................ 216
Gambar 5.167 Susunan Roda Gigi 3 pasang rol
peregang................................................... 217
Gambar 5.168 Susunan Roda Gigi dari 4 pasang rol
peregang................................................... 220
Gambar 5.169 Skema Mesin Ring Spinning ..................... 231
Gambar 5.170 Skema Bagian Penyuapan Mesin Ring
Spinning..................................................... 234
Gambar 5.171 Rak ............................................................ 235
Gambar 5.172 Penggantung Bobin (Bobin Holder)........... 235
Gambar 5.173 Pengantar .................................................. 235
Gambar 5.174 Terompet Pengantar.................................. 235
Gambar 5.175 Skema Bagian Peregangan Mesin Ring
Spinning..................................................... 237
Gambar 5.176 Rol Peregang............................................. 237
Gambar 5.177 Cradle ........................................................ 238
Gambar 5.178 Penghisap (Pneumafil) .............................. 238
Gambar 5.179 Penyetelan Jarak Antar Rol Peregang ...... 239
Gambar 5.180 Pembebanan pada Rol Atas...................... 240
Gambar 5.181 Kunci Penyetel Pembebanan pada Rol
Atas........................................................... 241
Gambar 5.182 Skema Bagian Penggulungan Mesin Ring
Spinning..................................................... 242
Gambar 5.183 Ekor Babi (Lappet)..................................... 242
Gambar 5.184 Traveller..................................................... 242
Gambar 5.185 Ring .......................................................... 243
Gambar 5.186 Spindel....................................................... 243
Gambar 5.187 Pengontrol Baloning (Antinode Ring) ........ 243
Gambar 5.188 Penyekat (Separator) ................................ 243
Gambar 5.189 Tin Roll ...................................................... 244
Gambar 5.190 Hubungan Antara TPI dan Kekuata42
Benang...................................................... 246
Gambar 5.191 Arah Antihan.............................................. 246
Gambar 5.192 Bentuk Gulungan Benang dan Roving
pada Bobin ................................................ 247
Gambar 5.193 Peralatan Builder Motion ........................... 247
Gambar 5.194 Ring Rail .................................................... 249
C7
Gambar 5.195 Cam Screw dan Gulungan Benang
pada Pangkal Bobin .................................. 250
Gambar 5.196 Bentuk Gulungan Benang Pada Bobin...... 252
Gambar 5.197 Susunan Roda Gigi mesin Ring Spinning.. 255
Gambar 5.198 Skema dan cara penulisan Benang Gintir . 268
Gambar 5.199 Skema Penggintiran Turun (Down Twist) .. 269
Gambar 5.200 Skema Penggintiran Naik (Up Twister)...... 271
Gambar 5.201 Skema Bagian Penyuapan ........................ 272
Gambar 5.202 Rak Kelos .................................................. 273
Gambar 5.203 Pengantar Benang..................................... 273
Gambar 5.204 Rol Penarik ................................................ 273
Gambar 5.205 Skema Bagian Penggulungan ................... 274
Gambar 5.206 Ekor Babi (Lappet)..................................... 274
Gambar 5.207 Pengontrol Baloning (Antinode Ring) ....... 274
Gambar 5.208 Penyekat (Separator) ................................ 275
Gambar 5.209 Spindel....................................................... 275
Gambar 5.210 Ring ........................................................... 275
Gambar 5.211 Traveller..................................................... 275
Gambar 5.212 Tin Roll ...................................................... 275
Gambar 5.213 Hubungan antara TPI dan kekuatan
Benang...................................................... 277
Gambar 5.214 Arah Antihan.............................................. 278
Gambar 5.215 Bentuk Gulungan Benang dan Roving
pada Bobin ................................................ 279
Gambar 5.216 Peralatan Builder Motion ........................... 279
Gambar 5.217 Ring Rail .................................................... 281
Gambar 5.218 Cam Screw dan Gulungan Benang pada
Pangkal Bobin ........................................... 282
Gambar 5.219 Bentuk Gulungan Benang pada Bobin ...... 285
Gambar 5.220 Susunan Roda Gigi Mesin Ring Twister.... 287
Gambar 6.1 Benang Lusi............................................... 291
Gambar 6.2 Benang Pakan ........................................... 291
Gambar 6.3 Lusi di atas Pakan ..................................... 291
Gambar 6.4 Lusi di bawah Pakan ................................. 292
Gambar 6.5 Efek Lusi dan Efek Pakan ......................... 292
Gambar 6.6 Contoh Rencana Tenun untuk Rol Kerek
dan Dobi .................................................... 293
Gambar 6.7 Desain Strip Horisontal.............................. 294
Gambar 6.8 Desain Strip Vertikal .................................. 294
Gambar 6.9 Desain Strip Miring .................................... 294
Gambar 6.10 Desain Kotak Teratur ................................ 295
Gambar 6.11 Desain Kotak Tidak Teratur ...................... 295
Gambar 6.12 Plaid Desain .............................................. 295
Gambar 6.13 Desain Zigzag dan Desain Bayangan ....... 295
C8
Gambar 6.14 Anyaman Polos ......................................... 296
Gambar 6.15 Anyaman Keper......................................... 297
Gambar 6.16 Anyaman Satin 5 gun ................................ 297
Gambar 6.17 Anyaman Rib Lusi ..................................... 297
Gambar 6.18 Anyaman Rib Pakan.................................. 297
Gambar 6.19 Anyaman Panama ..................................... 298
Gambar 6.20 Anyaman Huck back.................................. 298
Gambar 6.21 Anyaman Berlobang (Perforated Fabries). 298
Gambar 6.22 Anyaman Keper Rangkap ......................... 299
Gambar 6.23 Anyaman Keper diperkuat ......................... 299
Gambar 6.24 Anyaman Keper diperkuat ......................... 299
Gambar 6.25 Rencana Tenun Anyaman keper Tulang .. 300
Gambar 6.26 Keper / 2(63 )
22
51 ° ….................................. 300
Gambar 6.27 /3(70 )
22
53 ° …............................................. 301
Gambar 6.28 / 4(75 )
322
612 ° …........................................... 301
Gambar 6.29 Anyaman Gabardine Keper .......................
/ 2(63 )
2
3 ° ................................................. 301
Gambar 6.30 Basis Satin Pakan Teratur 8V3.................. 302
Gambar 6.31 Basis Satin Pakan Tidak Teratur 8 Gun ... 302
Gambar 6.32 Anyaman Crepe dengan Metoda
Pembalikan Anyaman................................ 302
Gambar 6.33 Anyaman Zand Crepe................................ 302
Gambar 6.34 Anyaman Armures..................................... 303
Gambar 6.35 Satin 5 V 8 Venetian.................................. 303
Gambar 6.36 Satin 8 V 3 Bucksin ................................... 303
Gambar 6.37 Anyaman Satin 5 V 3 Penambahan Efek
Lusi............................................................ 303
Gambar 6.38 Satin 7 V 3 ................................................ 304
Gambar 6.39 Satin 8 V 3 ................................................ 304
Gambar 6.40 Turunan Satin Ganjil > 7 Gun .................... 304
Gambar 6.41 Anyaman Atas ........................................... 305
Gambar 6.42 Anyaman Bawah ....................................... 305
Gambar 6.43 Ikatan Lusi ................................................. 305
Gambar 6.44 Anyaman Rangkap .................................... 306
Gambar 6.45 Silangan Anyaman Leno ........................... 307
Gambar 7.1 Skema Proses Persiapan Pertenunan
(Shuttless Loom) ....................................... 310
C9
Gambar 7.2 Skema Proses Pertenunan (Shuttleless
Loom)........................................................ 311
Gambar 7.3 Bobin Kerucut ............................................ 312
Gambar 7.4 Bobin Cakra............................................... 312
Gambar 7.5 Bobin Silinder ............................................ 313
Gambar 7.6 Penggulung Pasif ...................................... 313
Gambar 7.7 Penggulung Aktif ....................................... 314
Gambar 7.8 Pengantar Bersayap.................................. 315
Gambar 7.9 Pengantar Silinder Beralur Exentrik........... 316
Gambar 7.10 Pengantar Silinder Beralur Spiral .............. 316
Gambar 7.11 Pengatur Tegangan dengan Per ............... 317
Gambar 7.12 Pengatur Tegangan dengan Cincin........... 317
Gambar 7.13 Glub Catcher Type Blade .......................... 319
Gambar 7.14 Catcher Type Comb (Sisir) ........................ 319
Gambar 7.15 Leaf Gauge................................................ 320
Gambar 7.16 Haspel ....................................................... 322
Gambar 7.17 Spindel (Pasak) ......................................... 322
Gambar 7.18 Spindel Bobin (Pemegang Bobin).............. 323
Gambar 7.19 Otomatis Penjaga Benang Putus ............. 324
Gambar 7.20 Pengatur Gulungan Penuh dengan Cincin
Penggantung............................................. 325
Gambar 7.21 Pengatur Gulungan Penuh dengan Alat
Ukur........................................................... 325
Gambar 7.22 Peralatan Penjaga Benang Kusut ............. 326
Gambar 7.23 Peralatan Pembakar Bulu Benang ............ 327
Gambar 7.24 Pengatur Bentuk Gulungan Benang.......... 327
Gambar 7.25 Diagram Poros Friksi ................................. 328
Gambar 7.26 Bentuk Gulungan Benang Pakan .............. 330
Gambar 7.27 Bobin Palet Biasa ...................................... 331
Gambar 7.28 Bobin Palet Peraba Elektrik....................... 331
Gambar 7.29 Bobin Palet Peraba Mekanik ..................... 331
Gambar 7.30 Bobin Palet Shuttle Change Peraba
Mekanik..................................................... 332
Gambar 7.31 Bobin Palet Peraba Foto Elektrik............... 332
Gambar 7.32 Full Automatic Weft Pirn Winder Type
110’S Murata ............................................. 334
Gambar 7.33 Mekanisme Penggerak Mesin Pallet
Otomatis Murata Type 100’S .................... 335
Gambar 7.34 Starting and Stopping ................................ 336
Gambar 7.35 Diagram Mekanisme Gerakan................... 337
Gambar 7.36 Otomatis Gulungan Penuh ........................ 339
Gambar 7.37 Gerakan Pergantian Palet ......................... 340
Gambar 7.38 Pengatur Tebal Gulungan ......................... 341
Gambar 7.39 Gulungan Benang Cadangan Bunch......... 342
C10
Gambar 7.40 A, B, C, D, E Peralatan Gerakan
Gulungan Benang Cadangan (Bunch)....... 344
Gambar 7.41A. Pengatur Tegangan Tension Washer........ 345
Gambar 7.41B. Pengatur Tegangan................................... 346
Gambar 7.41C. Pengatur Tegangan Pegas (Per Spiral)..... 346
Gambar 7.41D. Pengatur Tegangan (Per Spiral) ............... 347
Gambar 7.41E. Arah Jalan Benang pada Pengukur
Tegangan.................................................. 347
Gambar 7.42 Cylinder Sectional Warping Machine......... 352
Gambar 7.43 Skema Mesin Hani Seksi Kerucut ............. 353
Gambar 7.44 Creel tanpa Spindel Cadangan ................. 354
Gambar 7.45 Creel dengan Spindel Cadangan
Gambar 7.46 Creel dengan Kereta Dorong..................... 355
Gambar 7.47 Creel Bentuk V .......................................... 356
Gambar 7.48 Cara Penempatan Spindel dan Pengantar
Benang (Pengatur Tegangan) ................... 357
Gambar 7.49 Pengatur Tegangan Type Universal.......... 358
Gambar 7.50 Pengatur Tegangan Type Kapas............... 358
Gambar 7.51 Sisir Silang dengan 2 silangan .................. 359
Gambar 7.52 Sisir Silang Ganda..................................... 360
Gambar 7.53 Peralatan Sisir Silang ................................ 360
Gambar 7.54 Jalan Benang pada Sisir Silang................. 361
Gambar 7.55 Penarikan Datar ........................................ 362
Gambar 7.56 Penarikan Tegak ....................................... 362
Gambar 7.57 Sisir Hani ................................................... 363
Gambar 7.58 Mesin Hani Seksi Kerucut Type K-50 III .... 365
Gambar 7.69 Elevation Wing Angle ................................ 368
Gambar 7.60 Stang Penyetel Pergeseran Sisir Hani ...... 369
Gambar 7.61 Drum Revolution Counter .......................... 370
Gambar 7.62 Traveling Fron Reed dan Counter Length . 370
Gambar 7.63 Posisi Band Lusi dan Drum ....................... 371
Gambar 7.64 Pengatur Kecepatan Putaran Drum........... 371
Gambar 7.65 Mesin Penggulung..................................... 373
Gambar 7.66 High Speed Warping Machine................... 385
Gambar 7.67 Skema Penggulung Benang...................... 385
Gambar 7.68 Sisir Ekspansi Model Zig-zag .................... 387
Gambar 7.69 Alat Penjaga Benang Putus Sistem
Elektrik....................................................... 388
Gambar 7.70 Penampang Benang Terkanji .................... 394
Gambar 7.71 Pembangkit Uap dan Tempat Penguapan. 398
Gambar 7.72 Mesin Kanji Hank....................................... 400
Gambar 7.73 Unit Proses Penganjian ............................. 401
Gambar 7.74 Penganjian dengan Mesin Hani Seksi
Kerucut...................................................... 402
C11
Gambar 7.75 Penganjian dengan Mesin Hani Lebar....... 403
Gambar 7.76 Alat Pemasak Kanji Terbuka ..................... 404
Gambar 7.77 High Pressure Cooker ............................... 405
Gambar 7.78 Grafik Viscositas dan Waktu...................... 406
Gambar 7.79 Visko Cup .................................................. 406
Gambar 7.80 Grafik Kecepatan habisnya Larutan
terhadap Cps, untuk Viskocup ∅ 6 mm..... 407
Gambar 7.81 Skema Proses Mesin Kanji Slasher........... 410
Gambar 7.82 Penempatan Bum dan Arah Penarikan
Benang...................................................... 411
Gambar 7.83 Penguluran Pasif dengan Pemberat
(Bandul) ..................................................... 411
Gambar 7.84 Pengereman Sistem Servomotor............... 412
Gambar 7.85 Pengereman Sistem Elektromagnet.......... 412
Gambar 7.86 Bagian Penganjian (Sizing Section) .......... 412
Gambar 7.87a Pemeras Tunggal ...................................... 413
Gambar 7.87b Pemeras Ganda dan Perendam tunggal ... 413
Gambar 7.87c Pemeras Ganda dan Dua perendam......... 414
Gambar 7.87d Pemeras Ganda, Perendam Tunggal, dan
dua Bak Kanji ............................................ 414
Gambar 7.88 Posisi peralatan Rol Pemisah Basah......... 415
Gambar 7.89 Pengering dengan 5 Silinder ..................... 416
Gambar 7.90 Pengering Ruang Pengering dan Silinder . 417
Gambar 7.91 Pengering dengan Udara Panas ............... 418
Gambar 7.92 Rol Pemisah Benang Lusi Kering.............. 419
Gambar 7.93 Peralatan Penggulung Benang.................. 420
Gambar 7.94 Skema Urutan Proses Pencucukan........... 422
Gambar 7.95 Peralatan Pencucukan .............................. 423
Gambar 7.96 Carriage..................................................... 424
Gambar 7.97 Kawat Cucuk Tunggal................................ 425
Gambar 7.98 Kawat Cucuk Ganda.................................. 425
Gambar 7.99 Pisau Cucuk .............................................. 425
Gambar 7.100 Sisir Mesin Tenun Konvensional ............... 426
Gambar 7.101 Sisir Mesin Tenun Air Jet Loom................. 427
Gambar 7.102 Sisir Mesin Tenun Rapier, Water Jet,
Projectile.................................................... 427
Gambar 7.103 Gun (Wire Head) ....................................... 428
Gambar 7.104 Droper........................................................ 428
Gambar 7.105 Gulungan Benang Lusi Bum Tenun........... 429
Gambar 7.106 Pemasangan Benang Lusi......................... 430
Gambar 7.107 Bagian-bagian Peralatan Kerangka Mesin
Cucuk........................................................ 431
Gambar 7.108 Lebar Cucuk pada Sisir Tenun .................. 432
Gambar 8.1 Pembentukan Kain Tenun ......................... 439
C12
Gambar 8.2 Bagian-bagian Utama Mesin Tenun .......... 441
Gambar 8.3 Diagram Engkol Anyaman Polos............... 442
Gambar 8.4 Diagram Lintasan Pembawa Pakan .......... 444
Gambar 8.5 Macam-macam Rangka Mesin.................. 447
Gambar 8.6 Tipe Penggerak Sederhana....................... 449
Gambar 8.7 Kopling Konis............................................. 450
Gambar 8.8 Rem Mesin Tenun ..................................... 451
Gambar 8.9 Kopling Magnit Listrik dan Pengereman.... 452
Gambar 8.10 Kopling Pelat Tunggal................................ 453
Gambar 8.11 Kopling dengan Pengontrol Rem oleh
Magnit Listrik Tunggal................................ 454
Gambar 8.12 Ban Rem pada Beam Lusi......................... 456
Gambar 8.13 Rem Beam Lusi Otomatis.......................... 457
Gambar 8.15 Mekanisme Penyuapan Lusi...................... 459
Gambar 8.16 Penguluran Lusi untuk Dua Beam............. 460
Gambar 8.17 Macam-macam Beam Lusi ........................ 461
Gambar 8.18 Lokasi Back Rest pada Mesin Tenun ........ 463
Gambar 8.19 Pengontrol Kain dan Lusi pada Mesin
Tenun........................................................ 466
Gambar 8.20 Ayunan Batang Silangan ........................... 467
Gambar 8.21 Roller Temple ............................................ 469
Gambar 8.22 Ring Temple Mendatar .............................. 470
Gambar 8.23 Clamp Temple ........................................... 470
Gambar 8.24 Penggulung Kain Satu Pawl ...................... 471
Gambar 8.25 Penggulungan Sistem Multi Pawl .............. 472
Gambar 8.26 Penggulungan tanpa Pawl......................... 472
Gambar 8.27 Gerakan Pembalikan Gun ......................... 474
Gambar 8.28 Macam-macam Cam Positif....................... 475
Gambar 8.29 Dobby Pengangkatan Ganda .................... 476
Gambar 8.30 Bagian-bagian dalam Mesin Jacquard ...... 477
Gambar 8.31 Butter, Silinder dan Kartu........................... 478
Gambar 8.32 Diagram Tali Harness dengan atau Tanpa
Harness Guide........................................... 482
Gambar 8.33 Mesin Jacquard 1300 Jarum .................... 484
Gambar 8.34 Perbandingan antara Tegangan Lusi
dengan Tinggi Mulut Lusi........................... 485
Gambar 8.35 Panjang Mulut Lusi diperbesar .................. 485
Gambar 8.36 Pembentukan Mulut Tengah...................... 485
Gambar 8.37 Kombinasi Hook Jarum dan Benang Lusi.. 486
Gambar 8.38 Posisi Awal Jacquard saat Peluncuran
Pakan Pertama.......................................... 487
Gambar 8.39 Hubungan Kartu, Jarum dan Hook pada
Sistem Pengangkatan Ganda Dua Silinder 489
Gambar 8.40 Jacquard Dua Silinder tanpa Pegas .......... 490
C13
Gambar 8.41 Mesin Jacquard Cross Border ................... 491
Gambar 8.42 Mesin Jacquard Veldol .............................. 492
Gambar 8.43 Mekanisme Gerakan Jacquard Dua
Silinder....................................................... 493
Gambar 8.44 Foto Mesin Jacquard Veldol ...................... 493
Gambar 8.45 Mekanisme Pengetekan Link..................... 495
Gambar 8.46 Mekanisme Cam........................................ 496
Gambar 8.47 Mekanisme Roda Gigi ............................... 497
Gambar 8.48 Penenunan dengan Shuttle ....................... 499
Gambar 8.49 Shuttle ....................................................... 500
Gambar 8.50 Mekanisme Pukulan .................................. 501
Gambar 8.51 Sistem Penyisipan Pakan pada Jet Loom . 502
Gambar 8.52 Transmisi Pakan pada Rapila.................... 503
C14
DAFTAR TABEL
l
Tabel 2.1 Penilaian Serat Kapas terhadap Kehalusan ............ 10
Tabel 4.1 Macam-macam Perbandingan Persentase
Campuran................................................................. 30
Tabel 5.1 Macam-macam Perbandingan Persentase
Campuran................................................................. 61
Tabel 5.2 Hubungan antara Tebal Kapas dengan Putaran
Cone Drum ............................................................... 78
Tabel 5.3. Diameter Terompet yang sesuai untuk Ukuran
Sliver....................................................................... 121
Tabel 5.4 Setting Mesin Carding ............................................. 125
Tabel 5.5 Penyetelan Jarak dan Pengaturan Waktu............... 189
Tabel 5.6 Koefisien Antihan pada Mesin Flyer........................ 226
Tabel 5.7 Perbedaan Ring Spinning dengan Mesin Flyer....... 230
Tabel 5.8 Penyetelan Staple menurut Pabrik Suessen WST.. 239
Tabel 5.9 Twist Multiplier......................................................... 262
Tabel 7.1 Tegangan Benang Proses Pengelosan................... 317
Tabel 7.2 Beban Cincin dalam Pengelosan ............................ 318
Tabel 7.3 Jarak Celah Slub Catcher ....................................... 319
Tabel 7.4 Jarak Celah Slub Catcher ....................................... 320
Tabel 7.5 Berat Jenis Serat..................................................... 321
Tabel 7.6 Constanta Sudut Kerucut ........................................ 367
Tabel 7.7 Traveling Distance Table......................................... 368
Tabel 7.8a Pemasangan Cones pada Creel dengan Cara
Penarikan................................................................ 378
Tabel 7.8b Pemasangan Cones pada Creel dengan Cara
Penarikan................................................................ 379
Tabel 7.9 Raport Hanian ......................................................... 390
Tabel 7.10 Resep Benang Polyester 65%, Kapas 35 %........... 409
Tabel 7.11 Resep Benang Polyester 65%, Rayon 35 %........... 409
Tabel 8.1 Penyetelan Panjang Tali Harness ........................... 480
Tabel 8.2 Standar Berat Lingoes............................................. 480
Tabel 8.3 Hubungan antara Jumlah Lubang dan Nomor
Comberboard .......................................................... 481
0 komentar:
Posting Komentar